bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/t1_...

15
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam kehidupan manusia dan salah satu penentu penguasaan ilmu dan bidang lainnya, sehingga Matematika digunakan dan ditetapkan menjadi salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan di segala tingkat pendidikan. Matematika diberikan kepada siswa melalui pembelajaran yang disebut pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan yang terprogram dan terencana yang disusun untuk mempelajarkan Matematika kepada siswa (Kriswandani, 2008). Dalam pembelajaran matematika diusahakan terdapat 3 arah komunikasi dan timbal balik, yaitu komunikasi dan timbal balik antar guru dan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa sehingga terjadi suatu interaksi dua arah yang saling membangun dan mendidik. Pemahaman akan karakteristik dan perkembangan siswa sangat diperlukan sebagai dasar untuk menyusun, melaksanakan, mengevaluasi, dan merefleksi rancangan pembelajaran yang dibentuk guru atau calon guru. Pembelajaran matematika merupakan suatu pembelajaran yang mempunyai kemungkinan resiko pembuatan kesalahan yang sangat tinggi sehingga akan berpengaruh pada bentuk karakter kepribadian dari siswa yang mengikuti pembelajaran matematika. 2.1.2 Mata Pelajaran Matematika Matematika berasal dari bahasa Yunani manthenein atau mathein yang berarti mempelajari. Kata Matematika diduga erat hubungannya dengan kata sansekerta, medha atau widya yang berarti kepandaian, ketahuan, atau intelegensia (Subarinah, 2007:1 dalam Kriswandani, 2008). Matematika 6

Upload: buique

Post on 03-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian teori

2.1.1 Pembelajaran Matematika

Matematika begitu penting dalam kehidupan manusia dan salah satu

penentu penguasaan ilmu dan bidang lainnya, sehingga Matematika

digunakan dan ditetapkan menjadi salah satu mata pelajaran yang wajib

diberikan di segala tingkat pendidikan.

Matematika diberikan kepada siswa melalui pembelajaran yang

disebut pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika merupakan

suatu kegiatan yang terprogram dan terencana yang disusun untuk

mempelajarkan Matematika kepada siswa (Kriswandani, 2008). Dalam

pembelajaran matematika diusahakan terdapat 3 arah komunikasi dan

timbal balik, yaitu komunikasi dan timbal balik antar guru dan siswa,

siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa sehingga terjadi suatu

interaksi dua arah yang saling membangun dan mendidik.

Pemahaman akan karakteristik dan perkembangan siswa sangat

diperlukan sebagai dasar untuk menyusun, melaksanakan, mengevaluasi,

dan merefleksi rancangan pembelajaran yang dibentuk guru atau calon

guru. Pembelajaran matematika merupakan suatu pembelajaran yang

mempunyai kemungkinan resiko pembuatan kesalahan yang sangat tinggi

sehingga akan berpengaruh pada bentuk karakter kepribadian dari siswa

yang mengikuti pembelajaran matematika.

2.1.2 Mata Pelajaran Matematika

Matematika berasal dari bahasa Yunani manthenein atau mathein yang

berarti mempelajari. Kata Matematika diduga erat hubungannya dengan

kata sansekerta, medha atau widya yang berarti kepandaian, ketahuan, atau

intelegensia (Subarinah, 2007:1 dalam Kriswandani, 2008). Matematika

6

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya

berkaitan dengan penalaran. Matematika adalah salah satu pengetahuan

tertua, terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang. Matematika adalah

suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari

ilmu pengetahuan alam. Matematika merupakan alat dan bahasa dasar

banyak ilmu. Menurut Subarinah (dalam Kriswandani, 2008) Matematika

merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan

pola hubungan yang ada di dalamnya.

2.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika

Jacson (1992:756) mengatakan bahwa secara umum Matematika

adalah penting bagi kehidupan masyarakat. Dreeben (dalam Romberg,

1992:756) Matematika diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi

kebutuhan jangka panjang bagi siswa dan masyarakat. Hal itu berarti

bahwa seseorang harus mempunyai kesempatan yang banyak untuk belajar

Matematika kapan, dimana saja sesuai kebutuhan matematikanya sendiri.

