kajian pustaka 2 kajian teori 2.1.1 manajemen pendidikan
TRANSCRIPT
1 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2 Kajian Teori
2.1.1 Manajemen Pendidikan Tinggi
Pemahaman mengenai PT sebagai mana diatur dalam
PP no 4 tahun 2014 adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program diploma,
program sarjana, program magister, program doktor, dan
program profesi, serta program spesialis, yang
diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi berdasarkan
kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam konteks tersebut, secara
umum PT memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
fungsi layanan Tri Dharma, yaitu pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. PT di
Indonesia memiliki kemiripan karena didasarkan pada
Peraturan Pemerintah
Paradigma manajemen PT bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan secara berkelanjutan.
Dengan demikian keterlibatan stakeholder dalam pelaksanaan
PT harus berperan dalam kerangka tugas dan wewenangnya
masing-masing. Keterlibatan pihak-pihak internal yang
berperan dalam PT antara lain: tenaga pendidik, mahasiswa,
pegawai, petinggi atau pejabat PT. Adapun pihak-pihak
external antara lain: orangtua mahasiswa, alumni dan industri.
Secara garis besar, Torrington and Weightman
(Dennison, dkk. 1992) menekankan bahwa manajemen
pendidikan ditandai oleh keragaman dan
permintaan(Dennison et al.,1992). Pemahaman tersebut dapat
diartikan bahwa adanya verifikasi pihak-pihak yang terlibat
didalam proses manajerial, termasuk didalamnya adalah
menjaga hubungan yang produktif dengan alumni. Prioritas
utama dari manajemen pendidikan tinggi adalah integrasi
kelembagaan yang strategi dan berurusan dengan keragaman
realita sehari-hari yang menjembatani semua aspek
pengajaran universitas dan administrasi kesiswaan(Berglund,
1998). Namun demikian, ruang lingkup manajemen
pendidkan tinggi tidak dapat dipisahkan dari peranan para
alumni.
2.1.1.1 Alumni
Alumni dapat diartikan sebagai orang-orang yang
telah mengikuti atau tamat dari suatu sekolah atau perguruan
tinggi(Laal, 2011) . Alumni adalah output dari sebuah PT yang
dihasilkan secara periodik dan menjadi sebuah produk yang
sangat penting karena masing-masing alumni merupakan
perpanjangan dari jasa PT. Alumni atau output dari sebuah
PT, dapat juga diartikan sebagai calon tenaga kerja maupun
tenaga kerja yang dapat digunakan oleh pihak internal
maupun external. Pihak internal yang dimaksud adalah
seorang alumni yang direkrut untuk bekerja pada PT yang
merupakan tempatnya belajar, Sedangkan pihak external
dapat berupa institusi Pemerintah, swasta maupun perorangan.
Dengan demikian, alumni merupakan sebuah komponen
penting dalam sebuat manajemen PT.
Peran alumni dapat dilihat dari seberapa besar
transaksi pengetahuan yang ada. Transaksi pengetahuan yang
dimaksud mencakup kritik, saran terhadap pengembangan
kurikulum yang digunakan dan disesuaikan dengan kebutuhan
industri(Tjong & Adi, 2016). Dengan demikian, harus
disadari bahwa manajemen pendidikan tidak hanya sebatas
aspek pengajaran dan administrasi kesiswaan, namun
termasuk didalamnya adalah manajemen alumni. Pemahaman
tersebut didasarkan atas pendapat Bancin (2006) yang
mengungkapkan bahwa perguruan tinggi memerlukan
manajemen yang profesional dalam mengelola sumber daya
perguruan tinggi, khususnya mahasiswa, kurikulum, sarana
prasarana, keuangan, hubungan masyarakat, dan ketenagaan
(Bancin, 2006). Hal ini penting sebagai upaya untuk meraih
tujuan perguruan tinggi terutama tujuan dalam menghasilkan
mahasiswa yang berprestasi dan lulusan berkualitas yang siap
di dunia kerja dan dapat memberikan dampak yang besar
dalam pengembangan pendidikan yang diselenggarakan dan
memberikan penekanan pada pentingnya keterlibatan alumni
dalam lingkup PT, dapat memberikan nilai antara lain (Tjong
& Adi, 2016): 1) sebagai media penjaring mahasiswa baru; 2)
penilaian kurikulum; 3) sebagai indikator dalam
pengembangann kurikulum; 4) sebagai ukuran akuntabilitas
publik; 5) menjadi salah satu item penilaian dalam akreditasi
dst.
