bab ii kajian pustaka 2.1. 2.1.1. - uksw...9 bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. mata...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Mata Pelajaran IPA di SD
2.1.1.1. Pengertian Mata Pelajaran IPA
Menurut Paolo dan Marten (Haryono, 2013: 39) Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) untuk peserta didik dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Mengamati apa yang terjadi.
2. Mencoba mengamati apa yang diamati.
3. Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi.
4. Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah
ramalan tersebut benar.
Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam pembelajaran IPA
mencakup juga melakukan coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal, lalu
mencoba lagi.
Sedangkan menurut Haryono (2013: 42) IPA adalah pengetahuan yang
telah diuji kebenarannya melalui metode ilmiah.Dalam pembelajaran IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi IPA merupakan proses penemuan.
Haryono (2013: 49-50) juga memaparkan bahwa teori belajar yang
menonjol di dalam pembelajaran IPA adalah teori kognitivisme dan
konstruktivisme. Teori kognitivisme menguraikan perkembangan kognitif dari
bayi sampai masa dewasa. Sedangkan teori konstruktivisme menekankan bahwa
individu tidak menerima begitu saja ide-ide dari orang lain. Mereka membangun
sendiri dalam pikiran mereka ide-ide tentang peristiwa alam dari pengalaman
sebelum mereka mendapat pelajaran IPA di sekolah. Ide-ide yang mereka bentuk
dan pengajaran IPA yang mereka dapatkan di sekolah disimpan di dalam struktur
kognitif mereka.
10
2.1.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor
22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkankeberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaatdan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanyahubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi danmasyarakat
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkanmasalah dan membuat keputusan
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
danmelestarikan lingkungan alam
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannyasebagai salah satu ciptaan Tuhan
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasaruntuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.1.3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA SD
Ruang lingkup mata pelajaran IPA SD meliputi aspek-aspek sebagai
berikut :
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
11
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 ruang lingkup bahan kajian IPA untuk
SD/MI meliputi aspek-aspek berikut.
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
daninteraksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahayadan pesawat sederhana
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
bendalangit lainnya.
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2013: 15) pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja secara kolaboratif
yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.
Model pembelajaran ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa
memahami konsep yang sulit saja, tetapi juga berguna untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.
Isjoni (2013: 16) juga mengatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif,
siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak
positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat
memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi.
Lungdren (dalam Isjoni, 2013: 16-17) memaparkan unsur-unsur
pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama-sama”
2. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik
lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang
sama.
12
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigation (GI)
Pembelajaran kooperatif tipe GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan
Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. GI seringkali disebut sebagai model
pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Hal ini disebabkan oleh model ini
memadukan beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan
konstruktivistik, democratic teaching, dan kelompok belajar kooperatif. Group
investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam
keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group
process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota
serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan
intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual (Riadi, Muchlisin: 2012).
Investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang
memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa
melalui berbagai kegiatan dan hasil sesuai pengembangan yang dilalui siswa
(Krismianto, dalam Hesti Retnaningsih: 15).
Senada dengan Krismianto, Eggen & Kauchak (dalam Riadi, Muchlisin:
2012) mengemukakan bahwa GI adalah strategi belajar kooperatif yeng
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap
suatu topik.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe GI adalah suatu model pembelajaran dimana siswa
bekerja dalam suatu tim untuk melakukan investigasi atau penyelidikan terhadap
suatu topik atau objek khusus mulai dari pengumpulan data, analisis data, sintesis,
hingga menarik kesimpulan.
2.1.3.2. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigation (GI)
Sebagai suatu model pembelajaran yang menjadi pilihan, model
pembelajaran GI memiliki beberapa kelebihan. www.referensimakalah.com
(2012) mengemukakan kelebihan model pembelajaran ini, antara lain :
1) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan
13
2) Melatih berpikir dan bertindak kreatif
3) Dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan
5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan
6) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir peserta didik untuk menghadap
masalah yang dihadapi secara tepat
2.1.3.3. Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigation (GI)
Selain kelebihan yang dipaparkan, pembelajaran GI ini juga memiliki
beberapa kekurangan. www.referensimakalah.com (2012) juga mengemukakan
kekurangan dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI. Kekurangan-
kekurangan tersebut yaitu:
1) Membutuhkan keaktifan dari masing-masing anggota kelompok dalam
melakukan penyelidikan atau investigasi.
