bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 mata...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
IPA merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta
isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa, dan
gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan
yang bersifat objektif. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang
bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata
sains ini berasal dari bahasa latin yaitu scienta yang berarti “saya tahu”. Dalam
bahasa inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”.
Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam Bahasa Indonesia
dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural science yang dalam
Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). Dalam kamus
Fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai: systematic and formulated
knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation and
induction (yang diartikan bahwa ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai:
pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam
yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi). Sumber
lain menyatakan bahwa natural science didefinisikan sebagai piece of theoretical
knowladge atau sejenis pengetahuan teoritis
IPA merupakan cabang pengetahuan yang berawal dari fenomena alam. IPA
didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan fenomena alam
yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan
dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi
ini memberi pengertian bahwa IPA merupakan cabang pengetahuan yang dibangun
berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi
7
dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran
matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada
hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan
berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu
rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah.
a) Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi
siswa sekolah dasar. Hal tersebut tercermin dari diikutsertakannya mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam ujian
akhir Nasional untuk tingkat sekolah dasar. Darmodjo (1993:3) mengemukakan
bahwa, “ IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta
dan segala isinya”. Sedangkan menurut Iskandar (1997:1), “Ilmu Pengetahuan Alam
adalah penyelidikan yang terorganisir untuk mencari pola atau keteraturan dalam
alam”
Berdasarkan pendapat diatas, Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu
bidang studi yang bersifat rasional dan objektif yang digunakan untuk menyelidiki
alam dan gejala-gejalanya. IPA memberikan jawaban atas pertanyaanyang bersifat
mitos tentang alam, seperti terjadinya gerhana matahari, terjadinya pelangi, terjadinya
gunung meletus dll. Pengetahuan-pengetahuan ini dahulunya disebut pengetahuan
yang mitologi sifatnya karena selalu dihubung-hubungkan dengan kehidupan para
dewa. Dengan adanya pengetahuan Alam, pengetahuan yang bersifat mitos tersebut
dapat dijelaskan secara rasional dan objektif.
b) Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam
Berdasarkan penjelasan diatas adapun tujuan dari Ilmu pengetahuan alam yang
akan dicapai. Tentu saja tujuan harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuaikan
dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi. Tujuan pembelajaran
IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya,
8
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat,
4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan,
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah
satu ciptaan Tuhan, dan
6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
c) Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek yaitu
kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi kegiatan
penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas, pemecahan masalah,
sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam Kurikulum KTSP relatif
sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang
sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi yang terdapat dalam
Kurikulum KTSP 2006 adalah:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan
gas.
3. Energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA
9
kedua aspek tersebut saling berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan
untuk memperoleh pemahaman atau penemuan konsep IPA.
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray
a. Pengertian Model Pembelajaran
Trianto (2010:17) “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang
kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel
dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan
pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari
seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan
sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan
menurut Sudjana (2004:28) model pembelajaran adalah: “Pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar
terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga
belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”.
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang pengajar untuk mengarahkan
pebelajar mencapai suatu tujuan melaluicara yang disusun sistematik agar terjadi
interaksi antara pebelajar dengan dan sumber belajar lainnya. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan dapat menggunakan metode Cooperative Learning.
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Slavin (Isjoni, 2011:15) “In cooperative learning methods, students work
together in four member teams to master material initially presented by the teacher”.
Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil
berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik
lebih bergairah dalam belajar. Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.
10
Menurut Suprijono (2010:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang
lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih
dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk
membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya
menempatkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Roger dan David Johson dalam Suprijono (2010:58), mengatakan bahwa tidak
semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajar harus diterapkan. Lima
unsur tersebut adalah:
1. Saling Ketergantungan Positif: Unsur ini menunjukkan bahwa dalam dalam
pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama:
mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. kedua: menjamin semua
anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
2. Tanggung Jawab Perseorangan: Pertanggung jawaban ini muncul jika dilakukan
pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif
adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat.
Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang
diperkuat oleh kegiatan belajar bersama artinya, setelah mengikuti kelompok
belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.
