bab ii tinjauan pustaka - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/843/12/t1_...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)
Istilah STM diterjemahkan dari akronim bahasa Inggris STS (Science-
Technology-Society) yang pertama kali diciptakan oleh John Ziman dalam
bukunya “Teaching and Learning About Science and Society”. Ia
mengemukakan bahwa konsep-konsep dan proses sains seharusnya sesuai
dengan kehidupan siswa sehari-hari. (Iim Wasliman dalam Hidayati 2010:6.29)
Sejalan dengan pendapat John Ziman, National Science Teachers
Association (NSTA) dalam Mulyani (2008:15) memandang STM sebagai
the teaching and learning of science in the context of human experience.STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuaidengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajakuntuk meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep danproses sains dalam kehidupan sehari-hari.
Senada dengan NSTA, definisi tentang STM dikemukakan oleh PENN
STATE dalam Dasri (2010:7) bahwa STM merupakan
an interdisciplinary approach which reflects the widespread realizationthat in order to meet the increasing demands of a technical society,education must integrate across disciplines. Pembelajaran denganpendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikanberbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwapemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisimasyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadaphubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University dalam
Dasri (2010:7), bahwa STM merupakan
an interdisciplinery fieldof study that seeks to explore a understand themany ways that’s cience and technology shape culture, values, andinstitution, and how such factors shape science and technology.Pendekatan STM adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untukmengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-
7
proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhiperkembangan sains dan teknologi.
Iskandar (1996: 6.29) dalam Giarti (2010) mempunyai pandangan yang
sama bahwa
STM merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yangada di masyarakat. Tujuan pendekatan STM adalah menghasilkan pesertadidik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampumengambil keputusan penting tentang masaah-masalah dalam masyarakatserta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telahdiambilnya.
Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
pendekatan STM adalah pendekatan dimana konsep-konsep ilmu beserta proses
pembelajaran yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan (sains)
dan teknologi sesuai dengan realita kehidupan siswa .
Menurut Robert E. Yager dalam Hidayati (2010: 6.30), secara umum
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dandampak.
2. Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untukmencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapatditerapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
4. Penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakandalam pemecahan masalah.
5. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana iamencoba untuk memecahkan masalah-masalah yang telah teridentifikasi.
6. Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak kepada masyarakatdi masa depan.
7. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar.
Adapun tahap-tahap implementasi pendekatan STM dalam pembelajaran
menurut Hidayati, dkk (2010: 6.34) adalah sebagai berikut:
1. Tahap apersepsi inisiasi, invitasi, dan eksplorasi yang mengemukakanisu/masalah aktual yang ada di masyarakat.
2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun dan mengkonstruksipengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan diskusi.
8
3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisisisu/masalah yang telah ditemukan di awal pembelajaran berdasarkankonsep yang telah dipahami siswa.
4. Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman konsepagar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
5. Tahap evaluasi, dapat berupa evaluasi proses maupun evaluasi hasil.
Sejalan dengan karakteristik pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan STM, maka tahap-tahap pembelajaran menggunakan pendekatan
STM menurut Mulyani (2008) yaitu sebagai berikut.
1. Tahap InvitasiPada tahap ini dapat memilih salah satu dari alternatif:a. Guru mengemukakan isu/masalah aktual yang sedang berkembang di
masyarakat sekitar yang dapat diamati/dipahami oleh peserta didik sertadapat merangsang siswa untuk bisa ikut mengatasinya.
b. Isu/masalah digali dari pendapat/keinginan siswa dan yang adakaitannya dengan konsep yang dipelajari.
2. Tahap EksplorasiPada tahap ini siswa melalui aksi dan reaksinya sendiri berusahamemahami atau mempelajari situasi baru atau yang merupakan masalahbaginya. Dapat ditempuh dengan membaca buku, majalah,koran,mendengar berita, melakukan wawancara kepada narasumber, atau bahkanobservasi langsung di lapangan.
