bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 2.1.1

23
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Orang Tua 2.1.1.1 Peran Orang Tua Orang tua menurut Kunaryo Hadikusumo (2010) sebagai pendidik menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama karena secara kodrati anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdaya. Hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang makin dewasa. Karena itu orang tua menjadi pendidik adalah bukan karena keputusan kemauan, melainkan karena memenuhi panggilan yang bersifat etis kodrati. Hubungan orang tua dengan anaknya dalam hubungan edukatif mengandung dua unsur, yaitu unsur kasih sayang pendidik terhadap anak dan unsur kesadaran akan tanggung jawab dari pendidik untuk menentukan perkembangan anak. Berdasarkan cinta kasih sayang maka perlakuan pendidik terhadap peserta didik semata-mata sebagai pengabdian (tanpa pamrih pribadi) kepada anak dan tuntunannya diberikan dengan penuh kebijaksanaan dan kesabaran serta keluar dari niat yang ikhlas dengan kelembutan hati Pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya adalah pendidikan yang didasarkan pada rasa kasih sayang terhadap anak-anak, dan yang diterimanya dari kodrat. Menurut Ngalim Purwanto (2006 : 80) dalam Kunaryo Hadikusumo ( 2010 ) orang tua adalah pendidik sejati, pendidik karena kodratnya. Oleh karena itu kasih sayang orang tua terhadap anak-anak hendaklah kasih sayang yang sejati pula, yang berarti pendidik atau orang tua mengutamakan kepentingan dan kebutuhan anak-anak, dengan mengesampingkan keinginan dan kesenangan sendiri. Dalam hal ini hendaknya orang tua harus ingat bahwa pendidikan berdasarkan kasih sayang saja kadang-kadang mendatangkan bahaya. Kasih sayang harus dijaga jangan sampai berubah menjadi memanjakan anak. Kasih sayang harus dilengkapi dengan pandangan yang sehat tentang sikap orang tua terhadap anak. 14

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Orang Tua

2.1.1.1 Peran Orang Tua

Orang tua menurut Kunaryo Hadikusumo (2010) sebagai pendidik

menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama karena secara kodrati anak

manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdaya.

Hanya dengan pertolongan dan layanan orang tua (terutama ibu) bayi (anak

manusia) itu dapat hidup dan berkembang makin dewasa.

Karena itu orang tua menjadi pendidik adalah bukan karena keputusan

kemauan, melainkan karena memenuhi panggilan yang bersifat etis kodrati.

Hubungan orang tua dengan anaknya dalam hubungan edukatif mengandung dua

unsur, yaitu unsur kasih sayang pendidik terhadap anak dan unsur kesadaran akan

tanggung jawab dari pendidik untuk menentukan perkembangan anak.

Berdasarkan cinta kasih sayang maka perlakuan pendidik terhadap peserta

didik semata-mata sebagai pengabdian (tanpa pamrih pribadi) kepada anak dan

tuntunannya diberikan dengan penuh kebijaksanaan dan kesabaran serta keluar

dari niat yang ikhlas dengan kelembutan hati

Pendidikan orang tua terhadap anak-anaknya adalah pendidikan yang

didasarkan pada rasa kasih sayang terhadap anak-anak, dan yang diterimanya dari

kodrat. Menurut Ngalim Purwanto (2006 : 80) dalam Kunaryo Hadikusumo (

2010 ) orang tua adalah pendidik sejati, pendidik karena kodratnya. Oleh karena

itu kasih sayang orang tua terhadap anak-anak hendaklah kasih sayang yang sejati

pula, yang berarti pendidik atau orang tua mengutamakan kepentingan dan

kebutuhan anak-anak, dengan mengesampingkan keinginan dan kesenangan

sendiri. Dalam hal ini hendaknya orang tua harus ingat bahwa pendidikan

berdasarkan kasih sayang saja kadang-kadang mendatangkan bahaya. Kasih

sayang harus dijaga jangan sampai berubah menjadi memanjakan anak. Kasih

sayang harus dilengkapi dengan pandangan yang sehat tentang sikap orang tua

terhadap anak. 14

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

15

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Darwis Akper Telanai (2010)

mengatakan bahwa Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang

lain terhadap seseorang sesua kedudukannya dalam suatu sistem. Peran

dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat

stabil, sementara untuk posisi tersebut merupakan identifikasi dari status tentang

seseorang dalam suatu sistem social dan merupakan perwujudan aktualisasi diri.

Peran juga dapat diartika sebagai bentuk dari prilaku yang diharapkan dari

seseorang pada situasi sosial tertentu (Wahit Iqbal Mubarak, 2006: 259).

Menururt Notoatmodjo (2003: 29) didalam penelitian Darwis Akper

Telanai (2010), berkaitan dengan kesehatan keluarga maka orang tua merupakan

sasaran utama dala promosi kesehatan, karena merupakan peletak dasar perilaku.

Sebab secara naluriah suka atau tidak mereka harus merawat dan mengasuh anak

dari mulai menggendong, memandikan memenuhi kebutuhan anak termaksud

mengembangkan kemampuan anaknya.

Peran orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan

perkembangan karakter dan kepribadian orang tua sangat mempengaruhi

perkembangan dan kemandirian terhadap anak. Dan prosesnya haruslah realistis

dan sesuai dengan usia mereka, karena para orang tualah yang nantinya akan

menjadikan anak-anak mereka seseorang yang memiliki kepribadian baik atau

buruk (Gracia Zhuo, 2008: 71) dalam penelitian Darwis Akper Telanai (2010).