3. Interaksi Promotif: Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling
ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:
4. Komunikasi Antar Anggota: Komunikasi antar anggota adalah keterampilan
sosial, untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan
peserta didik harus:
5. Pemrosesan Kelompok: Pemrosesan mengandung nilai. Melalui pemrosesan
kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
11
kegiatan dari anggota kelompok. Siapa diantara anggota kelompok yang sangat
membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok
kelompok adalah meningkatkan efektifitas anggota dalam memberikan
konstribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada
dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran Kooperatif
adalah suatu pemecahan masalah yang dilakukan oleh antar anggota kelompok
dimana setiap siswa harus berkomunikasi antar anggota kelompok lainnya.
Pembelajaran ini sangat bermanfaat karena mampu menumbuhkan rasa tanggung
jawab percaya diri bagi siswa.
c. Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray
Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak macam, salah satunya
pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray. Model pembelajaran tipe Two Stay Two
Stray dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992. Metode ini dapat digunakan dalam
semua mata pelajaran. Dengan sistematika dua tinggal dan dua pergi memudahkan
siswa untuk saling berdiskusi dengan kelompok lainnya. Hal ini dapat menumbuhkan
rasa percaya diri, tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan rasa percaya diri
dalam mengemukakan pendapat di depan banyak orang. Menurut Suprijono (2009:7)
model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray atau dua tinggal dua tamu
diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan
tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya.
Setelah diskusi intrakelompok selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. Anggota kelompok
yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu) mempunyai kewajiban menerima
tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya
kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu
kepada semua kelompok. Jika mereka telah selesai melaksanakan tugasnya, mereka
kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik
12
siswa yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu
mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan.
Sedangkan menurut Lie (dalam Yusritawati, 2009:14) Adapun langkah-
langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti
yang diungkapkan, antara lain:
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya
terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan
kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay
Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa
untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung.
2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka ke tamu mereka.
6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
8. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
Sintak model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray menurut Spencer
Kagan (1990) :
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setip kelompoknya
terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan
kelompok heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa
berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang dan 1 siswa
13
berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran Two Stay
Two Stray bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk
saling membelajarkan (Peer Teaching) dan saling mendukung.
2. Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.
3. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
4. Setelah selesai, dua orang masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka kepada tamu dan kelompok lain.
6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk
melaporkan temuan dari kelompok lain.
7. Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
8. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
Dari uraian di atas, penulis mengkaji bahwa pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray adalah pembelajaran yang bertujuan untuk memecahkan masalah
dengan cara berdiskusi anatar kelompok kemudan dipresentasikan dengan sistem dua
menetap dan dua bertamu. Sintak pembelajaran ini ialah pada kegiatan awal guru
membentuk kelompok, kemudaian guru memberikan soal atau sebuah masalah untuk
didiskusikan oleh murid. Jika waktu yang diberikan sudah habis maka setiap
kelompok harus menyiapkan dua anggotanya untuk bertamu ke kelompok lain dan
dua lagi untuk menetap suapaya menyambut anggota dari kelompok yang akan
memperesentasikan. Kegiatan tersebut dilakukan hingga waktu yang sudah
ditentukan hingga kembali kepada kelompok semula.
Menurut Fatirul (2008) kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray yaitu dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkat
usia siswa. Model ini tidak hanya bekerja sama dengan anggota sekelompok tetapi
14
bisa juga bekerja sama dengan kelompok lain yang memungkinkan terciptanya
keakraban sesama teman dalam suatu kelas dan lebih berorientasi pada keaktifan
siswa. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray ini yaitu jumlah siswa dalam satu kelas tidak boleh ganjil harus berkelipatan
empat dan peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dan kunjungan dari 2 orang
anggota kelompok yang satu ke kelompok lain membutuhkan perhatian khusus dalam
pengelolaan kelas serta dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Selain itu,
guru juga harus membutuhkan banyak persiapan.