2) Jika seluruh anggota kelompok pasif, maka akan menyulitkan dalam
melakukan kegiatan investigasi.
2.1.3.4. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI)
Menurut Jamil Suprihatiningrum (2012: 207-208) langkah-langkah dalam
pembelajaran GI antara lain:
1) Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum
yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas
(task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi
kelompok heterogen, baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan
akademik.
2) Merencanakan kerja sama
Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus,
tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik
yang telah dipilih.
3) Implementasi
14
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan. Pembelajaran harus
melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas
mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang
terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus menerus
mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4) Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang
diperoleh dan merencanakan agar dapat diringkas dalam suatu penyajian yang
menarik di depan kelas.
5) Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut
6) Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
Senada dengan pendapat Jamil Suprihatiningrum, Rusman (2010: 221-
222) menyatakan implementasi pembelajaran GI secara umum dibagi menjadi
enam langkah yaitu :
1) Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok.
Para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan
mengkategorisasi saran-saran; para siswa bergabung dalam kelompok
didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu
atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi.
2) Merencanakan tugas-tugas belajar.
Direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya
masing-masing, yang meliputi: apa yang diselidiki; bagaimana kita
melakukannya, siapa sebagai apa – pembagian kerja; dan untuk tujuan apa
topik ini diinvestigasi.
3) Melaksanakan investigasi.
15
Siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan; setiap
anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok; para siswa
bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensitesis ide-ide
4) Menyiapkan laporan akhir.
Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial proyeknya;
merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat
presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana
presentasi.
5) Mempresentasikan laporan akhir
Presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalamberbagai macam bentuk;
bagian-bagian presntasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar
(kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi presentasi
menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas.
6) Evaluasi.
Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen
diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan ketrampilan berpikir
kritis.
Di dalam implementasinya pembelajaran kooperatif GI , setiap kelompok
presentasi atas hasil investigasi mereka di depan kelas. Tugas kelompok lain,
ketika satu kelompok presentasi di depan kelas adalah melakukan evaluasi sajian
kelompok.
Berbeda dengan kedua tokoh diatas Sharan (dalam Riadi, Muchlisin:
2012) juga mengemukakaan langkah-langkah pembelajaran pada model
pemelajaran GI sebagai berikut:
1) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
2) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus
dikerjakan.
3) Guru memanggil ketua-ketuaa kelompok untuk memanggil materi tugas
secara kooperatif dalam kelompoknya.
4) Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara kooperatif dalam
kelompoknya.
16
5) Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau
salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.
6) Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.
7) Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan
konsep dan memberikan kesimpulan.
8) Evaluasi.
Berdasarkan dari pendapat para ahli yang telah dijabarkan di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe GI yaitu:
1) Pengorganisasi siswa ke dalam kelompok.
2) Pemilihan topik
3) Perencanaan tugas
4) Pelaksanaan investigasi
5) Persiapan pembuatan laporan akhir
6) Presentasi laporan akhir
7) Evaluasi
2.1.3.5. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigation (GI)
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran GI yang telah dipaparkan
diatas maka dapat diambil kesimpulan sintaks dari model pembelajaran kooperatif
tipe GI adalah sebagai berikut :
17
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran GI
Langkah-
langkah
Pembelajaran
Keterangan
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Langkah 1 :
Pengorganisasi
siswa ke dalam
kelompok.
Kegiatan inti
(eksplorasi)
Kelas dibagi
menjadi
beberapa
kelompok kecil.
