unud-843-515068501-bab ii.pdf

31
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Preeklamsi Preeklamsi merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh kehamilan (WHO, 2002; Takahashi dan Martinelli, 2008) dan merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian terbanyak pada kehamilan setelah perdarahan dan infeksi (Miller, 2007). Dahulu preeklamsi terdiri dari trias hipertensi, proteinuria dan edema, namun pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure Education Program) merekomendasikan untuk menghilangkan edema sebagai kriteria diagnostik pada preeklamsi karena terlalu sering ditemukan pada kehamilan normal. Preeklamsi meningkat insidensnya pada wanita muda dan nullipara. Namun frekuensinya juga meningkat pada wanita multipara dan berusia di atas 35 tahun. Juga preeklamsi sering terjadi pada anak perempuan dari ayah yang memiliki genotip untuk timbulnya preeklamsi (Chappel dan Morgan, 2006). Faktor faktor risiko lain untuk terjadinya preeklamsi adalah : Faktor risiko untuk terjadinya Preeklamsi 1. Usia <20 tahun atau >35 tahun 2. Nulliparitas 3. Kehamilan multipel 4. Mola hydatidiform 5. Diabetes Mellitus 6. Hipertensi kronis 7. Penyakit ginjal

Upload: rizkiemil

Post on 16-Nov-2015

31 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Preeklamsi

    Preeklamsi merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh kehamilan

    (WHO, 2002; Takahashi dan Martinelli, 2008) dan merupakan salah satu dari tiga

    penyebab kematian terbanyak pada kehamilan setelah perdarahan dan infeksi

    (Miller, 2007). Dahulu preeklamsi terdiri dari trias hipertensi, proteinuria dan

    edema, namun pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure Education

    Program) merekomendasikan untuk menghilangkan edema sebagai kriteria

    diagnostik pada preeklamsi karena terlalu sering ditemukan pada kehamilan

    normal. Preeklamsi meningkat insidensnya pada wanita muda dan nullipara.

    Namun frekuensinya juga meningkat pada wanita multipara dan berusia di atas 35

    tahun. Juga preeklamsi sering terjadi pada anak perempuan dari ayah yang

    memiliki genotip untuk timbulnya preeklamsi (Chappel dan Morgan, 2006).

    Faktor faktor risiko lain untuk terjadinya preeklamsi adalah :

    Faktor risiko untuk terjadinya Preeklamsi

    1. Usia 35 tahun

    2. Nulliparitas

    3. Kehamilan multipel

    4. Mola hydatidiform

    5. Diabetes Mellitus

    6. Hipertensi kronis

    7. Penyakit ginjal

  • 6

    8. Riwayat keluarga dengan preeklamsi

    Kriteria diagnosis yang digunakan adalah menurut kelompok kerja

    (NHBPE, 2000), yaitu :

    Preeklamsi ringan :

    Kriteria minimal

    1. Tekanan darah 140/90 mm Hg setelah umur kehamilan 20 minggu

    2. Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 dipstick

    Preeklamsi berat :

    1. Tekanan darah 160/110 mm Hg, ditambah

    2. Proteinuria 2,0 gram/24 jam atau + 2 dipstick

    3. Kreatinin serum 1,2 mg/dl, kecuali sebelumnya diketahui terjadi

    peningkatan

    4. Trombosit 100.000 / mm3

    5. Hemolisis mikroangiopati

    6. Peningkatan AST (Aspartat Transferase) atau ALT (Alanin Transferase)

    7. Nyeri kepala yang persisten

    8. Nyeri epigastrium yang menetap

    Hipertensi didiagnosis dalam keadaan istirahat selama lebih dari 5 menit

    dalam posisi duduk tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, Korotkoff phase V

    digunakan untuk mengukur tekanan diastolik (Cunningham dkk, 2005).

    Pada kehamilan normal terjadi penurunan sensitivitas maternal terhadap

    vasopressor endogen. Hal ini terjadi pada awal masa kehamilan, sehingga hal ini

    menyebabkan peningkatan ruang intravaskular dan penurunan tekanan darah.

  • 7

    Namun pada wanita yang menderita preeklamsi, refrakter pada endogen

    vasopressor tidak terjadi sehingga peningkatan ruang intravaskular tidak terjadi

    dan penurunan tekanan darah pada kehamilan juga tidak terjadi dan terjadi

    penurunan volume intravaskuler. Bahkan pada keadaan preeklamsi berat selain

    terjadi hipertensi dan proteinuria, pada wanita hamil dengan preeklamsi berat juga

    dapat mengalami keluhan lainnya seperti pandangan kabur, nyeri epigastrium atau

    nyeri pada kuadran kanan atas, refleks patella meningkat atau klonus. Kelainan

    laboratorium dapat ditemukan peningkatan hematokrit, laktat dehidrogenase,

    serum transaminase, asam urat dan trombositopenia. DIC (Disseminated

    Intravascular Coagulation) juga dapat ditemukan pada kasus yang berat (Miller,

    2007).