Perhatian dan kedekatan orang tua sangat mempengaruhi keberhasilan

anak dalam mencapai apa yang diinginkan. Anak memerlukan kasih sayang dan

perlakuan yang adil dari orang tuanya. Tapi, kasih sayang yang diberikan secara

berlebihan akan mengarah memanjakan, bahkan dapat menghambat dan

mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya anak menjadi manja,

kurang mandiri dan ketergantungan pada orang lain (Soetjiningsih, 2000: 9)

dalam penelitian Darwis Akper Talanai (2010).

Menurut Melinda J. Vitale (2007: 39) dalam penelitian Darwis Akper

Telanai (2010) peran orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan psikologi

anak. Orang tua merupakan pemberi motivasi dan membantu dalam kecemasan

dan mencari tahu apa yang mesti dilakukan untuk terus mengembangkan identitas

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

16

dan kemandirian anak, sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan

perhatian dan kasih sayang sepenuhnya pada anak. Kedekatan anak dan orang tua

memiliki makna dan peran yang sangat dalam setiap aspek kehidupan keluarga.

Jadi peran orang tua sangat dibutuhkan bagi anak, karenanya peran dari orang tua

yang menentukan perkembangan dari seorang anak, tanpa adanya peran dari

orang tua anak sulit untuk berkembang, terlebih lagi dalam mencapai tingkat

kemandirian.

2.1.1.2 Peran Orang Tua Berdasarkan Kebutuhan Dasar

Dalam penelitian Dawis Akper Tenalai (2010), peran orang tua

berdasarkan kebutuhan dasar digolongkan menjadi tiga yaitu:

a. Peran Orang Tua Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisik (Asuh)

1) Orang tua memberikan kebutuhan anak, seperti makan dan minum

2) Orang tua memberikan kebutuhan anak pakaian yang layak sama dengan

anggota keluarga yang lain

3) Orang tua memberikan kebutuhan anak perawatan kesehatan dasar, seperti

membawa anak rutin control kesehatan

4) Orang tua memberikan kebutuhan anak Kesegaran jasmani, seperti mengajak

anak untuk berolahraga

5) Orang tua memandikan dan menggosok gigi anak

b. Peran Orang Tua Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisik Emosional (Asih)

1) Orang tua memperkenalkan anak sebagai bagian dari keluarga

2) Orang tua memberikan rasa aman bagi anak untuk melakukan aktivitasnya

3) Orang tua memotivasi anak untuk bergaul dengan teman-temannya

4) Orang tua dapat menerima keadaan yang cacat

5) Orang tua jangan memperlakukan anak berbeda dengan anggota keluarga

yang lain

c. Peran Orang Tua Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisik Stimulasi (Asah)

1) Orang tua mengajarkan anak berkomunikasi secara lisan

2) Orang tua mengajarkan anak tentang pengetahuan akademis

3) Orang tua mengajarkan anak cara perpakaian

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

17

4) Orang tua mengajarkan anak latihan BAB dan BAK sendiri

5) Orang tua mengajarkan anak cara memegang pensil

6) Orang tua membujuk anak bila anak bersikap berbeda dari anggota keluarga

yang lain, misalnya pendiam atau menarik diri (Nursalam, 2008: 41) dalam

penelitian Darwis Akper Telanai (2010).

Jadi dapat diartikan peran orang tua adalah dukungan, motivasi dan

dorongan yang sangat dibutuhkan anak dalam pendidikannya karena orang tua

adalah orang yang pertama yang ada dalam dalam diri anak. Anak dilahirkan dari

seorang ibu yang disebut sebagai orang tua, dan orang tua merupakan bagian

utama dalam keluarga. Dalam pendidikan, keluarga merupakan pendidik yang

utama dan pertama.

2.1.1.3 Pendampingan Orang Tua

Moh. Muzaqi (2005) dalam penelitiannya mengatakan bahwa

pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat bermakna

pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok yang lebih berkonotasi pada

menguasai, mengendalikan, dan mengontrol. Kata pendampingan lebih bermakna

pada kebersamaan, kesejajaran, samping menyamping, dan karenanya kedudukan

antara keduanya (pendamping dan yang didampingi) sederajat, sehingga tidak ada

dikotomi antara atasan dan bawahan. Hal ini membawa implikasi bahwa peran

pendamping hanya sebatas pada memberikan alternatif, saran, dan bantuan

konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusa. Pendampingan berarti bantuan

dari pihak luar, baik perorangan maupun kelompok untuk menambahkan

kesadaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan pemecahan permasalahan

kelompok. Pendampingan diupayakan untuk menumbuhkan keberdayaan dan

keswadayaan agar masyarakat yang didampingi dapat hidup secara mandiri. Jadi

pendampingan merupakan kegiatan untuk membantu individu maupun kelompok

yang berangkat dari kebutuhan dan kemampuan kelompok yang didampingi

dengan mengembangkan proses interaksi dan komunikasi dari, oleh, dan untuk

anggota kelompok serta mengembangkan kesetiakawanan dan solidaritas

kelompok dalam rangka tumbuhnya kesadaran sebagai manusia yang utuh,

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

18

sehingga dapat berperan dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki.

Dari pengertian pendampingan diatas, pendampingan orang tua adalah

upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam mendampingi anaknya dalam proses

memandirikan anak terutama dalam belajar di sekolah. Pendampingan orang tua

diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya agar

menjadi pribadi yang mandiri di sekolah tanpa orang tua harus mendampinginya

sampai jam pelajaran selesai.

