bab ii tinjauan pustaka - uksw · 2020. 1. 22. · 1 bab ii tinjauan pustaka . 2.1 kerangka teori ....

21
1 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme Liberalisme dalam Hubungan Internasional muncul sekitar abad ke-17, dipelopori oleh John Locke yang melihat potensi yang besar bagi kemajuan manusia dalam civil society dan perekonomian kapitalis, keduanya dapat berkembang di negara-negara yang menjamin kebebasan individu (Jackson & Sorensen, 1999). Setelah Perang Dunia II berakhir, liberalisme terbagi ke dalam empat aliran, yaitu: liberalisme sosiologis, liberalisme interdependensi, liberalisme institusional, dan liberalisme republikan (Nye, Jr., 1988; Keohane, 1989a; Zacher dan Matthew, 1995). Akan tetapi peneliti hanya akan membahas liberalisme institusional yang mana dipakai sebagai landasan teori dari penelitian ini. Liberalisme institusional mengambil pemikiran terdahulu mengenai manfaat dari institusi internasional. Mantan Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson memiliki visi untuk mengubah hubungan internasional dari ‘hutan’ politik kekuasaan yang kacau ke ‘kebun binatang’ yang diatur dan damai. Perubahan ini dapat dicapai dengan membentuk organisasi internasional dan yang paling penting adalah LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Menurut liberalisme institusional, institusi internasional dipercaya dapat membuat kerjasama lebih mudah. Institusi internasional lebih dari sekedar ciptaan negara kuat. Mereka merupakan kepentingan yang independen dan dapat memajukan kerjasama antarnegara (Keohane 1989a; Acharya dan Johnston, 2007). Institusi internasional bagi kaum liberalisme institusional merupakan organisasi internasional atau seperangkat aturan yang mengatur tindakan negara dalam bidang tertentu. Institusi dibentuk dengan tujuan untuk mengelola negara yang tergabung di dalamnya agar taat pada aturan yang dibuat bersama demi kepentingan bersama. Melalui institusi, segala kepentingan setiap negara dapat dikoordinasikan untuk membentuk aturan bersama yang disepakati. Adapun asumsi pokok dari liberalisme institusional adalah sebagai berikut: 1. Negara merupakan aktor kunci dalam hubungan internasional, namun bukan satu- satunya aktor yang paling berpengaruh. Negara merupakan aktor yang rasional dan selalu berusaha untuk memaksimalkan kepentingan mereka di berbagai sektor.

Upload: others

Post on 04-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

1

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Liberalisme Institusionalisme

Liberalisme dalam Hubungan Internasional muncul sekitar abad ke-17, dipelopori oleh

John Locke yang melihat potensi yang besar bagi kemajuan manusia dalam civil society dan

perekonomian kapitalis, keduanya dapat berkembang di negara-negara yang menjamin

kebebasan individu (Jackson & Sorensen, 1999). Setelah Perang Dunia II berakhir, liberalisme

terbagi ke dalam empat aliran, yaitu: liberalisme sosiologis, liberalisme interdependensi,

liberalisme institusional, dan liberalisme republikan (Nye, Jr., 1988; Keohane, 1989a; Zacher dan

Matthew, 1995). Akan tetapi peneliti hanya akan membahas liberalisme institusional yang mana

dipakai sebagai landasan teori dari penelitian ini.

Liberalisme institusional mengambil pemikiran terdahulu mengenai manfaat dari institusi

internasional. Mantan Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson memiliki visi untuk

mengubah hubungan internasional dari ‘hutan’ politik kekuasaan yang kacau ke ‘kebun

binatang’ yang diatur dan damai. Perubahan ini dapat dicapai dengan membentuk organisasi

internasional dan yang paling penting adalah LBB (Liga Bangsa-Bangsa). Menurut liberalisme

institusional, institusi internasional dipercaya dapat membuat kerjasama lebih mudah. Institusi

internasional lebih dari sekedar ciptaan negara kuat. Mereka merupakan kepentingan yang

independen dan dapat memajukan kerjasama antarnegara (Keohane 1989a; Acharya dan

Johnston, 2007). Institusi internasional bagi kaum liberalisme institusional merupakan organisasi

internasional atau seperangkat aturan yang mengatur tindakan negara dalam bidang tertentu.

Institusi dibentuk dengan tujuan untuk mengelola negara yang tergabung di dalamnya agar taat

pada aturan yang dibuat bersama demi kepentingan bersama. Melalui institusi, segala

kepentingan setiap negara dapat dikoordinasikan untuk membentuk aturan bersama yang

disepakati. Adapun asumsi pokok dari liberalisme institusional adalah sebagai berikut:

1. Negara merupakan aktor kunci dalam hubungan internasional, namun bukan satu-

satunya aktor yang paling berpengaruh. Negara merupakan aktor yang rasional dan

selalu berusaha untuk memaksimalkan kepentingan mereka di berbagai sektor.

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

2

2. Di dalam situasi yang kompetitif, negara berusaha untuk mendapatkan keuntungan

absolut melalui kerjasama. Tindakan yang rasional mengarahkan negara untuk

melihat nilai yang ada dalam kerjasama.

3. Hambatan terbesar dalam kerjasama adalah ketidakjujuran yang dilakukan oleh

negara lain.

4. Kerjasama tidak terlepas dari perselisihan, tetapi negara akan memberikan kesetiaan

dan sumber dayanya kepada institusi jika hal itu dilihat menguntungkan satu sama

lain dan menjadi peluang bagi negara untuk mengamankan kepentingan mereka.

(Lamy, 2011)

Institusi internasional yang diyakini dapat memajukan kerjasama antar negara dapat

dilihat melalui pendekatan ilmiah, behavioralistik. Langkah empiris perluasan institusionalisasi

antar negara dapat dipakai karena perluasan tersebut membantu untuk meningkatkan kerjasama.

Perluasan yang dimaksud dapat diukur dengan dua dimensi, yaitu ruang lingkup dan kedalaman.