    Sudah banyak teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya

    preeklamsi, tetapi tidak satupun yang dianggap benar secara mutlak. Teori-teori

    tersebut seperti kelainan pada vaskularisasi plasenta, teori iskemik, radikal bebas

    dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori

    adaptasi kardiovaskuler, teori defisiensi genetik, teori defisiensi gizi dan teori

    inflamasi (Angsar , 2003; Sibai, 2005).

    Untuk memahami terjadinya preeklamsi harus dipahami fisiologi

    perkembangan dan pembentukan plasenta terlebih dahulu. Pada perkembangan

    normal pembentukan pembuluh darah uteroplasenta terbagi menjadi dua

    gelombang atau dua tahap. Tahap pertama sebelum usia kehamilan 12 minggu

    terjadi invasi dan modifikasi dari arteri spiralis desidua. Invasi dan modifikasi ini

    terjadi sampai batas terluar dari myometrium. Antara usia 12 sampai 16 minggu

  • 8

    terjadi invasi tahap kedua yaitu invasi pada intramyometrial arteri spiralis yang

    menyebabkan perubahan dari lumen arteri spiralis yang sebelumya sempit

    menjadi dilatasi dan menurunkan tahanan pada pembuluh darah uteroplasenter ini.

    Apabila terjadi kelainan atau abnormalitas pada tahap ini maka dapat berkembang

    menjadi preeklamsi (Cunningham dkk, 2005). Terdapat dua hal penting yang

    memegang peranan sentral terhadap terjadinya preeklamsi (Wang dan Alexander,

    2000 ; Hladunewich dkk, 2007).

    Dua hal penting patofisiologi dari penyebab preeklamsi tersebut adalah :

    Gambar 2.1. Perbandingan implantasi plasenta pada kehamilan normal dan preeklamsi (Sumber : Sharma dkk, 2010)

    1. Disfungsi trofoblas plasenta

    Plasentasi membutuhkan banyak faktor angiogenesis untuk menstabilkan

    suplai oksigen dan nutrient pada fetus. Pada preeklamsi terjadi penurunan pada

    plasental angiogenesis. Normalnya invasif sitotrofoblas melakukan down

    regulate terhadap molekul adhesi yaitu Echaderin dan integrin a6b4 dan aVb6

  • 9

    yang menghambat invasi pada permukaan sel nya dan mengadopsi fenotip dari sel

    permukaan dari endotel sehingga melakukan up regulate pada a1b1, aVb3 dan

    VE cadherin yang meningkatkan invasi, proses ini dikenal sebagai

    pseudovaskulogenesis. Pada preeklamsi sel sitotrofoblas tidak dapat melakukan

    perubahan ini sehingga sel sitotrofoblas ini tidak dapat melakukan invasi secara

    sempurna, dan pada akhirnya invasi pada arteri spiralis ini hanya terbatas pada

    lapisan desidual saja sedangkan lapisan muskularis pada arteri spiralis tidak

    diinvasi oleh sel trofoblas, sehingga pembuluh darah arteri spiralis pada

    preeklamsi ini hanya 40% dibandingkan dengan kehamilan normal (Sing, 2009).

    Pada penelitian lain juga didapatkan adanya hypoxia-inducible factor-1

    mengalami upregulasi pada preeklamsi sehingga menyebabkan terjadinya

    diferensiasi abnormal pada sel trofoblas sehingga tidak terjadi

    pseudovaskulogenesis dan hal ini merupakan tahap awal untuk terjadinya iskemia

    plasenta (Sharma dkk, 2010).

    2. Disfungsi endotel dalam vaskularisasi maternal.

    Plasenta memegang peranan penting dalam patogenesis dan patofisiologi dalam

    preeklamsi. Plasentasi yang abnormal dalam preeklamsi menyebabkan terjadinya

    maladaptasi imun dan implantasi plasenta yang kurang sempurna, yang

    menyebabkan terjadinya kegagalan remodelling fisiologis dari pembuluh darah

    desidua dan tidak sempurnanya perkembangan vaskularisasi plasenta. Hal penting

    lain yang menyebabkan terjadinya preeklamsi adalah disfungsi endotel yang

    menyebabkan peningkatan lipid peroksidase dan terjadinya ketidakseimbangan

    antara produksi vasokonstriktor tromboksan (TXA2) dan vasodilator prostasiklin

  • 10

    (PGI2) disadari sebagai faktor penting dalam peningkatan vasokonstriksi plasenta

    pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir, 2008). Pada wanita hamil normal

    prostasiklin endotel mencapai 8-10 kali lipat lebih tinggi daripada wanita yang

    tidak hamil. Namun pada wanita preeklamsi peningkatan ini hanya terjadi 1-2 kali

    lipat (Coskun dan Ozdemir, 2008). Di samping itu pada wanita preeklamsi

    tromboksan meningkat lebih banyak bila dibandingkan dengan wanita normal.

