liberalisme dan nasionalisme

35
LIBERALISME DAN NASIONALISME A. Liberalisme Liberalisme atau liberal merupakan sebuah paham, ideology, pandangan filsafat dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai-nilai poitik yang utama. Kebebasan adalah tujuan tersendiri oleh kaum liberalis,karena diasumsikan tanpa kebesan manusia tidak dapat hidup dan masyarakat tidak akan dapat berfungsi arena itu gagasan kebebaan di setiap masa dan tempat selalu memainkan peran. Tradisi-tradisi hukum alam di jaman kuno dan abad pertengahan pun telah menuntut ruang kebebasan yang terjamin dari cengkeraman kekuasaan yang masih mengutamakan masyarakat di atas individu. Baru di era Aufklärung (jaman pencerahan), kebebasan individu menjadi premis yang dapat melegitimasi tatanan hukum dengan sebenarnya. Dalam bukunya “Two Treatises on Government” (1690) John Locke pernahmerumuskan bahwa manusia adalah miliknya sendiri. Negara didasari pada suatu perjanjian yang dijalani manusia dalam rangka melindungi hak-hak mereka atas kebebasan. Menurut Karl Popper 1956 bahwa asas liberalsime menuntut agar pembatasan-pembatasan terhadap kebesan individu yang tak terhindari adanya pergaulan social sedapat mungkin.. dikurangi. Gagasan ini memiliki intisasi yang

Upload: novi-hendra

Post on 10-May-2015

7.912 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

Oleh Novi Hendra S. IP ([email protected])

TRANSCRIPT

Page 1: Liberalisme dan nasionalisme

LIBERALISME DAN NASIONALISME

A. Liberalisme

Liberalisme atau liberal merupakan sebuah paham, ideology, pandangan filsafat dan

tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai-nilai

poitik yang utama. Kebebasan adalah tujuan tersendiri oleh kaum liberalis,karena

diasumsikan tanpa kebesan manusia tidak dapat hidup dan masyarakat tidak akan dapat

berfungsi arena itu gagasan kebebaan di setiap masa dan tempat selalu memainkan peran.

Tradisi-tradisi hukum alam di jaman kuno dan abad pertengahan pun telah menuntut

ruang kebebasan yang terjamin dari cengkeraman kekuasaan yang masih mengutamakan 

masyarakat di atas individu.

Baru di era Aufklärung (jaman pencerahan), kebebasan individu menjadi premis

yang dapat melegitimasi tatanan hukum dengan sebenarnya. Dalam bukunya “Two

Treatises on Government” (1690) John Locke pernahmerumuskan bahwa manusia adalah

miliknya sendiri. Negara didasari pada suatu perjanjian yang dijalani manusia dalam

rangka melindungi hak-hak mereka atas kebebasan.

Menurut Karl Popper 1956 bahwa asas liberalsime menuntut agar pembatasan-

pembatasan terhadap kebesan individu yang tak terhindari adanya pergaulan social

sedapat mungkin.. dikurangi. Gagasan ini memiliki intisasi yang melahirkan teori-teori

politik diataranya poin intisari tersebut adalah :

Pertama tidakan pemerintah yang aktifitas dan wewenang kekuasannya harus

terikat akan terjaminnya hak-hak kebebasan yang menciptakan Negara hukum yang

menjadi cirri khas liberalism politis seperti yang dicanangkan oleh John Locke. Kedua,

tentang ekonomi pasar, dengan asumsi bahwa kebebasan adalah jalan terbaik menuju

kesejahteraan bagi semua pihak yang disokong oleh ahli ekonomi iberal seperti Adam

Smith.

Ketiga, perdamaian. Kaum liberalism memandang perdamaian tidak hanya untuk

kedaimain batin melainkan juga perdamaian lahir yang menciptakan asumsi bahwa

penkatan terhadap perdamain merupakan suatu pelanggaran besar seperti pererangan dan

Page 2: Liberalisme dan nasionalisme

untuk mengatasi dan melawannya adalah dengan merumuskan dan menjalankan kembali

arti dar kebebasan. Dan oleh karena kebebasan beraksi, batas-batas yang terbuka dan

perdagangan bebas merupakan bagian dari tuntutan dasar liberal.

Melihat pada perkembangan bangsa Indonesia yang terpengaruh oleh paham

liberal dengan berbagai kebijakan deregulasi perbankan dan keuangan di awal tahun

1980-an adalah awal dari liberalisme ekonomi dan dominasi paham neo-liberal di antara

para ekonom. Sejak itu berbagai kebijakan, peraturan, dan tindakan pemerintah adalah

untuk melayani kepentingan korporasi, yang pada masa itu adalah para konglomerat Orde

Baru, keluarga Suharto dan TNC yang digandengnya.

Dengan liberalisme itu, mereka menjarah berbagai asset dan sumberdaya nasional

untuk memenuhi kepentingan keserakahan modal dan kehidupan serba mewah mereka.

Globalisasi melestarikan kompradorisme (kaki tangan dan kepanjangan tangan

kapitalisme internasional), tetapi sekaligus juga hendak menancapkan kukunya lebih

dalam lagi guna menguasai secara total perekonomian nasional suatu negara.

Pada intinya adalah menghancurkan kedaulatan nasional. Kaum komprador yang

terlalu berkuasa secara nasional juga tidak mereka sukai, seperti kerajaan bisnis Suharto

serta kroni-kroni konglomeratnya, karena seringkali mampu menghalang-halangi

kepentingan kapital global untuk kepentingan mereka sendiri yang mengganggu

mekanisme pasar. Yang mereka inginkan sekarang adalah dominasi sepenuhnya,

mekanisme pasar sepenuhnya, dan kontrol hukum sepenuhnya.

Kita bisa mencatat banyak kejadian kasus globalisasi yang kemudiannya telah

menghancurkan dan mengorbankan Indonesia, baik dari segi kedaulatan nasional,

kedaulatan hukum, dan korban berjuta-juta rakyat Indonesia memasuki masa depan yang

gelap. Krisis yang terus berlanjut hingga kini adalah gambaran bahwa Indonesia

merupakan korban terparah globalisasi. Ini yang tidak mau diakui oleh IMF, Bank Dunia

dan para ekonom neo-liberal, yang selalu menyalahkannya kepada pemerintah dan negara

bersangkutan, baik dari segi KKN, korupsi, bad-governance dan lainnya; karena hendak

menutupi kepentingan mereka yang sebenarnya.