Thorndike (dalam Jackson, 1992:758) Matematika sangat penting

diajarkan di sekolah karena Matematika merupakan bagian penting dara

batang tubuh pembelajaran itu sendiri. Stanic (dalam Romberg, 1992:759)

tujuan Matematika di sekolah untuk meningkatkan kemampuan berpikir

siswa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Matematika

di sekolah disatu sisi merupakan hal penting untuk meningkatkan

kecerdasan siswa. Di sisi lain terdapat pakar yang menilai bahwa

Matematika di sekolah hanya merupakan kebutuhan yang bersifat

pelengkap dari apa yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan dalam

matematika.

2.1.4 Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang berkembang di Indonesia, khususnya pada

7

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

pelajaran Matematika. Pengembangan PMR didasarkan pada gagasan-

gagasan dari Hands Freudenthal tahun 1905-1990. Di tempat aslinya yaitu

Negara Belanda, pendekatan matematika ini dikenal dengan nama

Realistic Mathematics Education (RME). Sedangkan di Indonesia

diartikan sebagai Pendidikan Matematika Realistik. Secara operasional

pendidikan diubah menjadi pembelajaran. Untuk seterusnya dalam

penelitian ini PMR diartikan sebagai Pembelajaran Matematika Realistik.

Pernyataan bahwa “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas

manusia” menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan

matematika sebagai produk jadi yang siap paki, melainkan sebagai bentuk

aktivitas atau proses. Hal itu melandasi pengembangan Pembelajaran

Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education) yang merupakan

suatu pendekatan dalam pembelajaran Matematika di Belanda. Kata

“realistik” sering disalah artikan sebagai “real-world”, yaitu dunia nyata.

Menurut Van den Heuvel-Panhuizen, 1998 (dalam Ariyadi Wijaya 2012)

penggunaan kata “realistik” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich

realiseren” yang berarti untuk dibayangkan. Jadi penggunaan kata

“realistik” tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya koneksi dengan

dunia nyata tetapi lebih mengacu pada fokus Pembelajaran Matematika

Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang

bisa dibayangkan oleh siswa.

Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari

Pembelajaran Matematika Realistik. Proses belajar siswa hanya akan

terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa (Freudenthal,

1991). Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses

pembelajaran menggunakan permasalahan realistik yang tidak harus selalu

berupa masalah yang ada di dunia nyata dan bisa ditemukan dalam

kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah dikatakan “realistik”jika

masalah tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa.

Dalam Pembelajaran Matematika Realistik, permasalahan realistik

ditempatkan sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau

8

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

disebut aplikasi suatu konsep matematika sehingga sering juga disebut

sebagai sumber untuk pembelajaran. Secara umum, dalam Pembelajaran

Matematika Realistik dikenal dua macam model, yaitu “model of” dan

“model for”. Ketika bekerja dalam permasalahan realistik, siswa akan

mengembangkan alat dan pemahaman matematika. Pertama siswa akan

mengembangkan alat matematis yang masih memiliki keterkaitan dengan

konteks masalah. Alat matematis tersebut bisa berupa strategi atau

prosedur penyelesaian. Pemahaman matematis terbentuk ketika suatu

strategi bersifat general dan tidak terkait pada konteks situasi masalah

realistik.

2.1.5 Prinsip-prinsip pendekatan realistik

Ada beberapa prinsip utama dalam PMR, yaitu: a) guided reinvention

and progressive mathematizing, b) didactical phenomenology, dan c)

selfdeveloped models. (Suryanto, 2010). Ketiga prinsip tersebut dapat

dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

a. Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali

terbimbing/pematematikaan progresif)

Prinsip ini penekanannya pada “penemuan kembali” secara

terbimbing. Melalui masalah kontekstual yang realistik (yang dapat

dibayangkan atau dipahami oleh siswa), yang mengandung topik-topik

matematis tertentu yang disajikan, siswa diberi kesempatan untuk

membangun dan menemukan kembali ide-ide dan konsep-konsep

matematis.setiap siswa diberi kesempatan utuk merasakan situasi dan

mengalami masalah kontekstual yang memiliki berbagai kemungkinan

solusi.

b. Didactical phenomenology (fenomena yang bersifat mendidik)

Prinsip ini menekankan fenomena pembelajaran, yang bersifat

mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk

memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Topik-topik

ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang

9

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam

proses reinvention, artinya prosedur, aturan dan model matematika

yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan dan diajarkan

oleh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari

penyelesaian masalah kontekstual tersebut.

c. Self-developed models (siswa membangun model sendiri)

Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai

jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam

menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk

membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah

kontekstual yang dipecahkan. Model-model tersebut diharapkan akan

berubah dan mengarah kepada bentuk matematika formal.