Setiap kelompok
terdiri antara 5-6
siswa.
a. Membagi kelas
menjadi beberapa
kelompok, dimana
masing-masing
kelompok terdiri
atas 5-6 siswa
b. Menjelaskan
tentang model
pembelajaran
kooperatif tipe GI
Siswa bergabung
dengan
kelompoknya
Langkah 2 :
Pemilihan topik.
Kegiatan inti
(eksplorasi)
Dalam langkah
pembelajaran ini
guru
memberikan
gambaran
terlebih dahulu
tentang materi
pembelajaran
selanjutnya guru
menentukan
topik materi
yang akan
dipecahkan oleh
setiap kelompok
a. Menginformasika
n tentang topik
yang akan
dipelajari
b. Menentukan topik
yang akan
dipecahkan oleh
kelompok
c. Membagikan
Lembar Kerja
Praktikum kepada
masing-masing
kelompok
Menelaah sumber-
sumber informasi.
18
Langkah-
langkah
Pembelajaran
Keterangan
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Langkah 3 :
Perencanaan
tugas.
Kegiatan inti
(elaborasi)
Masing-masing
kelompok
membahas tugas
yang telah
diberikan
Mendampingi siswa
dalam melakukan
perencanaan kegiatan
investigasi
Membahas dan
merencanakan
kegiatan investigasi
Langkah 4 :
Pelaksanaan
investigasi.
Kegiatan inti
(elaborasi)
Pemilihan
metode yang
akan digunakan
dalam kegiatan
investigasi.
Guru mendampingi
siswa dalam
melaksanaan
investigasi kelompok
Siswa mencari
informasi,
menganalisis data,
melalukan
percobaan, dan
membuat
kesimpulan hasil
investigasi
Langkah 5 :
Persiapan
pembuatan
laporan akhir
Kegiatan inti
(elaborasi)
Mengklarifikasi
dan
mensintesiskan
hasil investigasi
Membimbing siswa
dalam mempersiapkan
pembuatan laporan
akhir
Melakukan
persiapan apa yang
akan dilaporkan
dan bagaimana
membuat
presentasinya
19
Langkah-
langkah
Pembelajaran
Keterangan
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Langkah 6 :
Presentasi
laporan akhir
Kegiatan inti
(konfirmasi)
Penyajian hasil
investigasi
kelompok yang
telah dilakukan
Memberikan pengutan
dari hasil presentasi
masing-masing
kelompok
Masing-masing
kelompok
menyampaikan
hasil
investigasinya,
sedangkan
kelompok lain
memberikan
sanggahan
Langkah 7 :
Evaluasi .
(kegiatan
akhir)
Guru dan siswa
berkolaborasi
dalam
mengevaluasi
pembelajaran
Membimbing siswa
dalam membuat
kesimpulan
Siswa secara
individu membuat
kesimpulan
2.1.4. Hasil Belajar
2.1.4.1. Pengertian Belajar
Winkel (Jamil Suprihatiningrum, 2012: 15) berpendapat bahwa belajar
adalah suatu aktivitas mental/ psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-
pemahaman, ketrampilan, dan nilai-sikap. Belajar juga dikatakan sebagai suatu
interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud
pribadi, fakta, konsep, ataupun teori.
Sedangkan Budiningsih (2005: 58) dalam Jamil Suprihatiningrum (2012:
15) menyatakan bahwa belajar merupakan proses pembetukan pengetahuan, yang
20
mana siswa aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan
memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
Dari kedua pendapat diatas Jamil Suprihatiningrum (2012: 15)
menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik
yang dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam
interaksinya dengan lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa belajar sebagai
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman,
ketrampilan serta nilai-nilai, dan sikap.
Secara umum teori belajar dikelompok ke dalam empat aliran, yaitu aliran
behavioristik, kognitivistik, humanistik, dan sibernetik. Menurut aliran
behavioristik, belajar merupakan perubahan perilaku berdasarkan stimulus-respon.