Menurut Keohane, peran institusi adalah:

1. Menyediakan aliran informasi dan kesempatan bernegosiasi.

2. Meningkatkan kemampuan pemerintah dalam memonitor kekuatan lain dan

mengimplementasikan komitmennya sendiri – oleh karena itu kemampuannya

membuat komitmen yang dapat dipercaya berada di urutan pertama.

3. Memperkuat harapan yang muncul tentang kesolidan dari kesepakatan internasional.

Bagi liberalis institusionalis, hubungan dalam ranah internasional yang dilembagakan

memberikan pengaruh terhadap perilaku pemerintahan dimana pola kerjasama dan perselisihan

dapat dipahami dalam konteks institusi yang membantu menjelaskan arti pentingnya tindakan

yang diambil oleh negara. Pemerintah dapat mengambil tindakan sesuai dengan peraturan

institusi. Institusi dapat membantu negara-negara di dalamnya untuk saling mendapatkan

keuntungan.

Teori liberalisme institusional membantu peneliti untuk menganalisis implementasi AGSI

dalam pendidikan anak sekolah dasar di Mataram pada tahun 2014-2016 yang di dalamnya

terdapat peran KNIU lalu dihubungkan pada korelasi antara kepentingan Indonesia yang dalam

hal ini adalah pendidikan dan rezim internasional UNESCO. Dikatakan demikian karena KNIU

akan menyelaraskan dan mengkoordinasikan kepentingan bersama baik dari Indonesia maupun

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

3

UNESCO. KNIU membantu menjembatani UNESCO dengan pemerintah Indonesia untuk

implementasi program-program UNESCO, khususnya di Bidang Pendidikan. Peneliti akan

melihat bagaimana KNIU memainkan perannya dalam AGSI yang merupakan program turunan

dari ESD sebagai upaya untuk mendorong perkembangan pendidikan anak di Indonesia.

2.2 Kerangka Konsep

2.2.1 Pilar-pilar Pendidikan UNESCO

UNESCO memiliki empat pilar yang menjadi prinsip dasar dalam pendidikan, yaitu:

1) Learning to know: adalah proses pembelajaran yang dibutuhkan agar para peserta didik dapat

lebih memahami dunia dan kompleksitasnya (UNESCO, 2017). Proses ini memungkinkan

para peserta didik merasakan, dan menetapkan bagaimana cara memperoleh pengetahuan.

Proses ini dapat memungkinkan tertanamnya sikap ilmiah, yaitu sikap ingin tahu sehingga

menimbulkan rasa mampu untuk mencari jawaban atas masalah yang dihadapi secara ilmiah

(Kunandar, 2007). Dalam learning to know terkandung beberapa prinsip, yaitu diarahkan

untuk mampu mengembangkan ilmu, memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran, dan

jaringan masyarakat.

2) Learning to do: merupakan proses yang memberikan keterampilan yang memungkinkan

peserta didik untuk berpartisipasi secara efektif dalam ekonomi global dan masyarakat

(UNESCO, 2017). Proses pembelajaran ini merupakan hasil dari learning to know, yaitu

action in thinking, dan learning by doing. Para peserta didik akan berusaha untuk terus

belajar agar dapat memperbaiki dan mengembangkan keterampilan serta mengembangkan

konsep intelektualitasnya (Ma’arif, 2005).

3) Learning to be: merupakan proses pembelajaran yang memberikan keterampilan analitis dan

keahlian sosial agar memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan potensi psiko-

sosial mereka sepenuhnya, baik secara afektif maupun secara fisik (UNESCO, 2017). Dalam

proses ini, pendidikan harus berhubungan dengan setiap aspek dari potensi pribadi seperti

mengingat, keterampilan berkomunikasi, kemampuan fisik, rasa estetis, dan menalar

(Mudyahardjo, 1998). Para peserta didik akan diarahkan melalui learning to be agar mereka

menjadi ilmuwan sehingga mereka mampu menggali dan menentukan nilai kehidupannya

sendiri dalam hidup bermasyarakat sebagai hasil belajarnya.

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

4

4) Learning to live together: untuk menunjukkan nilai-nilai yang tersirat dalam hak asasi

manusia, prinsip-prinsip demokrasi, pemahaman dan rasa hormat antar budaya dan

perdamaian di semua lapisan masyarakat agar memungkinkan para peserta didik dan

masyarakat dapat hidup dalam damai dan harmonis (UNESCO, 2017). Proses ini

mengarahkan individu untuk hidup bermasyarakat dan menjadi orang berpendidikan yang

bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat (Ma’arif, 2005).

2.2.2 UNESCO dan KNIU

UNESCO merupakan sebuah organisasi khusus yang menjadi bagian dari PBB.

UNESCO telah berdiri sejak tahun 1945 dan bertujuan agar dapat berkontribusi dalam keamanan

dan perdamaian melalui kerjasama antar negara-negara anggota dalam bidang pendidikan, ilmu

pengetahuan, kebudayaan, dan komunikasi sebagai tindakan untuk menghormati keadilan dan

hukum bagi hak asasi manusia dan kebebasan bagi seluruh masyarakat di dunia secara inklusif.

UNESCO bermarkas besar di UNESCO House, Place de Fontenoy, Paris, Prancis dan memiliki

195 negara anggota (Blanchfield & Browne, 2013). Visi UNESCO tertuang dalam Konstitusi

UNESCO: “Since wars begin in the mind of men, it is in the minds of men that the defenses of

peace must be constructed” (Oleh karena perang diawali dari pikiran manusia, maka dalam

pikiran manusialah upaya menjaga perdamaian harus dibangun) (KNIU, 2008). Kemudian misi

UNESCO adalah menciptakan perdamaian melalui pengetahuan, dengan melaksanakan strategi

yang berdasarkan pada:

1. Promosi prinsip dan norma universal yang didasarkan atas shared values dalam

kompetensi UNESCO sebagai upaya untuk melindungi dan mempertahankan

common values.