3. Tahap SolusiPada tahap ini berdasarkan hasil eksplorasinya, siswa menganalisisterjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana cara pemecahanmasalahnya. Dengan kata lain siswa mengenal dan membangun konsepyang baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Untukmemantapkan konsep yang diperoleh siswa tersebut, guru perlumemberikan umpan balik/peneguhan.
4. Tahap AplikasiPada tahap ini siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan konsepyang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa mengadakan aksi nyata dalammengatasi masalah lingkungan yang dimunculkan pada tahap invitasi.Misal, masalah yang diangkat adalah demam berdarah, maka siswamengadakan aksi nyata berupa gerakan 3M, yaitu mengubur barang-barang bekas, menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air.
Senada dengan pendapat tersebut, Poedjiadi (2005) mengemukakan bahwa
pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi,
yaitu:
Strategi pertama, menyusun topik-topik tertentu yang menyangkutkonsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategiini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau
9
menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungananak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yangada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkunganmasyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendirisetelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiataneksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnyadibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini,pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep.
Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensidasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevanyang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalampembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen darikurikulum.Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasikonsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakatdi sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasikonsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokokbahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajarikonsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didikkepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi.
Dalam mengimplementasikan pendekatan STM pada pembelajaran, Dass
(1999) yang dikutip Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas
yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman
murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice guru.
Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau
inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil
tindakan.
1. Fase InvitasiPada Preservice teachers (PSTs) tahap ini, guru melakukan brain stormingdan menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topikdapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa danmemberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa.
2. EksplorasiPada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan.Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasitersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi,perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumber-sumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasisilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan denganmasalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam
10
laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan inimemberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis,dan mengusulkan tindakan.
3. Fase Mengusulkan Penjelasan dan SolusiPada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang merekatelah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasukkomunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebihlanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudianmengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dantindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekan-rekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dantindakan yang diusulkan.
4. Fase Mengambil TindakanBerdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukanpenjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalambeberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakatsebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapatmenghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuanmereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka.Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up.
Sejalan dengan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah implementasi pendekatan STM di lapangan adalah sebagai
berikut:
1. Tahap invitasi, yaitu siswa merumuskan masalah/isu aktual yang ada di
masyarakat.
2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau mengkonstruksi
pengetahuan sendiri melalui menyimak dan diskusi.
3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisisisu/masalah berdasarkan konsep yang telah dipahami siswa.
4. Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman dankonsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
5. Tahap evaluasi, dimana guru melakukan evaluasi proses maupun evaluasihasil.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2011:22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam Nana Sudjana (2011:22) membagi tiga macam hasil
11
belajar mengajar : Keterampilan dan kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan,
Sikap dan cita-cita. Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono
(2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan
sikap.Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne dalam Agus Suprijono
(2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi verbal, keterampilan
intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.
Senada dengan Gagne, Bloom dalam Agus Suprijono (2011:6-7)mengemukakan bahwa:
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru,evaluation (meskor). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),responding (memberikan respon), valuing (skor), organization(organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain psikomotormeliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor jugamencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, danintelektual.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah siswa
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat
mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar digunakan guru untuk digunakan sebagai ukuran atau kriteria
dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh
dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai
kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu
gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa
angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar
seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif
yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang
Poerwanti, 2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan
pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui
12
pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan
yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan
membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja
mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka
seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut
Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu:
1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula
tertentu. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran
(measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan
ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Jadi pengukuran memiliki
arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan sesuatu dengan
satuan ukuran tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah data kuantitatif.
Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang
disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi,
panduan wawancara, skala sikap, dan angket.
Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil
belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penilaian hasil
belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Teknik yang dapat
digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa
yaitu:
1. Tes
Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-
tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu
aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek
tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti, dkk.
2008:4-3). Menurut Ebster’s Collegiate dalam Arikunto, 1995 (Endang
Poerwanti, dkk. 2008:4-4), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau
alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
13
Tes menurut Nana Sudjana (2008:35) sebagai alat peskoran adalah
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban
dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau
dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk
meskor dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif
berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan
pendidikan dan pengajaran, namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula
digunakan untuk mengukur atau meskor hasil belajar bidang afektif dan
psikomotoris.
Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengukur kemampuan peserta didik dan menggunakan langkah-langkah
dan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan.
Berikut ini adalah termasuk dalam teknik tes antara lain (Endang
Poerwanti, 2008):
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan1) Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soalmaupun jawabannya
2) Tes LisanPada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanyadalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambupenyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisanbiasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumenasesmen yang lain.
3) Tes Unjuk KerjaPada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagaiindikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya1) Tes Esei (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikangagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan caramengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2) Tes Jawaban PendekTes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tesdiminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapimemberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
14
3) Tes objektifTes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yangdiperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya seringpula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
c. Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi:1) Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achivement Test)
Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan. Tes inidimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelumpembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untukmengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir post-tes.
2) Tes FormatifTes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahuisejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai peserta didik dalamsuatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian, ulangan harian.
3) Tes SumatifIstilah sumatif berasal dari kata sum yang berarti jumlah. Dengandemikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahuipenguasaan peserta didik terhadap sekumpulan materi pelajaran (pokokbahasan) yang telah dipelajari seperti UAN (Ujian Akhir Nasional),THB.
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses peserta didik pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada
aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Endang Poerwanti,
2008:3.19), yaitu:
a. ObservasiObservasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapatdilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumenyang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuanbelajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukanoleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
b. WawancaraWawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yangdiberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atauaspek kepribadian peserta didik.
c. AngketSuatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupadata deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (AttitudeQuestionnaires).
d. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuatsiswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai
15
kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkanjumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya.
e. Task Analysis (Analisis Tugas)Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas danmenyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftarkomponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
f. Checklists dan Rating ScalesDilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisakuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.
g. PortofolioPortofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalamkarya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat,perkembangan belajar dan prestasi siswa.
h. Komposisi dan PresentasiPeserta didik menulis dan menyajikan karyanya.
i. Proyek Individu dan KelompokMengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakanuntuk individu maupun kelompok
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau peskoran
portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas
instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati
atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau
observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen
butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta
didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa
yang seharusnya diukur.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari
skor tes, menyimak, diskusi, presentasi, dan kerja kelompok.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-
kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau
matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai
16
topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang
kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman
menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut di
dalamnya meliputi:
1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
2. Indikator
3. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4
(analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi))
4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi)
5. Bentuk instrumen
Hasil dari pengukuran pencapaian Kompetensi Dasar dipergunakan
sebagai dasar peskoran atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation
(bahasa Inggris). Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:190-191)
mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana
memberikan/menetapkan skor kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan,
unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Sedangkan
menurut Nana Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:191) pengertian
evaluasi dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan atau
menentukan skor kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Naniek Sulistya Wardani dkk, (2010:2.8) mengartikannya, bahwa evaluasi itu
merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil
pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut
dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil
pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau
ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa
proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula
berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang
lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum
pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Peskoran Acuan Patokan atau
Peskoran Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah
17
kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan
bersifat relatif disebut dengan Peskoran Acuan Norma/ Peskoran Acuan Relatif
(PAN/PAR).
Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2007 tentang Standar Peskoran Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria
ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan
untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan skor batas ambang kompetensi.
2.1.3 Pembelajaran IPS SD
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi
yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS
memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata
pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia
yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan
terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan
dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan
peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam
pada bidang ilmu yang berkaitan (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi
sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi
dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari
yang ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata
pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas
No. 22 Tahun 2006)
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3. Sistem Sosial dan Budaya
18
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut: (Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap skor-skor sosial dan
kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan
global.
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik
yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke
dalam Kompetensi Dasar (KD). SK dan KD untuk mata pelajaran IPS
yang diitujukan bagi siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut
ini.