2.1.2 Penyesuaian Diri

2.1.2.1 Perubahan Menuntut Penyesuain Diri

Kunaryo Hadikusumo ( 2010 ) mengatakan, saat anak memasuki kondisi

sekolah yang baru maka anak dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi

tersebut. Menyesuaikan diri di sini bukan berarti anak berubah menjadi seperti

tuntutan lingkungannya. Hal yang diharapkan adalah anak dapat memadukan

potensi dan kondisi internal dirinya dengan lingkungan tempat ia berinteraksi.

Sekecil apapun perubahan yang terjadi, penyesuaian diri tetap perlu dilakukan

agar anak dapat tampil optimal. Misalnya, anak sangat terbiasa dengan cara guru

“X” mengajar, maka dengan cara tersebut ia dapat optimal mencerap materi

pelajaran. Kenyataannya, saat ia naik kelas, ia mendapatkan guru yang mungkin

berbeda cara pengajaranya dengan guru di kelas sebelumnya, hal ini tentu

mempengaruhi sikap belajar anak. Bisa saja anak menjadi tidak tertarik untuk

mempelajari materi tersebut dan menjadi malas ke sekolah. Fenomena ini wajar

dan mungkin terjadi pada anak sekolah di kelasnya yang baru. Melihat kondisi

seperti ini, anak dituntut untuk melakukan suatu penyesuaian untuk mengikuti

cara guru mengajar.

2.1.2.2 Anak dan Orang Tua Menyesuaikan Diri

Kunaryo Hadikusumo ( 2010 ) berpendapat, orang tua dapat berpikir

lebih lanjut bahwa saat anak malas ke sekolah dan malas belajar, toh orang tua

juga tidak dapat tinggal diam. Orang tua akan mencari cara dan membantu

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

19

mendampingi anak untuk menghadapi perubahan belajar tersebut. Misalnya di

tahun ajaran yang lalu, orang tua tidak pusing atau repot memikirkan anaknya

belajar, akan tetapi di tahun ajaran baru sekarang, orang tua disibukkan oleh

anaknya yang malas belajar. Kondisi ini menyadarkan orang tua bahwa

penyesuaian diri bukan hanya dilakukan oleh anak tapi juga orang tua. Contoh

lain, saat di tahun ajaran lalu, anak sekolah pagi yang dimulai pukul 07.00.

Ternyata, di tahun ajaran ini, anak harus masuk siang sehingga orang tua perlu

mengubah jadual mengantar anak ke sekolah disesuaikan dengan aktivitas orang

tua. Selain itu, ada juga perubahan jam belajar di rumah, perubahan jam istirahat

dan makan sehingga waktu aktivitas orang tua juga perlu penyesuaian. Hal kecil

ini sering terjadi namun kadang kurang disadari orang tua bahwa penyesuaian diri

anak adalah termasuk penyesuaian orang tua juga, hanya saja mungkin dengan

cara-cara yang berbeda.

2.1.2.3 Orang Tua Mendampingi Anak Dalam Proses Penyesuaian Diri

Kunaryo Hadikusumo ( 2010 ) mengatakan, ketika orang tua menyadari

bahwa anak dan orang tua perlu penyesuaian diri saat memasuki tahun ajaran

baru, maka di siitulah orang tua belajar lebih memahami karakter anak.

Penyesuaian diri anak yang satu tentu berbeda dengan anak lainnya. Pengalaman

anak sulung yang mengalami kendala ketika diajari oleh guru “X” bisa saja tidak

dialami anak kedua yang diajar guru yang sama. Pemahaman orang tua terhadap

keunikan karakter dari anak yang satu dengan lainnya akan membantu

pendampingan anak dalam menyesuaikan diri. Pada contoh kasus, orang tua

hendaknya jangan menyamaratakan pandangannya dari anak sulung ke anak yang

lain. Hendaknya orang tua memahami karakter sulung dan adiknya berbeda

sehingga orang tua lebih siap mendampingi si adik. Akan lebih mudah bagi orang

tua mendampingi anaknya jika orang tua mengenal betul karakter anaknya.

Hal lain yang menjadi penting adalah hubungan anak dan orang tua serta

komunikasi yang terjadi di antara mereka. Hubungan orang tua yang hangat

dengan anaknya akan memudahkan orang tua dalam mendampingi anak

menyesuaikan diri. Orang tua menjadi lebih mudah menggali hal-hal yang

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

20

menghambat anaknya saat penyesuaian diri dan si anak akan lebih terbuka pada

orang tua. Saat terjalin hubungan baik dan komunikasi yang lancar maka proses

diskusi dan cara penyelesaian suatu masalah dapat berjalan lancar. Misalnya, saat

jam masuk sekolah berubah, maka orang tua dapat berdiskusi dengan anak tentang

siapa yang akan menjemput anak lalu anak akan mengemukakan pendapatnya.

Contoh lain, saat anak murung di rumah setelah pulang sekolah, orang tua bisa

menanyakan apa penyebabnya. Dengan keterbukaan dan komunikasi yang lancar

maka anak akan menceritakan mengapa murung, lalu bersama-sama berdiskusi

untuk mencari solusinya.

