abstraks - uksw

22
1 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN YANG TRANSFORMATIF MENUJU TERWUJUDNYA MASYARAKAT MADANI Oleh : Wasitohadi Abstraks Pendidikan merupakan institusi penting dan strategis untuk mewujudkan masyarakat madani. Begitu penting dan strategisnya peranan pendidikan itu, sehingga tak salah bila dikatakan bahwa terwujudnya masyarakat madani itulah tujuan dari pendidikan kita. Karakteristik masyarakat madani yang dimaksud mempunyai muatan nilai universal sekaligus juga nilai partikular yang dinyatakan di dalam masing-masing kebudayaan masyarakat, yang dipengaruhi oleh kondisi lokal, waktu dan ideologi. Dalam upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut, pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis, karena melalui pendidikan kewarganegaraan dikembangkan pengetahuan, sikap dan nilai, serta ketrampilan peserta didik agar dapat menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memahami, menyadari dan mampu menggunakan hak serta menjalankan kewajiban kenegaraannya secara efektif dan bertanggung jawab. Agar peranan ini bisa dijalankan, pendidikan kewarganegaraan harus bersifat transformatif. Cirinya, dari segi paradigmanya merupakan perpaduan antara paradigma konservatif dan paradigma liberal, berperan sebagai alat rekonstruksi sosial, dan mampu belajar dari kecenderungan global pendidikan kewarganegaraan, baik menyangkut konsep, materi maupun metodologi pengajarannya, dengan tetap menyesuaikan dengan konteks Indonesia. Kata kunci : tujuan pendidikan, masyarakat madani, pendidikan kewarganegaraan transformatif. A. Pendahuluan Wacana publik tentang reformasi dan pengembangan budaya politik Indonesia umumnya bersumber dari gagasan tentang pembentukan masyarakat madani Indonesia. Dalam berwacana tersebut, publik umumnya berbicara bukan hanya menyangkut konsep dan karakteristik masyarakat madani yang diharapkan, yang dalam kenyataan cukup beragam, tapi juga mengenai seberapa besar peran dari berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan dan lain-lain, dalam upaya mewujudkan masyarakat madani tersebut. Sementara itu, dalam polemik di media massa, juga dalam pembahasan di banyak buku pustaka, juga sering diperkarakan apakah

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Abstraks - UKSW

1

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN YANG TRANSFORMATIF

MENUJU TERWUJUDNYA MASYARAKAT MADANI

Oleh : Wasitohadi

Abstraks

Pendidikan merupakan institusi penting dan strategis untuk mewujudkan

masyarakat madani. Begitu penting dan strategisnya peranan pendidikan itu,

sehingga tak salah bila dikatakan bahwa terwujudnya masyarakat madani itulah

tujuan dari pendidikan kita. Karakteristik masyarakat madani yang dimaksud

mempunyai muatan nilai universal sekaligus juga nilai partikular yang dinyatakan di

dalam masing-masing kebudayaan masyarakat, yang dipengaruhi oleh kondisi lokal,

waktu dan ideologi. Dalam upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut, pendidikan

kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis, karena melalui pendidikan

kewarganegaraan dikembangkan pengetahuan, sikap dan nilai, serta ketrampilan

peserta didik agar dapat menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang

memahami, menyadari dan mampu menggunakan hak serta menjalankan kewajiban

kenegaraannya secara efektif dan bertanggung jawab. Agar peranan ini bisa

dijalankan, pendidikan kewarganegaraan harus bersifat transformatif. Cirinya, dari

segi paradigmanya merupakan perpaduan antara paradigma konservatif dan

paradigma liberal, berperan sebagai alat rekonstruksi sosial, dan mampu belajar dari

kecenderungan global pendidikan kewarganegaraan, baik menyangkut konsep,

materi maupun metodologi pengajarannya, dengan tetap menyesuaikan dengan

konteks Indonesia.

Kata kunci : tujuan pendidikan, masyarakat madani, pendidikan kewarganegaraan

transformatif.

A. Pendahuluan

Wacana publik tentang reformasi dan pengembangan budaya politik Indonesia

umumnya bersumber dari gagasan tentang pembentukan masyarakat madani

Indonesia. Dalam berwacana tersebut, publik umumnya berbicara bukan hanya

menyangkut konsep dan karakteristik masyarakat madani yang diharapkan, yang

dalam kenyataan cukup beragam, tapi juga mengenai seberapa besar peran dari

berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan dan lain-lain, dalam upaya mewujudkan

masyarakat madani tersebut. Sementara itu, dalam polemik di media massa, juga

dalam pembahasan di banyak buku pustaka, juga sering diperkarakan apakah

Page 2: Abstraks - UKSW

2

karakteristik masyarakat madani tersebut sama di semua tempat dan dinamika waktu

perkembangan zaman, atau adakah pengaruh kondisi lokal, waktu dan ideologi,

misalnya, terhadap karakteristik masyarakat madani yang diidealkan.

