bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 mata
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Matematika
2.1.1.1 Hakikat Mata pelajaran Matematika
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah
dasar. Menurut Ruseffendi (Heruman, 2013) matematika adalah bahasa simbol;
ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya
ke dalil. Dimana matematika memuat simbol-simbol tertentu yang mempunyai
arti atau makna dalam pembelajaran secara kongkret dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan, matematika menurut Soejadi (Heruman, 2013) yaitu memiliki pola
objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Sujono (Halim, 2009) menyatakan bahwa matematika diartikan sebagai cabang
ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematis. Sujono
menambahkan, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang
menggunakan logika dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.
Matematika memuat suatu materi yang menekankan suatu penalaran misalkan
dalam proses memecahkan suatu masalah tertentu disini siswa diharapkan mampu
menerapkan ilmu penalaran tersebut melalui kegiatan pembelajaran. Ahli yang
lain seperti Mustafa (Tri Wijayanti, 2011), menyebutkan bahwa matematika
adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah
metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang
yang konsisten,sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak,
matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. ada
beberapa ahli yang lain mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis
yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir
8
9
Menurut Johnson dan Mylebust (Mulyono, 2003), selain itu Kline (Mulyono,
2003) mengemukakan, bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri
utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan
cara bernalar induktif. Sujono (Halim, 2009) mengartikan, matematika sebagai
cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi secara sistematik,
penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.
Selain pengertian matematika menurut para ahli kemudian ada pengertian
matematika menurut suatu isltilah tertentu. Matematika merupakan bagian dari
ilmu pengetahuan yang bersifat pasti (eksakta) ternyata memiliki asal-usul
matematika tersendiri. Istilah matematika berasal dari istilah latin yaitu “
mathematica” yang awalnya mengambil istilah Yunani yaitu “ mathematike”
yang berarti “ relating to learning” yang berkaitan dengan hubungan suatu
pengetahuan. Kata Yunani tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti
pengkajian, pembelajaran, ilmu atau pengetahuan (knowledge) yang ruang
lingkupnya menyempit, dan arti teknisnya menjadi pengkajian matematika. Kata
mathematice yang yang serumpun yaitu mathenein atau dalam bahasa Perancis les
mathematiques yang berarti belajar ( to learn). Jadi, berdasarkan asal usul kata
matematika yaitu suatu pengetahuan yang diperoleh dari hasil proses belajar.
Maka, persoalannya adalah pengetahuan tentang apa, apa yang menjadi pokok
masalahnya atau sasaran yang dipelajarinnya The Liang Gie (1993 : 5 )
Dari berbagai definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan suatu ilmu yang sistematis. Yang mana matematika mempengaruhi
pola pikir seseorang. Matematika harus diterapkan dalam dunia sehari- hari
dengan maksud, agar orang mampu menguasai konsep yang benar dan tepat.
Masalah matematika selalu berkaitan dengan logika dan dan suatu bilangan. Oleh
karena itu, diharuskan mampu menyelesaikan persoalan matematika dengan
menggunakan logika. Alangkah lebih baiknya, logika diterapkan untuk
menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan bilangan.
10
2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran matematika harus diterapkan dengan tepat, sehingga siswa
menguasai materi yang disampaikan oleh pengajar. Menurut Heruman ( 2013 ),
usia perkembangan kognitif siswa sekolah dasar masih terikat dengan objek
konkrit yang dapat ditangkap oleh panca indra.
Dapat dikatakan bahwa, dalam pembelajaran matematika yang abstrak.
Siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat
memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, materi lebih
cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa dengan capat. Proses pembelajaran
pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan
selajutnya abstrak. Selain itu kegiatan pembelajaran matematika berorientasi pada
upaya menerapkan cara berpikir matematik. Berkaitan dengan penjelasan tersebut,
Dienes (Hudojo, 2003) menyimpulkan bahwa belajar matematika melibatkan
suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas
dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Menurut Heruman (2013)
menyatakan bahwa dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru
dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama
dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola
tindakannya. Untuk keperluan inilah, sehingga di perlukan adanya pembelajaran
melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat
fakta saja. Karena hafalan hanya akan terendap sebentar tidak dapat berahan lama
dimemori siswa.
Selain pengertian tersebut Heruman (2013), merujuk pada berbagai
pendapat para ahli matematika Sekolah Dasar dalam mengembangkan kreativitas
dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran
yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam
mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa pemahaman setiap siswa
berbeda-beda, serta tidak semua menyenangi mata pelajaran matematika.
Heruman menambahkan, konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat
dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman
11
konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan ketrampilan. Memang, tujuan akhir
pembelajaran matematika SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan
berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika untuk saat ini mulai mengalami suatu perubahan
yang mana mulai dikaitkan dengan kehidupan sehari- hari, dengan kata lain dalam
kehidupan sehari- hari siswa mampu untuk menganalisis apa sajakah yang
termasuk matematika. Berkenaan dengan itu matematika dapat dilakukan atau
diterapkan siswa dalam kehidupan sehari- hari misalnya saat menggunakan
sepeda motor mengukur laju kecepatan. Hal tersebut ada kaitannya dengan
pembelajaran matematika. Melalui hal kongkrit seperti diatas siswa lebih matang
dalam penanaman konsep matematika.
2.1.1.3 Tujuan Mata Pelajaran Matematika
Dilihat dari dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika SD
kurikulum 2006 tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membantu siswa
melakukan suatu aktivitas di lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari- hari
yang diuraikan berikut ini.
1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-
sifatnya, serta menggunakan dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-
hari. Disini siswa bukan hanya mampu menguasi konsep akan tetapi mampu
untuk mengaplikasikannya dalam keseharian.
2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-
sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-
hari.
3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume,
sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikan dalam pemecahan
masalah sehari-hari.
4. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.
12
5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar
dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung,
modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.
6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.
Melalui uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran
matematika terletak pada penataan nalar, pemecahan masalah, pembentukan
sikap, dan keterampilan dalam penerapan matematika. Manfaat pembelajaran
matematika sangat terlihat dan dapat dirasakan dalam kehidupan sehari- hari.
Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya kita selalu menerapkannya dalam
kehidupan. Adapaun manfaat pembelajaran matematika yaitu untuk
mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi,
dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model
matematika. Serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram,
dalam menjelaskan gagasan (Wahyudi, 2008: 3). Menurut Jihad (2008: 153)
manfaat pembelajaran matematika adalah sebagai wahana untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan mengembangkan
ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat
pelajaran matematika yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan siswa
tentang materi yang berkaitan dengan matematika misalkan operasi hitung
bilangan, bilangan bulat, bangun ruang dan lain sebagainya. Manfaat lain yaitu
untuk meningkatkan pola pikir siswa terhadap matematika dan mampu
meningkatkan kemampuan bernalar secara masuk akal sehingga dapat diterima
oleh yang lain. Dapat di terima yaitu dengan cara pandai mengkomunikasikan.
Yang mana mengkomunikasikan suatu hal tertentu dapat melalui grafik, tabel,
garis dan lain sebagainya.
2.1.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang Diteliti
Kurikulum KTSP memuat beberapa hal yaitu standar kompetensi dan
kompetensi dasar, indikator. Peneliti menggunakan Standar Kompetensi 6 dan
13
Kompetensi dasar 6.1 dan 6.2 sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian
matematika pada siswa kelas 4 semester I di SDN Blotongan 01 Salatiga. SK dan
KD diuraikan pada tabel 01.
Tabel 01
SK – KD Mata Pelajaran Matematika
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6.Menggunakan pecahan
dalam pemecahan masalah
6.1 Menjelaskan arti pecahan dan
urutannya
6.2. Menyederhanakan berbagai
bentuk pecahan
2.1.2 Model Pembelajaran TGT
2.1.2.1 Hakikat Model Pembelajaran TGT
TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Slavin (1995) untuk membantu siswa menguasai materi
pelajaran. Slavin mengemukakan bahwa, TGT berhasil meningkatkan skill-skill
dasar, pencapaian, interaksi positif antarsiswa, harga diri, dan sikap penerimaan
pada siswa-siswa lain yang berbeda. Setiap siswa ditempatkan dalam satu
kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 orang berkemampuan rendah, sedang, dan
tinggi. Komposisi ini dicatat dalam tabel khusus (tabel turnamen), yang setiap
minggunya harus diubah. Dalam TGT setiap anggota ditugaskan untuk
mempelajari materi terlebih dahulu bersama anggota-anggotanya, barulah mereka
diuji secara individual melalui game akademik. Nilai yang mereka peroleh dari
game akan menentukan skor kelompok mereka masing-masing (Huda, 2011).
Prosedur TGT
Siswa memperdalam, mereview, dan mempelajari materi secara kooperatif
dalam tim. Penentuan kelompok dilakukan secara heterogen dengan langkah-
langkah berikut: 1) membuat daftar rangking akademik siswa; 2) membatasi
jumlah maksimal anggota setiap tim adalah 4 siswa; 3) menomori siswa mulai
dari yang paling atas (misalnya, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan seterusnya); dan 4)
14
membuat setiap tim heterogen dan setara secara akademik, dan jika perlu
keragaman itu dilakukan dari segi jenis kelamin, etnis, agama, dan sebagainya.
Tujuan dari Tim Studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim untuk
mereview dengan format dan sheet yang telah ditentukan.
Turnamen
Setelah membentuk tim, siswa mulai berkompetisi dalam turnamen.
Penentuan turnamen dilakukan secara homogen dengan langkah sebagai berikut:
1) menggunakan daftar rangking yang telah dibuat sebelumnya; 2) membentuk
kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 atau 4 siswa; 3)
menentukan setiap anggota dari masing-masing kelompok berdasarkan kesetaraan
kemampuan akademik, jadi ada turnamen yang khusus untuk kelompok-kelompok
yang terdiri dari siswa-siswa pandai, dan ada turnamen yang khusus untuk
kelompok- kelompok siswa yang lemah secara akademik.
Format yang diterapkan adalah: 1) memberikan kartu-kartu yang telah
dinomori (misalnya dari 1-30) kepada setiap kelompok; 2) memberi pertanyaan
pada setiap kartu sebelum dibagikan pada siswa; 3) membuat lembar jawaban
yang juga sudah dinomori; 4) membagikan satu amplop pada masing-masing tim
yang berisi kartu-kartu, lembar pertanyaan, dan lembar jawaban;4)
menginstruksikan siswa untuk membuka kartu; 5) menunjuk pemegang nomor
tertinggi untuk membacakan pertanyaan terlebih dahulu; 6) mengarahkan siswa
pertama untuk mengambil sebuah kartu dari amplop dan membacakan nomornya,
lalu siswa kedua (yang memiliki lembar pertanyaan) membaca pertanyaan dengan
keras, lalu siswa pertama menjawab pertanyaan tersebut, kemudian siswa ketiga
(yang memiliki lembar jawaban) mengonfirmasi apakah jawabannya benar atau
salah;7) Menggunakan aturan jika jawaban benar, maka siswa pertama mengambil
kartu itu, namun jika jawabannya salah, maka siswa kedua dapat membantu
menjawabnya. Jika benar, kartu tetap mereka pegang. Namun, jika tetap salah,
kartu itu harus dibuang.
Scoring
15
Scoring dilakukan untuk semua tabel turnamen. Setiap pemain bisa
menyumbangkan 2 hingga 6 poin kepada Tim Studinya masing-masing. Poin Tim
Studi akan ditotal secara keseluruhan.
Menurut Trianto ( 2010) TGT adalah teknik pembelajaran yang hampir
sama seperti STAD, kecuali sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan
individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. TGT terdiri dari
komponen-komponen yaitu: presentasi kelas dan tim. Model pembelajaran TGT
adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan,melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status.
Melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan
dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam
pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih
tenang disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
TGT pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Kelth Edward
ini, merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Menurut Saco
(2006), dalam TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-
anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing .
Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi
dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok
mereka). Permainan tersusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan
konten yang dirancang untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari
presentasi kelas dan latihan tim. Diadakan aturan tantangan yang memungkinkan
seorang pemain mengemukakan jawaban berbeda untuk menantang jawaban
lainnya. Turnamen merupakan struktur bagaimana dilaksanakannya permainan
tersebut. Turnamen itu biasanya dilaksanakan pada akhir minggu, setelah guru
menyelesaikan presentasi kelas dan tim-tim memperoleh kesempatan berlatih
dengan LKS. Untuk turnamen pertama, guru menetapkan siapa yang akan
bertanding pada meja permainan. Menetapkan tiga siswa peringkat atas dalam
kinerja yang lalu pada meja 1, masing-masing siswa mewakili timnya. Tiga siswa
16
berikutnya pada meja dua dan seterusnya. Pemilikan kemampuan pemecahan
suatu masalah pada siswa sangatlah penting, namun masih rendahnya ketrampilan
siswa dalam pemecahan masalah menuntut diterapkannya berbagai model
pembelajaran dengan harapan dapat menarik perhatian siswa agar menyukai
pelajaran dan untuk mempermudah siswa memecahkan suatu masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu model pembelajaran yang
menarik karena didalamnya terdapat kegiatan turnamen akademik yang
diharapkan dapat membuat siswa agar lebih kreatif, cepat dan tepat dalam
memecahkan masalah matematika dan dapat meningkatkan sikap positif siswa
terhadap pelajaran, mendorong siswa berpartisipasi aktif dan dapat menghadapkan
siswa pada keterampilan yang menantang agar siswa terlatih melakukan
pemecahan masalah dan berfikir analitik. Menurut Johnson (dalam Carolyn W
Rouvire) TGT adalah belajar kooperatif yang terdiri dari pengajaran (teaching),
belajar dalam tim (team study), dan pertandingan akademik (game tournament)
proses ini sangat penting dalam proses pembelajaran setiap harinya bagi siswa.
2.1.2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran TGT
Ada banyak ahli yang mengemukakan bagaimana langkah-langkah
pembelajaran model TGT namun peneliti akan menggunakan langkah – langkah
atau sintak dari salah satu ahli yaitu Slavin (dalam Purwati, 2010) yang
mempunyai 4 komponen utama meliputi menyampaikan informasi (presentasi
klasikal), pembentukan tim atau pengorganisasian siswa (kelompok), permainan
(game tournament) dan pemberian pengahargaan pada kelompok. Penjabaran dari
4 komponen tersebut dapat kita lihat dalam tabel dibawah ini.
Sintaks TGT menurut Slavin (dalam Purwati, 2010) ada beberapa
komponen utama dalam TGT yang secara rinci dapat dilihat pada tabel 02.
17
Tabel 02
Sintaks Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Fase Sintaks Model
Pembelajaran
TGT
Tindakan/ aktivitas
Guru
Aktivitas Siswa
1 Menyampaikan
Informasi
(Presentasi
Klasikal)
Pada fase ini guru
menyajikan materi
pelajaran seperti biasa,
bisa dengan ceramah,
diskusi, demonstrasi atau
eksperimen bergantung
pada karakteristik materi
yang sedang disampaikan
dan ketersediaan media
di sekolah yang
bersangkutan.
Siswa mendengarkan
informasi yang
disampaikan oleh guru.
2 Pembentukan
Tim atau
Pengorganisasian
Siswa
(Kelompok)
Pada fase ini, guru
membentuk kelompok-
kelompok kecil
beranggotakan 4-6 orang
siswa, terdiri dari siswa
berkemampuan tinggi,
sedang dan kurang
Siswa melakukan
turnamen dengan
menggunakan permainan
kipas pecahan.
3 Permainan
(Game
Tournament)
Pada fase ini, guru
membuat suatu bentuk
permainan
Siswa mengikuti turnamen
menggunakan kipas
pecahan dengan kerjasama
kelompok sesuai dengan
kelompok masing-masing
4 Pemberian
Penghargaan
Kelompok
Skor kelompok diperoleh
dengan cara
menjumlahkan skor
anggota setiap kelompok,
kemudian dicari rata-
ratanya.
Siswa melakukan
kesimpulan dan refleksi
bersama dengan guru.
Melalui sintak model TGT pada uraian di atas, kemudian akan di lakukan
implementasi pembelajaran menurut permendiknas nomor 41 dengan langkah-
langkah yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi yang di petakan berikut ini.
18
Tabel 03
Implementasi TGT berbantuan Permainan Kipas Pecahan dalam
pembelajaran Matematika
Sintaks TGT
menurut Slavin
(dalam Purwati,
2010)
Langkah-
Langkah
dalam Standar
Proses
Permendinas
Nomor 41
Sintak Implementasi TGT berbantuan
permaianan kipas pecahan dalam
pembelajaran matematika
Pendahuluan
1. Guru mengajak siswa untuk berdoa
atau salam.
2. Guru menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran.
3. Guru mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan
materi yang akan dipelajari.
4. Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar
yang akan diapai.
5. Guru menyampaikan cakupan
materi dan penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus ( apersepsi)
1. Menyampaikan
Informasi
(Presentasi
Klasikal)
2. Pembentukan
Tim atau
Pengorganisasia
n Siswa
(Kelompok)
Kegiatan Inti Eksplorasi
6. Guru dan siswa membahas materi
pembelajaran.
7. Siswa mendengakan guru yang
sedang menjelaskan.
8. Guru menjelaskan materi secara
singkat.
Elaborasi
9. Siswa diberi kesempatan untuk
bertanya jika belum paham dengan
materi yang disampaikan oleh guru.
10. Siswa dibagi menjadi 3 sampai 4
kelompok.
11. Siswa berkumpul dengan kelompok
masing-masing.
12. Guru menjelaskan aturan permainan
sebelum turnamen dimulai.
13. Masing-masing kelompok diberi 1
kipas besar yang berisi 5 kipas kecil
yang berisi soal.