Tabel 2.1Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS
Kelas IV Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mengenal sumber daya alam,kegiatan ekonomi, dan kemajuanteknologi di lingkungankabupaten/kota dan provinsi
1. Mengenal aktivitas ekonomi yangberkaitan dengan sumber dayaalam dan potensi lain didaerahnya.
2. Mengenal pentingnya koperasidalam meningkatkankesejahteraan masyarakat.
3. Mengenal perkembanganteknologi produksi, komunikasi,dan transportasi serta pengalamanmenggunakannya.
4. Mengenal permasalahan sosial didaerahnya.
19
Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang secara nasional
harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan
pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja
ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
2.2 Hasil Temuan yang Relevan
Dasri (2010) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan
Prestasi Belajar Siswa Melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Dalam Pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri Dologan Kecamatan Japah
Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2009/2010” mengemukakan bahwa
pembelajaran menggunakan pendekatan STM terbukti dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Peningkatan prestasi belajar ini dapat ditunjukkan
dengan rata-rata tes formatif dari 31 siswa pada pra siklus sebesar 67,48,
siklus 1 sebesar 69,87 dan siklus 2 sebesar 73,03. Skor minimal pra siklus
sebesar 45, siklus 1 sebesar 40 dan siklus 2 sebesar 58. Skor maksimal pra
siklus sebesar 100, siklus 1 sebesar 100, dan siklus 2 sebesar 100.
Persentase ketuntasan pra siklus sebesar 38,7%, siklus 1 sebesar 74,19%
dan siklus 2 sebesar 83,87%. KKM mata pelajaran IPA yaitu 68.
Kelebihan yang dicapai dalam penelitian jika dilihat dari besarnya skor
maksimal dari pra siklus hingga siklus 2 yaitu secara konstan
menunjukkan skor 100. Sedangkan kelemahan dalam penelitian ini adalah
perlakuan diberikan hingga siklus 2 saja dengan persentase ketuntasan
mencapai 83,87% atau 26 siswa. Peneliti tidak menjelaskan mengapa
penelitian berakhir pada siklus 2 saja dan tidak menjelaskan secara detail
tugas remidiasi bagi siswa yang belum tuntas.
Giarti, Puji Andayani (2011) dalam penelitian yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Berbagai Bentuk Energi Melalui
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Siswa Kelas IV SD
Negeri Mergoson Kebumen Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011”
membuktikan bahwa pendekatan STM dalam pembelajaran dapat
20
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan
persentase ketuntasan hasil belajar dari 33 siswa pada pra siklus, siklus I,
dan siklus II masing-masing adalah sebesar 36,67%, 57,58%, dan 96,67%.
Skor maksimal yang diperoleh pada pra siklus, siklus I, dan siklus II
masing-masing adalah 90, 90, dan 100. Sedangkan skor minimal yang
diperoleh pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah 30,
50, dan 70. KKM pada penelitian ini adalah 75. Kelebihan dalam
penelitian ini dapat dilihat dari perolehan skor minimal pra siklus, siklus I,
dan siklus II yaitu 30, 50, 70. Itu berarti pendekatan STM dalam
pembelajaran terbukti meningkatkan hasil belajar siswa. Kelemahan dalam
penelitian ini dapat terlihat dari penyajian deskriptif skor hasil belajar.
Peneliti tidak menyajikan rata-rata skor hasil belajar pada pra siklus, siklus
I, dan siklus II.
Santoso, Sugeng (2009) dalam penelitian yang berjudul “Upaya
Peningkatan Prestasi Siswa Kelas VI SD Negeri Wonolelo 4 Dalam
Memahami Keseimbangan Ekosistem Melalui Pendekatan STM (Sains
Teknologi Masyarakat) Dalam Pembelajaran IPA” membuktikan bahwa
pendekatan STM dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal tersebut
ditunjukkan dengan perolehan rata-rata skor prestasi belajar dari 20 siswa
pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah sebesar 64,25,
68,5, dan 72. Perolehan skor maksimal pada pra siklus, siklus I, dan siklus
II masing-masing adalah sebesar 80, 80, dan 80. Perolehan skor minimal
pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah sebesar 50,
50, dan 65. Sedangkan persentase ketuntasan prestasi belajar siswa pada
pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah 60%, 75%, dan
100%. KKM pada penelitian ini adalah 65. Kelebihan dalam penelitian ini
yaitu pada siklus 2 seluruh siswa telah mencapai ketuntasan belajar.