Dalam wacana publik tentang masyarakat madani semacam itulah, makalah ini

dibuat. Fokusnya selain hendak membahas tentang konsep dan karakteristik

masyarakat madani yang diharapkan, juga ingin memahami bagaimana peranan

pendidikan kewarganegaraan dalam upaya mewujudkan masyarakat madani yang

diharapkan. Umumnya das sollen diyakini bahwa pendidikan kewarganegaraan

merupakan institusi penting dan strategis untuk mewujudkan masyarakat madani yang

demikian. Begitu penting dan strategisnya peranan pendidikan kewarganegaraan itu,

sehingga tak salah bila sementara pihak berpendapat bahwa terwujudnya masyarakat

madani itulah tujuan dari pendidikan politik kita. Meskipun begitu, dalam realitas,

pendidikan kewarganegaraan tidak selalu berperan demikian, sebab berperan tidaknya

pendidikan kewarganegaraan dalam upaya mewujudkan masyarakat madani, amat

tergantung pada model pendidikan yang real dikembangkan. Dalam konteks inilah,

disadari perlunya model pendidikan kewarganegaraan yang transformatif, yang

mampu melepaskan diri dari jebakan status quo, dan berubah berkembang ke arah

semakin terwujudkan masyarakat madani yang diidealkan.

Agar sistematis, pembahasan makalah ini dilakukan dengan sistematika

berfikir demikian. Pembahasan dimulai dengan memahami secara sekilas konsep dari

politik. Sesudah itu, akan dibahas konsep dan karakteristik masyarakat madani yang

diharapkan, dengan tekanan pada upaya untuk menganalisa dan mensintesa atas

berbagai pendapat dan pandangan yang kini berkembang. Setelah hal tersebut jelas

Page 3: Abstraks - UKSW

3

dipahami, pembahasan dilanjutkan mengenai bagaimana peranan strategis pendidikan

kewarganegaraan dalam upaya mempercepat terwujudnya masyarakat madani,

dengan menawarkan konsep perlunya dibangun model teori pendidikan

kewarganegaraan yang transformatif.

B. Konsep dan Karakteristik Masyarakat Madani

Salah satu tujuan negara dalam sebuah negara demokrasi adalah untuk

mewujudkan masyarakat madani yang diharapkan. Meskipun secara formal istilah

tersebut tak tercantum dalam pembukaan UUD 1945, namun dari esensi dan

semangatnya, jelas bahwa masyarakat yang semacam itulah yang hendak dituju.

Pilihan pada paham kedaulatan rakyat atau demokrasi, beserta implikasi institusi

perangkat pendukungnya, jelas mencerminkan hal itu.

Harus diakui bahwa mengenai konsep masyarakat madani hingga kini belum

ada pemahaman yang sama di kalangan para ahli. Sebagian besar ahli, bertolak dari

kerangka dan pengalaman Eropa Timur dan Amerika Latin, yang memandang

”masyarakat madani” berada dalam posisi yang berlawanan dengan negara, dan

bahkan sebagai alternatif bagi negara. Pada hal, menurut Azyumardi Azra (2002:4),

konsep masyarakat madani tidaklah demikian. Masyarakat madani, menurutnya,

haruslah menjalin hubungan yang lebih kooperatif daripada konflik. Masyarakat

madani justru mengandung makna dan tujuan untuk a better ordering of society”,

bukan penghadapan oposisional antara state dengan society.

Secara etimologi, kata ”madani” berasal dari bahasa Arab yang artinya civil

atau civilized yang artinya beradab. Kemudian ada istilah ”tamaddun”, yang berarti

civilization atau peradaban. Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil

Page 4: Abstraks - UKSW

4

atau civilized society (A.Qodri Azizy, 2002:6). Dalam konteks Indonesia, konsep civil

society 1 telah diterjemahkan menjadi ”masyarakat madani”, ”masyarakat sipil”, atau

”masyarakat kewargaan”. (Azyumardi Azra, 2003:240).

Istilah ”masyarakat” madani menunjuk pada sebuah masyarakat yang ideal,

yaitu kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju, yang didasarkan pada

prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan

kestabilan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat mendorong upaya serta inisiatif

individu baik dari segi pemikiran, seni maupun pelaksanaan pemerintahan agar

mengikuti undang-undang dan bukan mengikuti nafsu atau keinginan individu. (Dede

Rosyada, 2000: 238).

Sementara itu, Zbigniew Rau (Azyumardi Azra, 2003:139), dengan latar

belakang kajian pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet, mengatakan bahwa

masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang

mengandalkan ruang di mana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung,

bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini

timbul di antara hubungan-hubungan yang merupakan hasil komitmen keluarga dan

hubungan-hubungan yang menyangkut kewajiban mereka terhadap negara. Oleh

karenanya, yang dimaksud masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari

pengaruh keluarga dan kekuasaan negara. Tiadanya pengaruh keluarga dan kekuasaan

1 Menurut Hendro Prasetyo dan Ali Munhanif,dkk (2002), dalam buku mereka berjudul ”Islam & Civil

Society”, istilah atau konsep civil society di Indonesia pertama kali muncul dari kalangan sarjana

Australia, tepatnya Monash university, melalui sebuah konferensi yang diselenggarakan dengan tema

”State and Civil Society in Contemporary Indonesia”, 25-27 Nopember 1988. Pada waktu itu, salah

satu ilmu Indonesia, Arief Budiman, diundang sebagai George Hick Visiting Fellow pada Centre of

Southeast Asian Studies, Monash University. Konferensi ini pula yang kemudian melahirkan sebuah

buku yang disunting oleh Arief Budiman sendiri, dengan judul State and Civil Society in Indonesia.