2. Promosi keragaman dengan menghormati hak asasi manusia.

3. Pemberdayaan dan penguatan partisipasi dalam lingkungan masyarakat intelektual

melalui pemerataan, peningkatan, dan penyebaran penggunaan ilmu pengetahuan.

(KNIU, 2016)

Perang Dunia II yang pada saat itu terjadi telah menimbulkan berbagai tekanan dan

bahaya. Selain itu, dampak dari Perang Dunia II adalah timbulnya berbagai ketidaktahuan

terhadap bagaimana cara pandang masyarakat tentang hidup, adat atau kebiasaan, serta sejarah

kemanusiaan. Oleh karena itu dibutuhkan kesamaan pemikiran bahwa dengan menyebarluaskan

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

5

hal-hal tentang kebudayaan serta pendidikan mengenai kemanusiaan untuk keadilan dan

kebebasan serta perdamaian merupakan sebuah hal mendasar yang diperlukan. Dengan hal ini,

setiap negara akan memiliki semangat untuk saling membantu dan memperhatikan (Huxley,

1946). Pemerintahan di Eropa kemudian mengadakan sebuah pertemuan di Inggris dan

menghadiri konferensi para menteri yang saling beraliansi yang pada saat itu membahas tentang

aspek pendidikan. Pada konferensi tersebut terdapat sebuah usulan agar membentuk sebuah

organisasi yang bertujuan untuk mempromosikan budaya perdamaian, membentuk solidaritas

intelektual dan juga moral umat manusia serta mencegah terjadinya kembali perang dunia.

UNESCO resmi berdiri dengan ditandatanganinya Konstitusi UNESCO di London pada tanggal

16 November 1945.

Pada tanggal 27 Mei 1950 Indonesia resmi menjadi anggota UNESCO. Selanjutnya pada

tanggal 20 Oktober 1952 dibentuklah Panitia Nasional Indonesia untuk UNESCO. Kemudian

pada tanggal 17 Februari 1956 Panitia Nasional Indonesia untuk UNESCO berubah nama

menjadi Lembaga Nasional Indonesia. Sidang Umum UNESCO ke-14 menghasilkan resolusi

tentang perluasan tugas dari Komite Nasional, yakni sebagai badan penasehat, penghubung,

informasi dan pelaksana. Pada tanggal 15 April 1967 Lembaga Nasional Indonesia bersama

dengan UNESCO menandatangani pendirian UNESCO Regional Bureau of Science di Jakarta.

Pada tanggal 27 April 1972 KWRI (Kantor Wilayah RI) UNESCO berdiri dan bertempat di

Gedung Miollis UNESCO Paris. Selanjutnya pada tanggal 11 Juli 1977 Lembaga Nasional

Indonesia untuk UNESCO berubah menjadi KNIU sampai dengan sekarang dan mengangkat

Drs. Soepojo Padmodipoetro, M.A sebagai Duta Besar RI untuk UNESCO juga sebagai Ketua

Harian KNIU yang pertama. Pada era 1980-an, tepatnya tanggal 10 Maret 1984 disusunlah

perincian tugas, dan tata kerja Komisi Pleno, Komisi Harian, dan Sekretariat KNIU. KNIU

bertugas untuk melancarkan usaha dan mengkoordinasikan kegiatan di bidang pendidikan, ilmu

pengetahuan, kebudayaan, dan komunikasi dalam rangka program pemerintah dan program

UNESCO (KNIU, 2016). KNIU merupakan badan pemerintah non-struktural yang berada di

lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menghubungkan UNESCO dan

Pemerintah Republik Indonesia. Dari seluruh organisasi PBB yang ada, UNESCO merupakan

satu-satunya yang memandatkan negara anggotanya untuk membentuk Komisi Nasional

sebagaimana ketentuan yang tertuang dalam Piagam Komisi Nasional untuk UNESCO. Kegiatan

UNESCO di Indonesia direalisasikan oleh beberapa kementerian dan lembaga. Koordinasi atas

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

6

seluruh kegiatan tersebut menjadi tanggung jawab KNIU. KNIU terdiri atas: Komisi Pleno,

Komisi Harian, Empat Program dan beberapa Komite Khusus, serta sebuah Sekretariat. Komisi

Pleno mencakup pejabat eselon satu dari 18 kementerian serta Ketua dan Ketua Harian KNIU.

Adapun dua Koordinator Nasional di KNIU, yaitu Koordinator Nasional Education for

Sustainable Development (ESD) dan Koordinator Nasional Associated Schools Project Network

(ASPnet). Selain itu terdapat Sekretariat yang mencakup empat seksi dengan anggaran yang

disediakan oleh Kemdikbud, sementara anggaran untuk pelaksanaan program UNESCO

disediakan oleh kementerian terkait. Fungsi Komisi Nasional menurut Piagam Komisi Nasional

untuk UNESCO adalah terlibat dalam kegiatan UNESCO, badan-badan, lembaga-lembaga,

organisasi dan individu yang bekerja untuk kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya dan

informasi sehingga setiap negara anggota dapat berkontribusi dalam perdamaian, keamanan, dan

kesejahteraan umat manusia. Selain itu, negara anggota juga dapat berperan dalam meningkatkan

dan merumuskan program-program UNESCO. Untuk mencapai tujuan tersebut, Komisi Nasional

bekerjasama, mendorong partisipasi, menyebarluaskan informasi tentang tujuan program dan

kegiatan UNESCO dengan pemerintah maupun lembaga non-pemerintah. Mandat ini sejalan

dengan penjelasan tugas KNIU yang diamanatkan oleh Keputusan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia No. 0257/P/1977 Pasal 2 yaitu melancarkan usaha dan

mengkoordinasikan kegiatan di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan

komunikasi dalam rangka program pemerintah dan program UNESCO. Di dunia ini terdapat dua

model Komisi Nasional untuk UNESCO, yakni sebagai berikut:

1. Komisi Nasional untuk UNESCO yang berada di bawah naungan kementerian. Pada

model ini terbagi lagi dalam empat macam (tergantung dengan kebijakan masing-masing

negara anggota):

a. Komisi Nasional untuk UNESCO yang dinaungi oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan.

b. Komisi Nasional untuk UNESCO yang dinaungi oleh Kementerian Pendidikan

c. Komisi Nasional untuk UNESCO yang dinaungi oleh Kementerian Kebudayaan

d. Komisi Nasional untuk UNESCO yang dinaungi oleh Kementerian Luar Negeri.