Dari kekurangan diatas penulis mengkaji, jika pada proses pembelajaran
kooperatif Two Stay Two Stray guru sudah menyiapkan kelompok heterogen sebelum
mengajar. Dalam pemilihan kelompok guru harus mempertimbangkan dari jenis
kelamin, kemampuan akademis, agar pembagian kelompok merata. Berdasrkan jenis
kelamin setiap kelompok harus ada anggota perempuan. Berdasarkan kemampuan
akademis setiap kelompok terdapat satu atau dua anggota kelompok yang mempunyai
kemampuan akademis tinggi. Kemudian soal diskusi sebaiknya tidak ditulis di papan
tulis, akan lebih baik dan efisien jika guru sudah membawanya dari rumah, sehingga
saat di kelas guru hanya memberikan perintah kemudian membagikannya.
2.1.3 Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Sejak lahir, manusia telah melakukan kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhan
dan mengembangkan dirinya. Pandangan seseorang akan mempengaruhi hubungan
dengan belajar. Menurut Slameto (2010:2) mengemukakan belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya
Menurut Ghufron (2012:27) belajar adalah tingkah laku manusia yang tampak
tidak dapat diukur namun dapat diterangkan melibatkan proses mental yang meliputi
motivasi, kehendak, keyakinan, dan lain sebagainya. Berdasarkan urain tersebut maka
15
belajar dapat diartikan sebagai suatu usaha pada anak didik berdasrkan tingkah laku
secara perlahan-lahan atau betapa guna memperoleh pengetahuan dan ketrampilan
sehingga menghasilkan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Berikut ini 8 Jenis Belajar Menurut Gagne (1985) dalam Udin S. Winataputra. 2008.:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena
adanya tanda atau isyarat, misalnya berhenti berbicara ketika mendapat isyarat
telunjuk menyilang mulut sebagai tanda tidak boleh ribut, atau berhenti mengendarai
sepeda motor di perempatan jalan pada saat tanda lampu merah menyala.
2. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar,
misalnya menendang bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi karena ada
komando, berlari karena mendengar suara anjing menggonggong di belakang.
3. Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon yang
telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan
seperti konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, kaya-miskin, dan lain-lain.
4. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan
dapat menangkap makna yang bersifat verbal, misalnya perahu itu seperti badan titik,
kereta api itu seperti keluang/sikaki seribu, atau wajahnya seperti bulan kesiangan.
5. Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar membedakan/diskriminasi terjadi bila individu berhadapan dengan benda,
suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang
jumlahnya banyak, misalnya membedakan jenis tumbuhan atas dasar urat daunnya,
suku bangsa menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat kemajuannya.
16
6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep terjadi bila individu mengalami berbagai fakta atau data yang
kemudian ditafsirkan ke dalam suatu pengertian atau makna yang abstrak, misalnya
binatang, tumbuhan, manusia termasuk makhluk hidup, negara-negara yang maju
termasuk developed-countries, aturan-aturan yang mengatur hubungan antar-negara
termasuk hukum internasional.
7. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)
Belajar hukum/atauran terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian
peristiwa atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan
menerapkannya atau menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan,
misalnya ditemukan bahwa benda memuai bila terkena panas, iklim suatu tempat
dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi di muka bumi, harga
dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai
konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan, misalnya mengapa harga
bahan bakar minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun. Proses
pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.
Hasil belajar menurut Sukmadinata (2009:102) merupakan realisasi atau
pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki
seseorang. Suprijono (2010:7) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan
perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Dari beberapa pendapat ahli tentang hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perwujudan dari kecakapan atau potensi seseorang berupa perubahan
perilaku yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Dalam penelitian ini hasil belajar digunakan sebagai patokan yang dipakai
peneliti dalam melihat penguasaan belajar siswa telah diadakan kegiatan belajar
mengajar. Adapun cara untuk melihat hasil belajar siswa adalah dengan
17
menggunakan tes, karena dengan tes merupakan salah satu alat evaluasi yang paling
mudah untuk melihat pencapaian belajar siswa.
Penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah, suatu proses dimana seseorang
mengalami suatu perubahan dari yang belum tahu menjadi tahu. Dalam proses
tersebut seseorang bias memperolehnya dari sumber belajar lainnya, seseorang bias
mendapatkannya dari lingkungan, media elektronik, media cetak dll. Ketika orang
sudah memperolehnya, berarti orang tersebut mampu dikatakan telah mencapai
tujuan dari belajar.
b. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman pengalaman belajarnya. Sejalan dengan itu Howard Kingsley
dalam Sudjana (2005:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan
dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita.
Sedangkan menurut Bloom dan Kratwohl (dalam Usman 1994:29) hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku yang secara umum dapat dikelompokkan
ke dalam tiga kategori yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Bloom dalam Usman 1994:29 membagi ranah Kognitif menjadi enam bagian,
yaitu (1) Pengetahuan, yang mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat
materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sulit,
(2) pemahaman, yang mengacu pada kemampuan memahami makna materi, (3)
penerapan, yang mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi
yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan atau
prinsip, (4) analisis, yang mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam
komponen-komponennya. (5) sintesis, yang mengacu pada kemampuan memadukan
konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau
bentuk baru dan (6) evaluasi, yang mengacu pada kemampuan memberikan
pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.
Selain ranah kognitif, menurut Davies dalam Dimyati 2009:205) ranah afektif
berhubungan dengan perhatian, sikap, penghargaan, nilai-nilai, perasaan dan emosi.
18
Sumiati (2007:215) menjelaskan bahwa tingkatan afektif ada lima dari sederhana
menjadi yang kompleks. Kelima tingkatan tersebut yaitu (1) Kemauan menerima, (2)
Kemauan menanggapi, (3) berkeyakinan, (4) penerapan karya dan (5) ketekunan dan
ketelitian.
Hasil belajar yang berikutnya dalam ranah psikomotor. Menurut Davies dalam
Dimayati, 2009: 207), ranah psikomotor berhubungan dengan keterampilan motorik,
manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan kordinasi badan. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Sudjana (1987: 54) menjelaskan bahwa hasil belajar dalam ranah
psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan-keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu.
c. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman,
2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
Faktor Internal :
1. Faktor Fisiologis, Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang
prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat
jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik
dalam menerima materi pelajaran.
2. Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada
dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini
turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi
intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya
nalar peserta didik.
Faktor Eksternal:
1. Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada
tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat
berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari
19
yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk
bernafas lega.
2. Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang
keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang
diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana
untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang direncanakan. Faktor-faktor
instrumental ini berupa kurikulum, sarana dan guru.
Sedangkan menurut Menurut Sunarto (2009) faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar antara lain:
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang
yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Diantara faktor-faktor
intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang antara lain:
Kecerdasan/intelegensi, bakat, minat, motivasi
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut.
Yang termasuk faktor-faktor ekstern antara lain: keadaan lingkungan
keluarga, keadaan lingkungan sekolah, keadaan lingkungan masyarakat
2.1.4 Hubungan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Dengan Hasil
Belajar
Banyak model pembelajaran kooperatif yang sering digunakan, Jigsaw, STAD
(Student Teams Achievement Division), Problem Solving, Picture and Picture dan
masih banyak lagi metode yang bias digunakan. Dalam kesempatan ini peneliti
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Alasan
pertama mpeneliti menggunakan metode ini ialah metode ini mampu digunakan
dalam semua mata pelajaran di sekolah dasar.
Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dilakukan dengan kegiatan
diskusi dan diakhiri dengan presentasi antar kelompok dengan mengirimkan dua
20
anggota kelompok bertamu ke kelompok lainnya. Hal ini menimbulkan kerjasama
antar anggota kelompok, sehingga pembelajaran di kelas menjadi aktif karena siswa
mendiskusikan soal yang diberikan oleh guru. Selain itu penggunaan metode
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat menumbuhkan rasa percaya
diri bagi siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray akan lebih baik jika
digunakan dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Karena dalam kegiatannya
siswa diminta untuk mengamati, mencatat dan mempresentasikan hasil yang didapat.
Sehingga siswa akan lebih aktif dalam melakukan diskusi dengan anggota kelompok.
