bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 mata pelajaran ... - uksw
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan secara singkat berarti mendidik warga
negara untuk berkewarnegaraan, pancasila dan UUD 1945 menjadi dasar dalam
muatan materi pembelajaran. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003, tujuan Pendidikan Nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di dalamnya memuat aspek
hukum, politik dan moral.
Mata Pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006).
Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat
interdisipliner ilmu-ilmu sosial yang secara struktural bertumpu pada disiplin
ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek hak dan kewajiban
(Abdul Aziz Wahab & Sapriya, 2011). Menurut Peraturan Pemerintah No 19
tahun 2005, Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas terampil dan kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Ahmah Haris Bhakti (2009) Pendidikan Kewarganegaraan adalah
mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Indonesia yang
8
diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari
peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum
bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia,
sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang
memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung
jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Depdiknas, 2002).
Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan mengajarkan setiap warga negara untuk mampu demokratis dan
berpikir kritis terhadap masalah politik dan sosial yang terjadi di lingkungan
sekitar. Pembelajaran PKn mengkaji tentang sistem pemerintahan, HAM, hak dan
kewajiban warga negara serta proses demokrasi. Pada sekolah dasar pembelajaran
PKn menanamkan tentang dasar pendidikan kewarganegaraan, dalam bidang
persatuan dan kesatuan bangsa meliputi, hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap
positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan
keadilan.
2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
2006 tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan,
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-
korupsi,
9
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya,
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
2.1.1.3 Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mengemukakan bahwa ruang
lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan,
cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda,
keutuhan NKRI, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap
NKRI, keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata
tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan
daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim
hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
c. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM.
d. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri sebagai
warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan
kedudukan warga negara.
e. Konstitusi Negara meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di indonesia, hubungan
dasar negara dengan konstitusi.
f. Kekuasan dan Politik, meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan,
pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem
politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem
pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
10
g. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka.
h. Globalisasi meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
2.1.1.4 Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar
Sesuai dengan pengertian, tujuan dan ruang lingkup pendidikan
kewarganegaraan di sekolah dasar, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22
Tahun 2006 menetapkan agar guru membelajarkan peserta didik untuk fokus pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, hal ini
bertujuan agar peserta didik dapat berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif
dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, berkembang secara positif dan
demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat
Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya, berinteraksi dengan
bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Materi pembelajaran telah di tetapkan dalam ruang lingkup sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006. Pembelajaran PKn
mendidik siswa berpikir kritis terhadap persoalan politik dan sosial yang terjadi di
lingkungan sekitar, mengambil keputusan secara demokratis materi dasar
pembelajaran PKn, hidup rukun dalam perbedaan cinta lingkungan, kebanggaan
sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan negara kesatuan republik
Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap negara
kesatuan republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan. Pencapaian
pembelajaran mencakup tiga aspek yaitu, kognitif, afektif dan psikomotorik.
11
Penting bagi seorang guru dalam pembelajaran PKn memilih metode dan media
pembelajaran yang bermakna pada siswa dan mencakup ketiga aspek tersebut.
2.1.2 Metode Diskusi Kelompok
2.1.2.1 Pengertian Diskusi Kelompok
Diskusi merupakan interaksi bertukar pikiran oleh dua orang atau lebih,
dalam kamus besar bahasa Indonesia diskusi diartikan sebagai suatu pertemuan
ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Metode diskusi dalam
pembelajaran bertujuan agar siswa mampu memecahkan masalah, dalam
pembelajaran diskusi menjadi salah satu metode pembelajaran yang efektif karena
dari hasil diskusi akan timbul banyak solusi dan pemecahan masalah. Moh. Surya
(1975:107) mendefinisikan diskusi kelompok sebagai suatu proses bimbingan
dimana murid-murid akan mendapatkan suatu kesempatan untuk menyumbangkan
pikiran masing-masing dalam memecahkan masalah bersama. Diskusi kelompok
melatih siswa untuk dapat mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif
pemecahan masalah. Dalam diskusi ini tertanam pula tanggung jawab dan harga
diri. Moh. Uzer Usman (2005: 94) diskusi kelompok merupakan suatu proses
yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang
informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan
atau pemecahan masalah. Menurut Subroto (2002: 179) diskusi kelompok adalah
suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu
kelompok untuk saling bertukar pendapat suatu masalah atau bersama-sama
mencari pemecahan mendapatkan jawaban atau kebenaran atas suatu masalah.
Menurut beberapa pendapat dari para ahli, diskusi merupakan proses
interaksi bertukar pikiran antara dua orang atau lebih, metode diskusi kelompok
melatih siswa untuk dapat mengidentifikasi masalah dengan berbagi pengalaman
dan mencari alternatif pemecahan masalah secara bersama.