2. Komisi Nasional untuk UNESCO yang berdiri sendiri, tidak terikat dengan pemerintah

atau dapat disebut independen.

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

7

Di Indonesia, Komisi Nasional untuk UNESCO tidak berdiri secara independen melainkan

berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

UNESCO percaya bahwa melalui pendidikan tranformasi kehidupan dapat tercapai dan

oleh karena itu menjadi tujuan utama dari misi UNESCO dalam membangun perdamaian,

memberantas kemiskinan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan. UNESCO menilai

bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia sepanjang hidup sehingga sudah semestinya

agar semua orang dapat mengakses pendidikan khususnya anak-anak. Sebagai koordinator

Agenda Pendidikan 2030, UNESCO sangat menjunjung tinggi upaya pencapaian TPB (Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan), khususnya TPB ke-4 yang mana menjamin kualitas pendidikan

yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.

Pada aspek pendidikan, UNESCO memiliki salah satu program yaitu Pendidikan untuk

Pembangunan Berkelanjutan atau ESD. ESD merupakan proses pembelajaran atau pendekatan

terhadap pengajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip keberlanjutan dengan memusatkan

perhatian pada semua tingkat dan jenis pembelajaran dalam rangka memberikan pendidikan yang

berkualitas dan meningkatkan pengembangan pembangunan manusia yang berkelanjutan. ESD

pertama kali dijelaskan pada Bab 36 Agenda 21 yang dihasilkan dalam Deklarasi Lingkungan

Hidup Konferensi Tingkat Tinggi di Rio de Janeiro 1992. Ada empat prioritas dalam

mengimplementasikan ESD, yaitu: 1) peningkatan dan perbaikan kualitas pendidikan; 2) re-

orientasi pendidikan pada semua jenjang untuk pembangunan berkelanjutan; 3) peningkatan

kesadaran masyarakat tentang konsep pembangunan berkelanjutan; dan 4) pelatihan sumber daya

manusia (KNIU, 2014). Ada tujuh kriteria ESD, yaitu fokus pada peserta didik, pendidikan yang

interdisiplin dan holistic, pendidikan yang menggunakan pendekatan beragam metode,

pendidikan berbasis pada pendekatan berpikir yang mendalam, pendidikan yang memunculkan

nilai, pendekatan yang mengedepankan kultur lokal, isu lokal di samping isu global dan

menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh semua pihak, serta belajar sepanjang hayat.

Peran UNESCO dalam implementasi ESD adalah mendorong kemitraan dengan sektor swasta,

media, dan pemuda, mendorong untuk program riset yang berwawasan ESD, meningkatkan

pengawasan dan evaluasi, berbagi praktek yang berhasil dari ESD, membuat forum untuk

mempertemukan semua pemangku kepentingan untuk ESD, dan mendorong negara anggota

UNESCO untuk melaksanakan empat prioritas ESD.

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

8

Sebagai upaya untuk mendorong perkembangan pendidikan anak di Indonesia, KNIU

menyerap ESD ke dalam sebuah program baru yaitu AGSI (Adiwiyata Green School of

Indonesia) yang lahir dari kerjasama antara KNIU dan KLHK. Program AGSI merupakan model

pendidikan pembangunan berkelanjutan di Indonesia dimana internalisasi isu pembangunan

berkelanjutan diintegrasikan ke dalam semua proses pembelajaran dan pengelolaan sekolah

sesuai dengan delapan SNP (Standar Nasional Pendidikan).1 Sekolah AGSI merupakan sekolah

yang bermutu tinggi sebagai tempat yang ideal untuk belajar, memperoleh pengetahuan, norma,

dan etika yang dapat membentuk seseorang untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap,

serta mental yang merasa memiliki tanggung jawab terwujudnya pembangunan berkelanjutan di

Indonesia. Sekolah AGSI akan membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik

sedemikian rupa hingga memiliki tanggung jawab menjalankan pembangunan berkelanjutan.

Ketiga kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) siswa dibentuk melalui kegiatan

intrakurikuler dalam proses pembelajaran sehari-hari melalui pendekatan tematik dan pendekatan

saintifik, kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan kesiswaan yang lain.

Program AGSI didanai oleh pemerintah Indonesia melalui IFIT (Indonesia Funds-In-

Trust). IFIT merupakan bentuk kontribusi Indonesia terhadap pengembangan pendidikan, ilmu

pengetahuan, dan kebudayaan melalui UNESCO. Pada tanggal 2 Maret 2012, Pemerintah

Indonesia melalui Kementarian Pendidikan dan Kebudayaan merealisasikan komitmen untuk

mendukung pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, komunikasi dan informasi, dan

kebudayaan melalui UNESCO dengan memberikan sumbangan sebanyak US $10 juta.

Sumbangan tersebut diberikan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Sebanyak US $6 juta ditujukan untuk kepentingan emergency fund.

2. Sebanyak US $4 juta disalurkan melalui kesepakatan IFIT untuk mendukung program

dan kegiatan UNESCO di Indonesia

(Kemdikbud, 2017)

Pemerintah Indonesia dan UNESCO menandatangani perjanjian atas dana IFIT untuk

mendukung pengembangan bidang-bidang yang telah disebutkan di atas. Implementasi

perjanjian Indonesia dan UNESCO adalah melalui delapan program. Salah satu dari kedelapan

1 Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) antara lain: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,

standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar sarana dan prasarana.