Sedangkan aliran kognitivistik mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan
persepsi dan pemahaman sehingga tidak semata-mata merupakan perubahan
perilaku, tetapi melalui proses berpikir. Untuk aliran humanistik lebih cenderung
mementingkan proses belajar yang memanusiakan manusia. Sementara aliran
sibernetik mengemukan bahwa belajar merupakan pengolahan informasi.
Berdasarkan empat aliran tersebut Jamil suprihatingrum (2012: 15-16)
mengemukakan bahwa hasil belajar ditandai oleh adanya beberapa hal, yaitu
adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut melalui pengalaman, proses
berpikir dan mengolah informasi, serta mempunyai manfaat dan memecahkan
persoalan yang menjadi tujuan.
2.1.4.2. Kegiatan Belajar
Jamil Suprihatiningrum (2012: 35) menyatakan bahwa makna belajar
ditinjau dari perspektif guru adalah perlakuan (treatment) terhadap materi
pelajaran berupa kegiatan guru menyampaikan atau membelajarkan kepada siswa
(teaching activity). Sebaliknya, ditinjau dari perspektif siswa, perlakuan terhadap
materi pembelajaran berupa mempelajari atau berinteraksi dengan materi
pembelajaran (learning activity).
21
Jamil Suprihatiningrum (2012: 35) juga mengatakan bahwa secara
khusus, kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi
empat, antara lain :
1) Menghafal
Ada dua jenis menghafal, yaitu menghafal verbal (remember verbatim) dan
menghafal parafrase (remember pharaphrase). Menghafal verbal adalah
menghafal persis seperti apa adanya. Sedangkan menghafal parafrase adalah
menghafal yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat
diungkap dengan bahasa atau kalimat sendiri.
2) Menggunakan/ mengaplikasi
Materi pembelajaran setelah dihafal atau dipahami kemudian digunakan atau
diaplikasikan. Jadi, dalam proses pembelajaran siswa perlu memiliki
kemampuan untuk menggunakan, menerapkan atau mengaplikasi materi yang
telah dipelajari.
3) Menemukan
Menemukan termasuk kategori ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Contohnya
menemukan cara memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari.
4) Memilih
Memilih di sini adalah memilih untuk berbuat atau tidak berbuat. Ketrampilan
ini melibatkan sisi afektif atau sikap.
2.1.4.3. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Gagne dan Briggs (Jamil Suprihatiningrum , 2012:
37) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan
belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance).
Gagne juga mengemukakan lima tipe hasil belajar, yaitu intellectual skill,
cognitive strategy, verbal information, motor skill, dan attitude.
Reigeluth (Jamil Suprihatiningrum , 2012: 37) berpendapat bahwa hasil
belajar atau pembelajaran dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan
suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda. Ia
juga mengatakan secara spesifik bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja
22
(performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang
telah diperoleh. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus)
perilaku (unjuk kerja).
Hasil belajar sangat erat kaitannya dengan belajar atau proses belajar.
Hasil belajar pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu pengetahuan tentang fakta-fakta, pengetahuan tentang prosedur,
pengetahuan konsep, dan ketrampilan untuk berinteraksi.
Untuk menunjukkan tinggi rendahnya atau baik buruknya hasil belajar
yang dicapai siswa salah satu cara yang sudah lazim digunakan adalah dengan
memberikan skor terhadap kemampuan atau ketrampilan yang dimiliki siswa
setelah mengikuti proses kegiatan pembelajaran tersebut.
Menurut Uno (Jamil Suprihatiningrum , 2012: 38) tujuan pembelajaran
biasanya diarahkan pada salah satu kawasan dari taksonomi pembelajaran.
Krathwohl, Blom dan Masia (1973) memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga
kawasan, yakni kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotor.