Kelemahan yang terdapat dalam penelitian terlihat dari tidak adanya
penyajian langkah-langkah pembelajaran STM beserta penjelasannya.
Ika Musfarida (2011) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan
Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan STM Dengan CD
21
Interaktif Pada Siswa Kelas IV B SD N Tawang Mas 01 Kota Semarang”
membuktikan bahwa pembelajaran STM dapat meningkatkan aktivitas
siswa, aktivitas guru, kualitas pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Hal
tersebut ditunjukkan dengan perolehan rata-rata skor aktivitas siswa siklus
I adalah 16,4 dengan kategori baik, namun pada indikator keberanian
siswa dalam mengajukan pertanyaan dan keseriusan siswa dalam
mengerjakan soal belum maksimal sehingga dilakukan siklus II. Perolehan
rata-rata skor aktivitas siswa meningkat menjadi 19,8 dengan kategori
sangat baik. Aktivitas guru pada siklus I diperoleh total skor 25 dengan
kategori baik, akan tetapi dilakukan siklus II dikarenakan indikator
kemampuan guru dalam membuka pelajaran belum terpenuhi. Pada siklus
II perolehan skor meningkat menjadi 32 dengan kategori sangat baik.
Observasi kualitas pembelajaran pada siklus I diperoleh total skor 15
dengan kategori baik, namun pada indikator iklim pembelajaran yang
tercipta selama KBM perlu ditingkatkan lagi dan pada siklus II perolehan
skor meningkat menjadi 18 dengan kategori sangat baik. Pada siklus I
ketuntasan klasikal mencapai 72,5% (29 dari 40 siswa) dengan nilai rata-
rata kelas adalah 65,25, belum memenuhi indikator keberhasilan sehingga
dilakukan siklus II dan pada siklus II meningkat menjadi 92,5% (37 dari
40 siswa) dengan nilai rata-rata 83. Perolehan skor maksimal hasil belajar
siswa pada siklus I dan II masing-masing adalah 90 dan 100. Perolehan
skor minimal hasil belajar siswa pada siklus I dan II masing-masing adalah
30 dan 45. Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini yaitu pembelajaran
dengan pendekatan STM dapat meningkatkan berbagai aspek dalam
pembelajaran, seperti aktivitas siswa, aktivitas guru, kualitas
pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Kelemahan dalam penelitian ini
yaitu hasil belajar hanya diukur dari tes formatif saja, tidak disertasi
dengan penilaian proses.
Catur Putra Indra Septiawan (2010) dalam penelitian berjudul “Upaya
Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Melalui Pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) Pada Kelas V SD Negeri 3 Ngraji Purwodadi
22
Grobogan” mengemukakan bahwa pendekatan STM dapat digunakan
untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 3
Ngraji. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan aktivitas belajar IPA
siswa dapat dibuktikan dengan meningkatnya skor angket aktivitas belajar
IPA siswa yaitu sebelum tindakan rata-rata aktivitas belajar IPA siswa
adalah 64,57 atau kategori kurang, kemudian pada siklus I rata- rata
aktivitas belajar IPA siswa menjadi 71,08 atau kategori sedang, dan pada
siklus II rata-rata aktivitas belajar IPA siswa meningkat menjadi 81,08
atau kategori baik. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa terlihat juga
adanya peningkatan aktivitas belajar IPA siswa. Pada kondsisi awal, rata-
rata aktivitas belajar IPA siswa adalah 56,88 atau kategori kurang sekali,
kemudian pada siklus I menjadi 73,75 atau kategori sedang, dan pada
siklus II meningkat menjadi 84,38 atau kategori baik. Selain itu, nilai rata-
rata hasil belajar IPA siswa pada kondisi awal adalah 61,84, pada siklus I
nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa menjadi 68,19, dan nilai rata-rata
hasil belajar IPA yang diperoleh siswa pada siklus II meningkat menjadi
83,98. Sebelum dilaksanakan penelitian, siswa yang memperoleh nilai
KKM > 65 sebanyak 14 siswa (32,56%), pada siklus I meningkat menjadi
31 siswa (72,09%), dan pada siklus II meningkat menjadi 41 siswa
(95,35%). Kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini yaitu salah satu
variabel yang diukur yaitu aktivitas belajar siswa, namun peneliti juga
membuktikan bahwa pembelajaran dengan pendekatan STM mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Kelemahan yang terdapat dalam
penelitian ini yaitu diperlukan waktu yang lama untuk mengelola kelas
dalam setiap kegiatan pembelajaran.