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

9

program yang dilaksanakan di Indonesia adalah program AGSI yang berlangsung selama dua

tahun. Tujuan program ini untuk meningkatkan sumber daya dan keahlian dari guru, tenaga

kependidikan dan masyarakat dalam rangka membangun kapasitas sekolah, guru, tenaga

kependidikan dan masyarakat terkait pengetahuan dan keterampilan dalam ESD. Proyek ini

dilaksanakan sebagai salah satu upaya mengurangi dampak perubahan iklim dan mencapai

pembangunan berkelanjutan dalam konteks masyarakat lokal. Program AGSI berkontribusi

terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 sebagai berikut:

1. Tujuan 4: menjamin pendidikan berkualitas yang layak dan inklusif serta mendorong

kesempatan belajar seumur hidup bagi semua.

2. Tujuan 11: Kota dan masyarakat yang berkelanjutan.

3. Tujuan 13: Aksi perubahan iklim.

(Kemdikbud, 2017)

Selain itu, AGSI juga turut berkontribusi terhadap program Global UNESCO dengan

berkontribusi dalam peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia

agar ESD dapat diintegrasikan ke dalam pendidikan dan pembelajaran yang disesuaikan dengan

konteks lokal serta memperkuat ESD dalam agenda kebijakan internasional sehingga negara-

negara semakin sadar akan pentingnya kebijakan yang berbasis pada ESD.

Pemerintah Indonesia meminta kerjasama UNESCO untuk lebih memperkuat kapasitas

dalam mengintegrasikan ESD pada pendidikan dan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan

kesadaran, pengetahuan, serta mengubah sikap yang mengarah pada tindakan yang relevan

terhadap integrasi pendekatan holistik ESD ke dalam kurikulum dan rencana aksi masyarakat

dengan fokus pada perubahan iklim, pengurangan risiko bencana, dan kenakeragaman hayati.

UNESCO Jakarta dan lembaga mitranya, KNIU, mendukung Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk mengembangkan dan menguji coba program untuk

mempromosikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mendukung pembangunan

berkelanjutan di sekolah. Kerangka kerjasama untuk implementasi proyek telah dirincikan dalam

Implementation Partners Agreement (IPA) yang ditandatangani oleh KNIU. AGSI ditargetkan

pada pendidikan formal melalui sekolah dasar yang tujuannya untuk mengembangkan dan

merintis pendekatan sekolah yang berbasis pendidikan lingkungan dan berkelanjutan. AGSI di

lima sekolah dasar di Mataram dibentuk berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU)

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

10

yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan UNESCO Jakarta pada bulan Agustus 2014

(UNESCO Jakarta Office, 2016).

Strategi implementasi yang berasal dari visi UN DESD (United Nations Decade of

Education for Sustainable Development) dan Kebijakan Pendidikan Nasional Indonesia

mendasari pendidikan lingkungan yang termasuk dalam kerangka ESD yang lebih luas. Bagan di

bawah ini menggambarkan kerangka kerja implementasi AGSI.

Bagan 2.2.2

Visi:

UN DESD

Kebijakan Pendidikan Nasional Indonesia

Tujuan:

Sistem pendidikan sekolah yang berdasarkan ESD

Hasil:

AGSI (Adiwiyata Green School of Indonesia)

Strategi:

Riset, materi pembelajaran, FGD (Focus Group Discussion), pelatihan

dan workshop, rapat mengenai studi banding

Hasil yang diharapkan:

Riset, materi pembelajaran (buku pedoman, indikator, dan materi

untuk pelatihan)

Sekolah yang terpilih untuk implementasi AGSI

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

11

Sumber: Project Adiwiyata-Green Schools and Empowering Low Income Communities for the Sustainable Future

of Indonesia (2016)

Dalam kerangka kerja ESD, bidang pendidikan di UNESCO Jakarta

mengimplementasikan AGSI yang menargetkan pendidikan formal melalui sekolah dasar untuk

mengembangkan sekolah yang didasarkan pada pendekatan lingkungan atau pendidikan

berkelanjutan. Secara sederhana, dasar pemikiran AGSI dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Bagan 2.2.2

Sumber: Project Adiwiyata-Green Schools and Empowering Low Income Communities for the Sustainable Future

of Indonesia (2016)

AGSI

ESD (Education

for Sustainable

Development)

Sekolah

Adiwiyata

Sekolah Hijau Sekolah Sehat

Kurikulum

2013

8 Standar

Nasional

Pendidikan

Kondisi kualitas pendidikan di

Indonesia

Isu lokal/nasional/global

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

12

Pengelolaan sekolah di Indonesia didasarkan pada 8 SNP yang ramah lingkungan dan

ramah anak. Adapun kedelapan standar tersebut adalah standar kompetensi lulusan, standar isi,

standar proses, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar

pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar sarana dan prasarana. Pendidikan untuk

pembangunan berkelanjutan yang dalam hal ini diaktualisasikan ke dalam program AGSI sangat

relevan dengan prinsip dasar pendidikan di Indonesia yang tertuang dalam Undang-undang No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Prinsip penyelenggaraan pendidikan di

Indonesia diatur pada Bab II Pasal 4 yang diuraikan sebagai berikut:

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif

dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai kegamaan, nilai kultural, dan

kemajemukan bangsa.

2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka

dan multimakna.

3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan

peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan

mengembangan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan

berhitung bagi segenap warga masyarakat.

6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat

melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

(Kemristekdikti, 2016)

Standar kompetensi lulusan meliputi dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pada

sekolah dasar dimensi tersebut dapat dijelaskan seperti di bawah ini:

Sikap: Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia,

berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Pengetahuan: Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin

tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan

kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di

lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

13

Keterampilan: Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam

ranah abstrak dan konkrit sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.

(Kemdikbud, 2013)

Pada dasarnya terdapat tiga hal yang ditekankan dalam Kurikulum 2013, yaitu:

1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang terdiri atas sikap, pengetahuan dan

keterampilan

2. Proses Pembelajaran yang fokusnya adalah kepada siswa dengan menggunakan

pendekatan saintifik. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung kegiatan ini

adalah seperti mengamati, melakukan percobaan, menganalisis/menalar, aktif bertanya

dan mampu mengomunikasikan hasilnya

3. Pada jenjang sekolah dasar menggunakan materi pembelajaran diubah dengan

menggunakan pendekatan tematik

Oleh karena itu ketercapaian proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 dapat dilihat melalui

kompetensi siswa yang mana tolak ukurnya adalah melalui penilaian otentik terhadap sikap,

pengetahuan, dan keterampilan melalui ulangan harian, UTS (Ulangan Tengah Semester), UAS

(Ulangan Akhir Semester), serta penilaian proyek yang dinilai dari portofolio dan proyek itu

sendiri.