Dengan perintah yang diberikan oleh guru, siswa menjalankan langkah demi langkah,
hingga pada akhirnya peningkatan hasil belajar akan tercapi melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Indra Heri Gunawan 2011 dengan judul
“Pengaruh Penggunaan Metode Two Stay Two Stray Pada Pembelajaran Matematika
Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 5 SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
dengan menggunakan metode Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Matematika. Hal itu terbukti dengan adanya peningkatan
hasil belajar siswa. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan untuk pembelajaran dengan menggunakan metode Two Stay Two
Stray. Berdasarkan uji t-tes diketahui F hitung levene test sebesar 0,527 dengan
probabilitas 0,472 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua populasi memiliki
variance sama atau dengan kata lain kedua kelas tersebut homogen. Dengan demikian
analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance assumed. Nilai t
adalah 3,7017 dengan probabilitas signifikasi 0,04 < 0,05 dan perbedaan rata-ratanya
berkisar antara 3.37644 sampai 17,28110 dengan perbedaan rata-rata 10,34524. Dari
hasil uji t-test disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan metode Two Stay Two
Stray (TSTS) dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa kelas V
21
SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2011/2012. Saran
yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah perlu pemilihan metode yang
tepat dalam proses pembelajaran dengan menyesuaikan materi ajar.
Kirniati pada tahun 2012 melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan
Metode Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray untuk Meningkatkan Aktivitas dan
Hasil Belajar dalam Pembelajaran Ikhtisar dan Laporan Keuangan Siklus Akuntansi
Perusahaan Jasa di SMA Negeri 2 Salatiga”. Untuk mencapai tujuan dilakukan
penelitian tindakan kelas dalam dua siklus, dan tindakan penelitian dinyatakan
berhasil jika aktivitas siswa mencapai skor ≥ 75 dar indikator aktivitas yang meliputi
perhatian, bertanya, menjawab, dan menanggapi, sedangkan hasil belajar rata-rata
mencapai nilai ≥ 75 dan individu mencapai skor ≥ 71. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan metode kooperatif tipe Two Stay Two Stray ternyata dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pembelajaran ikhtisar dan laporan keuangan
siklus akuntansi perusahaan jasa. Hal ini ditunjukkan dari meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar sebagai berikut: Aktivitas belajar sebelum tindakan : 15,63% siswa aktif
dan 9,37% siswa sangat aktif, 34,37% siswa cukup aktif dan 40,63% siswa tidak
aktif. Pada siklus 1 meningkat menjadi 0% siswa dikategorikan kurang aktif, 9,37%
siswa dikategorikan cukup aktif, 52,25% siswa dikategorikan aktif, dan 34,38% siswa
dikategorikan sangat aktif dan pada siklus ke dua 0% siswa dikategorikan kurang
aktif dan cukup aktif, 53,12% siswa dikategorikan aktif, dan 46,88% siswa
dikategorikan aktif. Hasil belajar sebelum tindakan 25% siswa tuntas dan 75% siswa
tidak tuntas, meningkat pada sikus 1, 71,87% siswa tuntas dan 28,13% siswa tidak
tuntas dan siklus 2 terdapat 96,88% siswa tuntas dan 3,12% siswa tidak tuntas.
Rendra Pramana 2011 melakukan eksperimen dengan judul Efektivitas
Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan Gender Kelas V SD pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Sifat-Sifat
Cahaya Gugus Among Siswa Temanggung Semester 2 Tahun 2011/2012
Pembelajaran kooperatif, metode Two Stay Two Stray, hasil belajar IPA, gender.
Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar
22
IPA antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Two
Stay Two Stray lebih baik dari pada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan model pembelajaran konvensional; (2) Mengetahui ada atau tidak ada
perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa laki-laki dan kelompok siswa
perempuan; (3) Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif
atau tidak efektif terhadap hasil belajar berdasarkan gender siswa kelas V SD pada
pelajaran IPA pokok pokok bahasan sifat-sifat cahaya gugus Among Siswa
Temanggung semester 2 tahun 2011/2012. Hasil dari Analisis of Varians (ANOVA)
setelah memenuhi uji prasyarat parametris (normalitas dan homogenitas), dengan
bantuan program penghitungan statistik SPSS 16.0 for Windows. terdapat perbedaan
nilai hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dan secara statistik hasil belajar
tersebut signifikan. Ada perbedaan hasil belajar antara kelompok laki-laki dengan
kelompok perempuan, tetapi secara statistik perbedaan tersebut tidak signifikan.