2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Diskusi Kelompok
Metode diskusi kelompok memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut
Haryono kelebihan diskusi kelompok sebagai berikut :
a. Siswa dapat berbagi berbagai informasi dalam menjalani gagasan baru atau
memecahkan masalah,
12
b. Dapat meningkatkan pemahaman atas masalah-masalah penting,
c. Mengembangkan kemampuan untuk berfikir dan berkomunikasi,
d. Meningkatkan ketertiban dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
dan,
e. Membina semangat kerjasama dan bertanggung jawab.
Kelemahan metode diskusi kelompok menurut Wardani (Dalam Puger,
1997 : 9) sebagai berikut :
a. Diskusi kelompok memerlukan waktu yang lebih banyak daripada cara
belajar yang biasa,
b. Dapat memboroskan waktu terutama bila terjadi hal-hal yang negatif seperti
pengarahan yang kurang tepat,
c. Anggota yang kurang agresif (pendiam, pemalu) sering tidak mendapatkan
kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ide-idenya sehingga terjadi
frustasi atau penarikan diri dan,
d. Adakala hanya didominasi oleh orang-orang tertentu saja.
2.1.2.3 Langkah-langkah Penerapan Metode Diskusi Kelompok
Pertama Melakukan persiapan fisik, mengatur meja kursi
siswa agar siswa dapat berhadap-hadapan atau
bertatap muka. Sesuaikan dengan bentuk dan
anggota kelompok agar efisien. Misalnya satu
kelompok hanya terdiri dari 4 orang agar hasil kerja
kelompok dapat maksimal. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah dalam satu kelompok jangan
sampai didominasi oleh anak aktif.
Kedua Membahas bersama siswa dalam memilih topik yang
akan didiskusikan. Contohnya topik yang sedang
diperbincangkan dalam masyarakat, sesuatu yang
menimbulkan perbedaan pendapat, atau isu yang
menimbulkan pro dan kontra antara kelompok
masyarakat.
13
Ketiga Pemilihan anggota kelompok berdasarkan keaktifan
siswa yang mampu memberi motivasi kepada teman
kelompok untuk mengemukakan pendapat dan
melalui kebijakan guru.
Keempat Seluruh siswa mendiskusikan secara aktif dalam
kelompok mengenai tugas yang harus dikerjakan.
Kelima Secara bergiliran masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerja kelompok.
Keenam Kelompok lain memberi tanggapan dan mencatat
hasil presentasi
2.1.3 Metode Ceramah Bervariasi
2.1.3.1 Pengertian Metode Ceramah Bervariasi
Metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada
guru, penguasaan kelas oleh guru, siswa hanya cukup diam dan mencatat
penjelasan dari seorang guru. Seiring dengan perubahan kurikulum, pendekatan,
metode dan tehnik pembelajaran muncul perubahan yang melatih siswa aktif
berpikir kreatif dan mandiri dalam pemecahan masalah.
Metode bervariasi pun, merupakan penambahan metode ceramah yang
selama pembelajaran berpusat pada guru diupayakan siswa terlibat dan menjadi
tidak bosan dengan berbantuan tanya jawab, pendekatan kontekstual. Pengertian
dari ceramah menurut Widi Rahardjo (2002) ialah suatu cara penyajian bahan ajar
atau mengajar melalui penjelasan atau penuturan oleh guru kepada peserta didik.
Selanjutnya Widi Rahardjo (2002) menyatakan bahwa metode ceramah ialah
suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan)
oleh guru kepada siswa. Metode ceramah bervariasi merupakan cara
penyampaian, penyajian bahan pelajaran dengan disertai macam-macam
penggunaan metode pengajaran lain, seperti tanya jawab dan diskusi terbatas,
pemberian tugas dan sebagainya (Fatonah Sismiasih, 2013).
14
2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah Bervariasi
Widi Rahardjo (2002) menyatakan kelebihan dan kekurangan dari metode
ceramah. Kelebihannya adalah untuk menyampaikan pengantar atau informasi
yang baru, gunakan anak bila anak sudah mendapatkan motivasi, tepat untuk kelas
besar dan untuk menekankan hal-hal yang penting yang telah dipelajari, lebih
tepat bagi orang-orang dewasa karena dapat berkonsentrasi dalam jangka waktu
lebih lama, dapat digunakan untuk menghabiskan bahan pelajaran dengan materi
yang lebih dalam waktu yang singkat, tidak banyak menggunakan alat atau media
peraga, untuk menjelaskan bahan pelajaran yang penting yang tidak terdapat
dalam buku teks, untuk bahan pelajaran yang dirasa sukar walaupun terdapat
dalam buku teks, untuk bahan pelajaran yang dirasa sukar walaupun terdapat
dalam buku teks, tetapi guru perlu menjelaskan, untuk membangkitkan hasrat dan
minat siswa.