Menyadari bahwa anak adalah bagian dari kehidupan orang tua dan orang

tua punya kendali pada anak, maka perlu disadari bahwa penyesuaian diri anak

adalah juga penyesuaian diri orang tua. Ada tipe orang tua yang menyadari bahwa

dirinya juga perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak yang memasuki

tahun ajaran baru. Di sisi lain ada juga orang tua yang tidak terpikir bahwa anak

membutuhkan bantuan orang tua dalam menghadapi perubahan yang ada di tahun

ajaran baru. Pilihannya ada di tangan orang tua. Hal yang perlu diperhatikan

adalah bahwa kesadaran akan perlunya penyesuaian diri yang baik dapat

membantu anak dan orang tua menjalani hari-harinya penuh bahagia tanpa beban.

Dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa penyesuaian diri sangat

penting bagi orang tua dan anak agar keduanya saling melengkapi satu sama lain

demi mewujudkan harapan-harapan kedepan yang mereka inginkan.

2.1.3 Kemandirian

Lie, 2004 dalam penelitian yang dilakuklan oleh Arif Purno ( 2007 ),

kemandirian adalah kemampuan utuk melaksanakan tugas sehari-hari sesuai

dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya. Kemandirian merupakan suatu

sikap individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan, dimana

individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai

situasi dilingkungan, sehingga individu mampu berfikir dan bertindak sendiri.

Dengan kemandirian seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang

yang lebih mantap (Mu’tadin 2002) dalam penelitian Arif Purno ( 2007 ).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

21

Kemandirian seperti halnya psikologis yang lain, dapat berkembang

dengan baik jika diberikan kesempatan berkembang melalui latihan yang

dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini, latihan tersebut berupa

pemberian tugas tanpa bantuan. Kemandirian akan memberikan dampak yang

positif bagi bagi anak, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sedini

mungkin sesuai kemampuan anak. Seperti telah diakui segala sesuatu yang dapat

diusahaakan sejak dini akan dapat dihayati dan semakin berkembang menuju

kesempurnaan (Mu’tadin 2002) dalam penelitian Arif Purno ( 2007 ).

Kemandirian seorang anak diperkuat melalui proses sosialisasi yang

terjadi antara anak dengan teman sebaya. (Hurlock 1991) dalam penelitian Arif

Purno ( 2007 ) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya anak

berfikir secara mandiri dan mengambil keputusan sendiri. Dalam mencapai

kegiatan untuk mandiri sering kali anak mengalami hambatan-hambatan yang

disebabkan oleh masih adanya kebutuhan untuk tetap tergantung pada orang lain

(Mu’tadin 2002) dalam penelitian Arif Purno ( 2007 ).

Sedangkan Mohammad Ali (2008: 109) dalam penelitian yang dilakukan

oleh Darwis Akper Telanai (2010), mengatakan bahwa kemandirian berasal dari

kata dasar “diri” yang mendapat imbuhan yang kemudian membentuk suatu kata

sifat. Dalam bahasa sehari-hari anak mandiri sering dikonotasikan dengan anak

yang mampu makan sendiri atau mandi sendiri. Sebaliknya, anak yang tidak

mandiri berarti anak yang segala aktivitasnya semua harus dilayani oleh

lingkungannya.

Menurut Deborah K. Parker (2006: 226) dalam penelitian Darwis Akper

Tenalai (2010) kemandirian (self- relience) merupakan kemampuan untuk

mengola semua miliknya sendiri, dan mampu mengatasi hambatan atau masalah,

mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan

orang lain. Kemandirian berhubungan dengan tugas dan ketrampilan bagaimana

mengerjakan sesuatu, bagaimana mencapai sesuatu atau bagaimana mengola

sesuatu.

Jadi, dapat dikatakan bahwa anak yang mandiri adalah anak yang diberi

kesempatan untuk menerima dan menjadi dirinya sendiri. Orang tua yang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

22

memperlakukan anak-anak menurut kekhasan mereka masing-masing adalah

orang tua yang belajar bersikap positif menghadapi berbagai perbedaan karakter

ataupun penampilan anak. Kemandirian belajar adalah belajar melakukan sesuatu

dengan sendiri tanpa harus didampingi oleh orang tua. Anak yang mandiri adalah

anak yang berani masuk kelas sendiri tanpa harus didampingi oleh orang tuanya di

sekolah.

2.1.3.1 Peran Orang Tua Dalam Memandirikan Anak Usia Sekolah

Lie (2004) dalam penelitiannya Arif Purno (2010) menyatakan bahwa

pada masa sekolah perkembangan anak sudah mulai beranjak menjadi manusia

sosial dan belajar bergaul dengan orang lain. Ada 16 peran orang tua dlm

membina kemandirian anak usia sekolah yaitu:

1. Ajari anak untuk merawat tubuhnya sendiri Walaupun anak hidup dalam keluarga kecukupan, orang tua perlu mendidik anak untuk bersikap mandiri terutama pada dirinya sendiri. Dalam keluarga yang kecukupan pelayanan yang diberikan pengasuh bias berlebihan. Hal ini hanya merugikan anak dan menghambat perkembangan kedewasaan. Orang tua perlu menyuruh anak melakukan kegiatan-kegiatan rutin seputar perawatan tubuhnya sendiri dan mengkomunikasikan harapan ini kepada pengasuh agar bias mendukung proses kemandirian anak.