19
3. Permainan atau
game
4. Pemberian
hadiah atau
penghargaan
14. Setiap kelompok mendiskusikan
terlebih dahlu selama 2 menit, siapa
yang akan menjadi ketua dan juru
bicarannya.
15. Setiap menjawab 1 pertanyaan akan
diberikan waktu 2 sampai 3 menit.
Jika tidak ada yang menjawab soal
tersebut dianggap hangus, jika benar
skor 2.
Konfirmasi
16. Salah satu kelompok tercepat selesai
mengerjakan soal nomor satu dengan
waktu 2 menit, mengangkat tangan
dan menyebut nama kelompoknya.
17. Siswa menjawab soal dengan posisi
berdiri di depan teman sekelas. Jika
menjawab semua maka skor 10.
18. Yang memperoleh skor tertinggi
akan memperoleh hadiah (Reward).
19. Guru memberikan hadiah kepada
siswa.
20. Guru bertanya jika ada materi yang
kurang jelas
21. Siswa bertanya materi yang kurang
jelas
22. Guru menjelaskan materi tersebut.
23. Guru dan siswa menyimpulkan
pembelajaran bersama tentang materi
pecahan.
Penutup
24. Guru dan siswa membuat simpulan
atau rangkuman pembelajaran.
25. Melakukan penilaian dan refleksi
terhadap kegiatan pembelajaran yang
dilakukan.
26. Siswa memberikan umpan balik
terhadap proses dan hasil
pembelajaran.
27. Siswa dan guru merencanakan tindak
lanjut remidi dan pengayaan
28. Guru menyampaikan rencana
pembelajaran padapertemuan
berikutnya.
29. Guru mengucap salam
30. Kegiatan terakhir guru dengan siswa
berdoa
20
2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran TGT
Suatu model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dalam
implementasinya. Seperti model pembelajaran TGT ini mempunyai kelebihan
dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Suarjana (2000:10) dan Istiqomah
(2006) model pembelajaran TGT mempunyai kelebihan berikut ini.
a. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas. Maksudnya,bahwa siswa
mampu mempunyai banyak waktu untuk melakukan suatu tugas dari pada
gojek sendiri dengan temannya. Tugas disini membantu siswa untuk
memperoleh pengalaman danpengetahuan baru tentang bagaimana cara
mengerjakan soal yang diperoleh. Melalui tugas tersebut siswa mampu
memecahkan masalah tentang materi akan mudah dan terarah.
b. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu. Melalui kelompok,
siswa akan menghilangkan sedikit keegoisan mereka. Siswa mengerjakan
semua tugas yang diberikan oleh guru melalui kelompok. Disini mereka
berkolaborasi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka peroleh.
Mereka tidak boleh melakukan aktivitas sendiri, ketika ada yang mengerjakan
sendiri maka esensi kelompok akan hilang, tidak akan terjadi saling
menghargai sesama teman. Menghargai teman yang lain merupakan
kelebihan dari model pembelajaran TGT.
c. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam. Model
pembelajaran ini bukan hanya mengedepankan suatu kerja tim. Siswa haus
mampu meguasai materi dengan baik. Sehingga, mereka dapat menjawab
pertanyaan saat melaksanakan permainan dengan baik, tanpa menguasai
materi mereka tidak akan mampu untuk bersaing dengan kelompok lain. Jika
kelompok mampu menjawab dengan benar dapat dikatakan siswa tersebut
benar- benar mampu menguasi materi secara mendalam.
d. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa.
Pembelajaran dengan model pembelajaran ini, siswa akan aktif seluruhnya,
tidak ada siswa yang tidak aktif. Setiap kegiatan belajar akan menggunakan
21
pikiran dan fisik mereka. Sehingga, mereka aktif untuk mencari dan
memperoleh informasi dari guru.
e. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain. Komunikasi
dan sosialisasi dengan orang lain sangat penting. Melalui kerja kelompok,
siswa akan belajar berbicara dengan orang lain. Hal kecil misalnya kelompok
belajar, mereka harus mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
kelompok belajarnya.
f. Motivasi belajar lebih tinggi. Siswa sekolah dasar senang bermain bersama
teman- teman, ketika guru mampu mengolah pembelajaran menggunakan
permainan dengan tepat dan menarik pembelajaran akan berlangsung dengan
baik. Siswa akan tertarik dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran.
g. Hasil belajar lebih baik dari yang sebelumnya. Hasil belajar siswa adalah hal
yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Siswa yang memperoleh
hasil yang belum maksimal belum tentu siswa tersebut tidak pandai. Namun
dapat dipengaruhi oleh faktor yang lain, mungkin bosan dengan
pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang menarik
dan inovatif. Melalui permainan siswa akan termotivasi untuk meningkatkan
hasil belajar mereka.
h. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Penggunaan model
pembelajaran ini memiliki banyak manfaat untuk permasalahan terhadap sika.
Mulai dari budi pekerti, kepekaan, dan toleransi. Hal ini dikarenakan ada
suatu kelompok tertentu. Di dalam suatu kelompok harus mampu untuk
menguasai diri dari keegoisan, ketika tidak bisa menghargai, toleransi siswa
tersebut tidak akan mempunyai banyak teman juga tidak dihargai oleh orang
lain.
2.1.2.4 Kelemahan Model Pembelajaran TGT
Model pembelajaran TGT ini mempunyai kekurangan dalam pembelajaran
menurut ahli Suarjana (2000:10) dan Istiqomah (2006) model pembelajaran TGT
mempunyai kelemahan berikut ini.
22
1) Bagi Guru
Sulitnya pengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda
dari segi akademis. Kelemahan ini dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai
pemegang kendali, teliti dalam menentukan pembagian kelompok. Waktu yang
dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu
yang sudah ditetapkan. Dapat ditanggulangi dengan cara guru mampu menguasai
kelas secara menyeluruh.
2) Bagi siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa yang lainnya. Cara mengatasi kelemahan
ini, tugas guru adalah membimbing siswa yang mempunyai kemampuan
akademik tinggi agar mampu menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang
lain.