Page 5: Abstraks - UKSW

5

negara dalam masyarakat madani ini diekspresikan dalam gambaran ciri-cirinya, yakni

individualisme, pasar dan pluralisme.

Dengan latar belakang kasus Korea Selatan, definisi masyarakat madani

dikemukakan oleh Han Sung-Joo. Ia mengatakan bahwa masyarakat madani

merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar

individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang

mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu

mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma-

norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada

akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.

Konsep yang dikemukakan oleh Han ini, menekankan adanya ruang publik

serta mengandung 4 (empat) ciri dan prasyarat bagi terbentuknya masyarakat madani,

yakni pertama, diakui dan dilindunginya hak-hak individu dan kemerdekaan

berserikat serta mandiri dari negara. Kedua, adanya ruang publik yang memberikan

kebebasan bagi siapapun dalam mengartikulasikan isu-isu politik. Ketiga, terdapatnya

gerakan-gerakan kemasyarakatan yang berdasar pada nilai-nilai budaya tertentu.

Keempat, terdapat kelompok inti di antara kelompok pertengahan yang mengakar

dalam masyarakat yang menggerakkan masyarakat dan melakukan modernisasi sosial

ekonomi.

Sementara itu, Kim Sunhyuk, dengan latar belakang kajian konteks Korea

Selatan mengatakan bahwa masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari

kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan

dalam mayarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-

Page 6: Abstraks - UKSW

6

satuan dasar dari reproduksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan

politik dalam suatu ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dalam

memajukan kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan

pengelolaan yang mandiri.

Definisi ini menekankan adanya organisasi-organisasi kemasyarakatan yang

relatif memposisikan secara otonom dari pengaruh dan kekuasaan negara. Eksistensi

organisasi-organisasi ini mensyaratkan adanya ruang publik yang memungkinkan

untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu.

Berbagai batasan di atas, jelas merupakan analisa yang bersifat kontekstual

terhadap performa yang diinginkan dalam mewujudkan masyarakat madani. Akan

tetapi dari batasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan

masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri

secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam

mengemukakan pendapat, serta adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat

menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

Dari uraian konsep masyarakat madani di atas, sedikit banyak tergambar

mengenai apa sesungguhnya karakteristik dari konsep masyarakat madani? Mengenai

masyarakat madani, Azyumardi Azra (2003:247) mengemukakan sejumlah

karakteristik yang merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan

nilai-nilai bagi eksistensi masyarakat madani, meliputi : adanya free public Sphere,

demokratis, toleransi, pluralisme, keadilan sosial dan berkeadaban.

Yang dimaksud dengan free public Sphere adalah adanya ruang publik yang

bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang

Page 7: Abstraks - UKSW

7

bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi

wacana dan praksis politik tanpa mengalami kekhawatiran. Lebih lanjut dikatakan

bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat

sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik.

Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan

masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public Sphere

menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya

ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan

memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam

menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa

yang tiranik dan otoriter.

Karakteristik kedua adalah demokratis. Demokrasi merupakan salah satu syarat

mutlak bagi penegakan masyarakat madani. Dalam negara demokrasi, warga negara

memiliki kebebasan, dalam arti punya kesempatan untuk melakukan segala sesuatu

yang secara sosial menguntungkan. Dengan demikian, demokratis berarti warga

negara atau masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan

masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku, ras dan agama.

Ketiga, toleran. Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam

masyarakat madani untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati

aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya

kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta

aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda. Masyarakat

madani mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan tamaddun (civility). Civilitas

Page 8: Abstraks - UKSW

8

meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima

pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda.

Keempat, pluralisme. Sebagai sebuah prasyarat penegakan masyarakat madani,

maka pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan

kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan

sehari-hari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan

menerima kenyataan masyarakat majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang

tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif, dan merupakan

rahmat Allah. Sikap penuh pengertian kepada orang lain itu diperlukan dalam

masyarakat yang majemuk, yang menurut Nurcholish Madjid, hal itu merupakan

pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.

Kelima, keadilan sosial. Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan

keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap

warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak

adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok

masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh

kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).

Sementara itu, Zamroni (2007:113) menegaskan mengenai adanya variasi

bentuk civil society (masyarakat madani) yang dipengaruhi oleh kondisi lokal, waktu

dan ideologi. Dengan kesadaran yang demikian, ia mengemukakan sejumlah

karakteristik masyarakat madani Indonesia sebagai berikut.

Pertama, setiap warga masyarakat memiliki kebebasan untuk melakukan apa

yang diinginkan atau tidak melakukan sesuatu, tanpa ada intervensi dari kekuatan luar

Page 9: Abstraks - UKSW

9

baik pemerintah maupun kekuatan yang lain. Yang membatasi perilaku warga

masyarakat adalah undang-undang dan peraturan yang berlaku syah, serta norma-

norma yang hidup di masyarakat.