Sesuai dengan taksonomi tujuan pembelajaran, hasil belajar dibedakan
atas tigas aspek yaitu :
1) Aspek kognitif
Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir,
mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan komprehensif,
aplikatif, sintesis, analisis, dan pengetahuan evaluatif. Kawasan kognitif adalah
kawasan yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental
yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi, yakni
evaluasi. Anderson dan Krathwohl (2001: 29-31) membedakan aspek kognitif
dalam dua dimensi, yaitu :
a. The knowledge dimension (dimensi pengetahuan)
1) Factual knowledge (pengetahuan fakta)
a) Knowledge of terminology (pengetahuan tentang istilah)
b) Knowledge of specific details and elemants (pengetahuan tentang
unsur-unsur khusus dan detail)
23
2) Copceptual knowledge (pengetahuan tentang konsep)
a) Knowledge of classification categories (pengetahuan tentang
penggolongan dan kategori)
b) Knowledge of principles and generalizations (pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi)
c) Knowledge of theories, model, and structures (pengetahuan tentang
teori, model, dan struktur)
3) Procedural knowledge (pengetahuan tentang prosedur)
a) Knowledge of subject-specific skills alogarithms (pengetahuan tentang
subjek ketrampilan khusus dan logaritma)
b) Knowledge of subject-specific techniques and methods (pengetahuan
tentang subjek tehnik dan metode khusus)
c) Knowledge of criteria for determining when to use appropriate
procedures (pengetahuan tentang kriteria untuk menetukan
penggunaan prosedur yang sesuai)
4) Metacognitive knowledge (pengetahuan metakognitif)
a) Strategic knowledge (pengetahuan tentang strategi)
b) Knowledge about cognitive task, including appropiate contextual and
conditional knowledge (pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk
pengetahuan kontekstual dan kondisional yang sesuai)
c) Self-knowledge (pengetahuan pribadi)
b. The cognitive process dimension (dimensi proses kognitif)
1) Remember (mengingat)
a) Recognizing (pengenalan)
b) Recalling (pengingatan)
2) Understand (memahami)
a) Interpreting (penafsiran)
b) Exemplifying (pemberian contoh)
c) Classifying (penggolongan)
d) Summarizing (peringkasan)
e) Inferring (penyimpulan)
24
f) Comparing (membandingkan)
g) Explaining (menjelaskan)
3) Apply (menerapkan)
a) Executing (pelaksanaan)
b) Implementing (menerapkan)
4) Analyze (menganalisis)
a) Differentiating (perbedaan)
b) Organizing (pengaturan)
c) Anttributing (penentuan)
5) Evaluate (mengevaluasi)
a) Checking (pemeriksaan)
b) Critiquing (mengkritisi)
6) Create (menciptakan)
a) Generating (membangkitkan)
b) Planning (merencanakan)
c) Producing (memproduksi)
2) Aspek afektif
Dimensi afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai,
minat, dan apresiasi. Menurut Uno (2006), terdapat lima tingkat afeksi dari yang
paling sederhana ke yang paling kompleks, yaitu, kemauan menerima, kemauan
menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, serta ketekunan dan ketelitian.
Kemauan menerima merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau
rancangan tertentu, misal keinginan membaca. Kemamuan menanggapi
merupakan kegiatan yang merujuk pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu,
misal menyelesaikan suatu tugas terstruktur. Berkeyakinan berkenaan dengan
kemauan menerima sistem nilai tertentu pada suatu individu, misal sikap ilmiah
atau kesungguhan untuk melakukan sesuatu. Penerapan karya berkenaan dengan
penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada
suatu sistem nilai yang lebih tinggi, misal menyadari peranan perencanaan dalam
memecahkan suatu masalah. Sedangkan ketekunan dan ketelitian, yaitu individu
25
yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan
sistem nilai yang dipegangnya, misal sikap objektif dalam segala hal.
Menurut Depdiknas (2004a: 7) aspek afektif yang bisa dinilai di sekolah,
yaitu :
1) Sikap
Sikap adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek ini bisa
berupa kegiatan atau mata pelajaran. Perubahan sikap siswa sebelum dan
setelah mengikuti suatu kegiatan atau pelajaran ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk
itu guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar
siswa yang memuat sikapnya menjadi lebih positif.