2.1.3 Teori Dienes
2.1.3.1 Pengertian dan Tahap Teori Dienes
Perkembangan konsep matematika menurut Dienes (dalam Resnick, 1981)
dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian
kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang
direncanakan antara yang satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif,
yang dilakukan melalui media matematika yang desain secara khusus. Menurut
Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam
permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih membimbing
dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa
objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat
penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan
berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap
belajar menjadi tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Permainan Bebas (Free Play).
23
Dalam setiap tahap belajar, tahap yan paling awal dari pengembangan
konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar
konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi
kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul.
Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya
dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-
konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari
benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games).
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-
pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini
mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang
lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui
permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana
struktur matematika itu. Semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan
dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena
akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik
memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman,
dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan
permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun
yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda
berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok
bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan
merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak
merah (biru), hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities).
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan
menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk
melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka
24
dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi
ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan
semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak
dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
4. Permainan Representasi (Representation).
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang
sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah
mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-
situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak,
Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang
sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization).
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan
menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization).
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini
siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian
merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya,
anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam
arti membuktikan teorema tersebut. Karso (1999) menyatakan bahwa, pada tahap
formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu
sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-
sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas yang mempunyai
25
elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Model pembelajaran TGT
dikategorikan dalam tahap yang ke dua yaitu tentang permainan dengan aturan.
Permainan yang digunakan ialah permainan kipas pecahan, yang mana
permainannya yaitu dengan cara siswa dibagi menjadi 3 sampai 4 kelompok
setelah itu siswa duduk bersama kelompok masing- masing. Dengan denah
tempat duduk berbentuk segitiga jika 3 kelompok kalau 4 kelompok bebas sesuai
kemauan. Setelah itu siswa diberikan satu kipas besar yang berisi 10 kipas kecil
kipas tersebut berisi soal dengan jawaban. Tugas siswa yaitu mencari cara dari
jawaban yang ada. Dengan aturan permainan kelompok yang tercepat menjawab
pertanyaan dapat mengangkat nama kelompok dan langsung menjawab
pertanyaan dengan berdiri. jika ada 3 kelompok tidak bisa menjawab
pertanyaannya masing- masing maka pertanyaannya dianggap hangus. Jika
pertanyaan 10 terjawab semua maka skornya ialah 100 karena jika benar 1 soal
skornya ialah 10. Setelah permainan selesai kelompok yang skornya tertinggi
akan memperoleh hadiah (reward).
2.1.4 Permainan Kipas Pecahan
2.1.4.1 Pengertian Permainan Kipas Pecahan
Permainan kipas pecahan adalah permainan dengan cara siswa
menemukan pasangan kipas yang sama warnanya di dalam kipas besar ke
kelompok lain untuk memperoleh soal. Kelompok yang sudah memperoleh 5 soal
boleh mengerjakan soal tersebut dengan kelompok masing- masing. Permainan ini
tidak bisa dilakukan secara individu, harus dilakukan secara berkelompok karena
di dalam kipas besar akan ada beberapa soal yang berada di dalam kipas kecil.
Penerapan permainan kipas pecahan dalam proses pembelajaran Matematika pada
materi pecahan yaitu sbb :
1. Siswa diminta untuk mengelompok sesuai dengan kelompok yang telah
dibuat.
2. Guru menyampaikan materi terlebih dahulu agar siswa tidak kesulitan dalam
menjawab soal.
26
3. Guru menjelaskan aturan permainan terlebih dahulu agar siswa tidak bingung
saat permainan kipas pecahan dimulai.
4. Siswa akan diberikan satu kipas besar yang berisi 5 kipas kecil yang berbeda
warna. Tugas siswa adalah menemukan kipas yang warnanya sama dengan
kipas besar, mereka harus menemukan 5 kipas yang warnanya sama, setelah
itu mereka boleh mengerjakan.
5. Soal berada di dalam kipas kecil, mereka boleh memanfaatkan kipas sebagai
alat untuk menemukan jawaban.
6. Guru memberikan waktu 10 – 20 menit untuk mengerjakan soal tersebut.
7. Aturan permainan TGT dengan permainan kipas pecahan yaitu sbb :
Amatilah siklus permainan kelompok di bawah ini dengan cermat, sehingga tahu
alur permainan dengan gambar berikut!
Gambar 01
Alur Permainan Kipas Pecahan
Langkah pertama aturannya yaitu siswa dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3 dan kelompok 4 jika dilihat seperti
segitiga.
a. Masing- masing kelompok terdiri dari 5 – 6 siswa
b. Masing- masing kelompok sudah memperoleh soal yang ada di kipas
c. Masing - masing kelompok diberi waktu selama 10 – 20 menit untuk
menjawab pertanyaan
KELOMPOK 1
KELOMPOK 3
KELOMPOK 2
KELOMPOK 4
27
d. Langkah selanjutnya kelompok tercepat yang sudah selesai menjawab soal
dapat mengangkat tangan kemudian menyebutkan nama kelompok dan
membacakan jawabanya.
e. Jika menjawab pertanyaan dengan benar maka nilainya adalah 20 karena ada 5
soal jadi totalnya ada 100.
f. Kegiatan akhir dari games yaitu kelompok yang memperoleh skor yang paling
banyak akan memperoleh hadiah dari guru. Untuk kelompok yang memperoleh
skor rendah guru memotivasi agar selalu semangat belajar.
8. Guru meluruskan untuk soal yang tidak bisa dijawab siswa dan mengambil
suatu kesimpulan.