Rattanamethawong dkk (2017) mengembangkan
sebuah model untuk memprediksi perilaku mendukung siswa
dan alumni dari ketika alumni masih menjadi mahasiswa atau
baru memasuki universitas sampai pada masa kelulusannya.
Dalam pelaksanaannya, model tersebut menggunakan metode
clustering atau pengelompokkan alumni. Clustering atau
pengelompokkan tersebut memberikan kejelasan bahwa
kebutuhan alumni sangat berbeda-beda(Rattanamethawong et
al., 2017). Tidak hanya para alumni, PT pun memiliki
kebutuhan akan informasi yang bersumber dari external PT.
Pemahaman tersebut juga ditekankan oleh Tjong dan Adi
(2016) bahwa alumni dapat berperan dalam proses mereview
kurikulum(Tjong & Adi, 2016).
2.1.1.2 Model SECI
Nonaka (dalam Modinou dkk. 2011) berpendapat
bahwa pengetahuan merupakan suatu hal yang dinamis dan
dapat berubah bentuk antara Tacit dan Explicit. Mereka
kemudian mengusulkan suatu model dalam proses penciptaan
pengetahuan, kemudian memungkinan organisasi untuk
mengelola proses tersebut secara efektif. Mereka mengajukan
empat langkah penciptaan pengetahuan disebut model SECI
atau Socialization, Externalization, Combination, dan
Internalization (Modinou, Liaropoulos, Kaitelidou, Kioulafas,
& Theodoraki, 2011).
Gambar 2.1. Model Seci.
1. Socialization: Transfer knowledge dari satu
individu ke individu lainnya dalam bentuk tacit
knowledge. Disebutkan bahwa Socialization
muncul dari aktivitas “berbagi dan menciptakan
pengetahuan tacit melalui pengalaman langsung”.
2. Externalization: Transformasi knowledge dari
bentuk Tacit ke bentuk Explicit. Dengan
externalization, pengetahuan tacit yang ada dalam
diri individu di keluarkan dan diformulasikan ke
dalam media lain yang dapat dengan mudah
dipelajari oleh individu lain.
3. Combination: Mengorganisasi kumpulan Explicit
knowledge ke dalam satu bentuk media yang lebih
sistematis, melalui proses penambahan knowledge
baru, kombinasi dan kategorisasi pengetahuan
yang telah terkumpul.
4. Internalization: Tranformasi knowledge dari
bentuk Explicit ke bentuk Tacit. Contohnya
dengan proses belajar yang kemudian diikuti
dengan „learning by doing„ yang lambat laun
membentuk pengetahuan baru dalam diri individu.
2.1.2 Manajemen Pengetahuan
Laal (2011) berpendapat bahwa knowledge management
hampir merupakan bidang baru, dan eksperimen baru saja
dimulai di pendidikan tinggi. Ada nilai yang luar biasa untuk
institusi pendidikan tinggi yang mengembangkan inisiatif
untuk berbagi pengetahuan untuk mencapai tujuan bisnis
(Laal, 2011). Selanjutnya, Trivella dan Dimitrios (2015)
menekankan bahwa penerapan knowledge management
merupakan faktor penting yang memungkinkan Universitas
untuk memiliki peran yang lebih efektif dan aktif dalam
hubungan dengan masyarakat, dengan pasar internasional dan
dengan panggung politik. Hal ini merupakan kunci yang
mengarahkan ekonomi ke tingkat yang sukses dan
meningkatkan hubungan antara Universitas dan masyarakat.