2.1.6 Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, PMR

memiliki lima karakteristik (Suryanto, 2010).

a. The use of context (menggunakan masalah kontekstual)

Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual,

sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung.

Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber

matematisasi, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan

kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik

awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh

siswa. Masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu:

(1) untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika, (2)

untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola

pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai

sumber aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa,

khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata

(realitas).

10

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

b. The use models (menggunakan berbagai model)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika

yang dibangun sendiri oleh siswa sewaktu memecahkan masalah

kontekstual. Pada awalnya siswa akan menggunakan pemecahan yang

informal. Model tersebut digunakan sebagai jembatan antara level

pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain. Setelah terjadi

interaksi dan diskusi kelas, selanjutnya model ini berkembang dan

diarahkan untuk menjadi model yang formal.

c. Student contributions (kontribusi siswa)

Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan

berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada

pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah.

Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran

diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran

atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

d. Interactivity (interaktivitas)

Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa

dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting

dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan,

pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk

mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk

pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.

e. Intertwining (keterkaitan)

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya

pembahasan suatu topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk

mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna.

Dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik di

atas maka dapat dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami

secara nyata oleh siswa, pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal

yang konkret sesuai realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam

kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa.

11

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

Sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas

matematika yang bermakna. Pembelajaran dirancang berawal dari

pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada

pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.

2.1.7 Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan

pendekatan PMR (Sofa, 2008) sebagai berikut.

Langkah 1: Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dan meminta siswa

untuk memahami masalah tersebut. Jika ada bagian-bagian tertentu yang

kurang atau belum dipahami sebagian siswa, maka siswa yang memahami

bagian itu diminta menjelaskannya kepada kawannya yang belum paham.

Jika siswa yang belum paham tadi merasa tidak puas, guru menjelaskan

lebih lanjut dengan cara memberi petunjuk-petunjuk atau saran-saran

terbatas (seperlunya) tentang situasi dan kondisi masalah (soal).

Langkah 2: Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi

aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan

strategi pemecahan masalah. Siswa diminta menyelesaikan masalah

dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah yang

berbeda lebih diutamakan. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan

masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan menuntun

untuk mengarahkan siswa memperoleh penyelesaian soal tersebut.

Langkah 3: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru membentuk kelompok dan meminta kelompok tersebut untuk

bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah

diselesaikan secara individual (negosiasi, membandingkan dan berdiskusi).

Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam

kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk

mengoptimalkan pembelajaran. Setelah diskusi dilakukan, guru menunjuk

12

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian

dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan

moderator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil

kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika

formal (idealisasi, abstraksi).

Langkah 4: Menyimpulkan

Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan tentang konsep atau definisi, teorema, prinsip atau prosedur

matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang baru

diselesaikan.

Tabel 2.1

Pokok Bahasan Sifat-sifat Bangun Datar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Geometri dan Pengukuran

6. Memahami sifat-sifat bangun

dan hubungan antar bangun

6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat

bangun datar

2.1.8 LKS (Lembar Kerja Siswa)

Aliah Abdulah seperti yang dikutip oleh Sumarni (2004 : 16)

mendefinisikan media pembelajaran sebagai sumber informasi berbentuk

bahan cetak/ buku, majalah, LKS, dan sejenisnya yang dapat digunakan

sebagai penunjang proses pembelajaran dalam menyajikan atau menyerap

mata pelajaran. Belajar dengan menggunakan media memungkinkan siswa

belajar dengan panca inderanya. Menurut Surachman yang dikutip oleh

Sumarni (2004:15-16), LKS merupakan jenis hand out yang dimaksudkan

untuk membantu siswa belajar secara terarah. Menurut Slamet (dalam

Sumarni: 2004:15) pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor

internal berupa kemampuan awal siswa dan faktor eksternal berupa

13

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat dilakukan

dengan menggunakan media LKS.