2.1.4.1 Bahan Dan Alat Untuk Membuat Permainan Kipas Pecahan
Bahan yang digunakan dalam membuat permainan kipas pecahan adalah sebagai
berikut :
a) Kertas karton secukupnya dengan warna yang berbeda
b) Bambu / kayu di potong kecil - kecil
Alat yang digunakan dalam membuat permainan kipas pecahan adalah sebagai
berikut :
a) Lem
b) Double tip
c) Gunting
d) Solasi
2.1.4.3 Cara Membuat Kipas Pecahan
Cara membuatnya dapat di jelaskan sbb :
1) Potong karton untuk membentuk kipas
2) Potong kayu atau bambu menjadi kecil untuk membuat kipas
3) Bentuk karton yang sudah di gunting sesuai dengan pola yang diinginkan
4) Kertas karton yang sudah menjadi pola di jadikan satu dengan kayu atau
potongan mambu dan di beri lem.
28
5) Beri soal di masing- masing kipas
6) Setelah soal sudah di tempelkan kemudian masukkan ke kipas yang besar
7) Setelah semua sudah di masukkan ke kipas yang besar dan sudah di berikan
soal maka siap untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
2.1.4.4 Kelebihan Permainan Kipas Pecahan
a) Siswa tertarik untuk belajar seheingga mereka aktif, karena pembelajaranya
berbentuk permainan.
b) Tidak ada siswa yang pasif semua bergerak, karena permainanya menuntut
siswa untuk bergerak.
c) Menekankan pada kerja tim dalam proses pembelajaran.
2.1.4.5 Kekurangan Permainan Kipas Pecahan
a) Kegiatannya harus dengan kelompok
b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk membuat kipas
c) Bagi siswa yang pasif ini adalah hal yang sulit
2.1.5 Keaktifan Belajar
2.1.5.1 Hakikat Keaktifan
Menurut Anton M. Mulyono (2001) Aktivitas artinya “kegiatan atau
keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi
baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Aktivitas siswa selama
proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa
untuk belajar. Sedangkan menurut Mc Keachie dalam Dimyati dan Mujiono
(1999) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa “individu
merupakan manusia belajar yang selalu ingin tahu”. Menurut Sriyono (1992)
“Keaktifan adalah pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar murid-
muridnya aktif jasmani maupun rohani”. Menurut Sagala (2006) keaktifan
jasmani maupun rohani itu meliputi antara lain:
29
a. Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain. Murid
harus diransang agar dapat menggunakan alat indranya sebaik mungkin.
b. Keaktifan akal: akal anak harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan
masalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat, dan mengambil
keputusan.
c. Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif menerima bahan
pelajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak, kemudian
pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali.
d. Keaktifan emosi: dalam hal ini murid hendaklah senantiasa berusaha
mencintai pelajarannya.
Keaktifan belajar siswa adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam
proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Aktivitas yang dimaksud disini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan
adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar
aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas
(2005) belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosi guna memperoleh
hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.
Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator
adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki
keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti; 1) sering bertanya kepada
guru atau siswa lain, 2) mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, 3) mampu
menjawab pertanyaan, 4) senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
Trinandita (1984) menyatakan bahwa “Hal yang paling mendasar yang dituntut
dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru
dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan
suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masingmasing siswa dapat
melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari
siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan
yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Berdasarkan beberapa pendapat
30
diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa adalah segala kegiatan
yang dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu proses interaksi (guru dan
siswa) dalam rangka memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebisa mungkin dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengajak
siswa untuk aktif, karena dengan siswa aktif menandakan bahwa siswa tersebut
senang dalam pembelajaran, jika siswa senang dalam pembelajaran biasanya ia
akan mampu untuk menerima materi pembelajaran dengan baik pula. Oleh
karena itu, siswa harus mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran.
2.1.5.2 Jenis-Jenis Keaktifan Belajar
Menurut Paul. D. Diedrich dalam Oemar Hamalik (2001) keaktifan
belajar dapat diklasifikasikan dalam 8 kelompok yaitu:
a. Kegiatan-kegiatan visual, seperti: membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain
bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan, seperti: mengemukakan suatu fakta yang ada atau
prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan,
memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan
interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti: mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu
permainan, mendengarkan radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti: menulis cerita, menulis laporan,
memeriksa karangan, bahan-bahan materi, membuat rangkuman,
mengerjakan tes, dan mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti: menggambar, membuat suatu
grafik, chart, diagram, peta, dan pola.
f. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti: melakukan percobaan-
percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan berkebun.
31
g. Kegiatan-kegiatan mental, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan
membuat keputusan. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti: menaruh minat,
membedakan, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, dan
gugup.
Selain itu, Menurut Uzer Usman (2009) cara untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar adalah
sebagai berikut:
1) Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal
ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa. Cara
memperbaiki keterlibatan kelas:
a) Abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar.
b) Tingkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar
mengajar dengan menuntut respon yang aktif dari siswa. Gunakan contoh-
contoh dalam teknik mengajar, motivasi dan penguatan.
c) Masa transisi antara berbagai kegiatan dalam mengajar hendaknya
dilakukan secara tepat dan luwes.
d) Berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar
yang akan dicapai.
e) Usahakan agar pengajaran dapat menarik minat murid, untuk itu guru
harus mengetahui minat siswa dan mengaitkan dengan bahan dan prosedur
pengajaran.
2) Cara meningkatkan keterlibatan siswa:
a) Kenalilah dan bantulah anak-anak yang kurang terlibat. Selidiki penyebab
dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan prestasi anak
tersebut.
b) Siapkan siswa secara tepat. Persyaratan awal apa yang diperlukan anak
untuk mempelajari tugas belajar yang baru.
c) Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa. Hal
ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk
berfikir secara aktif dalam kegiatan belajar.
32
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa jenis-
jenis keaktifan belajar siswa adalah: 1) kegiatan-kegiatan visual, 2) kegiatan-
kegiatan lisan, 3) kegiatan-kegiatan mendengarkan, 4) kegiatan-kegiatan
menulis, 5) kegiatan-kegiatan menggambar, 6) kegiatan-kegiatan metric, 7)
kegiatan-kegiatan mental, dan 8) kegiatan-kegiatan emosional yang tercermin
dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
2.1.5.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar Siswa
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, siswa juga dapat berlatih untuk
berfikir kritis serta dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping itu guru juga dapat merekayasa sistem pembelajaran secara
sistematis sehingga merangsang keaktifan siswa dalam pembelajaran. Gagne dan
Briggs dalam Martins (2007) menyebutkan faktor-faktor yang dapat
menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa sehingga mereka
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa).