Dalam keadaan ini, pengetahuan dapat dimanfaatkan sebagai
alat untuk lingkungan yang lebih kompetitif dan terus
berubah, oleh Universitas dan institut. Alat-alat ini harus
fleksibel dan dapat beradaptasi dengan tuntutan masyarakat
pengetahuan dan pasar global. Dalam upaya itu, Teknologi
Komunikasi Informasi adalah sarana yang memfasilitasi
penciptaan, penyebaran dan transfer Pengetahuan untuk
kepentingan masyarakat (Trivella & Dimitrios, 2015).
Berbagi pengetahuan memiliki peran kunci dalam
pendidikan tinggi dengan tujuan untuk 1) untuk
mengembangkan kualitas dan efektivitas yang lebih baik 2)
untuk pengembangan sumber daya manusia di semua
tingkatan, dan 3) untuk mengembangkan "Basis pengetahuan"
dari organisasi menuju peningkatan investasi pengetahuan
dari organisasi (Songsangyos, 2012). Tanpa pengetahuan,
organisasi tidak dapat dengan mudah berkomunikasi
sebagaimana fungsinya, sehingga sangat sulit bagi individu
untuk bekerja di atau dengan organisasi. Sifat pengetahuan
tacit sering menghalangi organisasi dan karyawannya untuk
memahami dan berbagi apa yang mereka ketahui dan lakukan
dalam organisasi. Hasil akhirnya bisa menjadi organisasi yang
menghambat kinerjanya sendiri. Kinerja yang efektif dalam
suatu organisasi dapat ditingkatkan melalui pengetahuan tacit
sehingga dapat dibagikan dan diterapkan, terutama di luar
individu atau kelompok. Dengan menjelaskan pengetahuan
“diam - diam” ke pengetahuan eksplisit dalam penyimpanan
pengetahuan yang dapat diakses, anggota komunitas dapat
berbagi dan merefleksikan pemahaman mereka tentang apa
yang mereka ketahui dan apa yang mereka lakukan, dan tolak
ukur terhadap dan belajar dari orang lain.
Memanfaatkan berbagi pengetahuan perguruan tinggi
akan lebih mampu meningkatkan retensi mahasiswa dan
tingkat kelulusan; mempertahankan tenaga kerja dalam
menghadapi kekurangan staf; memperluas penawaran berbasis
web baru dan bersaing dalam lingkungan di mana institusi
melintasi perbatasan negara dan nasional untuk memenuhi
kebutuhan siswa kapan saja dan dimana saja. Inisiatif
manajemen pengetahuan akan membantu mengidentifikasi
sumber daya, menyaring informasi tentang strategi pendidikan
yang berbeda, dan berbagi pengalaman dan wawasan mereka
ke dalam intervensi yang sukses dan gagal dalam sistem
pendidikan.
Berbagi pengetahuan dapat menjadi alat yang efektif dan
juga dapat menjadi strategi Knowledge Management,
sehingga universitas dapat memenuhi tujuan yang ingin
dicapai. Hal ini didasarkan atas penelitian yang dilakukan
oleh Trivella dan Dimitrios (2015), dimana terdapat upaya
dilakukan untuk mempertimbangkan strategi Knowledge
Management dan kepentingannya di lingkungan universitas
walaupun sangat disadari bahwa berbagi pengetahuan sangat
sulit dalam hal penerapannya. Dalam mengatasi kondisis
tersebut, maka dilakukan adopsi dari organisasi diluar
universitas untuk diterapkan (Trivella & Dimitrios, 2015).
