bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 macam …

28
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Agus Suprijono, 2009:54). Pembelajaran dalam kooperatif learning dimulai dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotifasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari kooperatif learning meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu ( Isjoni, 2014:86). Adapun beberapa model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Muhammad Faiq (2013) yaitu: 1. TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor.

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua

jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang dipimpin oleh guru atau

diarahkan oleh guru (Agus Suprijono, 2009:54). Pembelajaran dalam kooperatif

learning dimulai dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran

dan memotifasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi,

sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah di

mana siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan

tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari kooperatif learning

meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah

dipelajari siswa dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu ( Isjoni,

2014:86).

Adapun beberapa model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh

Muhammad Faiq (2013) yaitu:

1. TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated

Instruction)

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah

penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran

individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa

mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes

penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya

berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota

kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda.

Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok

lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian

diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan

diberikan skor.

8

2. STAD (Student teams Achievement Division)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa

dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian

seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian

diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada

model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara

individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan

kinerja dan prestasi timnya.

3. Jigsaw

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan

antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran

kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok

asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok

asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini

mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah

semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing,

mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk

kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari

anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari

sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di

kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli,

mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan

saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke

anggota kelompok lainnya secara bergantian.

4. TGT (Teams Games Tournament)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis

yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada

model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi

dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi

9

poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk

membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil.

5. TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya

dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran

kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk

berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah

diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk

mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi)

dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan

selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas

pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.

6. TPW ( Think Pairs Whrite)

Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga

merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think

Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini

adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan

jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh

guru.

7. NHT (Numbered Head Together)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk

menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga

4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk

menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa

pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai

4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor

tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang

menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban

pertanyaan itu melalui diskusi.

10

Dari beberapa model pembelajaran di atas pada penelitian ini penulis

akan fokus pada satu model pembelajaran yaitu NHT (Numbered Head

Together). Karena sesuai dengan pendapat Anita Lie Model pembelajaran NHT

(Numbered Heads Together) mendorong siswa untuk meningkatkan semangat

kerjasama siswa dalam pembelajaran. Dengan adanya semangat kerjasama tentu

akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

2.1.2 Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together)

Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan

untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang

bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang

lain (Joyce & Weil dalam Rusman, 2013:133). Melalui model pembelajaran guru

dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara

berfikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan

aktivitas belajar mengajar (Miftahul Huda, 2013:46).

Menurut Rusman (2013:133) model pembelajaran dapat dijadikan pola

pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan

efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Untuk menciptakan pembelajaran

yang sesui dan efisien serta pembelajaran yang menyenangkan maka guru dapat

menerapkan prinsip pembelajaran yang dilakukan dengan bermain (belajar sambil

bermain dan bermain dalam pembelajaran) salah satunya dengan model

pembelajaran NHT (Numbered Head Together).

Anita Lie (Inna Naiza, 2013) mengatakan bahwa Model pembelajaran

NHT (Numbered Heads Together) atau kepala bernomor adalah suatu tipe dari

pengajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban

yang paling tepat. Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) juga

mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka.

Menurut Muhammad Nur (2010:78) model pembelajaran NHT pada

dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah

11

guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa

memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut.

Miftahul Huda (2011:130) menyatakan bahwa NHT pada dasarnya varian

dari diskusi kelompok teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi

kelompok. Guru meminta siswa untuk duduk berkelompok, masing-masing

anggota kelompok di beri nomor. Setelah itu guru memanggil nomor

(baca;anggota) secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran NHT adalah dimana siswa dibagi kedalam beberapa kelompok yang

mendapatkan kepala bernomor sama, kemudian setelah berada dalam satu

kelompok tiap siswa mendapatkan nomor untuk nomor identitasnya.secara acak

guru memanggil nomor identitas siswa untuk menjawab soal yang sebelumnya

telah didiskusikan bersama kelompoknya.