3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari)
5. Memberikan petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
6. Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
7. Memberi umpan balik (feed back).
8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes sehingga kemampuan
siswa selalu terpantau dan terukur.
9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
Indikator keaktifan belajar menurut Gagne dan Briggs dalam Martinis
(2007) adalah sebagai berikut:
33
1. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru. Disini siswa harus memperhatikan
guru saat menyampaikan pelajaran, sehingga dapat menerima materi dengan
baik.
2. Kerjasamanya dalam kelompok. Kegiatan belajar yang melalui kelompok
arus dikerjakan secara berkelompok. Tidak boleh dikerjakan secara individu.
3. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli.
4. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal.
5. Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok.
6. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.
7. Memberi gagasan yang cemerlang.
8. Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang.
9. Keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain.
10. Memanfaatkan potensi anggota kelompok.
11. Saling membantu dan menyelesaikan masalah.
Melalui berbagai indikator keaktifan belajar diatas, penulis akan
mengambil 8 butir indikator yang digunakan untuk menilai keaktifan belajar
siswa kelas 4 SDN Blotongan 01 Salatiga. 8 indikator tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru.
2) Kerjasamanya dalam kelompok.
3) Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok
4) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok.
5) Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.
6) Memberi gagasan yang cemerlang.
7) Membuat perencanaan dan pembagian kerja yang matang.
8) Saling membantu dan menyelesaikan masalah.
Keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran sangat penting karena
merupakan salah satu keberhasilan akan prestasi belajarnya. Keaktifan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini yang dimaksud oleh peneliti tentang keaktifan belajar siswa
adalah 1) kegiatan-kegiatan visual: membaca; 2) kegiatan-kegiatan lisan:
34
mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi;
3) kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan materi,
mendengarkan percakapan dalam diskusi kelompok; 4) kegiatan-kegiatan
menulis: menulis bahan-bahan materi, merangkum bahan materi, mengerjakan
tes; 5) kegiatan-kegiatan mental: memecahkan masalah, membuat keputusan; 6)
kegiatan-kegiatan emosional: menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, dan berani.
2.1.6 Hakekat Hasil Belajar
2.1.6.1 Pengertian Belajar
Winkel (Eriyani, 2011) mengemukakan belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan
dan berbekas . Jihad (2010) belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang
berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru
menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang
berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Slameto
(2010) mengemukakan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Seels dan Rita (Iryani, 2010), belajar juga diartikan sebagai perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif permanen dalam diri seseorang mengenai
pengetahuan atau tingkah laku karena adanya pengalaman. Hal ini senada dengan
pendapat Bower & Ernes (Iryani, 2010) bahwa belajar diartikan sebagai
perubahan tingkah laku yang relatif permanen dan tidak disebabkan oleh adanya
kedewasaan. Pengertian belajar sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Slameto (2010), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
35
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar merupakan salah satu hal yang penting bagi manusia yang mana
belajar merupakan suatu proses berkelanjutan yang dilakukan oleh manusia
sehingga manusia itu memperoleh suatu hasil. Belajar juga hal yang berkaitan
dengan suatu hal yang awalnya tidak tahu menjadi tahu sehingga manusia dapat
berkembang lebih baik dengan adanya suatu belajar.
2.1.6.2 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
siswa menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (Sudjana, 2001:21)
membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) ketrampilan dan kebiasaan, (b)
pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing
golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Menurut
Hamalik (Jihad, 2010) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi
perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Azwar (Febriana, 2010) hasil
belajar ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek utama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban
atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotorik berkenaan
dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam
aspek, yakni gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan dan ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks, dan gerakan
ekspresif dan interpretatif. Disamping itu hasil belajar dapat dioperasionalisasikan
dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka
kelulusan, dan predikat keberhasilan.
36
Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar
mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa atau
kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya mengadakan tes
hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siswa
setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai program
pengajaran. Evrieta (2010) hasil belajar matematika siswa merupakan suatu
indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran
matematika. Pengertian hasil belajar matematika sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Evrieta yaitu suatu indikator untuk mengukur keberhasilan
siswa dalam proses pembelajaran matematika.
Hasil belajar matematika sebenarnya bukan yang nomor satu yang
terpenting ialah siswa mampu menanamkan konsep dalam kehidupannya sehari
hari serta mampu mengaplikasikannya. Jika siswa mampu mengaplikasikan
pembelajaran matematika dalam kehidupan sehari hari dengan baik, maka untuk
hasil belajarnya pun akan baik sesuai dengan kemampuan siswa mengaplikasikan
konsep yang diterimannya.
2.1.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2010) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu
(intern), yang meliputi : (1). Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi,
pendengaran, dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu
akan mempengaruhi hasil prestasi belajar, (2). Faktor Psikologis, meliputi:
intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir, (3). Faktor
kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak
dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan
kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga
minat dan dorongan untuk mengahasilkan sesuatu akan hilang.
37
2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang
meliputi: (1). Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang
pertama dan utama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi
bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. (2). Faktor
Sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa,
siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. (3). Faktor Masyarakat,
meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi
belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa
akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.
Sudjana (Mahardika, 2011) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa adalah:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, antara
lain ialah kemampuan yang dimilikinya, minat, motivasi, dan faktor-faktor
lain.
b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berada di luar individu diantaranya
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas dapat
dikaji bahwa salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah
metode guru dalam mengajar (metode pembelajaran) seperti yang dikemukakan
oleh Slameto (2010). Sehingga perlu diperhatikan oleh pengajar atau guru bahwa
penerapan metode dalam pembelajaran sangat menentukan hasil belajar siswa.