Penanganan masalah sosial masih belum menyentuh persoalan mendasar.

Program-program jaminan sosial masih bersifat parsial dan karitatif serta belum didukung

Page 3: Liberalisme dan nasionalisme

oleh kebijakan sosial yang mengikat. Orang miskin dan PMKS masih dipandang sebagai

sampah pembangunan yang harus dibersihkan. Kalaupun di bantu, baru sebatas bantuan

uang, barang, pakaian atau mie instant berdasarkan prinsip belas kasihan, tanpa konsep

dan visi yang jelas. 

Bahkan kini terdapat kecenderungan, pemerintah semakin enggan terlibat

mengurusi permasalahan sosial. Dengan menguatnya ide liberalisme dan kapitalisme,

pemerintah lebih tertarik pada bagaimana memacu pertumbuhan ekonomi setinggi-

tingginya, termasuk menarik pajak dari rakyat sebesar-besarnya. Sedangkan

tanggungjawab menangani masalah sosial dan memberikan jaminan sosial diserahkan

sepenuhnya kepada masyarakat. 

Bila Indonesia dewasa ini hendak melakukan liberalisasi dan privatisasi ekonomi

yang berporos pada ideologi kapitalisme, Indonesia bisa menimba pengalaman dari

negara-negara maju ketika mereka memanusiawikan kapitalisme. Kemiskinan dan

kesenjangan sosial ditanggulangi oleh berbagai skim jaminan sosial yang benar-benar

dapat dirasakan manfaatnya secara nyata terutama oleh masyarakat kelas bawah. 

Karena ketidaksempurnaan mekanisme pasar ini, peranan pemerintah banyak

ditampilkan pada fungsinya sebagai agent of economic and social development. Artinya,

pemerintah tidak hanya bertugas mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan juga

memperluas distribusi ekonomi melalui pengalokasian public expenditure dalam APBN

dan kebijakan publik yang mengikat. Selain dalam policy pengelolaan nation-state-nya

pemerintah memberi penghargaan terhadap pelaku ekonomi yang produktif, ia juga

menyediakan alokasi dana dan daya untuk menjamin pemerataan dan kompensasi bagi

mereka yang tercecer dari persaingan pembangunan.

B. Nasionalisme

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan

kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu

konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.Para nasionalis menganggap negara

adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari

Page 4: Liberalisme dan nasionalisme

teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran

politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.

Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai

merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah

tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan

dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan

menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah

dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman

pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila

suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah

kekuatan ini.

Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan

ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang

dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka

kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan

sebagainya

Sedangkan arti Nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran

nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk

merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk

membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.

Kita sebagai warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai

bangsa dan negara Indonesia. Kebanggaan dan kecintaan kita terhadap bangsa dan negara

tidak berarti kita merasa lebih hebat dan lebih unggul daripada bangsa dan negara lain.

Kita tidak boleh memiliki semangat nasionalisme yang berlebihan (chauvinisme) tetapi

kita harus mengembangkan sikap saling menghormati, menghargai dan bekerja sama

dengan bangsa-bangsa lain. Jadi Nasionalisme dapat diartikan:

Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya

sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap

Page 5: Liberalisme dan nasionalisme

seperti ini jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain.

Keadaan seperti ini sering disebut chauvinisme.

Sedang dalam arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta

yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain

HUBUNGAN LIBERALISME DENGAN NASIONALISME

Sulit tentunya untuk menciptakan Negara yang memiliki nilai luhur, yakni

menciptakan perdamaian, keadilan serta merealisasikan good governence. Dalam upaya

meningkatkan terciptanya perdamaian (peace building) dan pencegahan terjadinya

konflik (conflict prevention), adalah tugas semua elemen baik pemerintah ataupun

masyarakat sipil.

Ahir – akhir ini banyak terjadi ketegangan social yang lama terpendam kemudian

dimunculkan diberbagai tempat atau daerah, melihat fenomena yang terjadi masyarakat

Indonesia yang seharusnya berdampingan malah melahirkan pertengkaran antar suku,

agama, supporter dan banyak lagi. Perlu di ingat bahwa salah satu yang menyebabkan

kekerasan di nusantara terjadi semenjak rezim Orde Baru. Akibat kurang stabilnya

pemerintah, yang terdesak oleh hutang Negara yang semakin membengkak dan tuntutan

reformasi akibat krisis multidimensi pada saat itu.

Karena bagaimanapun juga liberalisme merupakan factor keutamaan dalam

religius, artinya dengan menentang klaim kebenaran eklusif akan menyempitkan pola

fikir manusia itu sendiri melalui kebenaran mutlaknya, sebab manusia secara otonom

harus menentukan sikap dan tindakannya sesuai dengan tuntutan akal budi. Dan

liberalisme menjunjung tinggi toleransi serta memperjuangkan ruang seluas – luasnya

bagi kebebasan individu baik itu menyangkut HAM, kebebasan PERS dan menyatakan

pendapat, serta berserikat.

Dalam kancah politik liberalisme memiliki tujuan mulia, seperti ikut serta

mewujudkan Negara hukum, yang berdasarkan konstitusi, dan menyamakan semua

individu dihadapan hukum tanpa ada “frivilese feudal” dan prinsip legalitas administrasi

Negara, serta mengutuk hukuman yang kejam.

Page 6: Liberalisme dan nasionalisme

Seperti halnya sebuah sistem pemerintahan dan politik, sebuah sistem ekonomi

pastilah didasarkan atas pemikiran atau aliran filsafat tertentu. Demikian pula halnya

dengan dua sistem ekonomi yang sedang diperdebatkan dengan hangatnya sekarang ini di

negeri kita, yaitu liberalisme dan ekonomi kerakyatan (nasionalisme). Karena itu

keduanya tidak saja dapat diperdebatkan dari perspektif ilmu ekonomi, tetapi juga dari

perspektif sejarah pemikiran atau filsafat sebagaimana akan saya coba lakukan sejauh

kemampuan saya.