Kedua, setiap warga memegang bersama secara teguh nilai-nilai: a)

melaksanakan hak-hak individu tanpa menganggu hak-hak orang lain, b)

mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri, c) memegang

teguh nilai-nilai kebersamaan yang menekankan gotong royong, saling menghargai

dan toleransi, d) mengedepankan semangat kesetaraan antar individu, baik

menyangkut jenis kelamin, status sosial, dan mereka memiliki derajat yang sama di

mata hukum, dan e) menghargai realita sebagai masyarakat multikultural yang

memiliki berbagai perbedaan. Nilai-nilai ini bisa disebut sebagai modal kultural atau

cultural capital.

Ketiga, dalam masyarakat terdapat jalinan kerja sama yang dijiwai semangat

gotong royong berdasarkan rasa saling percaya. Antar warga atau antar kelompok

warga terdapat suasana saling menghormati, saling menghargai, saling menjaga dan

memberikan perhatian. Kondisi semacam ini disebut sebagai modal sosial atau social

capital.

Keempat, warga masyarakat aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

kemasyarakatan dan politik, tanpa harus menjadi partisan politik. Mereka melakukan

kegiatan dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Pengetahuan dan

kemampuan ini mencerminkan apa yang disebut modal intelektual atau intellectual

capital.

Page 10: Abstraks - UKSW

10

Ahli lain, H.A.R Tilaar (1999:155) mengemukakan karakteristik masyarakat

madani Indonesia meliputi:

Pertama, masyarakat yang mengakui akan hakikat kemanusiaan (dignity of

man) yang bukan hanya sekedar untuk mengisi kebutuhannya untuk hidup (proses

hominisasi), tetapi juga untuk eksis sebagai manusia (proses humanisasi).

Kedua, pengakuan akan hidup bersama manusia sebagai makhluk sosial

melalui sarana yang berbentuk organisasi sosial seperti negara. Negara menjamin dan

membuka peluang yang kondusif agar para anggotanya dapat berkembang untuk

merealisasikan dirinya baik dalam tatanan horisontal dengan sesamanya maupun

dengan tatanan vertikal dengan Tuhannya.

Ketiga, masyarakat yang mengakui dua karakteristik tersebut, yaitu yang

mengakui akan hak asasi manusia dalam kehidupan yang demokratis.

Sementara itu, Muhammad AS Hikam (1999:3), empat ciri utama masyarakat

madani, yaitu kesukarelaan, keswasembadaan, kemandirian tinggi terhadap negara,

dan keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama. Kesukarelaan, artinya

suatu masyarakat madani bukanlah merupakan suatu masyarakat paksaan atau karena

indoktrinasi. Keanggotaan masyarakat madani adalah keanggotaan dari pribadi yang

bebas, yang secara sukarela membentuk suatu kehidupan bersama dan oleh sebab itu

mempunyai komitmen bersama yang sangat besar untuk mewujudkan cita-cita

bersama. Dengan sendirinya tanggung jawab pribadi sangat kuat karena diikat oleh

keinginan bersama untuk mewujudkan keinginan tersebut.

Keswasembadaan, artinya bahwa keanggotaan yang sukarela untuk hidup

bersama tentunya tidak akan menggantungkan kehidupannya pada orang lain. Dia

Page 11: Abstraks - UKSW

11

tidak tergantung pada negara, juga tidak tergantung kepada lembaga-lembaga atau

organisasi lain. Setiap anggota mempunyai harga diri yang tinggi, yang percaya akan

kemampuan sendiri untuk berdiri sendiri bahkan untuk dapat membantu sesama yang

lain yang berkekurangan. Keanggotaan yang penuh percaya diri tersebut adalah

anggota yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap

masyarakatnya.

Kemandirian tinggi terhadap negara, artinya bahwa anggota masyarakat

madani adalah manusia-manusia yang percaya diri sehingga tidak tergantung pada

perintah orang lain termasuk negara. Bagi mereka, negara adalah kesepakatan bersama

sehingga tanggung jawab yang lahir dari kesepakatan tersebut adalah juga tuntutan

dan tanggung jawab dari masing-masing anggota. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum

yang disepakati bersama. Ini berarti suatu masyarakat madani adalah suatu masyarakat

yang berdasarkan hukum dan bukan negara kekuasaan.

Dari pendapat para ahli di atas, tampak bahwa ada persamaan dan perbedaan.

Persamaannya antara lain pada keyakinan bahwa karakteristik masyarakat madani

yang dimaksud mempunyai muatan nilai universal sekaligus nilai partikular2, yang

dinyatakan di dalam masing-masing kebudayaan masyarakat, yang dipengaruhi oleh

kondisi lokal, waktu dan ideologi. Persamaan lainnya terletak pada nilai-nilai yang

diyakini sebagai karakteristik masyarakat madani, meskipun dari segi pengungkapan

menggunakan istilah yang berbeda. Azyumardi Azra, misalnya, menggunakan istilah

free public sphere, sementara Zamroni menggunakan istilah kebebasan, sementara

2 Malik Fadjar (1999) menyatakan bahwa kekhasan karakteristik masyarakat madani Indonesia adalah

(a) adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar pengembangan identitas bangsa

Indonesia dan kebudayaan nasional, (b). pentingnya ada saling pengertian antara sesama anggota

masyarakat, (c). adanya toleransi yang tinggi.