2.1.2.1 Langkah-langkah model pembelajaran NHT

Pada dasarnya, NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis

pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Menurut Mulyadi

(2011:134) langkah-langkah penerapan NHT yaitu:

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok

mendapat nomor

2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakannya

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan dengan nomor yang

dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka

5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor lain

6. Guru menyimpulkan

Menurut Agus Suprijono (2009:92) menyebutkan langkah-langkah model

pembelajaran NHT yaitu:

12

1. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil

2. Tiap-tiap orang dalam dalam tiap-tiap kelompok diberi nomor sesuai

jumlah kelompok

3. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan

yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok

4. Tiap-tiap kelompok diberikan kesempatan untuk menemukan jawaban

dengan berdiskusi memikirkan jawaban atas jawaban guru

5. Guru memanggil peserta didik yang memilikki nomor yang sama dari

tiap-tiap kelompok

6. Siswa diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan dari guru

7. Pemanggilan nomor peserta dilakukan secara berulang-ulang hingga

dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban

atas pertanyaan guru

Menutut Miftahul Huda (2013:203) sintak atau tahap-tahap pelaksanaan

NHT pada hakikatnya hampir sama dengan diskusi kelompok, yang rinciannya

adalah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.

2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

3. Guru memberi tugas atau pertanyaan pada masing-masing kelompok

untuk mengerjakannya.

4. Setiap kelompok dianggap mulai berdiskusi untuk menemukan

jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota

kelompok mengetahui jawaban tersebut.

5. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

6. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari

hasil diskusi kelompok.

Dari beberapa langkah di atas, dapat disimpulkan langkah-langkah model

pembelajaran NHT adalah sebagai berikut dan yang akan digunakan dalam

penelitian ini

1. siswa dibagi kedalam beberapa kelompok yang masing-masing

mendapat satu nomor

13

2. guru memberikan tugas untuk didiskusikan dalam setiap kelompok

3. kelompok mulai berdiskusi dan memastikan semua anggota kelompok

telah mengerjakan dan mengetahui jawaban dari soal yang diberikan

oleh guru

4. guru memilih salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil

diskusi dengan pemanggilan nomor secara acak di dalam kelompok

5. kelompok lain memberikan tanggapan

6. pemanggilan nomor dilakukan berulang-ulang sampai tiap kelompok

sudah dipanggil semua

7. siswa diajak membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran

2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan model pembelajaran NHT

Yusrin (2012) menyebutkan beberapa kelebihan dalam penerapan model

pembelajaran NHT yaitu:

1. Setiap siswa menjadi siap semua

2. Dalam melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh

3. Dapat melakukan diskusi mengajari siswa yang kurang pandai

4. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara

bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi

5. Siswa pandai maupun siswa lemah sama -sama memperoleh manfaat

melalui aktifitas belajar kooperatif

6. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi

pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa

dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan

7. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat

kepemimpinan

Sedangkan Kekurangan Model Number Heads Together yaitu menurut Yusrin

(2012) yaitu:

1. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

14

2. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar

menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman

yang memadai.

3. Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang

berbeda -beda serta membutuhkan waktu khusus.

4. Guru tidak mengetahui kemampuan masing-masing siswa.

5. Waktu yang dibutuhkan banyak

6. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru

7. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Menurut Nurtavita (2011), kelebihan model pembelajaran Numbered

Head Together (NHT) antara lain:

1. Memberi motivasi

Dengan pemberian nomor pada siswa merupakan hal baru bagi siswa

dalam belajar sehingga siswa dapat termotivasi dalam belajar.

2. Menambah rasa percaya diri

Model NHT juga menambah rasa percaya diri siswa, karena dalam

model ini ada pemanggilan nomor dalam menjawab hasil diskusi,

sehingga dalam diri siswa timbul rasa percayadiri.

3. Siswa aktif

Model NHT akan menambah keaktifan siswa dalam belajar, karena

siswa di perbolehkan memberika pendapat dan menukar pendapat,

sehingga siswa aktif dalam belajar.