Selain itu secara signifikan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray tidak
efektif terhadap hasil belajar berdasarkan gender siswa kelas V SD pada pelajaran
IPA pokok bahasan sifat sifat cahaya Gugus Among Siswa Temanggung semester 2
tahun 2011/2012.
Dari penelitian yang dilakukan, 2 dari 3 penelitian yang dilakukan oleh Indra
Heri Gunawan 2011, Kirniati pada tahun 2012, menunjukkan peningkatan hasil
belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray tanpa membedakan gender. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rendra
Pramana 2011 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray berdasarkan gender juga terdapat peningkatan namun hanya laki-laki saja. Hal
ini menunjukan bahwa pengguna model kooperatif tipe Two Stay Two Stray akan
meningkatkan hasil belajar bagi siswa
2.3 Kerangka Pikir
Dalam meningkatkan hasil belajar siswa guru mempunyai peranan yang sangat
penting. Guru dituntut tidak hanya sebagai sumber ilmu, tetapi guru juga berperan
sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Artinya, saat kegiatan pembelajaran
23
siswa tidak duduk mendengarkan dan mengerjakan soal yang diberikan guru, tetapi
siswa berperan aktif dalam mencari, menemukan dan mengemukakan ilmu yang
didapatnya melalui fasilistas yang diberikan oleh guru.
Untuk mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), guru harus peka dan
mengerti kondisi siswa dikelas. Membuat kondisi kelas kondusif juga diperlukan agar
kegiatan pembelajaran berlangsung dengan baik. Dengan metode dan media
pembelajaran yang tepat, akan memudahkan guru dalam menyampaikan materi.
Sehingga siswa tertarik dan meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran yang
diterangkan oleh guru.
Dalam hal ini, metode Two Stay Two Stray dapat memudahkan guru untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, dan berkesan bagi murid.
Siswa dikondisikan untuk mencari pengetahuan tentang materi melalui diskusi
kelompok dengan temannya, setelah itu siswa bertukar pendapat antar kelompok satu
ddengan kelompok lainnya. Hal ini dapat memberikan kesan antar sisswa satu dengan
siswa lainnya. Sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal. Agar
dalam pembelajaran siswa tidak hanya bermain tanpa memahami perintah dari guru,
maka kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar
24
Gambar 1
Alur Kerangka Pikir
Kondisi awal Guru cenderung dianggap
sebagai gudang ilmu, guru
bertindak otoriter, guru
mendominasi kelas. Siswa
hanya duduk diam dan
mendengarkan guru berbicara.
Penerapan model
pembelajaran Kooperatif Two
Stay Two Stray
Hasil belajar siswa meningkat
Pemantapan model
pembelajaran kooperatif
tipe Two Stay Two Stray
1. Management waktu
dalam mengajar harus
diperhatikan, 2.
Penerapan sintak model
Kooperatif tipe Two Stay
Two Stray, 3. Menegur
beberapa siswa yang
ramai saat diskusi, agar
tidak mengganggu teman. Hasil belajar siswa meningkat
25
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, dan kerangka pikir, maka dapat
dirumuskan hipotesis tindakan yaitu.
1. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 semester
2 SDN Ledok 02 Salatiga Kecamatan Argomulyo pada tahun ajaran
2013/2014.
2. Penerapan langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray
dimana Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok, Guru
memberikan sub bahasan kepada setiap kelompok, Siswa berdiskusi
dengan anggota kelompok, Siswa meninggalkan kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi, masing-masing kelompok mendengarkan
presentasi kelompok lainnya yang diduga dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas 5 pada semester 2 SDN Ledok 02 Salatiga
Kecamatan Argomulyo pada tahun ajaran 2013/2014.