Page 12: Abstraks - UKSW

12

Hikam menggunakan istilah kesukarelaan. Dengan membaca keterangan serta uraian-

uraiannya, hal yang sama bisa digunakan untuk menganalisis nilai karakteristik

masyarakat madani lainnya. Sementara perbedaannya, boleh dikatakan, lebih pada

jumlah nilai karakteristik yang dikemukakan, bukan terutama pada esensinya.

C. Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mewujudkan Masyarakat

Madani.

Pendidikan kewarganegaraan dapat dipahami sebagai usaha sadar untuk

mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik agar dapat menjadi

warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memahami, menyadari dan mampu

menggunakan hak serta menjalankan kewajiban kenegaraan secara efektif dan

bertanggung jawab. Menurut Sulasmono (2002), ada tiga alasan pokok mengapa setiap

bangsa, termasuk bangsa Indonesia memerlukan Pendidikan Kewarganegaraan.

Pertama, menyangkut eksistensi negara itu sendiri, kedua menyangkut komitmen

untuk mewujudkan masyarakat demokratis, dan ketiga menyangkut peran penting civil

society dalam negara demokrasi.

Warga negara memiliki peran penting bagi sebuah negara. Negara dibentuk

oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu tidak ada negara

tanpa manusia. Manusia anggota dari suatu negara itulah yang disebut rakyat atau

lebih tepat sebgai warga negara. Warga negara bukan saja merupakan pihak yang

mendirikan negara, melainkan juga yang berkepentingan untuk memajukan,

membesarkan dan mempertahankan negara. Teguh berdirinya negara, mati hidupnya

negara sangat ditentukan oleh komitmen warga negara itu sendiri.

Page 13: Abstraks - UKSW

13

Selain itu, mengingat begitu pentingnya kedudukan warga negara dalam

sebuah negara maka banyak negara yang mengelola kehidupannya dengan melibatkan

seluruh warga negara dalam bentuk pemerintahan demokrasi. Dalam negara

demokrasi rakyat adalah asal usul, titik berangkat, pemeran proses dan sasaran dari

proses kehidupan bernegara.

Lain dari itu, ada satu syarat yang harus dipenuhi agar kehidupan demokrasi

benar-benar dapat berjalan dengan baik, yaitu tersedianya civil society. Civil society

dapat dipahami sebagi masyarakat yang relatif bebas atau mandiri dari kekuasaan

negara. Hikam (1966:6) mendefinisikan civil society sebagai wilayah kehidupan yang

terorganisasi dan bercirikan, antara lain: kesukarelaan, keswasembadaan, dan

keswadayaan, kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterkaitan dengan

norma-norma hukum yang diikuti oleh warganya. Civil society mewujud dalam

berbagai organisasi yang dibuat oleh masyarakat di luar pengaruh negara.

Pertanyaan yang patut diajukan adalah apakah setiap warga negara otomatis

mampu menunaikan peran-peran penting mereka dalam hidup bernegara? Sejarah

menunjukkan bahwa hal semacam itu jarang terjadi. Kegagalan atau kelambanan

dalam upaya mewujudkan gagasan demokasi di dunia ketiga menunjukkan bahwa ada

faktor ketidaksiapan warga negara dalam menopang proses itu. Menjauhkan urusan

negara dari tangan warga negara hanya akan membawa kehancuran negara itu sendiri.

Dominasi pemerintahan diktator atau warga negara yang dibuat pasif, menyebabkan

rapuhnya bangunan negara yang bersangkutan. Dalam negara demokrasi setiap warga

negara mempunyai hak untuk memerintah negaranya. Namun demikian, hak tanpa

kemampuan untuk menggunakannya tentu tidak bermakna apa-apa. Oleh karena itu,

Page 14: Abstraks - UKSW

14

setiap dan semua warga negara harus terdidik secara politik. Rakyat, termasuk

mahasiswa memerlukan pendidikan kewarganegaraan agar mereka dapat memahami

dan melatih diri untuk menunaikan tanggung jawab kenegaraan mereka dalam

kehidupan bernegara.

Bagi terwujudnya masyarakat madani, H.A.R. Tilaar (1999:168), mengusulkan

pentingnya pendidikan dari, oleh dan bersama-sama masyarakat. Pendidikan dari

masyarakat, artinya bahwa pendidikan haruslah memberikan jawaban kepada

kebutuhan (needs) dari masyarakat sendiri. Jadi, pendidikan bukan dituangkan dari

atas, dari kepentingan pemerintah semata-mata apalagi dari penguasa, tetapi

pendidikan yang tumbuh dari masyarakat itu sendiri.

Pendidikan oleh masyarakat, artinya bahwa masyarakat bukanlah merupakan

obyek pendidikan, yaitu untuk melaksanakan kemauan negara atau suatu kelompok

semata-mata tapi partisipasi yang aktif dari masyarakat, di mana masyarakat

mempunyai peranan di dalam setiap langkah program pendidikannya. Hal ini berarti

masyarakat bukanlah sekedar penerima belas kasihan dari pemerintah, tetapi suatu

sistem yang percaya kepada kemampuan masyarakat untuk bertanggung jawab atas

pendidikan generasi mudanya. Pendidikan oleh masyarakat bukan artinya melepaskan

tanggung jawab pemerintah. Tugas pemerintah dalam pendidikan nasional adalah

menjaga dan mengarahkan agar supaya tanggung jawab masyarakat dapat berjalan

sebagaimana mestinya. Kalau perlu, pemerintah dapat mengulurkan tangan untuk

memecahkan masalah-masalah yang memang meminta intervensi pemerintah.