Sedangkan kelemahan model pembelajaran NHT (Numbered Head

Together) menurut Nurtavita (2011) adalah :

1. Waktu ruang

Belajar dengan menggunakan model pembelajaran NHT

memerlukan waktu yang agak panjang, supayasiswa lebih

memahami materinya.

15

2. Membuat panik siswa

Model pembelajaran NHT juga dapat membuat grogi atau panik

siswa, karena bagi nomor yang di panggil harus menjawab dan

mereka panik saat pemanggilan nomor.

3. Membuat repot guru

Model pembelajaran NHT merupakan metode diskusi kelompok

yang menggunakan nomor, sehingga sebelum pelajaran dimulai

guru harus mempersiapkan nomor, ini membuat guru agak repot.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model

pembelajaran NHT yaitu:

1. Membuat siswa lebih aktif selama proses pembelajaran

2. Adanya komunikasi dan interaksi anatara guru dan siswa dengan

berdiskusi dan presentasi

3. Mendorong siswa untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah

4. Bisa saling bertukar pendapat dan mengembangkan ide-ide yang

dimilikki

5. Siswa akan lebih aktif dan percaya diri

Sedangkan kelemahan model pembelajaran NHT yaitu:

1. Suasana kelas akan sedikit ramai

2. Saat hendak duduk berkelompok membutuhkan waktu yang agak lama

3. Siswa yang pandai akan lebih mendominasi saat diskusi kelompok

sehingga membuat minder siswa lain

4. Memberikan efek panik terhadap siswa

2.1.3 Media Teka-teki Silang

2.1.3.1 Hakikat Media

Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar

mengajar yaitu segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga

dapat mendorong terjadinya proses belajar (Haryanto, 2012). Sedangkan menurut

National Education Association ( Mulyadi, 2011:178) memberikan definisi media

16

sebagai bentuk-bentuk komunikasi, baik tercetak maupun audio-visual dan

peralatannya.

Gerlach dan Ely (Mulyadi, 2011:176) mengatakan bahwa media apabila

dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang

membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,

keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan

sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses

belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, potografis, atau

elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual

dan verbal.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah suatu alat bantu dalam proses pembelajaran berupa sarana

fisik yang digunakan untuk menyampaikan materi yang dapat merangsang

kemampuan berfikir dan keterampiran belajar.

2.1.3.2 Manfaat Media

Menurut Sudjana & Rivai dalam Herminegari (2012) manfaat media

pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:

1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar;

2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai

tujuan pembelajaran;

3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi

verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan

dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap

jam pelajaran;

4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

17

Menurut Sumato (Sa’dun Akbar, 2013:119) mengidentifikasi manfaat

media yaitu:

1. Memperjelas penyajian pesan dan informasi

2. Meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga menimbulkan

motivasi belajar dan interaksi secara langsung

3. Mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu

4. Memberikan kesamaan pengalaman belajar pada siswa

Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan yaitu:

Manfaat media adalah untuk menarik perhatian serta memotivasi belajar

siswa selama proses pembelajaran, memperjelas penyajian informasi guna

memberikan kesamaan pengalaman belajar agar siswa lebih banyak melakukan

kegiatan belajar.

2.1.3.3 Jenis-jenis Media Pembelajaran

Herminegari (2012) menyebutkan ada beberapa jenis media pembelajaran,

diantaranya :

1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik

2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya

3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan

sejenisnya

4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR),

komputer dan sejenisnya.

Mulyadi (2011:180) menyebutkan delapan jenis-jenis media pembelajaran

yaitu sebagai berikut:

1. Media visual

Media visual juga disebut media pandang karena media yang hanya dapat

dilihat. Jenis media visual ini nampaknya paling sering digunakan oleh

guru pada lembaga pendidikan untuk membantu menyampaikan isii dari

tema pendidikan yang sedang disampaikan.

18

2. Media audio

Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif

(hanya dapat didengar) yang nerangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan

kemauan anak untuk mempelajarai tema. Contoh media audio adalah

program kaset suara dan program audio.