Aliran pertama lazim disamakan dengan sistem ekonomi pasar bebas liberal dan

berakar dari perpaduan pemikiran sosial, politik dan ekonomi, serta anthropologi falsafah

seperti liberalisme, utilitarianisme, individualisme, materialisme, kapitalisme, hedonisme,

dan lain sebagainya. Yang kedua lahir dari paham seperti altruisme, kolektivisme, dan

sosialisme, baik sosialisme bercorak secular maupun keagamaan.

Ekonomi kerakyatan dipandang sebagai sistem yang sesuai dengan semangat

UUD 45, baik sebelum maupun sesudah diamandemen. Karena itu sering dihubungkan

apa yang disebut sebagai Ekonomi Konstitusi. Mohamad Hatta (1959) menyebutnya

sebagai Ekonomi Terpimpin. Dalam perkataan ‘kerakyatan’ itu tersimpul dasar keadilan

sosial atau demokratis, yaitu satu untuk semua, semua untuk satu, dan semua untuk

semua (Hadori Junus, dalam Mubyarto 1980). Dalam sistem ini dikehendaki produksi

dikerjakan untuk kepentingan bersama dan secara bersama-sama pula, melalui koperasi,

dengan pengawasan masyarakat secara terpimpin.

Tetapi malang, sistem yang dipandang berpihak kepada rakyat ini tidak

dilaksanakan dengan baik sebagaimana terbukti dengan mandegnya perkembangan

koperasi. Sarjana-sarjana ekonomi mencari sumber kegagalannya pada strategi

pembangunan ekonomi yang cenderung bersifat liberal-materialistis, terutama yang

dijalankan pada masa pemerintahan Orde Baru. Menurut Mubyarto (1980) sistem yang

tersimpul dalam kebijakan pembangunan Orde Baru tidak sesuai dengan GBHN, sebab

dalam GBHN jelas sekali ciri-ciri negatif dari sistem ekonomi liberal ditolak seperti

misalnya free-fight liberalism, etatisme dan kecenderungan monopoli serta oligopoli. Di

bawah strategi pembangunan seperti itu, yang kelak memberi jalan lempang bagi neo-

Page 7: Liberalisme dan nasionalisme

liberalisme, bangsa Indonesia menderita dan lumpuh, serta akhirnya jatuh ke tangan

eksploitasi asing. Dampak dahsyatnya pula tidak kalah sangat dirasakan secara cultural,

berupa suburnya pola dan gaya hidup konsumtif dan hedonis.

Bersumber dari pemikiran Adam Smith, pada akhir abad ke-18 bersamaan dengan

berkobarnya Revolusi Perancis dan lahirnya Revolusi Industri di Inggeris, lahir pula dua

aliran pemikiran yang dominan. Yaitu individualisme di bidang hukum dan anthropologi

filsafat, dan ide pasar terbuka yang berkaitan dengan perkembangan industri. Menurut

paham inidividualisme, manusia yang lahir dengan bawaan bebas dan hidup bebas, tidak

boleh dikekang kebebasannya. Paham ini sangat dominant pada abad ke-20 dalam

kehidupan politik, ekoomi, dan seni.

Ekonomi Kerakyatan dan Terpimpin

Semangat UUD 45 cenderung ke sosialisme religius. Ini dapat dilihat pada pasal 33 dasar

konstitusi negara kita tersebut. Sistem ekonomi kerakyatan atau terpimpin adalah

pengejawantahannya. Ia juga sejalan dengan cita-cita nasionalisme Indonesia

sebagaimana diyakini para pendiri negara ini. Ia, nasionalisme kita, lahir pada awal abad

ke-20 sebagai bentuk perlawanan atau penentangan terhadap kolonialisme dan

imperialisme yang dilakukan negara kapitalis.

Dalam kolonialisme terkandung tiga hal:

1. Politik dominasi dan hegemoni;

2. Eksploitasi ekonomi;

3. Penetrasi budaya.

Karena itu nasionalisme Indonesia mengandung juga tiga aspek penting yang

berlawanan:

1. Aspek politik. Nasionalisme Indonesia bertujuan menghilangkan dominasi politik

bangsa asing dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang

berkedaulatan rakyat

Page 8: Liberalisme dan nasionalisme

2. Aspek sosial ekonomi. Nasionalisme Indonesia muncul untuk menghentikan

eksploitasi ekonomi asing dan membangun masyarakat baru yang mandiri dan

kreatif;

3. Aspek budaya. Nasionalisme Indonesia bertujuan menghidupkan kembali

kepribadian bangsa yang harus diselaraskan dengan perubahan zaman.

Sistem ekonomi yang sesuai dengan jiwa nasionalisme Indonesia ialah ekonomi

kerakyatan yang oleh Bung Hatta disebut ekonomi terpimpin. Ada pula yang

menyebutnya sebagai Ekonomi Kesejahtaraan yang merupakan percampuran kapitalisme

dan sosialisme. Menurut Bung Hatta, ekonomi terpimpin merupakan konsekwensi dari

nasionalisme Indonesia yang timbul sebagai perlawanan menentang kolonialisme dan

imperialisme. Dalam menancapkan kekuasaannya pemerintah kolonial menggunakan

sistem kapitalisme perdagangan yang eksploitatif dan menjadikan negeri ini sebagai

perkebunan raksasa. Dengan itu rakyat Indonesia dieksplotasi sebagai buruh perkebunan

dengan gaji rendah, sedangkan pemerintah Belanda memperoleh keuntungan yang besar.

Ekonomi terpimpin adalah juga lawan dari ekonomi liberal yang melahirkan

sistem kapitalisme. Ekonomi liberal menghendaki pemerintah tidak campur tanganm

dalam perekonomian rakyat dengan membuat peraturan-peraturan ketat (regulasi) yang

membatasi gerak bebas pasar. Ekonomi terpimpin adalah sebaliknya. Pemerintah harus

aktif bertindak dan memberlakukan peraturan terhadap perkembanan ekonomi dalam

masyarakat agar rakyat tidak dieksploitasi, harga tidak dipermainkan dan dengan

demikian tercapai keadilan sosial.