Kekurangan metode ceramah adalah hanya menghasilkan ingatan jangka
pendek pada siswa, kurang tepat bagi anak kecil, karena belum bisa
berkonsentrasi dalam waktu lama dan sulit menerima penjelasan guru yang terlalu
banyak mengeluarkan kalimat-kalimat. Kegiatan ini lebih berpusat pada guru,
sehingga anak pasif, dapat melemahkan perhatian siswa, membosankan siswa bila
ceramahnya terlalu lama, karena setelah 20 menit pertama perhatian siswa
menurun dan bicara guru tidak menarik, kurang tepat atau sejalan dengan sistem
pembelajaran aktif dan menimbulkan sekolah duduk & dengar, merugikan bagi
siswa yang tidak peka pendengarannya dan tidak dapat mencatat secara cepat atau
merusak tulisan, tidak tepat untuk pengajaran aspek keterampilan
(phsykomotorik).
2.1.3.3 Langkah-langkah Metode Ceramah Bervariasi
Langkah-langkah metode ceramah di dalam kelas menurut Widi Rahardjo
(2002) antara lain :
1. Persiapan
Pada tahap persiapan awal berceramah, guru melakukan kegiatan menata
secara sistematis atau mengorganisir bahan pelajaran yang akan disajikan,
15
menentukan urutan-urutan penyajian, agar bagi guru atau siswa dapat dengan
mudah memahami dan menguasai bahan pelajaran tersebut.
2. Awal ceramah
Pada tahap ini sebagai pengantar atau interupsi dimana guru membuka
pelajaran dengan kegiatan-kegiatan yang menumbuhkan motivasi dan
perhatian siswa yang antusias, mendorong rasa ingin tahu dengan pertanyaan
yang menantang atau merangsang berpikir siswa dengan menggunakan pokok-
pokok isi atau materi.
3. Pelaksanaan Ceramah
Tahap ini merupakan kegiatan inti, guru menyajikan bahan pelajaran yang
telah dipersiapkan pada siswa di kelas. Pokok bahasan yang akan diterangkan
sebaiknya ditulis di papan tulis atau pada bagan yang telah dipersiapkan pada
kertas manila dan jelaskan secara berurutan sehingga siswa lebih mudah untuk
memahami sambil mencatat hal-hal yang penting. Apabila siswa ada yang
belum jelas maka guru dapat mengulangi keterangan dengan menggunakan
bahasa yang lebih sederhana. Guru perlu mengatur alokasi waktu yang
tersedia, perlu diselingi pula dengan variasi metode sehingga siswa tidak
jenuh.
4. Menutup akhir ceramah.
Tahap ini merupakan kegiatan akhir dari ceramah, yaitu dengan membuat
kesimpulan secara garis besar dari pelajaran yang baru saja dijelaskan, dapat
dilakukan guru atau siswa.
2.1.4 Media Game puzzle
2.1.4.1 Pengertian Media
Media berasal dari kata latin, secara harfiah berarti perantara atau
pengantar atau sedang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia secara pendidikan
media berarti perantara atau penghubung. Oemar Hamalik (2009) menyatakan
bahwa media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam
rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa
dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Danim (1995: 97)
menyatakan bahwa media pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau
16
pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi
dengan siswa dengan peserta didik. Selanjutnya Trini Prastati (2005: 3) memberi
makna media sebagai apa saja yang mampu menyalurkan informasi dari sumber
informasi ke penerima informasi. Pendapat lain menyatakan bahwa media adalah
suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari seorang
komunikator kepada komunikan (Suranto, 2005: 18).
Dari beberapa pendapat para ahli media dapat diartikan sebagai alat untuk
menyampaikan atau menghubungkan sesuatu dalam berkomunikasi. Sebagai guru
media merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dalam
pembelajaran yang berupa grafis, fotografis maupun elektronik yang mengandung
materi pembelajaran sehungga dapat merangsang siswa untuk belajar.
2.1.4.2 Fungsi Media Pembelajaran
Livie dan Lentz (1982) mengemukakan 4 fungsi media pembelajaran
yaitu:
1. Fungsi atensi berarti media visual merupakan inti, menarik dan mengrahkan
perhatian pembelajar akan berkonsentrasi pada isi pelajaran;
2. Fungsi afektif maksudnya media visual bisa dilihat dari tingkat kenikmatan
pembelajar ketika belajar membaca teks bergambar;
3. Fungsi kognitif yaitu mengungkapkan bahwa lambang visual mempelancar
pencapaian tujuan dalam memahami dan mendengar informasi;
4. Fungsi kompensatoris yaitu media visual memberikan konteks untuk
memahami teks dan membantu pembelajar yang kurang mampu dalam
membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya
kembali;
Media pembelajaran berfungsi untuk merangsang minat belajar siswa,
sehingga tercipta komunikasi dalam pembelajaran yang dapat dipahami.
Penggunaan media pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar siswa, hal ini
disebabkan karena membangkitkan minat belajar siswa dan akan mendorong rasa
keingintahuan siswa lebih besar.