3. Poster

Poster merupakan suatu gambar yang mengkombinasikan unsur-unsur

visual, seperti grafis, gambar dan kata-kata yang bermaksud menarik

perhatian serta mengkomunikasikan pesan secara singkat.

4. Bagan

Bagan adalah gambaran dari sesuatu yang didiskusikan dengan garis,

gambar dan kata-kata. Sebuah bagan dimaksudkan untuk memeragakan

sesuatu pokok pelajaran yang menunjukkan adanya hubungan,

perkembangan, atau perbandingan sesuatu.

5. Diagram

Diagram adalah suatu gambaran terbuka dari suatu objek atau proses.

Maksudnya adalah sesuatu yang diterangkan irisannya atau penampangnya

dengan gambar, garis dan kata-kata, misalnya penampang batang pohon,

kulit manusia dan jantung.

6. Grafik

Grafik merupakan pemakaian lambang-lambang visual untuk menjelaskan

data statistik. Guna mempermudah pengertian pembelajar, deretan angka-

angka dapat digambarkan dengan lambang-lambang visual seperti garis-

garis, titik-titik, gambar atau bentuk-bentuk tertentu sehingga menarik dan

mudah dimengerti.

7. Peta datar

Peta adalah gambar yang menjelaskan permukaan bumi atau beberapa

bagian daripada yang menunjukkan ukuran dan posisi yang relatif,

menurut skala yang digambarkan.

19

8. Penggunaan Powerpoint Untuk Keperluan Mengajar

Untuk mempresentasikan materi, guru bisa menggunakan ptogram ini.

Bila guru ingin mempresentasikan materi dengan menggunakan program

powerpoint maka ada perangkat lain yang harus disiapkan oleh guru selain

komputer, yaitu proyektor.

Dalam penelitian ini jenis media yang digunakan adalah media visual jenis

bagan berbentuk teka-teki silang yang akan digunakan sebagai media

pembelajaran.

2.1.4 Teka-teki Silang

Teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu

mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga

membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk (Erlina, 2011) . Selain itu

mengisi teka-teki silang atau biasa disebut dengan TTS memang sungguh sangat

mengasikan , selain juga berguna untuk mengingat kosakata yang populer , selain

itu juga berguna untuk pengetahuan kita yang bersifat umum dengan cara santai.

Melihat karakteristik TTS yang santai dan lebih mengedepankan persamaan dan

perbedaan kata , maka sangat sesuai kalau misalnya dipergunakan sebagai sarana

peserta didik untuk latihan dikelas yang diberikan oleh guru yang tidak monoton

hanya berupa pertanyaan-pertanyaan baku saja. Cara ini cukup menarik minat

siswa, juga cara ini lebih memfokuskan siswa untuk mengingat-ingat materi yang

telah dipelajarinya,sehingga semua siswa tidak ada yang berdiam diri, semuanya

bekerja mengerjakan soal TTS (Muaalimin, 2014).

Teka-teki silang yang menjadi kegemaran lintas generasi ini,

sesungguhnya merupakan hal baru, tetapi tidak begitu baru. Artinya, hal ini sudah

berlangsung dari zaman ke zaman dengan format dan bentuk yang serupa tapi tak

sama. Catatan sejarah menyatakan bahwa format TTS seperti sekarang sudah ada

sejak zaman kuno. Bentuknya masih cukup sederhana, yaitu sebuah bujur sangkar

berisi kata-kata, huruf-huruf yang sama pada bujur sangkar itu menghubungkan

kata-kata secara vertikal dan horizontal (Khalilulah, 2012).

20

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan TTS adalah suatu

permainan mengisi ruang-ruang kosong berbentuk kotak dengan huruf-huruf yang

disusun membentuk suatu kata sesuai dengan petunjuk pertanyaan yang di

maksudkan untuk mengasah daya pikir siswa.

2.1.5 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.1.5.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan alam, yang sering disebut juga dengan istilah

pendidikan sains, disingkat menjadi IPA. IPA merupakan salah satu mata

pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang

sekolah dasar. (Susanto, 2013:167) mengemukakan sains atau IPA adalah usaha

manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada

sasaran, serta menggunakan prosesur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga

mendapatkan suatu kesimpulan.