    Karena prostasiklin merupakan vasodilator dan tromboksan merupakan

    vasokonstriktor, kerusakan sel endotel menyebabkan peningkatan tromboksan dan

    penurunan prostasiklin menyebabkan terjadinya vasospasme. Peningkatan sintesis

    lemak menyebabkan peningkatan rasio tromboksan / prostasiklin dan

    menyebabkan timbulnya sindrom preeklamsi. Itulah mengapa profil lipid yang

    abnormal merupakan penanda penting untuk terjadinya preeklamsi.

    2.2 Low Density Lipoprotein dan High Density Lipoprotein

    2.2.1 Low density lipoprotein

    Gambar 2.2 Struktur Low Density Lipoprotein ( Sumber : Loshak, 2001)

    LDL merupakan salah satu jenis lipoprotein yang mengantarkan kolesterol

    dan trigliserid dari hati ke dalam jaringan perifer. Seperti semua lipoprotein

    lainnya, LDL memungkinkan lemak dan kolesterol masuk ke dalam unsur air dari

    aliran darah. LDL juga mengatur sintesis kolesterol pada jaringan perifer. Setiap

  • 11

    partikel LDL mengandung molekul apopoprotein B-100 (Apo B-100, suatu

    protein yang tersusun dari 4536 asam amino), yang beredar bersama dengan asam

    lemak, agar LDL ini tetap bercampur dengan unsur air dalam darah. LDL juga

    memiliki inti yang sangat hidrofobik mengandung asam lemak linoleate dan

    terdiri dari 1500 molekul kolesterol. Dan inti ini dikelilingi oleh cangkang

    phospholipid B-100 (514 kD). Partikel LDL diameternya berukuran 22nm,

    namun LDL ini dapat memiliki jumlah asam lemak yang bervariasi ukuran dan

    massa intinya (Loshak, 2001).

    2.2.1.1 Transport ke dalam sel

    Ketika suatu sel memerlukan kolesterol, maka sel ini mensintesis suatu

    reseptor LDL, dan reseptor ini terletak pada plasma membran sehingga ketika

    LDL ini beredar di dalam darah maka LDL ini melekat pada reseptor LDL yang

    berada pada permukaan sel hal ini disebut juga sebagai mekanisme receptor-

    mediated endocytosis (Loshak, 2001).

    Gambar 2.3. Reseptor mediated endocytosis LDL ( Sumber: Loshak 2001)

    LDL dapat mengantarkan kolesterol ke dalam arteri dan dapat tertahan oleh

    proteoglikan arteri maka pada arteri tersebut dapat membentuk plak, dan

    meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis.

  • 12

    Bukti lain menunjukkan peningkatan konsentrasi dan ukuran LDL sangat

    berhubungan erat dengan kejadian atherosklerosis. LDL yang memiliki ukuran

    partikel yang kecil menyebabkan peningkatan pembentukan ateroma yang

    berkembang menjadi aterosklerosis. LDL terbentuk ketika protein VLDL

    kehilangan trigliserid melalui enzim LPL dan menjadi berukuran lebih kecil dan

    padat, mengandung kolesterol yang lebih banyak (Loshak, 2001).

    LDL menyebabkan terjadinya aktivasi endotel pada preeklamsi akibat

    masuknya LDL ke dalam endotelium dan menjadi teroksidasi, karena bentuk yang

    teroksidasi ini lebih mudah tertahan dalam proteoglikan pembuluh darah maka

    lebih mudah terbentuk radikal bebas pada endotelium. Kadar LDL normal pada

    kehamilan adalah 150 mg/dL (Evruke dkk, 2004).

    2.2.1.2 Low density lipoprotein pada preeklamsi

    Pada kehamilan normal terjadi peningkatan dari trigliserid dan

    berhubungan dengan perubahan low density lipoprotein (LDL) menjadi bentuk

    yang lebih kecil dan padat, dan jumlahnya bahkan semakin meningkat pada

    preeklamsi. Sehingga terjadi penurunan pada LDL-peak particle diameter (LDL-

    PPD) yang cukup signifikan pada preeklamsi dibandingkan dengan kehamilan

    normal (Belo dkk, 2002). Partikel LDL yang kecil ini penting sebab semakin kecil

    dan semakin padat populasi kolesterol di dalamnya maka menyebabkan LDL

    semakin mudah teroksidasi. Setelah teroksidasi maka LDL memiliki potensi untuk

    meningkatkan resiko terjadinya atherosklerosis, pembentukan sel busa dan

    menyebabkan disfungsi endotel. Bahkan bentuk LDL yang telah teroksidasi ini

    dan apo B-100, ditemukan pada plak aterosklerosis. Oksidasi biologi dari LDL

  • 13

    menyebabkan perubahan struktur dan perubahan komposisi dari partikel LDL

    seperti pembentukan oxysterol dan peningkatan kepadatan pada partikel LDL. Hal

    inilah yang menyebabkan mengapa perubahan profil lipid rasio LDL/HDL

    merupakan marker yang penting pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir, 2008).