17
2.1.4.3 Macam-macam Media Pembelajaran
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, media dalam
pembelajaran telah banyak berkembang. Dahulu jika siswa hanya dapat
menikmati media visual berupa gambar, kini telah menjadi audio visual gambar
yang dapat bergerak, hal ini akan sangat berpengaruh untuk siswa ketika
digunakan pada proses pembelajaran. Penggolongan media pembelajaran menurut
Seels & Glasgow (1990: 181-183) membagi media berdasarkan perkembangan
terknologi, yaitu media dengan teknologi tradisional dan dengan teknologi
mutakhir. Media dengan teknologi tradisional meliputi:
a. Visual diam yang diproyeksikan berupa proyeksi opaque (tak tembus
pandang), proyeksi overhead, slides, filmstrips,
b. Visual yang tidak diproyeksikan berupa gambar, poster, foto, charts, grafik,
diagram, pameran, papan info,
c. Audio terdiri dari rekaman piringan dan pita kaset,
d. Penyajian multimedia dibedakan menjadi slide plus suara dan multi image,
e. Visual dinamis yang diproyeksikan berupa film, televisi, video.
f. Media cetak seperti buku teks, modul, teks terprogram, workbook, majalah
ilmiah, berkala, dan hand out,
g. Permainan diantaranya teka-teki, simulasi, permainan papan,
h. Realita dapat berupa model, specimen (contoh), manipulatif (peta, miniatur,
boneka).
Sedangkan media dengan teknologi mutakhir dibedakan menjadi :
a. Media berbasis telekomunikasi diantaranya adalah teleconfrence dan
distance learning,
b. Media berbasis mikroprosesor terdiri dari CAI (Computer Assiated
Intruction), Games Hypermedia, CD (Compact Disc), dan pembelajaran
berbasis Web (Web Based Learning). Berbeda dengan Azhar Arsyad (2007:
29) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat kelompok, yaitu
media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio visual, media hasil
teknologi komputer, dan media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
18
Media tradisional berkembang menjadi media modern, bertujuan untuk
mempermudah guru dan siswa dalam berkomunikasi mengikuti kebutuhan
pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
2.1.4.4 Game puzzle
Game adalah bentuk permainan yang diadopsi guru dalam kegiatan
pembelajaran. Pemanfaatan game sebagai metode pembelajaran dalam dunia
pendidikan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dalam dunia pendidikan. Game
disajikan sebagai alat yang dapat dinikmati setiap orang. Salah satu jenis
permainan edukatif adalah permainan puzzle, menurut Andang Ismail (2006)
puzzle merupakan permainan dengan menyusun dengan menyusun gambar dan
kepingannya, semakin tinggi tingkat kesulitannya. Menurut Adenan (1989, dalam
Arief Sadiman, dkk, 2009: 70) “puzzle dan games adalah materi untuk memotivasi
diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat. Puzzle dan games untuk
memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah tantangan yang dapat secara
umum dilaksanakan dengan berhasil”. Sedangkan menurut Jill Hadfield (1990:
5), puzzle adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah yang sulit untuk dimengerti
atau dijawab”.
Secara Etimologi (asal-usul kata), puzzle awalnya adalah sebuah kata
kerja. Kata puzzle berasal dari bahasa Perancis Kuno “Aposer“. Kata tersebut
dalam bahasa Inggris kuno menjadi “Pose” lalu berubah menjadi “Pusle” yang
merupakan kata kerja dengan arti (bewilder) atau membaurkan, mengacaukan
(confound). Sedangkan kata Puzzle secara bahasa Indonesia diartikan sebagai
tebakan atau teka-teki (Aribowo, 2012). Puzzle merupakan permainan melalui
potongan gambar, kata, dan warna serta rangkaian situasi yang membutuhkan cara
memecahkan masalah. Metode game puzzle termasuk dalam jenis simulasi
kepingan, simulasi sendiri berasal dari kata simulate yang artinya pura- pura atau
berbuat seolah- olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-
pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode pembelajaran dimaksudkan
sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang
bersifat pura- pura atau melalui proses tingkah laku imitasi atau bermain peran
19
mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang
sebenarnya (Widi Rahardjo, 2002).
2.1.4.5 Kelebihan dan Kekurangan Media Game puzzle
Kelebihan media game puzzle :
a. Meningkatkan keterampilan kognitif.
Keterampilan kognitif (cognitive skill) berhubungan dengan kemampuan
untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang
menarik bagi siswa sekolah dasar karena pada dasarnya rasa keingintahuan
yang besar serta pembelajaran menggunakan teka-teki puzzle akan
memotivasi minat belajar siswa. Dengan bermain puzzle, anak dapat mencoba
memecahkan masalah yaitu menyusun gambar. Pada tahap awal mengenal
puzzle, mereka mungkin mencoba untuk menyusun gambar maupun materi
puzzle dengan cara mencoba memasang bagian-bagian puzzle tanpa petunjuk.