Menurut Samantoa (2011:3) Ilmu pengetahuan Alam (IPA) atau science

secara harifah dapat di sebut sebagai ilmu tentang alam, ilmu yang mempelajari

peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam, sedangkan Widyastyanto (2011:1)

menyatakan bahwa IPA (sains) merupakan salah satu kumpulan ilmu pengetahuan

yang mempelajari alam semesta yang bernyawa ataupun yang tak bernyawa

dengan jalan mengamati berbagai jenis dan perangkat lingkungan alam serta

lingkungan alam buatan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA adalah salah

satu mata pelajaran pokok yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam melalui

pengamatan dan penalaran serta mengamati berbagai jenis dan perangkat

lingkungan alam serta lingkungan alam buatan.

2.1.5.2 Tujuan IPA

Sesuai dengan Permendiknas no. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di

SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

21

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.5.3 Karakteristik IPA

IPA juga memilikki karakteristik sebagai dasar untuk memahaminya.

Karakteristik tersebut menurut Jacobsor & Bergman (Susanto, 2013:171)

meliputi:

1. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori.

2. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati

fenomena alam, termasuk juga penerapannya.

3. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam

menyingkap rahasia alam.

4. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau

beberapa saja.

5. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat

objektif.

22

2.1.5.4 Ruang Lingkup Bahan Kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Depdiknas (2007: 485) Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI

meliputi aspek-aspek berikut :

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet,

listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: bumi, tata surya dan benda-

benda langit lainnya.

Menurut Peraturan Menteri Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA kelas V semester II

meliputi energi dan perubahannya serta bumi dan alam semesta. Kedua aspek

tersebut di jabarkan ke dalam dua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

yang dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut

23

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan perubahannya

9. Memahami hubungan antara

gaya, gerak, dan energi serta

fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,

gerak dan energi melalui percobaan (gaya

gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat

membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih

cepat

10. Menerapkan sifat-sifat

cahaya melalui kegiatan

membuat suatu model∕karya

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya

6.2Membuat suatu karya/model, misalnya

periskop atau lensa dari bahan sederhana

dengan menerapkan sifat-sifat cahaya

Bumi dan Alam Semesta

11. Memahami perubahan yang

terjadi di alam dan

hubungannya dengan

penggunaan sumber daya

alam

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan

tanah karena pelapukan

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah

7.3 Mendeskripsikan struktur bumi

7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan

kegiatan manusia yang dapat

mempengaruhinya

7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan

air

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang

terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi

makhluk hidup dan lingkungan

7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan

manusia yang dapat mengubah permukaan

bumi (pertanian, perkotaan, dsb)

Dari SK dan KD di atas pokok bahasan dalam penelitian ini berkaitan

dengan Pesawat Sederhana

2.1.5.5 Kisi-Kisi Kegiatan Observasi

Berkaitan dengan SK dan KD di atas peneliti memaparkan kisi-kisi

observasi yang akan dilakukan sesui dengan materi yaitu pesawat sederhana

dengan menggunakan model pembelajaran NHT (Numbered Head Together)

dengan media teka-teki silang yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