    Gambar 2.4. Pembuluh darah normal ( Sumber : Loshak, 2001)

    Gambar 2.5. Setelah LDL teroksidasi dan membentuk sel busa dan proliferasi sel otot polos ke dalam endotel (Sumber : Loshak, 2001)

    2.2.2 High density lipoprotein

    HDL dan LDL merupakan bagian dari kelompok lipoprotein (Kilomikron,

    VLDL, IDL, LDL, HDL). HDL memungkinkan lipid seperti kolesterol dan

    trigliserida ditransport ke dalam aliran darah. HDL mampu memindahkan

    kolesterol dalam arteri dan mengembalikannya ke dalam hati untuk diekskresi

    atau di metabolisme kembali. Kadar HDL yang tinggi di dalam aliran darah dapat

    mencegah terjadinya kerusakan sel endotel dan memiliki efek protektif pada

    pembuluh darah dan kadar kolesterol HDL yang rendah (di bawah 60mg/dL atau

  • 14

    1mmol/L) menyebabkan peningkatan resiko kerusakan endotel pembuluh darah

    yang kemudian menyebabkan peningkatan resiko terjadinya vasospasme (Evruke,

    2004).

    2.2.2.1 Struktur dan fungsi high density lipoprotein

    Gambar 2.6. Struktur molekul High Density Lipoprotein (Sumber : Toth, 2005)

    HDL merupakan partikel lipoprotein yang terkecil, namun memiliki

    volume yang paling banyak dibanding lipoprotein yang lain. Hal ini disebabkan

    oleh HDL memiliki proporsi HDL yang paling banyak mengandung protein. HDL

    mengandung apolipoprotein terutama apo A-I dan apo A-II. Di dalam hati

    lipoprotein ini disintesis dari struktur kompleks apolipoprotein dan phospholipid.

  • 15

    HDL memiliki kemampuan untuk membawa kolesterol yang berada di sel

    jaringan pembuluh darah melalui interaksinya dengan ABCA1 (ATP Binding

    Casette Transporter A1). Suatu enzim plasma yang disebut dengan LCAT

    (Lecithin Cholesterol Acyltransferase) mengubah kolesterol bebas menjadi

    cholesteryl ester (bentuk kolesterol yang lebih hidrofobik), yang kemudian

    cholesteryl ester ini dimasukkan ke dalam inti partikel lipoprotein, sehingga

    membentuk suatu bentuk sintesis HDL yang baru yang berbentuk bola. HDL ini

    kemudian bersirkulasi di dalam aliran darah dan memasukkan lebih banyak

    kolesterol dan molekul phospholipid dari sel dan jaringan perifer melalui

    interaksinya dengan ABCG1 Transporter dan PLTP (Phospolipid Transfer

    Protein) sehingga ukuran HDL yang tadinya kecil menjadi semakin membesar

    (Eckardstein dkk, 2001).

    HDL membawa kolesterol terutama ke dalam hati atau organ

    steroidogenic lain seperti adrenal, ovary, dan testes melalui jalur langsung dan

    tidak langsung. HDL kemudian dikeluarkan dari sirkulasi melalui reseptor HDL

    seperti Scavenger receptor (SR-BI), yang memperantarai pengambilan selektif

    kolesterol dari HDL. Pada manusia jalur ini berlangsung melalui jalur tidak

    langsung, yang diperantarai oleh CETP (Cholesteryl Ester Transfer Protein).

    Protein ini menukar trygliserid dari VLDL dengan Cholesteryl Ester dari HDL.

    Sebagai hasilnya, VLDL diproses menjadi LDL, LDL ini dikeluarkan dari

    sirkulasi melalui reseptor LDL. Trygliserid yang berada di dalam HDL ini

    merupakan Trigliserid yang tidak stabil, yang kemudian didegradasi oleh hepatic

    lipase sehingga yang tertinggal hanya partikel HDL yang kecil, yang memulai

  • 16

    kembali siklus pengambilan kolesterolnya di dalam sel dan jaringan perifer.

    Gambar 2.7. Metabolisme HDL dan fungsinya dalam mengantarkan kolesterol dari jaringan yang dimetabolisme kembali dalam hati (Sumber : Eckardstein dkk, 2001).

    Jalur yang menjelaskan mengenai perubahan dari HDL. HDL3 dan HDL2

    mature dihasilkan dari Lipid-free apo A-I atau lipid pre -HDL sebagai

    prekursornya. Prekursor ini dihasilkan dari HDL yang berasal dari hati atau usus.

    ABC1 memperantarai transport lipid dari sel yang penting sebagai tahap awal,

    kemudian LCAT memperantarai esterifikasi dari kolesterol yang membentuk

    partikel HDL berbentuk bulat yang terus membesar ukurannya seiring dengan

    esterifikasi kolesterol HDL dalam sirkulasi dan PLTP memperantarai fusi atau

    penggabungan dari cholesteryl ester ke dalam inti lipoprotein HDL.