Dengan sedikit arahan, maka anak sudah dapat mengembangkan kemampuan
kognitifnya dengan cara mencoba menyesuaikan bentuk, menyesuaikan
warna, atau logika. Contoh usaha anak menyesuaikan secara runtut misalnya
lembaga sistem pemerintahan dari yang terkecil.
b. Meningkatkan keterampilan sosial
Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan
orang lain. Puzzle dapat dimainkan secara perorangan. Namun puzzle dapat
pula dimainkan secara kelompok. Permainan yang dilakukan oleh anak-anak
secara kelompok akan meningkatkan interaksi sosial anak. Dalam kelompok
anak akan saling menghargai, saling membantu dan berdiskusi satu sama
lain. Jika anak bermain puzzle di rumah, maka orang tua dapat menemani
anak untuk berdiskusi menyelesaikan puzzle-nya, akan tetapi sebaiknya orang
tua hanya memberikan arahan kepada anak dan tidak terlibat secara aktif
membantu anak menyusun puzzle.
c. Melatih logika
Membantu melatih logika siswa, misalnya dengan berusaha menyusun
lembaga pemerintahan tingkat kabupaten dan kota beserta fungsinya.
d. Memperluas pengetahuan.
20
Jika materi pembelajaran dapat dimengerti siswa maka pengetahuan siswa
akan bertambah luas karena menggunakan logika dalam pengerjaanya.
Dengan memahami kelebihan game puzzle siswa dapat mengeksplor
kemampuan berpikir serta menemukan hal baru yang dapat membantu dalam
memahami materi pembelajaran. Contoh standar kompetensi dan kompetensi
kelas 2 semester I yang sesuai :
a. Standar kompetensi
Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat.
b. Kompetensi dasar
Mengenal lembaga-lembaga negara dalam susunan pemerintahan tingkat
pusat. Menyebutkan organisasi pemerintahan tingkat pusat, seperti presiden,
wakil presiden dan para menteri.
2.1.4.6 Langkah-Langkah Menggunakan Media Game puzzle
1. Guru meminta siswa membentuk kelompok 5 orang.
2. Guru memberikan guntingan-guntingan kertas yang berisi dari bidang-bidang
Contoh daerah sesuai dengan mata pencaharian masyarakat.
3. Guntingan yang mengandung pesan tersebut diberikan secara acak kepada
siswa.
4. Siswa diminta untuk menggabungkan guntingan-guntingan tersebut sehingga
menunjukan pesan sesuai dengan yang harus dan dilanjutkan dengan diskusi.
5. Guru meminta perwakilan salah satu dari kelompok untuk mempresentasikan
hasil diskusinya.
6. Guru memberikan apresiasi pada hasil diskusi siswa.
Kartu-kartu tugas atau juga dapat didefinisikan sebagai game puzzle (Rita
dan Knenneth dalam Linda Camphell dkk, 2006) dalam bukunya “Teaching
Student Trough Their Individual Learning Styles” merekomendasikan berbagai
kreasi dari permainan karu sebagai bantuan pembelajaran. Permainan kartu dapat
memeperbesar pengajaran dari berbagai subjek dan bisa digunakan untuk
memperkenalkan, memguatkan atau mengulang pelajaran. Mudah untuk dibuat,
permainan manipulasi memuaskan hasrat untuk melihat dan menyentuh saat
bersamaan.
21
Beberapa bahan telah tersedia membuat permaianan tugas. Kartu-kartu
catatan (3cm x 5 cm atau 4cm x 6 cm) gunting-guntung. Masing-masing kartu
dipoting menjadi dua bagian dalam sikap teka-teki menyusun gambar berbentuk
liku-liku. Bagian pertanyaan dapat dituliskan pada satu sisi dengan lebih dahulu
mencocokan liku-liku potongan padfa lembaran jawaban yang tersedia di bagian
lain.
1. Siswa diminta mengambil secara berpasangan atau berkelompok-kelompok
kecil dalam mencocokan lembaran teka-teki dan melakuakn pengulangan
terhadap masing-masing informasi.
2. Siswa diminta mejelaskan keseluruhan lembaran-lembaran untuk
memperkuat pelajaran mereka.
2.1.5 Belajar, Hasil Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
2.1.5.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
Pendapat dari para ahli tentang arti belajar berbeda satu dengan yang lain,
hal ini timbul karena sudut pandang yang berbeda, dipengaruhi oleh kondisi latar
belakang dari beragam masalah pendidikan.
Belajar terjadi apabila suatu situasi rangsangan/ stimulus bersama dengan
isi ingatan mempengaruhi belajar sedemikian rupa sehingga kinerja/performance
berubah dari waktu sebelum individu tersebut mengalami situasi itu ke waktu
sesudah individu tersebut mengalami situasi tadi (Gagne, dalam Oemar Hamalik,
2009). Menurut Slameto (2010), belajar adalah merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Djamarah (2006), belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotor. Menurut Hilgard dan Bower (dalam Purwanto, 2004),
belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
suatu situasi.
22
Perubahan perilaku itu dapat dijelaskan bukan atas kecenderungan respon,
pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaaan sesaat seseorang, misalnya
kelelahan atau pengaruh obat (Salvin dalam Prasetyo dan Sumardjono
Padmomartono, 2010). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara etimologis
belajar memiliki arti “berusaha memperolah kepandaian atau ilmu”. Definisi ini
memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai
kepandaian atau ilmu.