2) Minat
Minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat siswa terhadap
suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat
siswa terhadap suatu mata pelajaran.
3) Nilai
Nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan.,
misalnya keyakinan akan kemampuan siswa. Sekolah harus menolong siswa
menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna bagi siswa.
4) Konsep diri
Konsep diri digunakan untuk menentukan jenjang karier siswa, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka bisa dipilih alternatif
karier yang tepat bagi diri siswa.
Winkel (2007: 71) mengemukakan salah satu ciri belajar afektif adalah
belajar menghayati nilai dari suatu objek yang dihadapi melalui alam perasaan,
entah objek tersebut berupa orang, benda atau kejadian/ peristiwa; ciri yang lain
terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi wajah.
3) Aspek psikomotorik
Kawasan psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan
ketrampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik. Kawasan ii juga memiliki
berbagai tingkatan dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks, yaitu
26
persepsi, kesiapan melakukan suatu kegiatan, mekanisme, respon terbimbing,
kemahiran, adaptasi, dan organisasi. Persepsi berkenaan dengan penggunaan indra
dalam melakukan kegiatan. Kesiapan berkenaan dengan melakukan sesuatu
kegiatan, termasuk di dalamnya mental set (kesiapan mental), physical set
(kesiapan fisik), atau emotional set (kesiapan emosi perasaan) untuk melakukan
suatu tindakan. Mekanisme berkenaan dengan penampilan respons yang sudah
dipelajari dan menjadi kebiasaan sehingga gerakan yang ditampilkan
menunjukkan kepada suatu kemahiran, seperti menulis halus, menari dll.
Respon terbimbing seperti meniru (imitasi) atau mengikuti, mengulangi
perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, dan melakukan
kegiatan coba-coba (trial and error). Kemahiran adalah penampilan gerakan
motorik dengan ketrampilan penuh. Adaptasi berkenaan dengan ketrampilan yang
sudah berkembang pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu
memodifikasi (membuat perubahan) pada pola gerakan sesuai situasi dan kondisi
tertentu. Sedangkan organisasi menunjukkan kepada penciptaan kepada
penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah
tertentu. Biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai
ketrampilan tinggi.
Namun hasil belajar yang akan dipaparkan dalam penelitian ini adalah
skor atau nilai hasil tes formatif mata pelajaran IPA dalam pokok bahasan cahaya
dan sifat-sifatnya yang diperoleh setelah menerima pengalaman belajar pada
setiap akhir siklus.
2.1.4.4. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003:56-72) dalam skripsi Ayu Permatasari (2011: 11)
yang berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran Aktif Tipe Quiz Team Pada Mata
Pelajaran IPA Kelas V terhadap Hasil Belajar Siswa di SDN 1 Karanggeneng
Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora” faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat,
motivasi dan cara belajar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
belajar yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar. Faktor dari dalam ini
27
meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. Kondisi fisiologis adalah
keadaan jasmani dari seseorang yang sedang belajar, keadaan jasmani dapat
dikatakan sebagai latar belakang aktivitas belajar. Sedangkan kondisi psikologis
yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat,
minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif. Faktor ekstern yaitu faktor-
faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Salah satu faktor ekstern yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor sekolah, yang mencakup
metoda mengajar, kurikulum, relasi guru siswa, sarana, dan sebagainya.
2.1.4.5. Penilaian Hasil Belajar
Menurut Permendikas No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian,
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yangmencerminkan kemampuan
yang diukur.
2) objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedurdan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitaspenilai.
3) adil, berarti penilaian tidak menguntungkan ataumerugikan peserta didik
karena berkebutuhan khususserta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya,adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakansalah satu komponen yang
tak terpisahkan dari ke-giatan pembelajaran.
5) terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian
6) menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaianoleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensidengan menggunakan berbagai teknik penilaian
yangsesuai, untuk memantau perkembangan kemampuanpeserta didik.
7) sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
8) beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan padaukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
9) akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung-jawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
28
3.1.4. Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
(GI) Dengan Hasil Belajar IPA
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI) sering
dipandang sebagai model yang paling kompleks dan paling sulit untuk
dilaksanakan dibandingkan dengan model kooperatif yang lain. Hal ini
disebabkan karena siswa dibawa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik
maupun cara untuk mempelajari melalui investigasi. Pembelajaran dengan model
ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi
maupun dalam ketrampilan proses kelompok .
Model Pembelajaran kooperatif ini dapat dipakai guru untuk
mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun model
kelompok. Model kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian
tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju
pembentukan manusia sosial (mafune, dalam Rusman 2010: 222).
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe GI ini guru akan menekankan
lebih lanjut agar siswa lebih termotivasi untuk belajar IPA dengan cara yang
menyenangkan karena siswa bersama dengan anggota kelompoknya bekerja sama
melakukan investigasi untuk berpikir secara ilmiah dengan cara mencari/
menemukan sendiri informasi baik dengan cara membaca literatur, mengamati/
wawancara maupun melakukan percobaan ilmiah lalu mentransformasikan dengan
bahasa mereka sendiri selanjutnya menarik kesimpulan dari hasil investigasi yang
telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengupayakan kerja tim yang optimal
sehingga benar-benar terjadi kerja ilmiah yang sesungguhnya dan mendapatkan
hasil maksimal yaitu peningkatan hasil belajar.
Jerome Bruner (Jamil Suprihatingrum, 2012:31) mengemukakan bahwa
manusia harus aktif mencari pengetahuan mereka sendiri agar apa yang dicarinya
lebih bermakna. Dalam hal ini termasuk ketika manusia memecahkan masalah
melalui pengetahuan yang dimilikinya sehingga pengetahuan yang digunakan
benar-benar bermakna. Maka ketika seorang siswa mencari tahu berdasarkan
pengalamannya sendiri lalu mentransformasikan pengetahuan yang ia dapat
29
dengan bahasa mereka sendiri akan lebih bermakna sehingga mudah terserap yang
akan berdampak pada hasil belajar yang meningkat.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Retnaningsih, Hesty (2013) melakukan Penelitian pengembangan dengan
judul “Pengembangan Penilaian Unjuk Kerja IPS Melalui Pendekatan Problem
Solving Dengan Model Group Investigation Siswa Kelas 4 SD N Tanduk II
Ampel Boyolali Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengembangan penilaian unjuk kerja IPS melalui pendekatan
problem solving dengan model group investigation efektif digunakan untuk
penilaian proses unjuk kerja siswa. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis uji
validitas dan reliabilitas instrument yang menyatakan bahwa 25 item penilaian
dalam rubrik unjuk kerja sudah valid, sedangkan hasil uji reliabilitas menyatakan
0,944 dari nilai alpha minimal yaitu 0,7.
Rahayu, Murti (2011) melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan
Hasil Belajar IPS Melalui Model Group Investigation Bagi Siswa Kelas IV SD N
Soso 03 Gandusari Kabupaten Blitar”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
model group investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang terlihat
dari peningkatan perolehan pra tindakan sampai pada siklus kedua yang mencapai
peningkatan sebesar 13% dari 16 siswa yang tuntas 14 siswa dan belum tuntas 2
siswa.
Untari (2012) melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil belajar
Ilmu Pengetahuan Alam Pokok Bahasan Energi Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Siswa Kelas IV SD Negeri
Madyogondo 03 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester II Tahun
ajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang
terlihat dari peningkatan perolehan pada saat kondisi awal siswa yang mencapai
KKM 60 (≥60) hanya sebanyak 13 siswa (36,11%) dan siswa yang belum tuntas
sebanyak 23 siswa (63,89%). Pada siklus I siswa yang tuntas sebanyak 26 siswa
(73,22%) dan siswa yang belum tuntas sebanyak 10 siswa (27,78%). Sedangkan
30
pada siklus II jumlah siswa yang tuntas meningkat sebanyak 34 siswa (94,44%)
dan siswa yang belum tuntas sebanyak 2 siswa (5,56%).