    Kolesterol yang dikirimkan ke dalam hati kemudian diekskresikan ke

    dalam empedu dan usus setelah sebelumnya diubah menjadi asam empedu.

    Transport kolesterol HDL ke organ adrenal, ovarium, dan testis penting untuk

    sintesis hormon steroid.

  • 17

    Langkah langkah metabolisme HDL ini memiliki peran penting pada transport

    kolesterol dari makrofag lipid-laden pada arteri atherosklerosis, yang juga dikenal

    sebagai sel busa ke dalam hati yang setelah itu diekskresikan menjadi asam

    empedu. Jalur ini juga dikenal dengan reverse cholesterol transport dan diketahui

    memiliki pengaruh protektif HDL terhadap terjadinya aterosklerosis.

    Selain itu HDL membawa banyak kandungan lipid dan protein, namun

    masing masing jenisnya dalam konsentrasi yang sangat kecil tetapi memiliki

    aktivitas biologi yang sangat besar. Sebagai contoh, HDL bersama dengan

    struktur protein dan lipid berperan dalam membantu menghambat proses oksidasi,

    inflamasi, aktivasi sel endotel, koagulasi dan agregasi platelet. Sehingga dapat

    disimpulkan HDL memiliki peran penting dalam menghambat terjadinya proses

    atherosklerosis (Loshak, 2001).

    Semakin tinggi HDL dalam sirkulasi maka semakin baik dan besar

    manfaatnya untuk mencegah terjadinya Atherosklerosis dan Preeklamsi. Menurut

    National Cholesterol Education Program, suatu badan yang memiliki peran besar

    dalam perkembangan penelitian kolesterol di Amerika mengemukakan bahwa,

    kadar HDL yang rendah didefinisikan apabila kadar HDL yang lebih rendah atau

    sama dengan 50 mg/dL. AHA mengemukakan bahwa sebaiknya untuk mencegah

    terjadinya atherosklerosis maka wanita dan pria sebaiknya memiliki kadar HDL di

    atas 50mg/dL. Karena kadar 50 mg/dL berdasarkan penelitian mereka merupakan

    nilai minimal yang sebaiknya ada untuk mencegah Aterosklerosis (Toth, 2005).

    Jayante mengemukakan pada penelitiannya pada wanita hamil normal tanpa

    preeklamsi didapat kadar HDL dengan mean 45,9 mg/dL8.00 (Jayante dkk,

  • 18

    2006).

    2.3 Patofisiologi aterosklerosis

    Untuk memahami proses terjadinya aterosklerosis maka harus dipahami

    terlebih dahulu gambaran histologi dan fisiologi dari pembuluh darah normal.

    Unsur pokok dari dinding pembuluh darah adalah sel endotel dan sel otot polos,

    dan ECM (Extracellular Matrix), termasuk di dalamnya adalah elastin, collagen,

    dan Glycosoaminoglycans. Tiga lapisan penyusun dari pembuluh darah ini ialah-

    intima, media, adventitia dan ketiga lapisan ini lebih mudah diidentifikasi pada

    pembuluh darah besar (Schoen, 2005).

    Gambar. 2.8 Lapisan pada pembuluh darah (Sumber : Schoen, 2005)

    Pada arteri normal, lapisan intima terdiri dari selapis sel endotel dengan

    jaringan ikat subendotelial. Dipisahkan dengan lapisan media oleh lamina elastic

    interna. Lapisan sel otot polos dari tunika media mendapat oksigen dan nutrient

    yang berasal dari difusi langsung dari lumen pembuluh darah yang difasilitasi dari

    lubang lubang kecil dari elastic lamina interna .Namun fasilitasi ini tidak

    mencukupi sebagian besar dari lapisan media yang lainnya sehingga lapisan

    media ini juga di vaskularisasi oleh arteriole kecil yang berasal dari luar pembuluh

    darah (dikenal dengan vasa vasorum, atau pembuluh darah dari pembuluh

    darah) yang memperdarahi 1/3 sampai 2/3 dari pembuluh darah. Bagian terluar

    dari tunika media ini terdapat lapisan external elastic lamina. Di sebelah luar dari

  • 19

    lapisan media ini terdapat tunika adventitia, yang terdiri dari jaringan ikat dengan

    serat saraf dan vasa vasorum di dalamnya (Schoen, 2005).

    Karena unsur terpenting dari pembuluh darah adalah sel endotel dan sel

    otot polos maka kedua bagian ini memegang peran penting pada biologi

    pembuluh darah dan patologinya. Fungsi dari kedua komponen ini mempengaruhi

    mekanisme kerja respon dari hemodinamik dan rangsangan biokimia. Mengetahui

    bagaimana pembuluh darah berfungsi, beradaptasi terhadap keadaan patologis,

    dan responsnya terhadap cedera membantu kita memahami kondisi spesifik

    patologis, mekanismenya, dan komplikasi komplikasi yang terjadi. Lebih jauh lagi

    dengan memahami mekanisme kerja dari pembuluh darah ini terhadap penyakit

    preeklamsi dapat membantu perkembangan pilihan terapi untuk mengobati atau

    mencegah timbulnya penyakit pada pembuluh darah yang merupakan penyebab

    terpenting dari terjadinya mortalitas dan morbiditas.