Pendidikan bersama-sama masyarakat, artinya masyarakat diikutsertakan di

dalam program-program pemerintah yang telah mendapatkan persetujuan masyarakat

Page 15: Abstraks - UKSW

15

karena lahir dari kebutuhan nyata dari masyarakat itu sendiri. Penyelenggaraan

pendidikan bersama-sama dengan masyarakat bukan didalam arti masyarakat

disubordinasikan pada pemerintah karena misalnya pemerintah menyediakan dana

untuk itu. Subsidi dan partisipasi pemerintah tidak mengurangi tanggung jawab

masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan, malahan uluran tangan pemerintah

akan memperbesar tanggung jawab masyarakat secara bertahap atas penyelenggaraan

pendidikan itu sendiri.

Untuk mewujudkan karakteristik masyarakat madani Indonesia, dibutuhkan

pendidikan kewarganegaraan yang bukan berorientasi untuk mempertahankan status

quo, tapi yang transformatif. Artinya, pendidikan kewarganegaraan haruslah mampu

berubah (change), berkembang (develop), ke arah yang semakin baik (improve),

menuju terwujudnya masyarakat madani Indonesia. Untuk itu perlu dibangun,

katakanlah, teori pendidikan kewarganegaraan yang transformatif. Seperti apakah

pendidikan kewarganegaraan yang transformatif itu?

Dari segi pilihan paradigmanya, pendidikan kewarganegaraan yang

transformatif itu menggunakan perpaduan antara paradigma yang konservatif dengan

yang liberal. Terlepas dari persoalan-persoalan filosofis yang mungkin muncul dibalik

pemaduan paradigma itu namun secara praktis perpaduan antara pembelajaran hak dan

kewajiban yang tepat bagi subyek yang terikat hukum dan peningkatan ketrampilan-

ketrampilan warga masyarakat untuk melakukan partisipasi dan mempengaruhi

jalannya pemerintahan negara memang amat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia saat

ini, dalam rangka mewujudkan masyarakat madani Indonesia.

Page 16: Abstraks - UKSW

16

Selain itu, sifat transformatif dari pendidikan kewarganegaraan perlu

diupayakan agar ia dapat berperan sebagai alat rekonstruksi sosial. Artinya,

pendidikan yang dapat memahami struktur sosial masyarakat dan menjalankan fungsi

melakukan perubahan struktur masyarakat tersebut. Pendidikan kewarganegaraan

sebagai alat rekonstruksi sosial menekankan pada hasil pendidikan yang bersifat

ganda. Pertama, lulusan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan serta memiliki

kemauan untuk aktif dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Kedua, lulusan

yang memiliki kemampuan dan senantiasa memiliki kemauan untuk hidup

berkelompok dalam upaya mencapai tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat

(Zamroni, 2007:117). Oleh karena itu, pendidikan menekankan pada pengembangan

diri peserta didik berupa moral yang senantiasa ingin berbuat baik bagi kepentingan

umum melebihi kepentingan diri sendiri dan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan

ikhlas. Demikian pula, segala karakteristik masyarakat madani Indonesia yang disebut

dimuka, yaitu adanya kebebasan, demokratis, toleran, menjunjung pluralisme,

keadilan sosial, kerja sama, partisipasi, kemandirian, memegang teguh nilai-nilai dan

lain sebagainya, diharapkan bisa tertanam pada peserta didik melalui peran

pendidikan kewarganegaraan sebagai alat rekonstruksi sosial ini.

Dalam membangun sifat transformatif pendidikan kewarganegaraan, yang

penting pula adalah belajar dari pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di negara-

negara demokrasi konstitusional, mungkin di sana ada ”best practice” pendidikan

kewarganegaraan yang bisa diadopsi dan diadaptasikan sesuai dengan konteks

Indonesia. Hasil kajian Charles N.Quigley (2003:3), menyimpulkan ada sembilan

kecenderungan global dalam pendidikan kewarganegaraan, yaitu:

Page 17: Abstraks - UKSW

17

1. Konseptualisasi PKN ke dalam tiga komponen yang saling terkait, yaitu

”civic knowledge, civic skill and civic virtues”.

2. Pengajaran sistematis ide-ide dasar atau konsep-konsep kunci.

3. Analisa studi kasus.

4. Pengembangan ketrampilan-ketrampilan pembuatan keputusan.

5. Analisa internasional dan perbandingan pemerintahan dan

kewarganegaraan.

6. Pengembangan ketrampilan-ketrampilan partisipatoris dan kebajikan-

kebajikan kewarganegaraan melalui kegiatan-kegiatan ”cooperatif

learning”.