Dari keempat pendapat para ahli disimpulkan bahwa belajar merupakan
kegiatan dan akan mengalami perubahan perilaku baik secara kognitif, afektif dan
psikomotoriknya, kearah positif atau negatif setelah mengalami proses. Perubahan
yang dialami tidak berlangsung secara instan akan tetapi memerlikan waktu.
Situasi rangsangan, isi ingatan akan berpengaruh pada seberapa besar objek
mengalami perubahan setelah proses belajar. Minat belajar dalam lingkungan
sekolah akan timbul ketika memperoleh rangsangan dari berbagai hal seperti
kondisi lingkungan sekolah, fasilitas, sarana dan prasarana, kemudian lebih
spesifik ketika mengikuti proses pembelajaran, karena seorang guru menentukan
pendekatan dan metode belajar. Rangsangan tersebut tidak hanya timbul dari
lingkungan sekolah saja, tetapi lingkungan masyarakat seperti pengaruh pergaulan
dan keluarga yang mendukung dan memotivasi siswa. Jika semua lingkungan
sekitar siswa mendukung maka akan timbul kesadaran dari dalam diri siswa.
Belajar bukan hanya sekedar menonjolkan aspek kognitif atau pengetahuannya
saja, tetapi harus diringi dengan kemampuan afektif dan psikomotorik sebagai
aplikasi pembelajaran. Tentu tidak mudah bagi bagi seorang guru bahkan calon
guru membelajarkan aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya secara
seimbang, karena pelajaran pendidikan kewarganegaraan tidak hanya menitik
beratkan pada salah satu aspek saja. penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana perubahan setelah belajar yang dialami, perubahan itu ditentukan dari
bagaimana proses belajar tersebut.
Hasil belajar ditentukan dari bagaimana proses siswa tersebut mengalami
kegiatan belajar proses adalah hal penting yang menentukan hasil belajar, selain
ditunjukan dengan nilai. Banyak cara untuk mendapat nilai atau hasil yang
23
memuaskan baik positif maupun negatif. Siswa adalah penentu terjadinya atau
tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapain tujuan
pendidikan amat tergantung dari proses belajar dan mengajar yang dialami siswa
dan pendidik baik ketika para siswa itu di sekolah maupun di lingkungan
keluarganya sendiri (Dimyati dan Mudjiono, 1996: 7). Menurut Gagne (1970)
belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai
akibat pengalaman. Munculnya pendekatan dan metode pembelajaran salah satu
bukti bahwa proses pembelajaran sangat penting. Proses Belajar menurut
pandangan Jerome S. Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan
psikologi belajar. Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang
sistematis, yang penting baginya ialah cara-cara bagaimana orang memilih,
mempertahankan, dan mentransformasika informasi secara efektif, ialah menurut
Bruner inti dari belajar. Menurutnya dalam proses belajar dapat dibedakan
menjadi tiga fase yaitu: (1) informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah
informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang
memperhalus dan memperdalamnya ada pula informasi yang bertentangan dengan
apa yang telah kita ketahui sebelumnya, mislnya ada energi yang lenyap; (2)
transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan
kedalam yang lebih abstrak, atau konseprual agar dapat digunakan untuk hal-hal
yang lebih luas dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan; dan (3) Evaluasi
kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan
transformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar ketiga episode ini selalau ada, yang menjadi masalah
ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditrasformasi. Lama tiap
episode tidak selalu sama, hal ini antara lain tergantung pada hasil yang
diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untul mengetahui, dan
dorongan untuk menemukan sendiri. Proses belajar menurut pandangan Robert M.
Gagne (1970) belajar adalah proses yang kompleks, sejalan dengan itu belajar
merupakan kegiatan yang kompleks dan hasil belajar berupa kapabilitas,
timbulnya kapabilitas disebabkan; (1) stimulusi yang berasal dari lingkungan; dan
(2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Setelah belajar orang memiliki
24
keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Dengan demikian dapat ditegaskan,
belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulai
ligkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Belajar
terjadi bila ada hasilnya yang dapat dipelihatkan, anak-anak demikian juga orang
dewasa dapat mengingat kembali kata-kata yang telah pernah didengar atau
dipelajari. Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang
terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus
menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance) berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi.
Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor
luar diri dimana keduanya saling berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses
belajar menurut Gagne dapat di gambarkan sebagai (S) stimulus - (R) respons. S
yaitu situasi yang memberi stimulus, sedangkan R adalah respons dan garis
diantaranya adalah hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi dalam diri
seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem syaraf dimana
terjadi transformasi perangsang yang dierima melalui alat dria. Stimulus itu
merupakan input yang berada diluar individu, sedangkan respons adalah
outputnya, yang juga berada diluar individu sebagai hasil belajar yang dapat
diamati (Nasution, 1982).