2. Biarkan anak menyiapkan sarapan sendiri Banyak orang tua mengeluh mengenai kesulitan makan anak. Sebenarnya orang tua perlu menyikapi permasalahan ini dengan lebih bijak. Orang tua perlu membedakan apakah anak menolak makanan atau memprotes hilangnya otonominya dalam menentukan dan memenuhi kebutuhamya sendiri. Dengan memberi kesempatan untuk anak menyiapkan sarapan sendiri, orang tua bisa mengajarkan mandiri dalam memenuhi kebutuhan fisiologi mereka sendiri.

3. Ajari anak untuk menata buku sekolahnya sendiri Pada beberapa keluarga kelas menengah dan keatas, keberadaan pengasuh bisa membatasi anak dalam mengembangan kemandirian.

4. Jangan mengerjakan pekerjaan rumah anak Dari sekolah dasar, anak mulai mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah. Jumlah dan tingkat kesulitan pekerjaan rumah ini bias bervariasi dari satu sekolah kesekolah lainnya. Dibeberapa sekolah, anak bisa mendapatkan pekerjaan rumah yang cukup berat dan banyak. Walaupun orang tua merasa kasihan dan tidak tega melihat beban anak, tidakan bijak jika orang tua mengambil alih dan mengerjakan pekerjaan rumah anak.

5. Ajari anak menyelesaikan masalah sendiri Orang tua wajib mengasuh dan melindungi anak. Tapi hal ini tidak berarti orang tua mengambil alih setiap permasalahan anak. Orang tua yang

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

23

membiasakan diri ikut campur dan menyelesaikan permasalahananak sebenarnya kurang mendidik anak bersikap mandiri.

6. Ajari anak merapikan mainanya sendiri Orang tua dapat mulai menumbuhkan rasa mandiri anak dengan memberikan tugas-tugas sederhana seperti membereskan mainannya sendiri.

7. Ajari anak untuk melipat bajunya sendiri Pada masa ini anak diminta untuk melipat bajunya sendiri. Kegiatan ini bermanfaat bagi perkembangan motorik anak dan juga meningkatkan kemandirian anak.

8. Hargai kebebasan anak dalam memilih pkaian Ketika anak mulai menganjak usia belasan tahun, dia sudah mulai engan mengunakan pakaian dengan model yang kekanak-kanakan. Dia ingin memakai model-model yang memberikan kesan pra remaja. Padahal orang tua masih memandang anaknya kekanak-kanakan. Orang tua perlu brsikap bijak dan memberikan kebebasan dalam memilih gayanya sendiri sepanjang dia tidak melanggar norma-norma kesantunan dan budaya adat setempat.

9. Ajak anak untuk merapikan dan membersihkan kamar sendiri Kamar adalah teritori tanggung jawab secara langsung. Mungkin orang tua berangapan mereka masih terlalu muda merapikan kamarnya sendiri. Tetapi tidak berarti orang tua mengambil alih tanggung jawab atas kamar anak. Secara bertahap anak bias diajak untuk mandiri terhadap ruangnganya sendiri.

10. Ajari anak untuk menabung dan berhemat Ketika anak sudah terbiasa mengelola keuangan sendiri, anda bisa mendorong dia menabung dan berhemat. Tidak seluruh uang saku harus dibelanjakan. Ajari anak mengenali manfaat menabung dan berhemat.

11. Ajari anak untuk mengembalikan buku yang sudah dibaca pada tempatnya Jika keluarga gemar membaca dan mempunyai banyak buku anak juga dilibatkan dalam menata buku-buku dan majalah yang dikoleksi keluarga.

12. Libatkan anak dalam kegiatan masak-memasak Orang tua bisa melibatkan anak dalam memberikan kesempatan anak untuk ikut membantu dan terlibat. Ketertiban anak bisa mengarahkan untuk lebih mandiri.

13. Ajak anak untuk menyiapkan hidangan makan malam. Menyiapkan hidangan makanan dalam beberapa keluarga biasanya dilakukan oleh satu orang tertentu yaitu ibu atau pembantu rumah tangga. Sekali-sekali ajak anak untuk menyiapkan hidangan makan malam agar tidak tergantung pada orang lain.

14. Minta anak untuk beberapa pekerjaan rumah tangga Sejak dini anak bisa diajarkan untuk ikut melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga. Ketika pembantu pulang, orang tua tidak terlalu repot karena anak bisa diharapkan untuk membantu pekerjaan rumah.

15. Libatkan anak dalam kegiatan belanja

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

24

Ketertiban anak dalam kegiatan belanja ini bisa ditingkatkan menjadi proses pendewasaan anak dan peningkatan kemandirian.

16. Libatkan anak dalam perencanaan acara liburan Acara liburan akan menjadi lebih menyenangkan jika setiap anggota keluarga ikut terlibat dan menjadi bagian penting perencanaan liburan keluarga ini, bukan hanya urusan orang tua saja. Anak juga bisa diberikan kesempatan untuk terlibat sejak awal, keterlibatan anak akan mengajarkannya untuk menjadi lebih mandiri.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemandirian Anak Usia

Sekolah

Soetjiningsih,1995 dan Mu’tadin 2002 dalam penelitian yang dilakukan

oleh Arif Purno mengatakan ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat kemandirian anak usia sekolah terbagi 2 bagian yaitu:

1. Faktor internal adalah faktor dari diri anak itu sendiri yang meliputi:

a. Emosi

Faktor ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak

tergantungnya kebutah emosi dari orang lain.

b. Intelektual

Faktor ini ditunjukan dengan kemapuan untuk mengatasi berbagai

masalah yang dihadapi.