Alasan mengapa ekonomi terpimpin dipandang sesuai dengan cita-cita

nasionalisme Indonesia ialah: Karena membiarkan perekonomian berjalan menurut

permainan bebas dari tenaga-tenaga masyarakat berarti membiarkan yang lemah menjadi

makanan yang kuat. Ekonomi liberal bercita-cita memberikan kemakmuran dan

kemerdekaan bagi semua orang, tetapi hasilnya menimbulkan pertentangan dan

kesengsaraan. Yang kaya bertambah kaya, yang miskin bertambah melarat. Sebab

kebebasan atau liberalisme yang disandang oleh sistem itu dalam kenyataan hanya

dimiliki ioleh segolongan kecil orang (yaitu pemilik modal atau kapital) dan kepada

Page 9: Liberalisme dan nasionalisme

mereka yang segelintir itu sajalah keuntungan dan kemakmuran berpihak, bukan kepada

rakyat banyak.

Tetapi dalam sistem ekonomi terpimpin itu tedapat banyak aliran. Antara lain:

1. Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme;

2. Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi;

3. Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme;

4. Ekonomi Terpimpin menurut paham Kristen Sosialis;

5. Ekonomi Terpimpin berdasar ajaran Islam;

6. Ekonomi Terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.

Semua aliran ekonomi terpimpin ini menentang dasar-dasar individualisme, yang

meletakkan buruk baik nasib masyarakat di tangan orang-orang yang mengemudikan

kehidupan dan tindakan ekonomi. Ekonomi liberal berdasarkan pada individualisme.

Individu (baca kepentingan individu) didahulukan dari masyarakat. Tetapi ekonomi

terpimpin mendahulukan masyarakat dari individu. Sekalipun demikian di antara paham-

paham ekonomi terpimpin itu ada yang menolak kolektivisme, karena bagi mereka

kolektivisme sebenarnya hanya berlaku dalam ideologi komunisme dan sosialisme.

Tetapi terdapat persamaan pula dari sistem ekonomi terpimpin yang berbeda-beda

itu, yaitu dalam hal menentang individualism an dalam hal pemberian tempat yang

istimewa kepada pemerintah untuk mengatur dan memimpin perekonomian negara.

Perbedaan antara sistem-sistem itu berkenaan dengan seberapa besar campur tangan

kekuasaan publik dan bagaimana coraknya campur tangan itu dalam perekonomian

individu dan masyarakat. Ideologi komunisme menghendaki campur tangan besar dan

menyeluruh dari pemerintah atau negara, sehingga individu ditindas. Sistem ekonomi

kpmunis bersifat totaliter, dikuasai oleh negara.

Tetapi ekonomi terpimpin yang lebih sesuai dalam konteks nasionalisme

Indonesia ialah ekonomi bercorak sosialis, yang berkehendak melaksanakan cita-cita

demokrasi ekonomi. Dengan diimbangi demokrasi ekonomi, maka sifat individualistis

dari demokrasi liberal dapat dikurangi. Di dalamnya campur tangan negara terbatas dan

Page 10: Liberalisme dan nasionalisme

peranan individu tidak sepenuhnya dimusnahkan, hanya saja gerak mereka dibatasi dan

diatur demi melindungi kepentingan masyarakat. Bung Hatta bertolak dari pemikiran

Lerner, penulis buku The Economics of Control (1919). Unsur-unsur ekonomi kapitalis

dan kolektif digabungkan ke dalamnya, menjadi sistem yang disebut “Welfare

economics” atau ekonomi kemakmuran

Dalam sistem tersebut tiga hal yang harus dilaksanakan: Pertama, segala sumber

perekonomian yang ada harus dikerjakan supaya semua orang memperoleh pekerjaan;

kedua, melaksanakan pembagian pendapatan yang adil, agar perbedaan atau jurang besar

dalam pendapatan dan kekayaan antara yang kaya dan yang miskin dikurangi; ketiga,

menghapuskan monopoli dan oligapoli dalam perekonomian, sebab keduanya melahirkan

eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar pula.

kedua paham ini sering betentangan dikarenakan tidak adanya keseimbangan

pemikiran dalam tujuannya . nasionalsime yang lebih mngarah kebebasan dalam rasa

persatuan dikekangai leh liberalism yang merujuk pada kebebsan indivudu dengan

mengindahkan kepentingan yang lain termasuk mengindahkan nasionalisme yang ada.

Kaum liberalism memandang perdamaian tidak hanya untuk kedaimain batin

melainkan juga perdamaian lahir yang menciptakan asumsi bahwa penkatan terhadap

perdamain merupakan suatu pelanggaran besar seperti pererangan dan untuk mengatasi

dan melawannya adalah dengan merumuskan dan menjalankan kembali arti dar

kebebasan. Dan oleh karena kebebasan beraksi, batas-batas yang terbuka dan

perdagangan bebas merupakan bagian dari tuntutan dasar liberal. Begitupun dengan

nasionalisme yang tidak menginginkan dany peperangan dan dengan naionalsimelah

pererangan dan ketegangan dapat dihentikan.

Oleh karena itu muncul ketegangan antara nasionalsime denan liberalism dalam

hal apapun termasuk dalam pemerintahan. Dimana penganruh liberalism dalam

pemerintahan akn mengahamcurkan rasa nasionalsime. Dan kedua paham ini tidak dapat

dijalankan dalam suatu pemerintahan baik itu dalam penyelenggaran ataupun penyaluran

dala sebuah kebijakan public Indonesia.

Page 11: Liberalisme dan nasionalisme

Dan ketegangan hubungan ini dapt dilihat dengan tidak adanya jalan yang diambil

pemerintah dalam penyelesaiannya, baik itu pada masa orde lama, orde abru, dan

reformasi. Baik nasionalsimeyang sedang berkuasa ataupun liberalism yang edang

dijlankan yang merasuk didalam pemrintahan.

KEBIJAKAN PUBLIK MASA 1987-1992

Masa ini dapat disebut dengan masa orde lama dimana Kebijakan public pada

masa orde lama mengarah pada rasa nasionalis. Hal ini dikarenakan bahwa rasa

kebersamaan setelah kemerdekaan masih membaur dalam kehidupan berkebangsaaan dan

program serta kebijakan yang dikeluarkan pada masa itu cenderung menuntut untuk

menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa. Konsep liberalism dan kolonialisme serta

hadirnya komunisme dihapuskan disetiap tatanan pemerintahan, agar dalam

mengeluarkan suatu kebijakan tidak berbau cara yang merujuk pada hilangnya rasa

nasionalsime.