7. Penggunaan pustaka dalam mengajarkan kebajikan-kebajikan kenegaraan.

8. Pembelajaran aktif (actif learning) tentang pengetahuan, ketrampilan dan

kebajikan-kebajikan kenegaraan;

9. Keterpaduan antara konten dan proses dalam proses belajar mengajar

pengetahuan, ketrampilan dan kebajikan-kebajikan kenegaraan.

Bila dicermati, kecenderungan global itu bersifat multidimensi dan

menyangkut banyak hal mulai dari konsep dan bagaimana menerjemahkan konsep

tersebut secara transformatif, baik berkaitan dengan materi, variasi metodologi yang

dipakai, maupun hasil yang diharapkan. Dari segi konsep, perlu konseptualisasi PKN

ke dalam tiga komponen yang saling terkait yaitu memfokuskan program kepada

pengembangan ”civic knowledge, civic skill and civic virtues”. Selain itu, perlu

pengajaran sistematis ide-ide dasar atau konsep-konsep kunci pemerintahan dan

kewarganegaraan demokratis, seperti kedaulatan rakyat, hak-hak individual, kebaikan

bersama, otoritas, keadilan, kebebasan, konstitusionalisme, dan rule of law, serta

demokrasi perwakilan.

Dalam rangka menterjemahkan konsep tersebut, khusus dalam soal materi,

ditekankan perlunya keterpaduan antara konten dan proses dalam proses belajar

mengajar pengetahuan, ketrampilan dan kebajikan-kebajikan kenegaraan. Dalam

pengembangan kurikulum dan rencana pengajaran para pengajar mengakui bahwa

kebajikan dan ketrampilan-ketrampilan partisipatoris maupun intelektual merupakan

Page 18: Abstraks - UKSW

18

hal yang tidak terpisahkan dari konten atau satuan pengetahuan kenegaraan. Mereka

berpendapat bahwa jika siswa/mahasiswa harus berfikir kritis dan bertindak efektif

dalam merespon isu-isu politik, mereka harus memahami pengertian dalam isu

tersebut, asal mulanya, pilihan reaksi terhadapnya dan konsekuensi logis dari reaksi

itu. Pemahaman itu berlandaskan pada pengetahuan mereka. Penerapan pengetahuan

untuk menjelaskan, menilai dan memecahkan isu bergantung pada ketrampilan-

ketrampilan proses kognitif siswa. Materi bahan pelajaran dan proses-proses atau

operasi-operasi kognitif pokok merupakan faktor-faktor yang saling terkait dalam

belajar mengajar. Baik materi akademis maupun proses-proses harus diajarkan dan

dipelajari bersama-sama agar misi PKN untuk mengembangkan kemampuan individu

dalam membangun, memelihara dan memperbaiki pemerintahan dan kewarganegaraan

demokratis di negaranya atau di seluruh dunia terpenuhi.

Dari metodologi pengajarannya, ditekankan pentingnya variasi metodologi

karena masing-masing akan memberi sumbangan bagi sifat transformatifnya

pendidikan kewarganegaraan. Pertama, analisa studi kasus. Penggunaan studi kasus

dapat membawa drama dan vitalitas kehidupan kenegaraan yang sebenarnya ke dalam

ruang kelas, serta menuntut penerapan praktis ide-ide dasar atau konsep-konsep untuk

memahami data yang berasal dari kehidupan kenegaraan.

Kedua, pengembangan ketrampilan-ketrampilan pembuatan keputusan. Para

pengajar menggunakan studi-studi kasus tentang isu politik dan hukum untuk

menolong siswa agar berkembang ketrampilannya dalam membuat keputusan. Para

siswa/mahasiswa diajari mengenali isu, menguji alternatif-alternatif pilihan, dan

Page 19: Abstraks - UKSW

19

konsekuensi dari masing-masing pilihan, serta mempertahankan satu pilihan yang

mereka anggap lebih baik ketimbang pilihan lain.

Ketiga, analisa internasional dan perbandingan pemerintahan dan

kewarganegaraan. Kebangkitan global demokrasi konstitusional telah merangsang

minat pada metode belajar mengajar perbandingan tentang pemerintahan dan

kewarganegaraan. Para pengajar meminta siswa/mahasiswa untuk membandingkan

lembaga-lembaga demokrasi konstitusional di negaranya dengan lembaga-lembaga di

negara demokrasi lainnya. Harapannya adalah bahwa analisa perbandingan itu akan

memperdalam pemahaman siswa/mahasiswa tentang lembaga-lembaga demokrasi di

negaranya sendiri, serasa memperluas pengetahuan mereka tentang prinsip-prinsip

demokrasi. Lebih dari itu, analisa perbandingan itu juga cenderung mengurangi

semangat etnosentrisme.

Keempat, pengembangan ketrampilan-ketrampilan partisipatoris dan

kebajikan-kebajikan kewarganegaraan melalui kegiatan-kegiatan ”cooperatif

learning”. Para pengajar menekankan pembelajaran kooperatif dalam kelompok-

kelompok kecil yang mendorong siswa/mahasiswa untuk bekerja bersama-sama.

Melalui kegiatan belajar secara kooperatif itu siswa/mahasiswa mengembangkan

berbagai ketrampilan partisipatoris dan kebajikan-kebajikan kewarganegaraan yang

terkait. Siswa/mahasiswa yang secara reguler terlibat dalam pembelajaran kooperatif

cenderung berkembang ketrampilan-ketrampilannya seperti kepemimpinan, negosiasi,

kompromi, penyelesaian konflik, dan kritik yang membangun. Kebajikan mereka

seperti toleransi, keberadaban dan kejujuran juga berkembang.