2. Faktor eksternal adalah hal-hal yang datang atau ada dari luar diri anak itu

sendiri meliputi:

a. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya

atau tidak tingkat kemandirian anak usia sekolah. Lingkungan yang

baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak.

b. Karakteristik sosial

Karakteristik sosial dapat mempengaruhi kemandirian anak misalnya:

tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak

dari keluarga kaya.

c. Stimulasi

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

25

Anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat

mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau tidak mendapatkan

stimulasi.

d. Pola asuh

Anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan, dukungan dan

dorongan. Peran orang tua sebagai pengasuh sangat diperlukan bagi

anak sebagai penguat perilaku yang telah dilakukannya. Oleh karena

itu pola pengasuhan merupakan hal yang penting dalam pembentukan

kemandirian anak.

e. Cinta dan kasih sayang

Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya

karena ini akan mempengaruhi kemandirian anak bila diberikan anak

berlebihan akan menjadikan anak kurang mandiri.

f. Kualitas interaksi anak-orang tua

Interaksi dua arah orang tua-anak dapat menyebabkan anak menjadi

mandiri.

g. Pendidikan orang tua

Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima

segala info dari luar terutama cara memandirikan anak.

Dalam blog Pondok Ibu (2011) dipaparkan empat faktor yang

mempengaruhi tingkat kemandirian anak, yaitu:

1. Faktor bawaan. Ada anak yang berpembawaan mandiri, ada yang memang

suka dan menikmati jika dibantu orang lain.

2. Pola asuh. Bisa saja anak berpembawaan mandiri menjadi tidak mandiri

karena sikap orang tua yang selalu membantu dan melayani.

3. Kondisi fisik anak. Anak yang kurang cerdas atau memiliki penyakit

bawaan, bisa saja diperlakukan lebih “istimewa” ketimbang saudara-

saudaranya, sehingga malah menjadikan anak tidak mandiri.

4. Urutan Kelahiran. Anak sulung cenderung lebih diperhatikan, dilindungi,

dibantu, apalagi orang tua belum berpengalaman. Anak bungsu cenderung

dimanja, apalagi bila selisih usianya cukup jauh dari kakaknya.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

26

2.1.4 Karakteristik Siswa

Hurlock dalam Suroso (2008) membagi karakteristik pengembangan

peserta didik usia SD/MI menjadi tiga, yaitu:

Pertama, karakteristik perkembangan masa anak awal ( 2-6 tahun ). Masa

anak awal berlangsung dari usia 2-6 tahun, yaitu setelah anak meninggalkan masa

bayi dan mulai mengikuti pendidikan formal di SD. Tekanan dan harapan sosial

untuk mengikuti pendidikan sekolah menyebabkan perubahan pola perilaku,

minat dan nilai pada diri anak. Periode perkembangan anak awal ditandai dengan

ciri-ciri anak sulit diatur dan sering menimbulkan masalah, mulai dititipkan di

TPA, masuk KB dan TK, selalu ingin tahu, sering meniru tingkah laku

tokoh/orang lain, dan suka bermain.

Kedua, karakteristik perkembangan masa anak akhir ( 6-12 tahun ).

Permulaan masa anak akhir ditandai dengan masuknya anak ke sekolah formal di

SD kelas 1. Masuk SD kelas 1 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan setiap

anak, sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap dan perilakunya.

Sementara anak menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan di sekolah,

kebanyakan anak berada dalam keadaan tidak seimbang. Masa perkembangan

anak akhir ditandai dengan karakteristik sulit diatur, mudah bertengkar,

semaunya, mulai bersekolah di SD, suka berkelompok dan sikap kritis terutama

untuk berprestasi di sekolah.

Ketiga, karakteristik perkembangan pada masa puber (11/12-14/15

tahun).Masa puber adalah suatu periode tumpang tindih antara masa anak akhir

dan masa remaja awal. Pada masa perkembangan puber, anak biasanya memiliki

ciri suka menyendiri karena perubahan fisik yang dialaminya, emosi tidak stabil,

sering berubah-ubah, dan meledek tanpa alasan yang jelas.

Piaget (1995) dalam Wahyudi (2010) membagi tahap-tahap perkembangan

kognitif menjadi empat yaitu:

a) Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)

Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan

persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan,

dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimilikinya antara lain:

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

27

1) Melihat dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda dengan objek di

sekitarnya.

2) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.

3) Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.

4) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.

5) Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

b) Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan simbol

atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif Tahap itu

dibagi menjadi dua, yaitu pemikiran simbolis dan pemikiran intuitif.

Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa

dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka

sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:

1) Self counter nya sangat menonjol.

2) Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan

mencolok.

3) Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda.

4) Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang

benar.

5) Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan

perbedaan antara deretan.

Tahap intuitif (umur 4-8 tahun), anak telah dapat memperoleh

pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Dalam menarik

kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Karakteristik tahap ini

adalah:

1) Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang

disadarinya.

2) Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal hal yang lebih

kompleks.

3) Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

28

4) Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap

sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan

masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan

volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap

sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

c) Karakteristik Tahap Operasional konkret (umur 7/8 – 11/ 12 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai

menggunakan aturanaturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible

dan kekekalan. Karakteristik tahap operasional konkret :

1) Sistem kekekalan

2) Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh

3) Melihat dari berbagai segi

4) Seriasi

5) Klasifikasi

6) Bilangan

7) Ruang, waktu dan kecepatan

8) Kausalitas

9) Probabilitas

10) Penalaran

11) Egosentrisme dan sosialisme

d) Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu

berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.