Pendekatan tematik dan saintifik diperlukan karena hal tersebut sesuai dengan paradigma

pendidikan saat ini maupun pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di abad ke-21 ini.

Permasalahan atau isu mengenai pembangunan berkelanjutan akan dapat diperkenalkan melalui

pendekatan tematik dan saintifik.

Jika diintegrasikan dengan model pembelajaran sesuai dengan Kurikulum 2013, maka

pembelajaran yang membentuk sikap perilaku siswa, pengetahuan dan keterampilan untuk

mengelola lingkungan dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan dari berbagai jenis

program sekolah hijau tersebut akan lebih mudah dimplementasikan secara luas karena

kurikulum 2013 secara bertahap akan diberlakukan di seluruh Indonesia. Internalisasi tentang

aspek lingkungan dan pembangunan berkelanjutan akan terjadi di tiap kegiatan pembelajaran

melalui pendekatan tematik dan saintifik. Hal inilah yang menjadikan program AGSI sesuai

dengan Kurikulum 2013.

Keberhasilan program AGSI di Indonesia akan dipengaruhi oleh (KNIU, 2015):

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

14

1. Dukungan pemerintah pusat dalam bentuk kebijakan nasional di bidang pendidikan yaitu

mengintegrasikan aspek lingkungan dan pembangunan berkelanjutan dalam seluruh

kegiatan belajar.

2. Dukungan pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dalam bentuk kebijakan di

bidang pendidikan yaitu mengangkat isu lokal terkait dengan lingkungan dan

pembangunan berkelanjutan dalamimplementasi kegiatan belajar.

3. Kebijakan sekolah yang dinyatakan dalam bentuk visi, misi, strategi dan program dalam

menyelenggarakan pengelolaan sekolah dan pembelajaran yang berbasis lingkungan dan

pembangunan berkelanjutan.

Oleh karena itu indikator keberhasilan program AGSI diukur melalui tiga komponen penentu

keberhasilan tersebut.

1) Indikator AGSI Untuk Level Sekolah

Pada level sekolah, terdapat 5 indikator yang digunakan dalam mengukur

keberhasilan pengimplementasian program AGSI, yaitu:

a. Manajemen sekolah

Manajemen Sekolah AGSI berlandaskan pada filosofi dan nilai-nilai pembangunan

berkelanjutan, yaitu:

Memiliki visi dan misi sekolah yang berbasis pembangunan berkelanjutan.

Memiliki kebijakan terkait dengan peningkatan kualitas guru yang mampu menjalankan

pembelajaran bermutu sesuai SNP.

Memiliki kebijakan pengelolaan sumberdaya di sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai

pembangunan berkelanjutan, misalnya penghematan energi, air, pengelolaan lingkungan,

dan kesehatan.

Memiliki kebijakan keuangan yang mendukung kegiatan peningkatan keterampilan

anggota sekolah terkait dengan 3 pilar pembangunan berkelanjutan.

Memiliki kebijakan sekolah terkait dengan pembentukan budi pekerti dan karakter

seluruh anggota sekolah misalnya dengan menegakkan disiplin, sopan santun, jujur, dan

saling menghargai.

b. Pembelajaran

Pengembangan pembelajaran yang dimaksud adalah dalam hal materi maupun proses

yang didasarkan pada prinsip pendidikan yang sesuai dengan kurikulum di Indonesia untuk

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

15

pembangunan berkelanjutan. Isu lingkungan, sosial/budaya dan ekonomi baik lokal, regional dan

global perlu untuk diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran melalui pendekatan tematik.

c. Kegiatan Ekstrakurikuler Berbasis Lingkungan

Kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan lingkungan berbasis partisipatif perlu

dikembangkan. Hal ini akan mendukung pengembangan pendidikan lingkungan hidup dan para

peserta didik pun akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan

oleh pihak luar sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler, sekolah juga dapat membangun

kerjasama yang baik dengan pemerintah, swasta maupun NGO dalam hal pengembangan

pendidikan lingkungan hidup.

d. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pengembangan SDM melalui pelatihan, workshop, kuliah umum yang diselenggarakan

oleh sekolah sendiri atau mengikuti berbagai program yang diselenggarakan institusi lain yang

dapat meningkatkan sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan dan pelestarian

lingkungan.

e. Pengembangan Pengelolaan Sekolah yang Ramah Lingkungan

Pengembangan sarana pendukung sekolah yang ramah lingkungan diantaranya adalah

pengembangan fungsi kualitas sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan

hidup, peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah,

termasuk fasilitas sanitasi dan kantin sekolah, peningkatan upaya penghematan energi, air, alat

tulis dan sebagainya, pengembangan sistem pengelolaan sampah dan pengembangan apotik

hidup, taman sekolah dan lain sebagainya.

2) Indikator AGSI Untuk Level Pemerintah

Pada level pemerintah, terdapat 5 indikator yang digunakan dalam mengukur

keberhasilan pelaksanaan Program AGSI yaitu:

a. Kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menciptakan sekolah

berwawasan lingkungan, yaitu sekolah yang memiliki visi, misi dankebijakan yang

mengintegrasikan seluruh proses pengelolaan sekolah dan pembelajaran dengan

lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

b. Promosi program AGSI ke seluruh wilayah dan sekolah.

c. Kebijakan pendanaan dan pembinaan sekolah yang menjalankan program AGSI.

d. Target capaian jumlah sekolah yang menjalankan program AGSI per tahun.

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

16

e. Adanya monitoring dan evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap sekolah yang

menjalankan program AGSI.