Adanya kebijakan public yang berdasarkan pada nasiolasime akan akan

menciptakan politik kebangsaan yang lahir sebagai senjata dari pemerintah untuk

memastikan terwujudnya kesejahteraan rakyat. Nasionalisme politik adalah visi dan

kemakmuran rakyat sebagai misi yang harus diwujudkan. Pemerintah perlu menguatkan

kembali komitmen untuk menata kebijakan ekonomi demi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat Indonesia.

Wujud dari nasionalisme politik pemerintah butuh keberpihakan yang konkret

terhadap pengurangan kemiskinan, memberantas hangus proses pemiskinan yang

berlangsung sistemik, membuka lapangan kerja seluas-luasnya serta membangun kembali

ekonomi rakyat yang berbasis pada sumber daya alam yang tersedia.

Meminjam istilah Bung Karno membangun bangsa dengan memikul natuur dan

terpikul natuur. Pembangunan dan pertumbuhan haruslah sepadan dengan ketersediaan

sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia sendiri. Pemerintah harus

dipercaya rakyat dan memiliki wibawa di tengah pergaulan internasional.

Kepercayaan rakyat adalah realita obyektif untuk memperoleh elektabiltas yang

substansial. Kewibawaan pemerintah di mata internasional pun sesuatu yang obyektif

Page 12: Liberalisme dan nasionalisme

untuk ber-interaksi dan membangun pakta-pakta kerja sama bilateral maupun

multilateral. Karena tak kan bisa lagi suatu bangsa bisa bangga dengan eksklusivisme dan

politik isolasi. Tapi, juga jangan pernah menjadi bangsa pembebek, epigon. Bangsa yang

hanya bisa jadi muntahan pasar tanpa memiliki daya saing dan produk unggulan untuk

berkompetis

Kegiatan perekonomian lebih berbasis pada ekonomi kerakyatan sehingga

campurtangan liberalis tidak mampu mempengaruhi pemerintah. Konsep dasar

pemerintahan adalah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi harapan dan kebutuhan

rakyat. Upaya-upaya tersebut berkaitan dengan manajemen dan politik yang diterapkan

oleh kepala pemerintahan. Pendekatan manajemen dijalankan agar implementasi itu

berlangsung secara sistematis. Pendekatan politik digunakan untuk menciptakan

dukungan yang lebih banyak dari wakil-wakil rakyat terhadap suatu kebijakan yang

diperuntukan bagi rakyat. Perpaduan keduanya merupakan sebuah “seni” dalam

memimpin suatu organisasi.

Apabila kita cermati kebijakan publik merupakan keniscayaan pemerintahan yang

dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemerintah menghipun sumber daya finansial dari

pajak yang berhubungan dengan kepentingan dan aktivitas rakyat. Oleh karena rakyat

memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk memamaj pemerintahan maka ia

harus menjalankan pemerintahan untuk kepentingan rakyat.

Persoalannya, formasi dan implementasi kebijakan publik itu kerap kurang

dipahami secara utuh oleh rakyatnya. Pemerintahan yang dijalankan oleh orang yang

tidak amanah cenderung membohongi rakyat karena dianggapnya rakyat tidak tahu. Oleh

karena itu, tampaknya diperlukan serangkaian strategi untuk mengawal formulasi dan

implementasi kebijakan publik tersebut, terutama di era trasfaransi seperti sekarang ini.

Pembohongan terhadap rakyat sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Untuk

itulah, rakyat harus cerdas dalam mencermati persoalan pemerintahan dengan menata dan

mendorong penerapan strategi untuk mengawal formaulasi dan implementasi kebijakan

publik.

Kebijakan publik di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Dari kebijakan yang dilakukan secara sentralistik berubah menjadi desentralistik, dari

kewenangan pusat menjadi kewenangan daerah otonom, dari semula masyarakat hanya

Page 13: Liberalisme dan nasionalisme

dianggap sebagai pengguna berubah menjadi pengontrol dan pengawas. Dari

penyeragaman berubah menjadi keberagaman berdasarkan kerangka dasar yang

ditetapkan.

Kebijakan sentralistik dialami dalam tiga periode, yaitu pada masa Orde Lama,

Masa Orde Baru, dan Masa Transisi. Kebijakan pada masa Orde Lama masih berorientasi

politik. Salah satu contoh kebijakan publik saat itu dilakukan secara sentralistik dalam

bidang pendidikan, bahwa kebijakan pendidikan di masa ini diarahkan kepada proses

indoktrinasi dan menolak segala unsur budaya yang datangnya dari luar. Dengan

demikian pendidikan bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, bukan untuk

kebutuhan pasar melainkan untuk orientasi politik. Indroktrinasi pendidikan mulai dari

jenjang sekolah dasar sampai pendidikan tinggi diarahkan untuk pengembangan sikap

militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan di suasana perang dingin pada

saat itu.

KEBIJAKAN PUBLIK MASA 1992-1997

Pada masa ini atau dikenal dengan masa orde baru kebijakan public lebih

cenderung kepada arah liberalis, dimana adanya ketergantungan akan kehidupan pada

pihak asing dan liberalism barat juga telah masuk ke setiap tatanan kehidupan yang

berujung pada kebebsan untuk bertindak dalam perubaha. Ekomoni pasar dikuasai oleh

elit-elit dan pemerintahan juga dikuasi elit-elit dalam tujuan memperoleh kekuasaan

seutuhnya.

Konfigurasi politik orde baru secara umum bersifat tunggal (homogen) dan

monolitik. Menurut teori pembagian entitas dalam bentuk-bentuk negara modern

sebagaimana diungkapakan Alfred Stepan, karakter yang menunggal dan monolitik

tersebut terjadi pada level negara (state) dan masyarakat (society). Pada level negara

terlihat dari relatif solidnya semua unsur yang ada di dalam entitas negara, baik eksekutif,

legislatif ataupun yudikatif. Sedangkan pada level masyarakat dengan karakter negara

yang monolitik dan menunggal dapat dipastikan negara menjadi pengendali dan

masyarakat dapat ditundukkan, diarahkan dan dikendalikan secara sistemik. Sehingga

kondisi politik ini pada tahap berikutnya mendorong atas bentuk dan format ketunggalan

dan monolitik dalam masyarakat, baik dalam kerangka hubungan masyarakat (society)

Page 14: Liberalisme dan nasionalisme

dengan masyarakat (society), ataupun hubungan masyarakat (society) dengan negara

(state).