24

Tabel 2.2

Kisi-kisi Kegiatan Observasi Mata Pelajaran IPA

Kegiatan Diskripsi Kegiatan

Pendahuluan

1. Guru membuka pelajaran dengan salam dan Do’a dan

mengabsen siswa

2. Guru melakukan apresepsi sebagai awal kegiatan

pembelajaran

3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

4. Guru menginformasikan langkah-langkah pembelajaran

NHT dengan media Teka-teki silang

Kegiatan inti

a. Eksplorasi

1. Guru membagi kelompok terdiri dari 3-4 siswa

2. Guru menyajikan materi pembelajaran

b. Elaborasi

1. Siswa mengamati dengan cermat materi yang di

sampaikan

2. Guru memberikan soal berkaitan dengan materi

3. Siswa mendiskusikan jawaban bersama kelompok

4. Guru menunjuk salah satu kepala nomor dari

kelompok tercepat

5. Kelompok tercepat maju menyampaikan hasil diskusi

6. Siswa menuliskan jawaban pada lembar teka-teki

silang

c. Konfirmasi

1. Guru menyampaikan kesimpulan pembelajaran

2. Kelompok terbaik mendapat reward

3. Siswa mengerjakan soal evaluasi

Penutup 1. Guru menutup pembelajaran dengan berdo’a dan salam

25

2.1.6 Hasil Belajar

Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar

itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk

memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Hasil belajar

seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang

menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengaktualisasikan hasil belajar

tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik

dan memenuhi syarat (Purwanto, 2013)

Menurut Agus Suprijono (2009:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku

secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Artinya, hasil pembelajaran yang di kategorisasi oleh para pakar pendidikan tidak

dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.

Suprijono (2011:5) mengemukakan hasil belajar merupakan pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan. Hasil belajar berupa informasi verbal yang berbentuk bahasa,

keterampilan intelektual yang mampu mempresentasikan konsep dan lambang,

strategi kognitif yang berkaitan dengan kaidah memecahkan masalah,

keterampilan motorik yang mampu melakukan serangkaian gerak jasmani, dan

sikap yang mampu menjadikan nilai sebagai standar perilaku.

Dari penjelasan beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa hasil

belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan perilaku, kemampuan, dan

keterampilan siswa yang diperoleh melalui kegiatan belajar.

2.1.6.1 Cakupan Hasil Belajar

Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2009:6) hasil belajar mencakup

kemampuan:

1. Domain kognitif

Domain kognitif adalah knowlage (pengetahuan, ingatan),

comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),

aplication (menerapkan), analysis (menguraikan, Menentukan

26

hubungan), syintesis (mengorganisasikan, merencanakan,

membentuk bangunan baru, dan evaluation (menilai).

2. Domain afektif

Domain afektif adalah reciving (sikap menerima), responding

(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),

characterization (karakterisasi).

3. Domain psikomotorik

Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-rountine, dan

rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan pdoduktif,

teknik, fisik, sosial, menejerial, dan intelektual.

2.1.6.2 Jenis-jenis Hasil Belajar

Dalam kegiatan pembelajaran pada akhirnya akan diperoleh output dan

outcome dari kegiatan belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-

nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk

pemikiran Gagne (Agus Suprijono, 2009:5-6), hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapasitas mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons

secara spesifik terhadap rangsanagan spesifik. Kemampuan tersebut

tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun

penerapan aturan

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep

dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan

mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual

merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

27

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme

gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan

kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2013:22) membagi tiga macam

hasil belajar yakni:

1. Keterampilan dan kebiasaan

2. Pengetahuan dan pengertian

3. Sikap dan cita-cita

Adapun macam-macam hasil belajar yang di kemukakan oleh Ahmad

susanto (2013:6-10) yaitu sebagai berikut:

1. Pemahaman konsep

Pemahaman adalah kemampuan menyerap arti dari materi atau bahan

yang dipelajari.

2. Keterampilan proses

Keterampilan proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada

pembangunan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar

sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu

siswa

3. Sikap

Sikap tidak hanya merupakan aspek mental semata, melainkan

mencakup pula aspek respons fisik. Jadi, sikap ini harus ada

kekompakan antara mental dan fisik secara serempak.

Jadi jenis-jenis hasil belajar yang diperoleh siswa meliputi informasi

verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, kebiasaan, cita-cita,

keterampilan motorik, pemahaman konsep, keterampilan proses serta perubahan

sikap.

28

Sedangkan dalam penelitian ini hasil belajar dibatasi pada aspek

kognitif terutama knowlage (pengetahuan, ingatan) dan comprehension

(pemahaman).

2.1.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan.

Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan.

Perkembangan sendiri memerlukan susuatu baik yang berasal dari diri siswa

sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya (Ahmad Susanto, 2013:12).