Pengembangan AGSI tentunya akan memberikan keuntungan yang tidak hanya dirasakan

oleh sekolah dan pemerintah, namun juga oleh masyarakat. Adapun keuntungan yang dimaksud

adalah sebagai berikut (KNIU, 2015):

1) Keuntungan Bagi Sekolah

1. Unsur lingkungan dan pembangunan berkelanjutan yang dimasukkan ke dalam

seluruh proses pembelajaran akan memperkaya substansi pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan tematik dan saintifik.

2. Menciptakan kebersamaan warga sekolah dan kondisi belajar mengajar yang lebih

nyaman dan kondusif.

3. Menjadi tempat pembelajaran tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang baik dan benar bagi warga sekolah dan masyarakat sekitar.

4. Meningkatkan kemampuan pengelolaan sekolah terutama dalam hal peningkatan

efisiensi penggunaan dana operasional sekolah melalui penghematan dan

pengurangan konsumsi dari berbagai sumber daya dan energi.

2) Keuntungan Bagi Pemerintah

1. Mendukung pencapaian standar kompetensi/ kompetensi dasar dan kompetensi

lulusan (SKL) pendidikan dasar secara nasional.

2. Meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui

kegiatan pengendalian pencemaran, kerusakan dan pelestarian fungsi lingkungan di

sekitar sekolah.

3. Sikap/perilaku, pengetahuan dan keterampilan pengelolaan dan pelestarian

lingkungan yang terbentuk akan menjamin keberlangsungan pembangunan di

Indonesia.

3) Keuntungan Bagi Masyarakat

1. Program Sekolah AGSI akan membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa

dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan oleh karena itu pengelolaan dan

pelestarian lingkungan di level masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat akan

lebih mudah dilakukan.

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

17

2. Pogram AGSI dijalankan dengan konsep partisipatif dimana seluruh pemangku

kepentingan sekolah terlibat maka lingkungan tempat tinggal yang berada di sekitar

sekolah akan lebih terjaga dan terkelola dengan lebih baik.

Pengimplementasian AGSI dilakukan oleh seluruh anggota sekolah, yaitu kepala sekolah,

guru, tenaga kependidikan sesuai dengan tugas masing-masing, siswa dan pemangku

kepentingan lainnya. Bentuk struktur organisasi pengelola AGSI dapat dilihat pada bagan di

bawah ini:

Bagan 2.2.2

Sumber: Guideline Adiwiyata Green School Indonesia (2015)

1. Penanggung Jawab AGSI

Kepala Sekolah merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam keseluruhan

program. Perannya adalah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan sekaligus

sebagai pembina atau penasehat. Penanggung jawab juga bertugas

mengkoordinasikan program AGSI dengan seluruh stakeholder yang terlibat, baik

dalam internal sekolah maupun eksternal seperti instansi/ dinas terkait dan pihak

swasta.

2. Koordinator Pelaksana AGSI

Koordinator pelaksana AGSI adalah guru yang ditunjuk dan diberi tugas sebagai

koordinator seluruh kegiatan mulai dari perencanaan dan pelaksana program

termasuk kegiatan ekstrakurikuler yang terkait dengan AGSI serta melakukan

PENANGGUNGJAWAB

KEPALA SEKOLAH

PELAKSANA

PEMBELAJARAN

GURU

KOORDINATOR

PELAKSANA AGSI

GURU TERPILIH

ADMINISTRATOR

TENAGA KEPENDIDIKAN

SISWA PENGGERAK

Page 18: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

18

evaluasi terhadap pelaksanaan AGSI. Koordinator Pelaksanan AGSI bertugas

menggerakkan seluruh anggota sekolah untuk terlibat secara aktif dalam pelaksanaan

program AGSI.Koordinator Pelaksana AGSI dipilih oleh warga sekolah melalui rapat

sekolah.

3. Pelaksana Pembelajaran

Pelaksana proses pembelajaran adalah tenaga pendidik/ guru bertugas

mengimplementasikan integrasi AGSI dalam proses pembelajaran. Dalam

pelaksanaannya guru harus membuat perencanaan RPP (Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran), melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah

dibuat dan melaksanakan evaluasi terhadap proses pembelajaran. Guru juga bertugas

mendampingi siswa melaksanakan kegiatan AGSI dalam kegiatan sehari-hari di

sekolah. Peran guru adalah memastikan jika integrasi isu pembangunan berkelanjutan

ke dalam proses pembelajaran cukup efektif membentuk pemahaman siswa,

keterampilan dan sikap siwa yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

4. Siswa Penggerak

Siswa adalah komponen utama yang akan menjalankan program AGSI dibawah

pengawasan guru dan penanggung jawab. Untuk menggerakkan seluruh siswa

dibutuhkan keberadaan kelompok siswa aktif atau siswa penggerak yang bertanggung

jawab secara langsung dalam pelaksanaan program AGSI. Siswa penggerak tersebut

bertugas mensosialisasikan program AGSI yang sedang dijalankan sekolah kepada

seluruh siswa dan mengkoordinir teman-temannya untuk turut berpartisipasi secara

aktif menjalankan program AGSI.

5. Tenaga Kependidikan (Karyawan/staf)

Selain proses implementasi program, juga diperlukan penyelesaian secara

administratif untuk kelancaran program. Dalam hal ini partisipasi aktif tenaga

kependidikan sangat diperlukan. Seluruh siswa memiliki kewajiban untuk

menjalankan program lingkungan yang diberlakukan sekolah.

Prinsip pembelajaran AGSI dikembangkan berdasarkan Kurikulum 2013 untuk

sekolah dasar yaitu (KNIU, 2015):

1. Berpusat pada peserta didik dimana pengembangan kompetensi peserta didik

disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan

Page 19: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

19

peserta didik serta tuntutan lingkungan. Siswa diberi kebebasan dalam

mengkonstruksikan pemikiran, pengembangan konsep dan temuan. Siswa

dibiasakan mengatur dirinya untuk mendapatkan fakta-fakta yang terjadi.