    2.3.1 Sel endotel

    Sel endotel terdiri dari selapis sel, yang memanjang dan melapisi lumen

    dari pembuluh darah. Struktur dan fungsi dari sel endotel ini merupakan bagian

    penting untuk menjaga keberlangsungan homeostasis dinding pembuluh darah dan

    fungsi sirkulasi yang normal. Sel endotel terdiri dari weibel palade bodies, 0,1 pm

    wide, 3 pm-long membran terikat pada faktor von Willebrand (vWF). Sel endotel

    dapat diidentifikasi secara immunohistokimia dengan antibodi tehadap Platelet

    Endothelial Adhesion Molecule-1 (PECAM-1), Cluster of differentiation 34

    (CD34), dan vWF (Schoen, 2005).

    Sel endotel merupakan sel yang memiliki berbagai fungsi dan memiliki

  • 20

    banyak mekanisme metabolik dan sintetis yang mempengaruhi kerja dari

    pembuluh darah. Sebagai suatu membran yang semipermeabel, endotel mengatur

    transfer dari molekul kecil dan molekul besar melalui dinding pembuluh darah.

    Pada keadaan normal hubungan antar sel pada sel endotel ini impermeabel

    terhadap molekul molekul yang berukuran besar seperti protein plasma, namun

    hubungan yang relatif tidak stabil di antara sel sel endotel ini dapat melebar akibat

    pengaruh dari faktor hemodinamik contohnya seperti pada tekanan darah tinggi

    dan zat zat vasoaktif contohnya adalah histamin. Fungsi yang lain dari sel endotel

    ini ialah pengaturan dari aliran darah, pengaturan reaksi imun dan inflamasi,

    pengaturan pertumbuhan dari sel sel otot polos pembuluh darah, pengaturan

    terjadinya trombosis dan lain sebagainya.

    Gambar. 2.9 Sel endotel yang merespon terhadap stimulus lingkungan dari luar yaitu causes (Activators) dan Consequences (Induced Genes) (Sumber: Schoen, 2005)

    Sel endotel mampu untuk merespon berbagai rangsangan patologis

    dengan cara merubah fungsi fisiologisnya dan meningkatkan zat yang diperlukan

    sehingga merubah fungsinya, ini adalah suatu keadaan yang dikenal sebagai

    aktivasi endotel. inducers atau faktor pencetus dari aktivasi endotel ini di

    antaranya adalah cytokines dan bacterial product, yang dapat menyebabkan

    inflamasi dan syok septik, Stress hemodinamik dan dislipidemia yang dapat

  • 21

    menyebabkan penyakit aterosklerosis (penyebab dari patofisiologi timbulnya

    penyakit preeklamsi), peningkatan terjadinya proses glycosilation (penting pada

    terjadinya diabetes), hypoxia dan lain sebagainya. Kemudian setelah terjadi

    aktivasi endotel ini maka sel endotel ini kemudian menghasilkan suatu molekul

    adhesi, sitokin dan chemokin, faktor pertumbuhan, molekul vasoaktif yang dapat

    menyebabkan baik vasokonstriksi maupun vasodilatasi, molekul

    histokompatibilitas mayor, dan berbagai produk biologi yang lainnya. Sel endotel

    ini mempegaruhi vasoreaktivitas pada sel otot polos melalui dihasilkannya bahan

    vasoaktif (seperti NO) yang menyebabkan vasodilatasi dan endothelin yang

    menyebabkan vasokonstriksi. Fungsi endotel yang normal dicirikan dengan

    adanya keseimbangan dari faktor faktor tersebut .

    Disfungsi endotel didefinisikan sebagai perubahan fungsi yang mengganggu

    vasoreaktivitas atau menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi trombogenic

    atau pembuluh darah menjadi bersifat lebih adhesive terhadap sel inflamasi.

    Sehingga lumen pembuluh darah membentuk trombus, terjadi aterosklerosis, dan

    terjadi hipertensi dan kelainan lain. Disfungsi endotel ini terjadi sangat cepat

    (dalam beberapa menit), reversibel, dan sangat tergantung oleh mediator vasoaktiv

    yang lain yang menyebabkan kerusakan endotel ini. Namun beberapa bentuk

    disfungsi endotel yang lain juga dapat terjadi dalam waktu yang relatif lebih lama

    dalam hitungan jam atau hari dalam perkembangannya (Schoen, 2005). Disfungsi

    endotel ini juga dapat menyebabkan peningkatan tromboksan yang dapat

    menyebabkan peningkatan vasospasmus pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir,

    2008). Untuk mendeteksi adanya disfungsi endotel ini terdapat beberapa marker

  • 22

    yang dapat diperiksa di antaranya adalah Vascular Cell Adhesion Molecule-1

    (VCAM-1), Intercellular Adhesion Molecule-1(ICAM-1), Endothelial selectin (E-

    selectin), Monocyte Chemoattractant Protein-1(MCP-1) (Savvidou dkk, 2003).