Lembar Kerja Siswa selain sebagai media pembelajaran juga

mempunyai beberapa fungsi yang lain, yaitu:

1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran

atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan

belajar mengajar

2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan

menghemat waktu penyajian suatu topik

3) Dapat untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai

siswa

4) Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas

5) Membantu siswa dapat lebih aktif dlam proses belajar mengajar

6) Dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi,

sistematis mudah dipahami oleh siswa sehingga mudah menarik

perhatian siswa

7) Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan

meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu

8) Dapat mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok

atau klasikal karena siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai

dengan kecepatan belajarnya

9) Dapat digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu

seefektif mungkin

10) Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan

masalah.

2.1.9 Pembelajaran Efektif

Secara harafiah, efektif memiliki makna manjur, mujarab,

berdampak, membawa pengaruh, memiliki akibat dan membawa hasil.

Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang menghasilkan apa yang

harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung seperti yang

14

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

dicantumkan pada tujuan pembelajaran (Indrawati dan Wanwan Setiawan:

2009). Salah satu prinsipnya adalah pembelajaran efektif dapat

menemukan ekspresi terbaiknya ketika guru berkolaborasi untuk

mengembangkan, mengimplementasikan, dan menemukan bentuk praktek

mengajar yang profesional.

Menurut Joni Ukat, parameter untuk mencapai efektivitas dinyatakan

sebagai angka nilai rasio, antar jumlah hasil (lulusan, produk, jasa dsb)

yang dicapai dalam kurun waktu tertentu dibandingkan dengan jumlah

(unsur yang serupa) yang diproyeksikan atau ditargetkan dalam kurun

waktu tertentu. Hal ini berarti efektivitas dapat diketahui dengan

membandingkan antara usaha yang telah dilakukan dengan tujuan yang

telah ditentukan. Usaha dalam memperoleh efektivitas pembelajaran

didapatkan dari seberapa besar nilai yang diperoleh siswa setelah proses

belajar mengajar berlangsung dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

Nilai hasil belajar siswa dibandingkan dengan sebuah pedoman untuk

mengetahui efektivitas pembelajaran. Pedoman tersebut berupa ketuntasan

belajar dan dari ketuntasan belajar ini dapat dikategorikan sebagai

efektivitas pembelajaran. Sedangkan indikator keberhasilan eksperimen

dapat dinyatakan efektif, apabila hasil belajar kelompok perlakuan lebih

baik daripada hasil belajar kelompok kontrol (Endang Mulyatiningsih,

2011).

2.1.10 Hasil belajar

Menurut Nana Sudjana (2011), hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya. Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang

telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut,

misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi

mengerti.

15

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi

dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif,

psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek

yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan

penilaian.

b. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang

kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi

dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

c. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi

neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor

karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga

harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di

sekolah.

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh

guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan

pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar

dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard

Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2011:22) membagi 3 macam hasil belajar:

a. Keterampilan dan kebiasaan

b. Pengetahuan dan pengertian

c. Sikap dan cita-cita

Pendapat dari Horward Kingsley ini menunjukkan hasil perubahan dari

semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa

karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.

16

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan

karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan

dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan

pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam

aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sedangkan dalam penelitian

ini, hasil belajar yang akan dicapai atau diambil adalah hasil belajar dari

ranah kognitif dan afektif dengan mendeskripsikan penilaian proses.

2.1.11 Pengukuran Hasil Belajar

Instrumen Pengukuran Hasil Belajar

Menurut Nanik Sulistya W, dkk, 2009 instrumen pengukuran

dalam dunia pendidikan meliputi tes, lembar observasi, panduan

wawancara, skala sikap dan angket. Dilihat dari tekniknya, asesmen

proses dan hasil belajar dibedakan menjadi dua macam yaitu teknik Tes

dan Non Tes.

A. Tes

Tes merupakan metode pengumpulan data penelitian yang

berfungsi untuk mengukur kemampuan seseorang. Dalam bidang

pendidikan, tes biasa digunakan untuk mengukur prestasi belajar

dan kompetensi kejuruan (Endang Mulyatiningsih, 2011). Tes

sebagai alat penilaian (Nana Sudjana, 2011) adalah pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban

dari siswa dalam bentuk lisan, tulisan maupun tindakan. Tes pada

umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar

siswa, terutama kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan

pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes

objektif pilihan ganda. Penskoran bentuk soal pilihan ganda

caranya sederhana. Pada dasarnya skor setiap butir soal tes obyektif

adalah satu atau nol. Satu (1) untuk setiap butir soal yang dijawab

17

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

benar dan nol (0) untuk setiap butir soal yang dijawab salah.