Berdasarkan teori tersebut Ahmad Susanto mengemukakan hasil belajar siswa

dipengaruhi oleh dua hal sebagai berikut:

1. Siswa

Dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi,

minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani.

2. Lingkungan

Yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreatifitas guru, sumber-

sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan

lingkungan.

Ruseffendi (Ahmad susanto, 2013:14-18) mengidentifikasi faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh macam yaitu:

1. Kecerdasan anak

Kemampuan intelegensi seseorang sangat mempengaruhi terhadap cepat

dan lambatnya penerimaan informasi serta terpecahkan atau tidaknya suatu

permasalahan. Kecerdasan siswa sangat membantu pengajar untuk

menentukan apakah siswa itu mampu mengikuti pelajaran yang diberikan

dan untuk meramalkan keberhasilan siswa setelah mengikuti pelajaran

yang diberikan meskipun tidak akan terlepas dari faktor lainnya.

2. Kesiapan dan Kematangan

Kesiapan dan lematangan adalah tingkat perkembangan dimana individu

atau organ-organ sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses

29

belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan

dalam belajar tersebut.

3. Bakat

Menurut chaplin, yang dimaksud dengan bakat adalah kemampuan potensi

yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang

akan datang.

4. Kemauan belajar

Salah satu tugas guru yang kerap sukar dilaksanakan ialah membuat anak

menjadi mau belajar atau menjadi giat untuk belajar. Keengganan siswa

untuk belajar mungkin disebabkan karena ia belum mengerti bahwa belajar

sangat penting untuk kehidupan kelak.

5. Minat

Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang

tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang siswa yang

menaruh minat besar terhadap pelajaran akan memusatkan perhatiannya

lebih banyak daripada siswa lainnya.

6. Model penyajian materi pelajaran

Keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pula pada model penyajian

materi. Model penyajian materi yang menyenangkan, tidak membosankan,

menarik, dan mudah dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh

secara positif terhadap keberhasilan belajar.

7. Pribadi dan Sikap Guru

Siswa, begitu juga manusia pada umumnya dalam melakukan belajar tidak

hanya melalui bacaan atau melalui guru saja, tetapi bisa juga melalui

contoh-contoh yang baik dari sikap, tingkah laku, dan perbuatan.

8. Suasana pengajaran

Faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar

suasana pengajaran. Suasana pengajaran yang tenang, terjadinya dialog

yang kritis antara siswa dengan guru dan menumbuhkan suasana yang

aktif diantara siswa tentunya akan memberikan nilai lebih pada proses

pengajaran.

30

9. Kompetensi guru

Guru yang profesional memilikki kemampuan-kemampuan tertentu.

Kemampuan-kemampuan itu diperlukan dalam membantu siswa dalam

belajar. Keberhasilan siswa belajar akan banyak dipengaruhi oleh

kemampuan guru yang profesional.

10. Masyarakat

Dalam masyarakat terdapat berbagai macam tingkah laku manusia dan

berbagai macam latar belakang pendidikan. Oleh karena itu, pantaslah

dalam dunia pendidikan lingkungan masyarakatpun akan ikut

mempengaruhi kepribadian siswa.

Wasliman dalam Ahmad Susanto (2013:12-15) mengatakan ada

berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, baik faktor internal

maupun eksternal . Secara terperinci uraian mengenai faktor internal dan

eksternal, sebagai berikut:

1. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta

didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini

meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan,

sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

2. faktor eksternal

faktor eksternal merupakan faktor yang yang berasal dari luar diri peserta didik

yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-

marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orangtua yang

kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang

baik dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar

peserta didik.

Selain faktor internal dan eksternal Wasliman (Ahmad Susanto,

2013:13) juga mengatakan bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut

menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan

kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa.

31

Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar selain dari

faktor internal dan eksternal, hasil belajar juga dipengaruhi oleh kecerdasan anak,

kesiapan dan kematangan, bakat, kemauan belajar, minat, model penyajian materi

pelajaran, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran, kompetensi guru,

masyarakat, siswa itu sendir, lingkungan serta sekolah.

Dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah

faktor eksternal khususnya pada metode mengajar dan media pembelajaran.

2.2 Penelitian Kajian Yang Relevan

Penelitian yang telah dilakukan oleh Lila (2013) dengan judul

penelitian Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe

NHT Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar

Negeri Dukuh 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2012/1013. Berdasarkan

pengujian, diketahui bahwa thitung> ttabel (2.756 > 2.020 dan signifikansi < 0.05

(0.009 < 0.05), maka Ho ditolak, atau hipotesis yang menyatakatan tidak terdapat

pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam

meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Dukuh 03

Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013, ditolak.

Penelitian kedua dilakukan oleh Nopi (2013) dengan judul Pengaruh

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads

Together) Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Salatiga. Berdasarkan

pengujian Data dianalisis dengan menggunakan independent sample t test pada

taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Hasil perhitungan penelitian ini didapat nilai t

senilai 7.232 dengan tingkat signifikasi lebih kecil dari 0.005 yaitu 0.000.

Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diambil keputusan bahwa ada perbedaan

hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT

(Numbered Heads Together) dengan siswa yang diajar menggunakan

pembelajaran konvensional, hasil belajar IPS siswa kelas V SD yang diajar

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

Together) lebih baik dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran

32

konvensional, dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered-Heads

Together) pengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD.

Penelitian ketiga di lakukan oleh Erna sumaryanti (2012) dengan judul

Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Nht (Numbered

Heads Together) Terhadap Hasil Belajar Pkn Siswa Kelas IV di SD Negeri Depok

Toroh Grobogan Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Teknik analisis

data menggunakan uji t yang merupakan hasil belajar dari kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada perbedaan mean hasil belajar antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Mean hasil belajar kelompok eksperimen

adalah 85,72 dan mean hasil belajar kelompok kontrol adalah 76,15. Selisih mean

hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol sebesar 9,567. Hasil penghitungan

uji t diperoleh signifikansi sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05 (0,00 < 0,05) dan

thitung sebesar 4,215 lebih besar dari ttabel sebesar 1,669 (4,215 > 1,669) maka

hipotesis diterima, artinya terbukti ada pengaruh penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar PKn siswa kelas IV di SD Negeri

Depok Toroh Grobogan semester genap tahun pelajaran 2011/2012.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu di

atas relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena sama-sama meneliti

model pembelajaran NHT (Numbered Head Together).

2.3 Kerangka Berfikir

Berdasarkan uraian di atas tujuan akhir dari penelitian ini adalah

membandingkan kelas kontrol yang tidak di kenai perlakuan dengan kelas

eksperimen yang di kenai perlakuan menggunakan model pembelajaran NHT

(Numbered Head Together) Dengan Media Teka-teki Silang. Kerangka berfikir

dapat dilihat pada skema berikut ini:

33

Gambar 2.1

Kerangka Berfikir Penelitian

Mata pelajaran IPA

(Pesawat Sederhana)

Model Pembelajaran NHT

Siswa menyimak materi

yang di sampaikan

Pembentukan kelompok

Guru memberikan soal

Siswa mendiskusikan

jawaban yang tepat

Pemanggilan nomor secara

acak

Siswa menyampaikan hasil

diskusi

Siswa menuliskan jawaban

pada bagan teka-teki silang

Memperdalam pemahaman

siswa

Melatih kerjasama siswa

Mengukur pemahaman

Bertukar pendapat dengan

teman

Menguji kesiapan siswa

Menyampaikan hasil

pemikiran siswa

Menuangkan hasil

pemikiran siswa

Post-Test Unjuk Kerja

Hasil belajar siswa tinggi

KKM ≥ 75

34

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas hipotesis

penelitian yaitu ada perbedaan hasil belajar IPA dengan model pembelajaran

NHT berbantuan media teka-teki silang kelas 5 SDN Asemrudung 2 semester II

Kecamatan Geyer tahun 2014 / 2015.