    2.3.2 Sel otot polos

    Sel otot polos ini merupakan elemen terbesar pada lapisan media dari

    pembuluh darah, dan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan dilatasi sebagai

    respons terhadapan stimulus normal atau stimulus farmakologi. Pada sel otot

    polos ini juga disintesis kolagen, elastin dan proteoglikan dan berbagai macam

    faktor pertumbuhan dan juga sitokin. Sel otot polos ini dapat bermigrasi ke

    lapisan intima dan berproliferasi pada saat terjadi cedera vaskular. Dan sel otot

    polos ini merupakan elemen penting untuk terjadinya perbaikan pada cedera

    pembuluh darah dan pada keadaaan patologis untuk terjadinya proses

    aterosklerosis (Schoen, 2005).

    Aktivitas migrasi dan proliferasi dari sel otot polos ini diatur oleh faktor

    pencetus dan faktor penghambat Faktor pencetus di antaranya adalah PDGF

    (Platelet Derived Growth Factor), endothelin-1, thrombin, FGF (Fibroblast

    Growth Factor), IFN- (Interferon Gamma), dan IL-1(Interleukin-1). Sedangkan

    faktor penghambat di antaranya adalah heparan sulfat, NO (Nitric Oxide) dan

    TGF-(3 (Transforming Growth Factor Beta). Faktor pengatur lainnya adalah

    renin-angiotensin sistem (Angiotensin II), katekolamin, reseptor estrogen, dan

    osteopontin yang merupakan komponen dari ECM (Schoen, 2005).

    2.3.3 Arteriosklerosis

    Arteriosklerosis (pengerasan dari arteri) merupakan terminologi umum

  • 23

    untuk penebalan dan hilangnya elastisitas dari dinding arteri. Dikenal tiga pola

    bentuk dari arteriosklerosis yang berbeda secara patofisiologi, klinis, dan kejadian

    patologis :

    1. Aterosklerosis, Yang paling sering terjadi dan merupakan bentuk yang

    terpenting pada patofisiologi terjadinya preeklamsi.

    2. Monckeberg medial calcific sklerosis ditandai dengan adanya deposit

    calcium pada pars muskularis arteri, banyak dijumpai pada seseorang yang

    berusia di atas 50 tahun.

    3. Arteriolosklerosis yang mempengaruhi arteri dan arteriole

    2.3.4 Aterosklerosis

    Aterosklerosis ditandai dengan adanya lesi pada intima yang disebut

    dengan ateroma, yang memasuki dan menyumbat lumen pembuluh darah.

    Mekanisme terjadinya atherosklerosis adalah ditandai dengan adanya lapisan

    lemak, lapisan lemak ini terdiri dari lemak yang terdiri dari sel busa. Lapisan ini

    pada awalnya tidak berpengaruh apa apa dan kemudian tidak mempengaruhi

    aliran darah. Lapisan lemak dimulai dengan adanya lapisan kuning, bercak datar

    yang berukuran kurang dari 1mm diameternya yang kemudian memanjang dapat

    mencapai 1cm atau lebih panjang lagi. Lapisan ini mengandung T limfosit dan

    lemak ekstraseluler (Schoen, 2005).

    Lapisan lemak kemudian berkembang menjadi plak aterosklerosis, setelah

    itu proses utama terjadinya aterosklerosis ini ialah penebalan lapisan intima dan

    akumulasi lipid. Suatu ateroma terjadi melalui suatu plak atherosklerosis yang

    membesar perlahan lahan berasal dari lapisan intima yang memiliki konsistensi

  • 24

    kenyal berwarna kuning dan memiliki inti lipid yang di luarnya dilapisi oleh

    jaringan ikat putih berbentuk kapsul. Plak ini memiliki diameter awal 0,3-1,5cm

    namun dapat juga lebih besar (Schoen, 2005).