Tinggal menghitung saja berapa butir soal yang dijawab benar dan

berapa butir soal yang dijawab salah.

B. Non Tes

Teknik non tes bertujuan untuk mengetahui perubahan sikap

peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, kesulitan

belajar, minat belajar, motivasi belajar, dan sebagainya (Naniek

Sulistya W, dkk, 2009). Teknik non tes dapat dilakukan dengan

observasi baik secara langsung maupun tidak langsung, angket

ataupun wawancara serta dapat pula dilakukan dengan sosiometri.

Teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan digunakan

sebagai pertimbangan tambahan dalam pengambilan keputusan

penentuan kualitas hasil belajar. Teknik ini dapat bersifat lebih

menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak.

Teknik non tes yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

pengamatan atau observasi. Nana Sudjana (2011:84)

mengemukakan bahwa observasi atau pengamatan dapat mengukur

atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa

pada waktu belajar, kegiatan diskusi siswa, maupun partisipasi

siswa. Observasi adalah teknik non tes dengan melakukan

pengamatan terhadap pebelajar sesuai dengan pedoman observasi

yang berisi indikator pengamatan, antara lain keaktifan, kerjasama,

dan kedisiplinan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Dyah (2007/UNNES) “Keefektifan

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP” merupakan penelitian

eksperimen. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh bahwa

aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan PMR terus

mengalami peningkatan, kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

18

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

terus meningkat dan perubahan sikap siswa terhadap pembelajaran juga terus

membaik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PMR lebih efektif daripada

pembelajaran konvensional pada kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VII SMP.

Penelitian yang dilakukan oleh Noni Dyah Ardiani (2011/UKSW)

“Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik Menggunakan Alat Peraga

Terhadap Hasil Belajar Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang (Balok Dan

Kubus) Bagi Siswa kelas V SD” merupakan penelitian eksperimen dengan

variabel terikat hasil belajar siswa dan variabel bebasnya adalah Pembelajaran

Matematika Realistik menggunakan alat peraga. Hasil penelitian:

Pembelajaran Matematika Realistik efektif digunakan dalam pembelajaran

Matematika pada pokok bahasan bangun (ruang balok dan kubus)

dibandingkan pembelajaran tanpa Pembelajaran Matematika Realistik

menggunakan alat peraga.

2.3 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dapat dituangkan dalam bentuk mind mapping (peta

pemikiran) atau narasi yang menjelaskan tentang kemungkinan yang akan

terjadi setelah penerapan PMR menggunakan LKS dalam meningkatkan hasil

belajar siswa (Endang Mulyatiningsih, 2011). Sebagai suatu teori

pembelajaran “Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) menggunakan

LKS tentu saja efektif digunakan dalam pembelajaran Matematika

dikarenakan PMR beorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari

siswa. Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada

siswa untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep-konsep

Matematika. Dengan demikian, Pembelajaran Matematika Realistik akan

mempunyai kontribusi yang tinggi dengan pengertian siswa.

Pembelajaran Matematika Realistik menggunakan masalah realistik

sebagai pangkal tolak pembelajaran, yang dipadukan dengan LKS diharapkan

dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep Matematika.

Selanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-konsep

19

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/921/3/T1_ 292008188_BAB II.pdf · 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam

Matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam

bidang lain. Dengan kata lain, Pembelajaran Matematika Realistik

berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari.

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan suatu

hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

Ho : Pembelajaran Matematika Realistik dengan menggunakan LKS

tidak efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar

Matematika bagi siswa kelas V Semester Genap di SD Negeri

Salaman 1 Kabupaten Magelang.

Ha : Pembelajaran Matematika Realistik dengan menggunakan LKS

efektif digunakan dalam meningkatkan hasil belajar Matematika bagi

siswa kelas V Semester Genap di SD Negeri Salaman 1 Kabupaten

Magelang.

Pembelajaran

konvensional

(monoton)

Guru

memanusiakan

siswa

Hasil belajar

maksimal

Siswa sebagai objek

(mengandalkan apa

yang didengar)

Siswa

pasif

Hasil

belajar

kurang

optimal

Siswa

aktif

PMR dengan

menggunakan

LKS

20