Konfigurasi politik orde baru yang menunggal dan monolitik itu terbangun lewat

soliditas elemen-elemen negara baik vertikal ataupun horizontal. Secara horizontal negara

terkonsolidasi dengan kuat oleh dukungan militer, birokrasi dan partai Golkar. Sedangkan

secara vertikal, negara melakukan perekayasaan secara sistemik dengan membangun

sentralisasi dan dominasi pemerintah pusat dalam kerangka hubungan pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah. Konteks ini mempertegas bahwa negara di era rezim orde

baru merupakan personifikasi dari militer (angkatan darat), birokrasi, Golkar dan

pemerintahan pusat (sentralistik).

Pertama, walaupun friksi dan kesenjangan antar perwira sudah muncul di era orde

baru, namun selama orde baru keberadaan militer telah menjadi sentrum dari kekuasaan

orde baru. dimotori oleh angkatan darat, dominasi militer dalam wilayah politik

menyandarkan pada konsep dwifungsi ABRI. Hal ini merupakaan penjelmaan dari

dominasi militer diwujudkan dengan hadirnya struktur militer yang paralel dengan

struktur pemerintahan sipil, kerangka ini merupakan perekayasaan untuk pengendalian

dan penundukan kepada masyarakat. Selain itu, dalam kancah percaturan politik,

personel militer mendapatkan tempat dengan melakukan penyebaran di semua institusi

kekuasaan yang ada seperti lembaga perwakilan rakyat (legislatif), birokrasi dan partai

politik. Mikanisme pengangkatan militer untuk lembaga perwakilan rakyat telah terjamin

keberadaannya, sedangkan dalam birokrasi nampak personel militer dalam jabatan-

jabatan strategis seperti Bupati, Walikota, Gubernur, Menteri dan lainnya, hal yang sama

juga terjadi dalam tubuh partai Golkar.

Kedua, Politisasi juga terjadi dalam tubuh birokrasi. Birokrasi dijadikan istrumen

penting kekuasaan Soeharto sehingga melegitimasi hegemoni rezim Seoharto dan tak

terkalahkan selama pemerintahannya. Kerangka kerjanya minimal dapat dilihat dalam

dua hal, pertama, kebijaksanaan sentralisasi manajemen birokrasi seperti jenjang karir,

gaji, pengangkatan, pemberhentian dan lain sebagainya. Pada akhirnya kebijakan ini

mengantarkan pada homogennya struktur birokrasi baik dari pusat sampai daerah, dari

Sabang sampai Merauke. Kedua, kebijaksanaan monoloyalitas tunggal, dimana semua

birokrat harus berafiliasi dengan partai Golkar dan tidak boleh berafiliasi dengan partai

Page 15: Liberalisme dan nasionalisme

lainnya. Hal ini menyebabkan menyatunya suara birokrasi untuk Golkar, dan pastinya

Soeharto pasti menang dalam pemilihan umum.

Ketiga, kekuatan politik orde baru juga disokong oleh partai Golkar, dan

merupakan satu-satunya partai politik yang hegemonik ketimbang partai yang lain PPP

dan PDI setelah pemfusian. Keberadaan Golkar dengan kekuatan militer yang penuh dan

birokrasi yang taat, tidak pernah terkalahkan oleh partai-partai yang lain, bahkan Yusril

Ihza Mahendra pernah mengungkapkan dalam sebuah tulisannya bahwa yang namanya

Golkar tidak akan pernah terkalahkan seumur hidup selama sistem kepartaian masih

seperti orde baru. Hal ini menyebabkan kemandulan suara-suara kritis dari legislatif

terhadap eksekutif, bahkan lembaga yudikatif-pun menjadi lembaga yang tidak

independen karena keputusannya mengabdi dan membenarkan prilaku orde baru.

Dipastikan mereka semua mendukung semua kebijakan-kebijakan orde baru walaupun

tidak bersesuaian dengan keadilan, kemanusiaan dan kebenaran.

Keempat, Hegemoni orde baru juga telihat jelas dari sentralisasi kebijakan di

Indonesia. Ancaman disintegrasi bangsa pada tahun 1950-an dan 1960-an membulatkan

tekad orde baru untuk menggunakan asas sentralisasi dalam negara. Konsepsi ini pada

dasarnya disandarkan pada pengamanan dan ketertiban sehingga di daerah-daerah

kerapkali terjadi pemaksaan, kekerasan dan intimidasi, semisal di Aceh, Papua dan

daerah-daerah lainnya.

Untuk menunjukkan hegemoni rezim Soeharto baik vertikal ataupun horisontal

dapat dilihat dari perwujudan lembaga Muspida yang anggotanya terdiri dari pemerintah

Propinsi dan Kabupaten/Kota, Muspika yang anggotanya terdiri dari Camat, Koramil dan

Komando Sektor, sedangkan di Desa terdiri dari LMD, LKMD dan Babinsa dari militer.

Keberadaan lembaga-lembaga tersebut sangat berfungsi pada politik pengendalian,

penundukan, serta rekayasa politik dan kebijakan selama rezim orde baru. Secara

horisontal lembaga-lembaga tersebut diisi oleh militer, kepolisian dan kejaksaan.

Sendangkan secara vertikal lembaga-lembaga itu diisi oleh personal Gubernur dan

Walikota/Bupati.

Dalam konteks masyarakat sipil fenomena sentralistik, tunggal dan monolitik

sangat berpengaruh pada tertib, ketundukan dan kekerasan sosial, baik hubungannya

masyarakat (society) dengan masyarakat (society) ataupun hubungannya masyarakat

Page 16: Liberalisme dan nasionalisme

(society) dengan negara (state). Hal ini merupakan akibat dari telah bekerjanya

perekayasaan politik Soeharto dalam pengendalian dan penundukan negara kepada

masyarakat, baik lewat institusi-institusi tersebut ataupun pada level wacana (discourse).