Model berpikir ilmiah sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik

kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi

berpikir anak sudah dapat:

1) Bekerja secara efektif dan sistematis

2) Menganalisis secara kombinasi

3) Berpikir secara proporsional

4) Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

29

Jadi anak kelas 1 SD karakteristiknya adalah pada tahap operasional

konkret atau perkembangan masa anak akhir, karena anak kelas 1 SD berusia 6-7

tahun.

2.1.5 Belajar

Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang

dilkukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya dalam interaksi dengan

lingkunganya.

Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar tersebut antara lain:

(Slameto 2003: 3-4)

1. Perubahan terjadi secara sadar

Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-

kurangnya ia merasakan telah terjadi suatu perubahan dalam dirinya.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsi onal

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung

secara berkesinambungan, tidak statis.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan

tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan

demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin

baik perubahan yang diperoleh.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini

berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan

dicapai.perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar

disadari.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

30

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi

perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seorang belajar sesuatu, sebagai

hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam

sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.

Menurut Nana Sudjana (1989:5) dalam penelitian Mia Wijayanti (2011),

belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri

seseorang. Winkel (2004:53) dalam penelitian Mia Wijayanti (2011) juga

menjelaskan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai

sikap. Perubahan tersebut bersifat relativ konstan, tetap dan berbekas. Menurut

Slavin (2000:143) dalam penelitian Mia Wijayanti (2011) belajar merupakan

akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah

belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan perilakunya. Menurut teori

ini dalam belajar yang penting input bukan autput yang sering berupa respon.

Aunurrahman (2011) menemukan beberapa ciri umum kegiatan belajar

sebagai berikut:

1. Belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau

disengaja

2. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkunganya.

3. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.

Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu :

a. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan

siswa menguasai tehnik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata

hanya memperoleh pengetahuan.

b. Learning to do adalah pembelajaran untuk melakukan sesuatu dalam

potensi yang kongkret tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis,

melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan

orang lain serta mengelola dan mengatasi konflik

c. Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai

tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

31

dan ketiga. Tiga pilar tersebut ditujukan bagi lahirnya siswa yang mampu

mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu

memecahkan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi

terhadap perbedaan. Bila ketiganya berhasil dengan memuaskan akan

menumbuhkan percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang

mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki

kemantapan emosional dan intelektual, yang dapat mengendalikan dirinya

dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence (kecerdasan emosi).

d. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup

bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling

pengertian dan tanpa prasangka.

Dari pengertian diatas dapat dirumuskan bahwa belajar merupakan proses

perubahan yang terjadi secara sadar, perubahan yang bersifat positif dan aktif,

perubahan dalam belajar, perubahan yang bersifat sementara, perubahan yang

mencakup seluruh aspek tingkah laku pada diri seseorang yang bersifat permanen

akibat dari pengalaman.

2.1.5.1 Tujuan Belajar

Dalam belajar pasti ada tujuan yang hendak dicapai, menurut Sardiman

(2001:26) dalam penelitian Mia Wijayanti (2011) menjelaskan ada tiga jenis

tujuan belajar yaitu untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan

ketrampilan, pembentukan konsep.

1. Untuk mendapatkan pengetahuan

Untuk dapat mengembangkan kemamun berfikir diperlukan bahan

pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecendrungan lebih besar

perkembanganya didalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru

sebagai pengajar lebih menonjol.

2. Penanaman konsep dan keterampilan

Menanamkan konsep atau merumuskan konsep juga memerlukan suatu

keterampilan. Keterampilan disini sebagai keterampilan jasmani dan rohani.

Keterampilan jasmani menitik beratkan pada keterampilan gerak dari anggota

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

32

tubuh seseorang yang sedang belajar sedangkan keterampilan rohani

menyangkut persoalan penghayatan, keterampilan berfikir dan kreativitas

untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.

3. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap mentah dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari

soal pemahaman nlai-nilai, transfer of value. Oleh karena itu, guru tidak sadar

“mengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-

nilai itu kepada anak didiknya.

Irfad Faiq Abdillah (2008) dalam bloggnya menuliskan tujuan belajar

adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah

melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,

keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa.

Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan

tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar. Tujuan belajar

merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pembelajaran.

Tujuan belajar terdiri dan tiga komponen, yaitu:.

1. Tingkah laku terminal. Tingkah laku terminal adalah komponen tujuan

belajar yang menentukan tingkah laku siswa setelah belajar. Tingkah laku

itu merupakan bagian dari tujuan yang menunjuk pada hasil yang

diharapkan dalam belajar, apa yang dapat dikerjakan/dilakukan oleh siswa

untuk menunjukkan bahwa dia telah mencapai tujuan. Tingkah laku ini

dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah belajar. Tingkah laku

(behavior) adalah perilaku (performance) yang dapat diamati atau

direkam.

2. Kondisi-kondisi Tes. Komponen kondisi tes tujuan belajar menentukan

situasi di mana siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku

terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu disiapkan oleh guru, karena sering

terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi

pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya. Peristiwa ini terjadi karena

kelalaian guru yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang cara menilai

hasil belajar siswa sebelum dia melaksanakan pembelajaran.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

33

3. Ukuran-ukuran Perilaku. Komponen ini merupakan suatu pernyataan

tentang ukuran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai

perilaku siswa. Suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang

dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan,

misalnya : siswa telah dapat memecahkan suatu masalah dalam waktu 10

menit, siswa dapat melakukan prosedur kerja tertentu, dan sebagainya.