2.1.3 Berbagi Pengetahuan
Berbagi pengetahuan salah satu bagian komponen dari
Knowledge Management (Pinto, 2014). Menurut para ahli
Knowledge Management adalah sebuah proses dimana
organisasi telah merumuskan cara dalam upaya mengenali dan
mengarsipkan aset pengetahuan di dalam organisasi, sebagai
contoh pengetahuan yang berasal dari karyawan berbagai
departemen atau fakultas dan dalam beberapa kasus, bahkan
dari organisasi lain yang memiliki ruang lingkup yang
sama(Laal,2011) . Selanjutnya terdiri dari identifikasi dan
analisis pengetahuan yang tersedia dan dibutuhkan, dan
perencanaan dan pengendalian tindakan selanjutnya untuk
mengembangkan aset pengetahuan sehingga dapat memenuhi
tujuan individu atau organisasi (Sensky, 2002). Berbagi
pengetahuan secara umum dapat diartikan sebagai sebuah
proses yang memungkinkan organisasi menciptakan nilai dari
aset intelektual dan aset lainnya yang berbasis pada
pengetahuan. Hal ini dilakukan melalui kondisi yang
diketahui oleh individu serta mitra organisasi yang saling
berbagi informasinya diantara mereka dalam upaya
mengembangkan best practices. Berbagi pengetahuan
didukung dan difasilitasi oleh Teknologi Informasi, namun
teknologi informasi bukanlah manajemen pengetahuan. tidak
semua informasi berguna dan tidak semua informasi tidak
berguna. Tergantung pada masing-masing organisasi untuk
menentukan informasi apa yang tergolong sebagai aset
intelektual dan aset lainnya yang berbasis pengetahuan. Aset-
aset tersebut dapat dikelompokkan sebagai pengetahuan
Eksplisit atau Implisit (tacit knowledge)
Keberhasilan inisiatif manajemen pengetahuan
tergantung pada berbagi pengetahuan(Jafari Navimipour &
Charband, 2016; S. Wang & Noe, 2010). Berbagi
pengetahuan antara alumni dan PT memungkinkan PT untuk
mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber daya berbasis
pengetahuan tanpa ada batasan. Berbagi pengetahuan adalah
sarana dasar di mana pertukaran pengetahuan memiliki
kontribusi dalam pemanfaatan pengetahuan dan inovasi yang
merupakan salah satu keunggulan dari sebuah organisasi (S.
Wang & Noe, 2010; Z. Wang & Wang, 2012). Berbagi
pengetahuan adalah fondasi sosialisasi, sementara berbagi
pengetahuan secara eksplisit membuat kombinasi yang
mungkin dalam sebuah organisasi tertentu. Berbagi
pengetahuan secara eksplisit terdiri dari hampir semua bentuk
berbagi pengetahuan yang digunakan dalam organisasi.
Praktik berbagi pengetahuan eksplisit tampak lebih umum di
dalam dunia nyata karena pengetahuan yang eksplisit dapat
dengan mudah ditangkap, dikodifikasikan dan ditransmisikan
(Z. Wang & Wang, 2012).
Pentingnya berbagi pengetahuan dalam sebuah
organisasi jelas dipandang sebagai sebuah kelebihan dan
menjadi sebuah sumber daya. Dilingkungan PT didasarkan
atas beberapa alasan penting, antara lain: 1)Sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan bagi para petinggi di PT;
2)Sumber informasi dalam pengembangan kurikulum;
3)Mempersiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
dunia kerja; 4)Sebagai sarana untuk menjaring para
mahasiswa baru; 5)Sebagai sarana untuk membagi informasi
kepada para alumni.
Pemimpin sebuah organisasi selalu mencari celah
dalam merancang sistem manajemen pengetahuan dan
menjalankannya di dalam organisasi mereka (Yaghoubi &
Maleki, 2012) . Celah-celah tersebut harus di dasarkan atas
kebutuhan akan pengetahuan atau tacit yang dimiliki oleh
individu/perseorangan dalam hal ini alumni. Pengetahuan
yang dimiliki masing-masing alumni, sangatlah bervariasi,
dan tidak menutup kemungkinan bahwa pengetahuan-
pengetahuan tersebut tidak memberikan manfaat bagi PT.
maka dari hal itu penting untuk dilakukan penyaringan,
pemisahan dan pengelompokan pengetahuan yang didapat,
yang mana harus didasarkan atas kebutuhan pengetahuan
dalam lingkup PT, karena tidak semua informasi akan
bermanfaat bagi PT. Sebagai contoh, pada saat PT ingin
mengembangkan kurikulum yang disesuaikan dengan
industri, PT harus tau benar-benar tentang spesifikasi tenaga
kerja yang dibutuhkan oleh industri. Maka pada kondisi
tersebut, salah satu peranan berbagi pengetahuan adalah untuk
memfasilitasi dan mengelompokkan pengetahuan yang
didapat dari para alumni yang memberikan masukan ataupun
tanggapan yang berhubungan dengan kurikulum dan
kebutuhan industri, pengetahuan diluar itu haruslah
dikelompokkan dengan kelompok yang lain.