2.1.7 Hubungan Antara Model Pembelajaran TGT Berbantuan Permainan
Kipas Pecahan dengan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika
Model pembelajaran TGT berbantuan permainan kipas pecahan dengan
keaktifan dan hasil belajar matematika siswa saling berhubungan satu dengan
yang lainnya. Matematika sering dikatakan mata pelajaran yang sulit bagi siswa.
Hal tersebut mengakibatkan siswa malas dan tidak aktif dalam pembelajaran
karena tidak paham dengan materinya. Hasil belajar matematika pun selalu
kurang maksimal banyak yang tidak tuntas serta keaktifan sangat minim. Melalui
pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT, siswa akan aktif dalam
38
pembelajaran, karena TGT menggunakan 3 langkah yaitu team, game and
tournament. Siswa akan belajar secara berkelompok, kemudian akan melakukan
suatu permainan yaitu kipas pecahan. Sesuai dengan pendapat Saco (2006) bahwa
pembelajaran dilakukan dalam bergai tim untuk memperoleh skor. Kuis yang
digunakan oleh guru yaitu berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan
sebelumnya. Ketika siswa aktif dan bisa mengikuti proses pembelajaran dengan
benar. Maka, mereka pasti bisa memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Sehingga, akan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan memperoleh
hasil belajar yang maksimal.
2.2 Hasil Kajian Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang hampir sama atau yang relevan dengan penelitian ini
yaitu :
1) Indra Suryadi dkk, tahun 2015 dengan judul Penerapan Model Cooperative
Learning Tipe TGT Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar
Dalam Pembelajaran IPS Matematika Teknologi menggunakan model
Cooperative learning TGT dalam pembelajaran IPS Sekolah Dasar dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini terbukti dari peningkatan hasil belajar
siswa yang cukup signifikan. Terlihat dari rata-rata nilai hasil belajar yang
diperoleh siswa pada siklus I adalah 69,67, pada siklus II adalah 80,32, dan pada
siklus III adalah 84,14. Dapat dikatakan penelitian ini berhasil.
2) Ari Dwi Susyanto tahun 2015/2016 Universitas PGRI Yogyakarta dengan judul
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team Games Tournamen Pada Siswa Kelas 5 SD N 1
Jembangan Poncowarno Kebumen. Hasil penelitiannya yaitu Peningkatan ini
mengalami peningkatan yaitu Pada siklus I persentase ketuntasan keseluruhan
siswa meningkat menjadi 50% atau 11 dari 22 siswa, kemudian pada siklus II
meningkat kembali menjadi 86% atau 19 dari 22 siswa. Dapat dikatakan berhasil.
3) Tri Wahyuni tahun 2013/2013 Universitas Sebelas Maret dengan judul
penelitian Penerapan Model Kooperatif Tipe TGT Dalam Peningkatan
Pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri I Giritirto Kecamatan Karanggayam
39
Tahun Ajaran 2012/2013. SD tersebut mengalami peningkatan hasil belajar dari
siklus I ke siklus II. Peningkatan ini telah mencapai indikator keberhasilan yang
telah ditetapkan oleh peneliti yaitu 85% siswa sudah tuntas dalam belajar.
4) Yunita Nurmilasari tahun 2015 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan
judul Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Model Kooperatif Tipe
TGT Di Kelas IV SDN Paraksari. Presentase aktivitas rata-rata kelas yang
diperoleh pada siklus I yaitu 66,38% berada pada kategori baik. Kemudian
dilakukan tindakan pada siklus II menjadi 88,05% berada pada kategori sangat
baik. Persentase tersebut sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan
yaitu sebesar 80%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian tersebut berhasil.
Sesuai dengan berbagai kajian penelitian yang relevan peneliti ingin
melakukan penelitian dengan menggunakan model TGT berbantuan permainan
kipas pecahan kelas 4. Perbedaanya dari penelitian-penelitian tersebut ialah
menggunakan teknik yang sama yaitu TGT namun untuk materi dan mata
pelajaran yang berbeda di tambah dengan bantuan permaianan kipas pecahan
serta untuk meningkatkan keaktifan belajar. Oleh karena itu dengan menggunakan
model TGT berbantuan permainan kipas pecahan diharapkan dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas 4 SDN Blotongan 01
Salatiga.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menyusun skenario dengan
baik mulai dari pembuka sampai penutup serta menggunakan model pembelajaran
yang baik sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Hal ini sangat
mendukung pembelajaran siswa jika satu kegiatan tidak terlaksana dengan baik,
maka akan berpengaruh bagi semua pelajaran yang lain. Sebelumnya 4 SDN
Blotongan 01 Salatiga masih menggunakan model pembelajaran yang kurang
bervariasi sehingga siswa bosan dalam pembelajaran matematika. Siswa yang
sebelumnya kurang aktif akan ikut berpartisipasi aktif jika guru mampu mengajak
siswa dalam model pembelajaran yang baik, siswa akan senang dalam
pembelajaran dan menerima materi dengan baik yang akan mempengaruhi hasil
40
belajar. Kajian teori sebelumnya menjelaskan bahwa dengan model pembelajaran
permainan cocok untuk mengajar matematika sehingga siswa tidak merasa bosan
dalam proses pembelajaran.
Mengetahui permasalahan yang terjadi bahwa pendekatan dengan model
pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung masih kurang tepat untuk
peserta didik, maka peneliti akan menggunakan model pembelajaran TGT
berbantuan permaianan kipas pecahan. Adanya model ini harapannya yaitu dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 02
Kerangka Pikir Model Pembelajaran TGT Berbantuan Permainan Kipas
Pecahan
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu :
Penerapan model TGT berbantuan permainan Kipas pecahan diduga dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika siswa kelas 4 SDN
Blotongan 01 Salatiga.
Menggunakan
model pembelajaran
TGT berbantuan
permainan kipas
pecahan
Keaktifan dan hasil
belajar matematika
siswa meningkat
Proses Belajar
Mengajar ( PBM)
Keaktifan dan Hasil
belajar matematika
siswa meningkat
Pemantapan
penggunaan model
pembelajaran TGT
Guru selalu
menggunakan
model ceramah
Siswa bosan dan
tidak aktif kemudian
hasil belajar
matematika rendah