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa proses belajar
merupakan komponen penting setelah mendapat motivasi, semangat belajar dan
sebelum menerima hasil belajar. Proses belajar melatih siswa untuk memiliki
keterampilan pemecahan masalah serta bertindak jujur, artinya tidak ada
kecurangan selama proses belajar.
Menurut Agus Suprijono (2009), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.
Merujuk pemikiran Gagne (1970), hasil belajar berupa informasi verbal yaitu
kapabilitas mengungkapkan pegetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik.
25
Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan keterampilan intelektual yaitu kemampuan
mempresentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari
kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitiis, sintesis, konsep, dan
menngembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Kemapuan intelektual merupakan
kemampuan melakuakan aktivitas kognitif bersifat khas, strategi kognitif yaitu
kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri.
Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah sendiri dalam
pemecahan masalah, keterampilan motorik yaitu kempuan melakuakan
serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud
optimisme gerak jasmani, sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemempuan
meginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan
melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada
diri siswa yakni pernyataan tentang apa yang diinginkan pada diri siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajar. Anni, (2004, dalam Wulandari, 2007: 15),
sedangkan Arikunto, (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang
setelah melakukan kegiatan belajar dan meruakan penilaian yang dicapai sesorang
siswa untuk menetahui sejauh mana materi pelajaran atau materi yang diajarkan
sudah diterima oleh siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan
pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian bertujuan
untuk melihat kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi yang telah
dipelajari dan ditetapkan.
2.1.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Metode mengajar adalah salah satu cara yang digunakan di dalam
mengajar. Metode mengajar harus tepat, efisien dan efek sehingga siswa dapat
memahami, mengembangkan bahan pelajaran. Menurut Slameto, (2010) faktor-
faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor eksteren.
Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi, dan
26
cara belajar. Faktor-faktor yang memepengaruhi keberhasilan belajar yang
berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor dari dalam ini meliputi
kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. Kondisi fsiologismadalah jasmani dari
sesorang yang sedang belajar, keadaan jasmani dapat dikatakan sebagai latar
belakang aktivitas belajar.
Sendangkan kondisi psikologis yang dapat memepengaruhi hasil belajar
adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi, dan kemampuan kognitif.
Faktor ekstern yaitu faktor-faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat. Salah satu
faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah fakor sekolah,
yang mencangkup metode mengajar, kurikulum, relasi guru siswa, sarana dan
sebagainya. Syaiful Bahri, (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
hasil belajar ada empat yaitu: faktor lingkungan, yaitu faktor lingkungan alami
dan faktor lingkungan budaya, faktor instrumental meliputi, kurikulum, program,
sarana, fasilitas dan guru, kondisi psikologis meliputi, minat, kecerdasan, bakat,
motivasi, dan kemampuan kognitif, kondisi fisiologis yaitu, keadaan jasmani dari
peserta didik (mata, telinga, dan tubuh) yang dapat bekerja dengan baik. Menurut
Slameto, (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah,
psikologi, minat, motivasi, dan cara belajar. Faktor-faktor yang memepengaruhi
keberhasilan belajar yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor
dari dalam ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. Kondisi
fsiologism adalah jasmani dari sesorang yang sedang belajar, keadaan jasmani
dapat dikatakan sebagai latar belakang aktivitas belajar.
Siswa datang di sekolah ingin mengikuti kegiatan pembelajaran memiliki
pemikiran yang berbeda, membawa beberapa persoalan yang terjadi di lingkungan
rumah maupun masyarakat. Persoalan dan pemikiran lain yang tidak
terkonsentrasi itulah yang memicu hasil pembelajaran yang tidak memuaskan.
2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian Fatonah Sismiasih (2013) bertujuan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode game puzzle dan ceramah
terhadap hasil belajar PKn siswa kelas XI SMK PGRI 02 Salatiga tahun ajaran
27
2012/2013. Populasi berjumlah 198 orang terdiri dari enam kelas (XIA-XIF).
Sampel penelitian adalah kelas XIB sebagai kelas kontrol yang berjumlah 32
orang dan kelas XIE sebagai kelas eksperimen yang berjumlah 32 orang. Sampel
diambil secara random atau acak. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode eksperimen dengan desain penelitian adalah „posttest only control group
design'. Instrumen pengumpulan data berupa tes hasil belajar obyektif pilihan
ganda. Teknik analisis data menggunakan uji t tes. Hasil penelitian dengan taraf
signifikan o= 5% dengan DK=62 dan Ttabel=1,658 diperoleh T Thitung= -1.890
sehingga -1,658< -1.890< 1,658. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan penggunaan metode game puzzle dan metode ceramah
terhadap hasil belajar PKn. Nilai rata-rata siswa kelas ekspeimen yang
menggunakan metode game puzzle dalam pembelajaran PKn lebih baik yaitu
sebesar 83,93 dibandingkan dengan kelas kontrol yang menggunakan metode
ceramah yaitu sebesar 83,93.