Ukuran perilaku tersebut merupakan kriteria untuk mempertimbangkan

keberhasilan pada tingkah laku terminal.

2.1.5.2 Prinsip-prinsip Belajar

Slameto (2003: 27-28) menggolongkan prinsip-prinsip belajar menjadi

empat bagian, yaitu:

a. Berdasarkan persyaratan yang diperlukan untuk belajar

1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan

instruksional.

2. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan memotifasi yang kuat

pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

3. Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat

mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

4. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya

b. Sesuai hakikat belajar

1. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut

perkembanganya.

2. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.

3. Belajar adalah kontinguitas ( hubungan antara pengertian yang satu dengan

pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan

pengertian yang diharapkan.

Davies (1991:32) dalam Aunurrahman (2003:113) mengingatkan beberapa

hal yang dapat menjadikan kerangka dasar bagi penerapan prinsip-prinsip belajar

dalam proses pembelajaran yaitu:

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

34

1. Hal apapun yang dipelajari murid, maka ia harus mempelajari sendiri

2. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatanya) sendiri dan untuk

setiap kelompok umur terdapat variasi dalam kecepatan belajar.

3. Seorang murid lebih banyak belajar bilamana setiap langkah diberikan

penguatan.

4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah-langkah pembelajaran

memungkinkan murid belajar secara lebih berarti.

5. Apabila murid diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri,

maka ia lebih termotivasi untuk belajar, dan ia akan belajar dan

mengingat lebih baik.

c. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari

1. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,

penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap

pengertiannya.

2. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan

tujuan instruksional yang harus dicapainya.

d. Syarat keberhasilan belajar

1. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar

dengan tenang.

2. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian

ketrampilan/sikap itu mendalam bagi siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Kajian penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Idayati (2008), dengan judul pengaruh pendampingan orang

tua terhadap kemampuan sosial, emosional dan kemandirian anak usia pra

sekolah. Hasil penelitian mengatakan, anak yang mendapatkan pendampingan

penuh orang tua saat di sekolah mempunyai daya sosial yang rendah, pada saat

jam istirahat siswa tersebut tidak bermain bersama dengan teman-temannya tetapi

siswa tersebut mendekati orang tua nya. Selain itu anak yang di damping orang

tua saat sekolah mempunyai daya emosional yang tinggi, karena dia beranggapan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

35

orang tuanya selalu ada didekat dia jadi sewaktu-waktu dia bisa mendapatkan

pembelaan dari orang tuanya. Jadi anak yang didampingi orang tua saat di sekolah

mempunyai kemandirian yang kurang.

Tutik Herlina (2010), dengan judul perbedaan perkembangan anak usia 4-

5 tahun yang ikut PAUD dengan yang tidak ikut PAUD di Desa Tepas,

Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi. Hasil penelitian menyebutkan, bagi orang

tua anak secara umum, sebaiknya memperbaiki dan meningkatkan pola asuh anak

di rumah dan bagi orang tua anak yang tidak ikut PAUD, diharapkan perlu

memasukkan anaknya ke pendidikan formal sesuai dengan usia anak karena

sesuai dengan hasil penelitian, anak yang ikut PAUD memiliki perkembangan

yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak ikut PAUD.

Dari kedua penelitian diatas ada perbedaan dengan hasil penelitian. Hasil

penelitian pengaruh pendampingan orang tua terhadap kemandirian belajar anak

di sekolah pada siswa kelas I SD Gugus Mahesa Jenar Kecamatan Ambarawa

Kabupaten Semarang tahun ajaran 2011/2012 mengatakan bahwa anak yang

didampingi orang tua di sekolah memiliki kemandirian belajar yang tinggi pula.

Jadi kedua penelitian diatas menjadi dasar bagi penulis dalam

melaksanakan penelitian, karena anak usia pra sekolah dan PAUD memiliki usia

yang berdekatan dengan anak kelas 1 SD, selain itu usia PAUD dan kelas 1SD

masih dalam tahap oprasional kongrit atau perkembangan masa anak akhir.

2.3 Kerangka Berpikir

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi sifat kemandirian anak yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri anak itu

sendiri, seorang anak dapat mandiri atau tidak berasal dari sifat atau karakter yang

ada dalam dirinya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar

diri anak, salah satunya adalah orang tua, kemandirian pada anak terbentuk tak

luput dari peran serta orang tua, terlebih cara orang tua mendampinggi anaknya.

Setelah penulis mengupas pengertian pendampingan orang tua dan

kemandirian seperti dikemukakan oleh para ahli di dalam kajian pustaka dapat

disimpulkan bahwa:

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 2.1.1

36

Gambar 2.1 Bagan kerangka berfikir pengaruh pendampingan orang tua

terhadap kemandirian belajar anak

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendampingan orang tua dengan

kemandirian belajar anak di sekolah pada siswa kelas I SD Negeri Gugus Mahesa

Jenar Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2011/2012.

Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara pendampingan orang tua dengan

kemandirian belajar anak di sekolah pada siswa kelas I SD Negeri Gugus Mahesa

Jenar Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2011/2012.

PENDAMPINGAN ORANG TUA

( X )

KEMANDIRIAN BELAJAR

( Y )

DIDAMPINGI ORANG TUA KARENA ANAK TIDAK

MANDIRI

ANAK MENJADI TIDAK MANDIRI KARENA DI

DAMPINGI ORANG TUA