Guru hanya sebagai fasilitator, waktu belajar didominasi oleh siswa, guru

mendorong siswa untuk aktif, bertanggung jawab dalam proses-proses

penemuan pembelajaran mereka sendiri.

2. Pendidikan yang interdisiplin dan holistik, pendidikan pembangunan

berkelanjutan ada di berbagai mata pelajaran, tidak hanya ada di satu subjek.

Program AGSI di sekolah dapat didekati dalam berbagai disiplin ilmu atau

dipandang sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri, sehingga dalam pelaksanaan

di sekolah, baik dipandang sebagai multidisiplin maupun monodisiplin ilmu,

metode dan pendekatan yang digunakan dapat bersifat integratif atau

monolitik.

3. Pendidikan yang menggunakan pendekatan beragam metode demokratis;

beragam metode demokratis seperti seni drama, debat, brainstorming, FGD

dan beragam metode lainnya. Fasilitator dan peserta didik bekerja dan

bermain bersama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran.

4. Berpikir mendalam (reflection) melalui mendengarkan, berbicara, menulis,

dan kreativitas seni yang merupakan alat penting dalam proses berpikir

mendalam.

5. Pendidikan dalam beragam perspektif yang berbeda, yaitu perspektif etis,

historis dan internasional. Beragam cara pandang tersebut dapat saling

bertentangan atau saling melengkapi.

6. Pendidikan yang mengedepankan pendekatan kultur lokal, isu lokal di

samping isu global dan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh

semua pihak.

7. Pendidikan lingkungan hidup dalam program AGSI dengan pendekatan

integratif. Dalam pendekatan ini, materi yang dipelajari oleh peserta didik

diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan pada kurikulum yang

berlaku. Dengan pendekatan ini, maka diperlukan dukungan strategis maupun

Page 20: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

20

dukungan teknis dari lembaga terkait baik pada tingkat penyusun kebijakan

maupun pada tingkat pelaksana.

2.3 Kerangka Berpikir

2.4 Penelitian Terdahulu

Pembahasan mengenai implementasi sebuah program tentunya bukan hal baru karena

telah ada penelitian terdahulu yang ditulis oleh beberapa orang.

Pada penelitian skripsi milik Pradita tahun 2016, mahasiswi Fakultas Ilmu Pendidikan,

Universitas Negeri Yogyakarta, ia membahas “Implementasi Program Sekolah Sehat di SD N

Tegalrejo 1 Yogyakarta”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif

dan menggunakan data primer dan sekunder yang kemudian dianalisis dengan teori implementasi

kebijakan. Hasilnya adalah program Sekolah Sehat di SD N Tegalrejo 1 Yogyakarta merupakan

kebijakan dari UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), dalam pembinaan dan pengembangan UKS di

Sekolah SD N Tegalrejo 1 berpedoman pada Trias UKS yaitu Pendidikan Kesehatan, Pelayanan

Kesehatan dan Pembinaan Lingkungan. Pelaksanaan program telah didukung dengan komunikasi

UNESCO Indonesia

KNIU

AGSI

Implementasi AGSI pada

lima sekolah dasar di

Mataram tahun 2014-2016

- Teori Liberalisme

Institusional

- Pilar-pilar pendidikan

UNESCO

Page 21: Bab II Tinjauan Pustaka - UKSW · 2020. 1. 22. · 1 Bab II Tinjauan Pustaka . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Liberalisme Institusionalisme . Liberalisme dalam Hubungan Internasional

21

dari komponen internal dan eksternal, sumber daya manusia yang sejalan dengan program,

sumber keuangan yang berasal dari berbagai sumber, komitmen dari seluruh pihak dan struktur

birokrasi yang sudah baku sesuai dengan TPU UKS. Faktor pendukung dalam hal ini adalah

komitmen dan dukungan dari seluruh pihak. Sedangkan faktor penghambatnya adalah kesadaran

orang tua/masyarakat tentang peraturan tata tertib sekolah masih kurang, kesadaran siswa tentang

makanan sehat masih kurang, serta adanya keterbatasan waktu dari petugas puskesmas untuk

mensosialisasikan/membimbing siswa tentang pendidikan kesehatan.

Penelitian kedua diambil dari artikel pada sebuah jurnal yang ditulis oleh Rahmah,

Indradi, dan Riyanto pada tahun 2014. Ketiganya merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu

Administrasi, Universitas Brawijaya yang membahas “Implementasi Program Sekolah

Adiwiyata (Studi Pada SDN Manukan Kulon III/540 Kota Surabaya)”. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dan menggunakan data primer dan sekunder

yang dianalisis dengan konsep administrasi pendidikan dan kebijakan publik, dan teori

implementasi kebijakan. Hasilnya adalah kebijakan tentang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang dibuat pemerintah melalui pendidikan akan terlaksana dengan baik dan

mencapai penghargaan Adiwiyata. Akan tetapi dalam penerapan program sekolah Adiwiyata

SDN Manukan Kulon III/540 mengalami hambatan yang mana kurang kompak antar guru dalam

menjalankan kegiatan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup serta adanya tahap

renovasi yang merusak sebagian hasil dari kegiatan pengelolaan dan perlindungan lingkungan

hidup.

Penelitian yang akan peneliti lakukan memiliki kesamaan dengan dua penelitian di atas,

yakni dalam hal jenis penelitian dan jenis data. Akan tetapi dari segi pembahasan tentunya

berbeda karena peneliti akan membahas “Implementasi AGSI (Adiwiyata Green School of

Indonesia) dalam Pendidikan Anak Sekolah Dasar di Mataram Pada Tahun 2014-2016”. Adapun

perbedaan lainnya adalah batasan wilayah serta penggunaan teori. Implementasi AGSI yang

tidak lepas dari peran KNIU di dalamnya akan dianalisis menggunakan teori liberalisme

institusional. Selanjutnya, pilar-pilar pendidikan UNESCO akan digunakan untuk menjelaskan

dampak dan efektivitas AGSI.