Page 20: Abstraks - UKSW

20

Kelima, penggunaan pustaka dalam mengajarkan kebajikan-kebajikan

kenegaraan. Para pengajar PKN mengakui bahwa studi pustaka baik yang bersifat

kesejarahan maupun fiksi dapat mengenalkan siswa/mahasiswa pada pribadi-pribadi

menarik yang memberikan contoh penerapan kebajikan kewarganegaraan dalam

keadaan-keadaan dramatis. Karakter-karakter dalam cerita itu dapat menjadi model

peran bagi siswa/mahasiswa. Paling tidak mereka dapat menjadi contoh positif tentang

kebajikan kewarganegaraan tertentu sehingga dapat membantu dalam memahami

makna dan arti pentingnya moralitas dalam kehidupan kenegaraan.

Keenam, pembelajaran aktif (actif learning) tentang pengetahuan, ketrampilan

dan kebajikan-kebajikan. Para pengajar PKN melibatkan siswa/mahasiswa secara aktif

dalam pemerolehan pengetahuan, ketrampilan dan kebajikan. Termasuk dalam

pembelajaran aktif, misalnya, adalah belajar konsep secara sistematis, analisa studi

kasus, pengembangan ketrampilan-ketrampilan pengambilan keputusan, tugas-tugas

belajar kooperatif, dan diskusi kelompok interaktif yang terkait dengan pengajaran

kebajikan kewarganegaraan melalui studi pustaka.

D. Kesimpulan

Pendidikan merupakan institusi penting dan strategis untuk mewujudkan

masyarakat madani. Begitu penting dan strategisnya peranan pendidikan itu, sehingga

tak salah bila dikatakan bahwa terwujudnya masyarakat madani itulah tujuan dari

pendidikan kita. Karakteristik masyarakat madani yang dimaksud mempunyai muatan

nilai universal sekaligus juga nilai partikular yang dinyatakan di dalam masing-masing

kebudayaan masyarakat, yang dipengaruhi oleh kondisi lokal, waktu dan ideologi.

Page 21: Abstraks - UKSW

21

Dalam upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut, pendidikan kewarganegaraan

memiliki peranan yang strategis, karena melalui pendidikan kewarganegaraan

dikembangkan pengetahuan, sikap dan nilai, serta ketrampilan peserta didik agar dapat

menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memahami, menyadari dan

mampu menggunakan hak serta menjalankan kewajiban kenegaraannya secara efektif

dan bertanggung jawab.

Agar peranan ini bisa dijalankan, pendidikan kewarganegaraan harus bersifat

transformatif. Cirinya, dari segi paradigmanya merupakan perpaduan antara

paradigma konservatif dan paradigma liberal, berperan sebagai alat rekonstruksi

sosial, dan mampu belajar dari kecenderungan global pendidikan kewarganegaraan,

baik menyangkut konsep, materi maupun metodologi pengajarannya, dengan tetap

menyesuaikan dengan konteks Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Affan Gaffar. (2005). Politik Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azyumardi Azra (2000). Pendidikan Kewargaan (civic education). Tim ICCE UIN

Jakarta.

Azyumardi Azra (2002). Civic Education di PT Sebagai Modal dalam Mewujudkan

Masyarakat Madani di Indonesia. Jakarta: Tim ICCE UIN Jakarta.

Bambang Suteng S. (2002). Materi Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. P3KD.

Hendro Prasetyo, Ali Munhanif,dkk. (2002). Islam & Civil Society. Jakarta : PT

Gramedia.

Komaruddin Hidayat, dkk. (2005). Islam Negara & Civil Society. Jakarta: Paramadina.

Kompas. (1999). Masyarakat Versus Negara. Paradigma baru Membatasi Dominasi

Negara. Jakarta.

Kutut Suwondo. (2003). Civil Society di Aras Lokal. Salatiga: Yayasan Percik.

Page 22: Abstraks - UKSW

22

Larry Diamond. (2003). Developoing democracy toward consolidation. Yogyakara:

IRE Press.

Margaret S. Branson, dkk.(1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta:

LKIS dan The Asia Foundation.

Muhammad AS Hikam. (1999). Demokrasi dan Civil Society. Jakarta : LP3ES.

Neera Chandhoke. (2001). Benturan negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta:

Istawa Wacana.

Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia.

R.M.S.Gultom.(1999). Tanggung Jawab Warga Negara. Jakarta: Kerjasama Yayasan

Bina Darma – Salatiga dengan PT BPK Gunung Mulia.

Tilaar. (1999). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yayasan Bhumiksara. (2003). Refleksi Tentang Pendidikan Bermakna Menuju

Indonesia Baru.

Zamroni. (2001). Pendidikan Untuk Demokrasi, Tantangan Menuju Civic Society.

Yogyakarta : Bigraf Publishing.

Zamroni. (2007). Pendidikan, dan Demokrasi dalam Transisi (Prakondisi menuju era

Globalisasi). Jakarta: PSAP Muhammadiyah.