Office of the Public Sector Development Commission
(Tongsamsi, 2014) mencatat bahwa manajemen pengetahuan
adalah proses yang sistematis dalam memperoleh,
menciptakan, bertukar, dan menerapkan data dalam
mengembangkan kemampuan personil dan kinerja mereka
untuk mencapai tujuan organisasi (OHEC, 2014; Tongsamsi
& Tongsamsi, 2017) . Mengacu pada pemahaman yang
diuraikan maka dapat disederhanakan bahwa KM merupakan
sebuah proses yang mencakup proses mendapatkan,
menyimpan, mengolah, dan menyebarkan pengetahuan secara
efektif. Dengan demikian konsumsi pengetahuan juga dapat
dinikmati tidak hanya oleh pemilik pengetahuan tersebut,
akan tetapi pengetahuan tersebut harus bisa di konsumsi oleh
setiap stakeholder didalamnya. Namun sebagai batasan bahwa
semua pengetahuan yang ada tidak bersifat publik (Al-
Hawamdeh, 2003;OHEC, 2014;Thomas et al.,2001) namun
terdapat beberapa pengetahuan yang harus bersifat private
untuk individu maupun kelompok. Dengan demikain maka
penting untuk menjadi perhatian dalam memilah kedua jenis
pengetahuan tersebut.
Boiral (2002) berpendapat bahwa tacit merupakan
sebuah dimensi yang sangat penting dalam “pembelajaran
bagi organisasi”(Boiral, 2002). Tacit berhubungan dengan
pengetahuan yang berada di kepala individu yang tidak
terorganisir (Al-Qdah & Salim, 2013). Sebuah tacit bersifat
empiris karena merupakan suatu sumber pengetahuan yang
diperoleh dari observasi atau percobaan. Meskipun sifatnya
sangat empiris, pengetahuan, tacit paling sering dilihat
sebagai sesuatu yang tersembunyi, abstrak dan hampir tidak
dapat diakses (Al-Qdah & Salim, 2013; Boiral, 2002;
Muthuveloo, Shanmugam, & Teoh, 2017). Kata tacit berasal
dari bahasa Latin tacitum, yang berarti yang rahasia,
tersembunyi atau misterius., dan merupakan akar dari
pemikiran kontemporer, juga mengacu pada "implisit",
"inarticulate" atau "pengetahuan pribadi" (Boiral, 2002).
Selain itu, pengetahuan tacit lebih sulit untuk
dipindahkan daripada pengetahuan eksplisit, karena
pengetahuan eksplisit adalah berdasarkan teori dan
ditransmisikan dalam bahasa formal yang sistematis (Al-Qdah
& Salim, 2013). Hal ini dikarenakan seorang individu
memiliki pengalaman yang lebih, daripada apa yang mereka
bicarakan. Dalam kondisi seperti ini, penting bagi para
pemilik tacit untuk memiliki kesempatan yang lebih besar
untuk menyampaikan tecit yang mereka miliki masing-
masing. Dengan demikian, berbagi pengetahuan memberikan
kesempatan, ruang yang tepat bagi para pemilik tacit untuk
mengeksplorasi tacit-tacit yang mereka miliki.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Terdapat penelitian-penelitian terkait yang penah
dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pertama dengan judul
“Knowledge Management in Higher Education Institutions: A
framework to improve collaboration”. Penelitian tersebut
bertujuan untuk menyajikan framework yang berfungsi untuk
meningkatkan berbagi pengetahuan dan kolaborasi di Institusi
Pendidikan Tinggi. Penelitian ini membahas konsep
manajemen pengetahuan di PT, menyajikan sistematisasi
praktik dan alat pengetahuan untuk menghubungkan orang
(siswa, guru, peneliti, staf sekretariat, entitas eksternal) dan
mempromosikan Berbagi pengetahuandi beberapa proses dan
layanan utama dalam sebuah PT, seperti: proses penelitian,
proses belajar, layanan siswa dan alumni, layanan dan proses
administrasi, dan perencanaan dan manajemen strategis.