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran dengan metode konvensional/ceramah membuat siswa
menjadi pasif karena pembelajaran berpusat pada guru. Siswa tidak
mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengalaman
baru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
23
Pada penelitian ini, pembelajaran IPS dengan metode ceramah
dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Guru
menampilkan gambar transportasi tradisional dan modern. (2) Guru
menyampaikan identifikasi transportasi tradisional dan modern. (3) Guru
menyampaikan rumusan masalah transportasi tradisional dan modern. (4)
Guru menyampaikan pemecahan masalah transportasi tradisional dan
modern. (5) Siswa mengerjakan tes. Sedangkan pola tempat duduk siswa
tetap seperti semula, yaitu pola berderet/konvensional.
Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif, agar
kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum 2006 dapat tercapai. Suatu
pembelajaran akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan
diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat
menemukan sendiri atau memahami sendiri konsep yang telah diajarkan
yaitu dengan mengalami langsung. Oleh karena itu, untuk menindaklanjuti
paradigma tersebut, guru mencoba menerapkan pembelajaran IPS
menggunakan pendekatan STM.
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan STM yaitu: (1)
Tahap invitasi. Pada tahap awal ini, siswa merumuskan masalah aktual
yang ada di masyarakat. Misalnya:
a. Jenis kendaraan apa yang mendominasi jalan raya.
b. Jenis kendaraan apa yang mendominasi laut.
c. Jenis kendaraan apa yang mendominasi udara.
d. Apa pengaruh banyaknya kendaraan terhadap keadaan lingkungan
setempat.
e. Adakah perbedaan keuntungan penggunaan alat transportasi
tradisional dan transportasi modern.
f. Adakah perbedaan kerugian penggunaan alat transportasi
tradisional dan transportasi modern.
g. Bagaimana cara mengatasi kerugian yang ditimbulkan atas
penggunaan alat transportasi tradisional dan transportasi modern.
24
h. Bagaimana merancang penggunaan transportasi yang tepat pada
saat sekarang.
(2) Tahap pembentukan konsep. Siswa membangun atau
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui menyimak dan diskusi
bersama kelompoknya. Di dalam tahap ini terdiri dari dua kegiatan, yang
pertama menyimak gambar alat transportasi tradisional dan modern serta
menyimak materi ajar tentang perkembangan teknologi transportasi.
Kedua, mengidentifikasi gambar alat transportasi dan mengkelompokkan
berdasarkan ketentuan yang terdapat pada LKS. Misalkan siswa
mengkelompokkan dan memberi nama hasil identifikasi berdasarkan jenis
transportasinya, lokasi transportasinya, kapasitas muatan transportasi,
waktu yang digunakan oleh transportasi tersebut mencapai tujuan, biaya
yang dikeluarkan oleh transportasi tersebut mencapai tujuan, jumlah
transportasi terbanyak, manfaat transportasi sebagai alat mengangkut,
kebersihannya, keuntungan dan kerugian pemakaian alat transportasi.
(3) Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah. Pada tahap ini siswa
menganalisis isu/masalah berdasarkan konsep yang telah dipahami siswa.