Sebagaimana diungkapkan oleh Mochtar Mas`oed bahwa pada dataran institusi

mikanisme pengendalian dan penundukan oleh negara kepada masyarakat diwujudkan

dengan mikanisme korporatisme. Dimana negara pada rezim orde baru menggambarkan

hubungan masyarakat dengan masyarakat yang termobilisasi, terkontrol, tertib dan sikap

politik yang menunggal. Sedangkan pada wilayah wacana juga terjadi pengendalian,

kontroling dan pengarahan pada wacana tunggal dengan alasan-alasan SARA, harmoni

sosial, integrasi bangsa, ketertiban, pembangunan dan lain sebagainya, bahkan seringkali

menurut Anderson memanfaatkan instrumen budaya

Sementara itu, kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru diarahkan pada

penyeragaman menjelaskan pendidikan di masa ini diarahkan kepada uniformalitas atau

keseragaman di dalam berpikir dan bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah tunggal

dari organisasi sosial masyarakat, semuanya diarahkan kepada terbentuknya masyarakat

yang homogen. Pada masa ini tidak ada tempat bagi perbedaan pendapat, sehingga

melahirkan disiplin semu dan melahirkan masyarakat peniru.

Pada masa ini pertumbuhan ekonomi yang dijadikan panglima. Pembangunan

tidak berakar pada ekonomi rakyat dan sumber daya domestik, melainkan bergantung

pada utang luar negeri sehingga melahirkan sistem yang tidak peka terhadap daya saing

dan tidak produktif. Berbagai layanan publik tidak mempunyai akuntabilitas sosial oleh

karena masyarakat tidak diikutsertakan di dalam manajemennya. Bentuk pembangunan

pada saat itu mengingkari kebhinekaan serta semakin mempertajam bentuk

primordialisme. Penerapan pendidikan tidak diarahkan lagi pada peningkatan kualitas

melainkan pada target kuantitas.

Pemerintah Orde Baru juga harus bertanggungjawab atasa keterkaitan kepada

IMF karena kehadiran hutang luar negeri membawa kita menghadapi dua masalah besar

yang harus segera diselesaikan. Pertama, adalah system KKN (Korupsi, Kolusi,

Nepotisme) yang parah. Indonesia menjadi bangsa yang celaka dan merugi karena selama

32 tahun hanya membangun KKN. KKN ini terjadi karena pemerintahnya sejak awal

memang berorientasi untuk Korupsi, sehingga kekayaan nasional yang luar biasa

Page 17: Liberalisme dan nasionalisme

besarnya hanya dibagi di kalangan elite saja (keluarga Presiden dan kroni-kroni

konglomerat serta elit kekuasaan). Dan yang menyedihkan nampaknya system KKN

masih terus berlanjut hingga kini.

Kedua, adalah sistem Pasar Bebas yang kapitalistik yang memanfaatkan KKN

untuk keuntungan pemodal asing (TNC/MNC) dari negara-negara maju. Contoh paling

jelas adalah Freeport di Papua dan Exxon di Aceh. Sistem pasar bebas dan globalisasi ini

mengekalkan hubungan neokolonialisme-imperialisme, sehingga Indonesia sukar sekali

keluar dari ketergantungannya pada negara-negara maju dan badan-badan dunia tersebut.

KEBIJAKAN PUBLIK MASA 1997-SEKARANG

Pada masa inidikenal dengan masa reformasi dimana kebijakan merupakan masa

refleksi terhadap arah pembangunan nasional dalam bentuk terberdayanya liberalisme.

Dalam bidang pendidikan, menjelaskan bahwa pada masa krisis pembangunan telah

membawa masyarakat dan bangsa kepada keterpurukan. Dari krisis moneter berlanjut

pada krisis ekonomi dan berakhir pada krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan telah

menjadi warna yang dominan di dalam kehidupan dan budaya bangsa saat itu. Oleh

karena pendidikan merupakan proses pembudayaan, maka krisis kebudayaan yang

dialami merupakan refleksi dari krisis nasional. Pada masa ini direfleksi berbagai

pemikiran dalam memajukan sistem pemerintahan kita, sehingga berbagai perubahan

dirasakan sangat drastis dan mencengangkan.

Kebijakan pemerintah mengenai Otonomi Daerah merupakan konsekuensi dari

keinginan era reformasi untuk menggelorakan kehidupan demokrasi. Salah satu kebijakan

publik dalam bidang pendidikan adalah menerapkan kebijakan desentralisasi dan otonomi

sekolah. Namun, kebijakan ini kerap kali mendapat tantangan dari dalam, khususnya para

pelaksana yang tidak terbiasa dengan kebijakan di era terbaru. Banyak di antara

pelaksana pemerintahan hanya mengandalkan kegiatan copy-paste terhadap

pembangunan yang dilaksanakan. Dengan demikian, para pelaksana pembangunan

cenderung berlaku konvensional dalam memanaj pemerintahan bagi kepentingan rakyat.

Kini saatnya memformulasikan kebijakan ekonomi yang berkeadilan sosial yang

memutus keterikatan dan ketergantungan kepada agenda globalisasi yang mulai merebak

dari masa reformasi sampai sekarang. WTO dan IMF telah membatasi pilihan-pilihan

Page 18: Liberalisme dan nasionalisme

kebijakan yang ada dan memaksakan kebijakan yang hanya sesuai dengan agenda

mereka. Pada masa lalu mereka memakai pendekatan pertumbuhan ekonomi sebagai

doktrin, dan sekarang mereka menambahkan “Kompetisi Bebas” sebagai doktrin. Ini

harus ditentang dan dicarikan alternatifnya. Ada banyak alternatif yang tersedia

sebenarnya, asalkan kita tidak “turut dan manut” saja terhadap pasar bebas / globalisasi.

Oleh karena itu berbagai kelompok nasional harus berembuk dan berdialog

bersama guna menetapkan pokok-pokok pandangan dan visi nasional yang non-Pasar

Bebas. Banyak alternatif yang mungkin yaitu:

1. Sistem ekonomi jangan berprinsip pasar bebas (liberalisme ekonomi). Haruslah

mencontoh berbagai pengalaman negara lain, termasuk AS, Jerman dan Jepang, yang

dalam sejarahnyajuga memakai ekonomi merkantilis dan proteksionis ketimbang

pasar bebas di masa awal pembangunannya. Indonesia masih dalam tahap-tahap awal

perkembangannya, dan karenanya perlu menerapkan ekonomi yang proteksionis dan

kerakyatan.