Dari penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI) mampu meningkatkan
hasil belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran di sekolah karena secara
langsung siswa dituntut dapat bekerja dalam tim aktif dan berfikir kritis untuk
menemukan informasi-informasi sehingga dapat menemukan pengetahuan baru.
Beda dengan penelitian yang lain meskipun ketiganya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation tetapi memiliki
perbedaan pada jenis penelitian, kelas yang diteliti, serta mata pelajaran yang
diteliti. Apabila dalam penelitian Hesti Retnaningsih meneliti pengembangan
penilaian unjuk kerja IPS melalui pendekatan problem solving dengan model
group investigation yang merupakan penelitian pengembangan. Untuk Murti
Rahayu melakukan penelitian peningkatan hasil belajar namun yang diteliti adalah
mata pelajaran IPS pada siswa kelas 4. Dan Untari melakukan penelitian pada
mata pelajaran IPA namun dilakukan di kelas 4. Sedangkan dalam penelitian ini
peneliti mengangkat sebuah penelitian tindakan yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 5 SDN Urutsewu 3 Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014”.
2.3. Kerangka Pikir
Pembelajaran yang baik menurut tuntunan kurikulum adalah guru harus
mampu melibatkan siswa, agar keadaan cara belajar siswa aktif dapat berlangsung
sesuai dengan harapan. Supaya keadaan tersebut dapat terwujud maka guru harus
berupaya untuk menciptakan kondisi kegiatan belajar mengajar yang menarik.
Namun dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, guru cenderung
menggunakan metode konvensional, dimana peran guru yang seharusnya sebagai
fasilitator tetapi lebih menjadi penentu dalam proses pembelajaran sehingga
banyak dijumpai siswa yang kurang aktif dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar. Hal ini berdampak pada suasana kelas kurang kondusif yang pada
31
akhirnya menghambat bagi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan. Apabila keadaan ini terus menerus dibiarkan, maka hal ini akan
berdampak terhadap kualitas pembelajaran sehingga pada akhirnya hasil belajar
yang dicapai siswa menjadi rendah.
Model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan model pembelajaran
dimana siswa ditutut mampu bekerja dalam tim melakukan suatu investigasi atau
penyelidikan terhadap suatu objek atau permasalahan untuk dipecahkan sehingga
memperoleh suatu pengetahuan baru.
Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI
sangat memungkinkan siswa dapat terlibat langsung dalam Proses Belajar
Mengajar (PBM) dengan cara yang menyenangkan karena siswa diberi kebebesan
untuk mentransformasikan informasi yang didapat supaya siswa lebih tertarik
dengan mata pelajaran IPA. Selain itu, siswa juga dapat terlibat aktif dan mampu
berpikir kritis melalui kegiatan ilmiah guna memecahkan masalah melalui
kegiatan investigasi pada saat proses pembelajaran, sehingga memberikan dampak
positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang kerkualitas.
32
Gambar 1. Kerangka Pikir
Hasil belajar siswa lebih meningkat
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
Hasil belajar meningkat
Model pembelajaran kooperatif tipe GI: student centered siswa bekerja dalam
tim siswa dituntut berpikir
kritis dan aktif
Hasil Belajar siswa
rendah/kurang
Pembelajaran Konvensional : Ceramah teacher centered belajar secara
individual pembelajaran abstrak
dan teoritis
Kondisi awal
33
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas, dapat diambil suatu hipotesis tindakan
bahwa :
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI)
diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA Kelas
5 SD N Urutsewu 3 Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali semester 2 tahun
pelajaran 2013/2014.
2. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI)
sesuai sintaks diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA Kelas 5 SD N Urutsewu 3 Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali semester 2 tahun pelajaran 2013/2014.