Kegiatan pada tahap aplikasi konsep yaitu siswa memecahkan
permasalahannya dengan berdiskusi kelompok. Misalnya:
a. Jenis kendaraan yang mendominasi jalan raya adalah sepeda motor
(transportasi modern) dan delman (transportasi tradisional).
b. Jenis kendaraan yang mendominasi laut adalah perahu boat
(transportasi modern) dan perahu dayung (transportasi tradisional).
c. Jenis kendaraan yang mendominasi udara adalah pesawat turbo
(transportasi modern) dan pesawat bolang-baling (transportasi
tradisional).
d. Pengaruh banyaknya kendaraan terhadap keadaan lingkungan
setempat (lihat positif dan negatif sebanyak-banyaknya):
Darat yang tradisional: kotoran kuda, modern: pencemaran asap di
udara.
Laut yang tradisional: pemenuhan laut, modern: pencemaran laut.
25
Udara yang tradisional: pngotoran udara dan lambat, modern:
pengotoran udara.
e. Keuntungan penggunaan transportasi tradisional adalah …….,
karena …….. (perhitungkan pula waktu dan biaya). Keuntungan
penggunaan transportasi modern adalah ……., karena ……
(perhitungkan pula waktu dan biaya). Jadi perbedaan keuntungan
terletak pada ……..
f. Kerugian penggunaan transportasi tradisional adalah ……, karena
……. (perhitungkan pula waktu dan biaya). Kerugian penggunaan
transportasi modern adalah ……, karena …….(perhitungkan pula
waktu dan biaya). Jadi perbedaan kerugian terletak pada …….
g. Cara mengatasi kerugian yang ditimbulkan atas penggunaan
transportasi tradisional adalah ….., dan cara mengatasi kerugian
yang ditimbulkan atas penggunaan transportasi modern adalah
……. Jadi perbedaaan cara mengatasinya terletak pada ……
h. Cara merancang penggunaan transportasi yang tepat pada saat
sekarang adalah …….
(4) Tahap pemantapan konsep. Pada tahap ini, guru memberikan
pemahaman dan konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa.
Tahap ini berlangsung saat siswa mempresentasikan hasil diskusi
kelompok dan siswa lain memberi tanggapan. (5) Tahap evaluasi. Untuk
mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran, maka guru melakukan
penilaian proses yang diperoleh dari pengamatan menyimak, diskusi,
presentasi, dan kerja kelompok, serta penilaian hasil yang diperoleh dari
pemberian tes formatif.
Berikut ini tersaji bagan kerangka berpikir tentang perbandingan
antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran menggunakan
pendekatan STM.
26
Gambar 2.1Perbandingan Antara Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran
Menggunakan Pendekatan STM
Hasil Belajar ≥ KKM
Tahap InvitasiSiswa merumuskan masalah
transportasi tradisional dan modern
Tahap Pembentukan Konsep1. Siswa menyimak gambar transportasi
moden dan tradisional serta materi ajartentang perkembangan teknologitransportasi
2. Siswa mengidentifikasi transportasitradisional dan modern
Tahap Aplikasi KonsepSiswa memecahkan masalah
transportasi tradisional dan modern
Tahap Pemantapan Konsep1. Siswa mempresentasikan hasil
diskusi2. Siswa lain memberi tanggapan
Tahap Evaluasi1. Lembar Kerja Siswa2. Pengamatan Menyimak3. Pengamatan Diskusi4. Pengamatan Presentasi5. Tes Formatif (Penilaian Hasil)
Pembelajaran STM
Pembelajaran IPSMengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan
transportasi serta pengalaman menggunakannya.
PembelajaranKonvensional
Guru menampilkangambar transportasi
tradisional dan modern
Guru menyampaikanidentifikasi transportasitradisional dan modern
Guru menyampaikanrumusan masalah
transportasi tradisionaldan modern
Guru menyampaikanpemecahan masalah
transportasi tradisionaldan modern
Siswa mengerjakan tes
Hasil Belajar
27
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berpikir yang
telah tersaji pada sub bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis
dalam penelitian ini, yaitu "Ada pengaruh positif signifikan pendekatan Sains
Teknologi Masyarakat (STM) terhadap hasil belajar IPS bagi siswa kelas IV
SD Negeri Mangunsari Salatiga semester 2 tahun ajaran 2011/2012".