2. Sistem ekonomi haruslah mendahulukan pasar domestik dan menaruh di belakang

orientasi pada pasar ekspor. Sistem ekonomi dikembangkan untuk memperkuat

produksi domestic untuk pasar dalam negeri, sehingga memperkuat perekonomian

rakyat; dan bukan untuk melayani kepentingan TNC dan konglomerat atas pasar

eksport.

3. Pertanian dijadikan prioritas utama perekonomian, karena di sinilah hidup mayoritas

rakyat. Karena itu alokasi untuk sektor pertanian (termasuk kelautan dan perikanan)

harus lebih besar dari yang lain-lainnya. Pertanian harus dirubah melalui agrarian

reform, sehingga terjadi distribusi tanah dan sumberdaya yang merata. Selain itu

diadakan berbagai kemudahan dan fasilitas serta perlindungan bagi petani untuk

memperkuat sektor pertanian.

4. Industrialisasi berdasarkan pada bahan baku setempat, sehingga tidak tergantung

impor dari luar. Ini berarti di satu pihak memperkuat sektor pertanian, sektor kelautan

dan lain-lainnya; serta memperkuat sektor industri itu sendiri serta industri-industri

kecil yang terkait dengannya.

Page 19: Liberalisme dan nasionalisme

5. Diadakan perekonomian yang berorientasi kepada kesejahteraan, yaitu negara

menjalankan berbagai peran penyelenggaraan barang publik (public goods) dan

prasarana publik (public facilities), seperti air, listrik, transportasi, kesehatan,

pendidikan dan lainnya. Segala sesuatu yang bersifat publik haruslah bersifat gratis.

6. Tidak tergantung kepada badan-badan multilateral, dan ikut serta merubah badan-

badan tersebut agar menjadi badan yang terutama melayani kepentingan negara-

negara Dunia Ketiga

7. Penghapusan sebagian besar hutang karena alasan-alasan etika, moral, dan ekonomi

yang layak.

8. Melepaskan diri dari rejim devisa bebas dan rejim nilai tukar mengambang bebas

(free-float exchange rate); dan sebagai gantinya menetapkan kontrol modal (capital

control) dan nilai tukar tetap (fixed exchange).

9. Menyokong diadakannya Tobin Tax terhadap arus keluar masuk modal swasta yang

saat ini merupakan ‘hot money’ dan volatilitasnya sangat tinggi.

10. Menolak paham Neo-liberal dan mencari alternatif ilmu ekonomi yang lebih

mencerminkan kepentingan rakyat dan nasional, seperti dengan neo-protectionism,

neo-keynesianism, welfare state, ekonomi kerakyatan dan lain-lainnya.

11. Demokrasi yang diarahkan bagi penguatan aspirasi rakyat dan organisasi rakyat;

kebebasan berpikir, berbicara, berorganisasi; dan pemenuhan HAM sepenuhnya

12. Kerjasama Dunia Ketiga untuk bersama-sama menghadapi kepentingan negara-

negara maju (G-7, OECD), untuk di dapat resolusi yang layak bagi Dunia Ketiga,

seperti memperkuat kembali hasil yang telah dicapai UNCTAD lewat GSP

(Generalized System of Preference) dan pengurangan hutang

Page 20: Liberalisme dan nasionalisme

KESIMPULAN

Liberalisme dan nasionalsime merupakan paham yang betujuan memperoleh

kebesan tertuntu menurut konsepnya masing-maing. Namun kedua paham ini sering

betentangan dikarenakan tidak adanya keseimbangan pemikiran dalam tujuannya .

nasionalsime yang lebih mngarah kebebasan dalam rasa persatuan dikekangai leh

liberalism yang merujuk pada kebebsan indivudu dengan mengindahkan kepentingan

yang lain termasuk mengindahkan nasionalisme yang ada.

Kaum liberalism memandang perdamaian tidak hanya untuk kedaimain batin

melainkan juga perdamaian lahir yang menciptakan asumsi bahwa penkatan terhadap

perdamain merupakan suatu pelanggaran besar seperti pererangan dan untuk mengatasi

dan melawannya adalah dengan merumuskan dan menjalankan kembali arti dar

kebebasan. Dan oleh karena kebebasan beraksi, batas-batas yang terbuka dan

perdagangan bebas merupakan bagian dari tuntutan dasar liberal. Begitupun dengan

nasionalisme yang tidak menginginkan dany peperangan dan dengan naionalsimelah

pererangan dan ketegangan dapat dihentikan.

Oleh karena itu muncul ketegangan antara nasionalsime denan liberalism dalam

hal apapun termasuk dalam pemerintahan. Dimana penganruh liberalism dalam

pemerintahan akn mengahamcurkan rasa nasionalsime. Dan kedua paham ini tidak dapat

dijalankan dalam suatu pemerintahan baik itu dalam penyelenggaran ataupun penyaluran

dala sebuah kebijakan public.

Page 21: Liberalisme dan nasionalisme

DAFTAR PUSTAKA

Miriam Budiardjo, PENGANTAR ILMU POLITIK. Liberaslime.

Sistem Ekonomi Indonesia. 2005. Liberalime ekonomi indnesia.

Abdul Hadi, 2009. Liberalisme dan nasionalisme kita. Jakarta

(www.ahmadsumantho.com)

Erick Fitra. Skripsi 2006. Liberalism dalam kebijakan ekonomi pemerintah kota Padang.

Mahasiswa Ekonomi Pebangunan 2002.

Google.com. nasionalisme dalam pemerintahan (shikumbang.blogspot.com)

Page 22: Liberalisme dan nasionalisme

Tugas Ekonomi Politik

HUBUNGAN LIBERALISME DAN NASIONALISME INDONESIA

DAN KAITANNYA DENGAN KEBIJAKAN PUBLIK

DALAM TIGA ERA DI INDONESIA

Oleh

Novi Hendra

BP 06193058

JURUSAN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2010

Page 23: Liberalisme dan nasionalisme