Penelitian Dwi Susanti (2012) bertujuan untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa kelas XI mata pelajaran PKn melalui penerapan metode game puzzle
di SMK 2 PGRI tahun Pelajaran 2011/2012. Indikator keberhasilan dalam
penelitian ini adalah peningkatan prestasi belajar siswa dan siswa yang tuntas
(≥KKM yaitu 75) ditargetkan mencapai 85% atau 28 siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan menerapkan metode game puzzle secara signifikan
dapat meningkatkan prestasi belajar PKn materi budaya demokrasi menuju
masyarakat madani siswa kelas XI B di SMK PGRI 2 Salatiga. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan prestasi belajar siswa sebagai berikut : 1) Pada
siklus I mengalami peningkatan prestasi belajar dari rata-rata pra siklus 67,58
menjadi 76,51 dan yang tuntas 22 siswa atau 66,67% 2) Pada siklus II terjadi
peningkatan prestasi belajar dari rata-rata 76,51 di siklus 1 menjadi 85 dan yang
tuntas 30 siswa atau 90,9%. Hal ini menunjukkan hasil yang lebih dari KKM yang
ditentukan yaitu 75 untuk rata-rata prestasi belajar dan tercapainya target
ketuntasan belajar siswa.
28
2.3 Kerangka Berfikir
Gambar 2.1.
Gambar Kerangka Berfikir
Pembelajaran di dalam kelas melibatkan komponen pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran, mencakup kemampuan guru dalam mengajar,
siswa, materi pembelajaran, sumber pembelajaran, sarana fasilitas sekolah, media
pembelajaran, tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran akan tercapai tidak hanya dengan komunikasi yang
baik pada saat pembelajaran, dengan metode ceramah guru dapat menguasai kelas
dan siswa akan taat pada perintah guru, akan tetapi metode ceramah hanya
berpusat pada guru, siswa hanya pasif mendengarkan materi yang disampaikan
guru, hal ini akan menimbulakan rasa bosan pada siswa. Sikap pasif siswa pada
saat pembelajaran ketika guru menggunakan metode ceramah membuat siswa
kurang kreatif dan tidak termotivasi, jika hal ini berlangsung terus-menerus maka
akan berdampak pada hasil belajar kurang optimal dan pola berpikir siswa yang
tidak kreatif.
Pretest
Pretest
Kelas eksperimen =
Metode diskusi
kelompok berbantu
game puzzle
Kelas kontrol =
metode ceramah
bervariasi berbantu
game puzzle
Posttest
Posttest
Hasil
belajar
Hasil pretest,
dilakukan uji
validitas soal
29
Metode diskusi kelompok mendidik siswa untuk bertukar pikiran dan
melatih bermusyawarah dalam kelompok. Komunikasi siswa dengan siswa, siswa
dengan guru akan lebih jelas, artinya pembelajaran berpusat pada siswa. Metode
diskusi kelompok bertujuan agar siswa dapat memecahkan masalah, melalui
proses komunikasi dalam kelompok akan timbul beberapa pendapat dan solusi
pemecahannya.
Penggunaan metode yang tidak berubah-ubah oleh guru, hal ini akan
mengakibatkan siswa bosan atau jenuh, pada taraf sekolah dasar siswa-siswa
cenderung lebih senang belajar sambil bermain. Media permainan seperti game
puzzle dapat memotivasi minat belajar siswa dan menggali kemampuan siswa
karena mengajak siswa aktif sehingga dapat mengeksplor kemampuan siswa.
Puzzle menuntut siswa untuk merangkai atau mencocokan kepingan menjadi satu
bagian yang sesuai, runtut atau padu. Sebelum siswa menyusun puzzle terlebih
dahulu harus memahami prosedur pengerjaan soal dan setiap kepingan puzzle,
setelah sesai menyusun puzzle dalam kelompok (metode diskusi kelompok
berbantuan game puzzle) siswa akan mendiskusikan hasil kerjanya dalam
kelompok, memahami dan berdiskusi dengan rekan kelompok akan melatih
kerjasama dan memperluas pengetahuan siswa.
2.4 Hipotesis Penelitian
Secara spesifik rumusan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut :
a. Ada pengaruh metode diskusi kelompok berbantuan game puzzle terhadap
hasil belajar siswa kelas II SDN Sidorejo Lor 04 Kota Salatiga pada mata
pelajaran PKn.
b. Ada pengaruh metode ceramah bervariasi berbantuan game puzzle
terhadap hasil belajar siswa kelas II SDN Karanggondang 1 Kab Semarang
pada mata pelajaran PKn.
c. Ada perbedaan pengaruh antara metode diskusi kelompok berbantuan
game puzzle pada siswa kelas II SDN Sidorejo Lor 04 Kota Salatiga dan
ceramah bervariasi berbantuan game puzzle pada siswa kelas II SDN
Karanggondang 1 Kab Semarang terhadap peningkatan prestasi belajar
PKn.