Framework yang dimaksudkan dalam penelitian tersebut
bertujuan untuk memperbaiki praktik dan proses pengetahuan
yang memfasilitasi lingkungan dan budaya kolaborasi,
berbagi dan penemuan pengetahuan yang harus menjadi ciri
PT (Pinto, 2014).
Penelitian lainnya yang berjudul “Designing
Knowledge Management Model for Curriculum Development
Process: A Case Study in Bina Nusantara University”.
Penelitian ini mengusulkan model Knowledge Management
untuk pengembangan kurikulum. Survei dilakukan di
Universitas Bina Nusantara dan mewawancarai staf yang
terlibat dalam proses pengembangan kurikulum untuk
memahami prosesnya. Studi literatur diterapkan untuk
mengembangkan model yang sesuai dengan integrasi antara
sistem manajemen pengetahuan sebagai sumber pengetahuan
ke dalam sistem manajemen pembelajaran di Universitas Bina
Nusantara sebagai studi kasus. Sebagai hasilnya, model
Knowledge Management ini mendukung beberapa pemangku
kepentingan seperti program Studi, Subyek Content
Coordinator, Dosen, Mahasiswa, dan Alumni & Mitra untuk
memperbaiki proses pengembangan kurikulum yang
ada(Tjong & Adi, 2016).
Penelitian terdahulu lainnya dengan judul “The
Knowledge Management in Higher Education in Chiang
Mai:A Comparative Review”.Penelitian tersebut berfokus
pada perbandingan manajemen pengetahuan dalam
pendidikan tinggi. Studi ini menemukan bahwa, pemanfaatan
pengetahuan di lembaga pemerintah dianggap pada tingkat
moderat sementara di lembaga swasta berada pada tingkat
yang tinggi. Dampknya adalah berbagi pengetahuan dalam
lembaga pemerintah dan swasta tidak begitu maksimal. Disisi
lain, hubungan antara budaya organisasi dan proses
manajemen pengetahuan lembaga pemerintah dan swasta
pada tingkat sedang. Akibatnya, anggota fakultas harus
berkonsentrasi pada visi, misi dan strategi manajemen
pengetahuan kelembagaan jika mereka ingin mencapai
manfaat dari lembaga (Songsangyos, 2012).
Mengacu pada paparan penelitian-penelitian terdahulu,
maka terdapat beberapa hal penting yang menjadi acuan
dalam penelitian ini yakni penelitian ini lebih berfokus pada
hubungan atau komunikasi antara alumni dan PT. Hubungan
yang dimaksudkan mencakup berbagi informasi seperti
pekerjaan yang digeluti oleh alumni, kritik, saran atau
masukan yang berhubungan dengan perkembangan MMP
UKSW. Maka pada penelitian ini akan diajukan sebuah sistem
yang berfungsi untuk menghubungkan para alumni dengan
PT.
2.3 Kerangka Pikir
Kerangka Pikir Penelitian ini diawali dengan latar
belakang masalah hubungan antara Program studi dengan
alumni, proses berbagi pengetahuan yang terjadi masih secara
manual, belum ada rekapan pengetahuan dan belum
terporgram. Sehingga diuraikan penelitian pengembangan
berbagi pengetahuan antara alumni dan program
memanfaatkan TIK sebagai pemecah masalah untuk
menghubungkan Alumni dengan Program Studi dan Alumni
dengan alumni untuk dapat berbagi pengetahuan.
Gambar 2.2.Kerangka Pikir Penelitian