    Plak aterosklerosis memiliki 3 komponen penting :

    1. Sel, termasuk di dalamnya adalah sel otot polos, makrofag dan leukosit lain

    2. Matriks ekstraseluler, termasuk di antaranya ialah kolagen, serat elastik, dan

    proteoglikan

    3. Lemak intraseluler dan lemak ekstraseluler.

    Struktur terluar merupakan jaringan ikat putih berbentuk kapsul yang

    terdiri dari sel otot polos dan matriks ekstsraseluler kemudian lapisan yang lebih

    dalam lagi terdiri dari area seluler yang terdiri dari makrofag, sel otot polos, dan T

    limfosit. Lapisan lebih dalam lagi dari kapsul fibrosa tersebut inti nekrosis yang

    mengandung massa lipid (terutama kolesterol dan kolesterol ester), debris dari sel

    sel mati, sel busa, fibrin berbagai macam trombus dan plasma protein lain. Sel

    busa berbentuk sangat besar, sel lipid laden yang berasal terutama dari monosit

    darah (jaringan makrofag), Namun sel otot polos ini juga menelan lipid untuk

    kemudian membentuk suatu sel busa. Akhirnya di tepi dari lesi lesi tersebut dapat

    ditemukan adanya suatu neovaskularisasi (pembuluh darah kecil yang

    berproliferasi). Sehingga Ateroma ini ditemukan banyak sekali unsur lipid pada

    sebagian besar struktur penyusunnya (Schoen, 2005).

    Plak aterosklerosis kemudian dapat membesar secara progresif melalui

    kematian sel dan degenerasi, sintesis dan degradasi (remodelling) dari matriks

    ekstraseluler dan organisasi dari trombus. Lebih jauh atheroma ini kemudian

  • 25

    dapat menjadi kalsifikasi sehingga menimbulkan pengerasan dari arteri dan

    menyebabkan hipertensi.

    Hiperlipidemia merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya

    aterosklerosis. Peningkatan nilai serum kolesterol meningkatkan rangsangan

    untuk timbulnya lesi lemak. Komponen utama dari serum kolesterol yang dapat

    meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis ini ialah akibat peningkatan kadar

    LDL kolesterol, yang memiliki peran penting dalam pengangkutan kolesterol ke

    dalam jaringan perifer. Sebaliknya, HDL memiliki peran mengangkut kolesterol

    dari jaringan perifer sehingga tidak berkembang dan menjadi atheroma dan

    mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ini menuju hati, sehingga HDL ini

    disebut juga dengan kolesterol baik. Sehingga semakin tinggi kadar HDL,

    semakin rendah resiko untuk terjadi aterosklerosis (Savvidou dkk, 2003).

    Patofisiologi untuk terjadinya aterosklerosis ini ialah :

    1. Cedera sel endotel kronis, yang biasanya terjadi secara kronis dan menahun

    sehingga meningkatkan permeabilitas, dan perlekatan leukosit.

    2. Akumulasi lipoprotein terutama LDL, yang memiliki kadar kolesterol tinggi

    pada dinding pembuluh darah.

    3. Modifikasi dari lipoprotein tersebut melalui proses oksidasi.

    4. Penempelan dari monosit darah (dan leukosit lain) ke dalam endotelium,

    diikuti dengan migrasi ke dalam lapisan intima dan perubahannya menjadi

    makrofag dan sel busa.

    5. Perlekatan dari platelet

    6. Pelepasan dari faktor yang mengaktivkan platelet, makrofag atau sel vaskular

  • 26

    yang menyebabkan migrasi dari sel otot polos dari media ke dalam lapisan

    intima.

    7. Proliferasi dari sel otot polos ke dalam intima, dan perluasan dari matriks

    ekstraseluler, menyebabkan akumulasi kolagen dan proteoglikan.

    8. Peningkatan akumulasi lipid di dalam sel (makrofag dan sel otot polos) dan

    ekstraseluler.

    Gambar. 2. 10 Perubahan dari LDL menjadi Oxidized LDL yang membentuk sel busa dan penurunan kadar HDL menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi

    migrasi sel otot polos ke dalam lapisan intima (Sumber : Schoen, 2005)

    2.3.5 Cedera Endotel pada Aterosklerosis

    Cedera endotel yang berulang atau kronis merupakan faktor penting untuk

    terjadinya aterosklerosis. Cedera endotel ini bisa diakibatkan oleh hiperlipidemia,

    hipertensi, merokok, reaksi imun, dan lain sebagainya. Sitokin inflamasi seperti

    TNF, merangsang ekspresi dari gen endotel yang menimbulkan aterosklerosis.

    Namun gangguan dari aliran darah dan pengaruh dari kolesterol juga berperan

    penting untuk terjadinya cedera endotel. Sebagai contoh terjadinya aterosklerosis

  • 27

    ini lebih mudah terjadi pada dinding posterior aorta abdominalis di mana sering

    terjadi gangguan aliran darah dan terbentuk plak karena pada dinding posterior

    aorta abdominal mudah terjadi aliran darah turbulens (Schoen, 2005).

    Sedangkan pada area yang aliran darahnya lancar, maka pembuluh darah

    di area ini cukup terproteksi sehingga pada area ini memiliki mekanisme sistem

    blok untuk terjadinya inflamasi, padahal inflamasi dipercaya menyebabkan

    disfungsi endotel dan apoptosis sel endotel. Pada area yang aliran darahnya lancar

    ini juga merangsang gen endotel untuk menghasilkan suatu antioxidant

    superoxide dismutase yang mencegah timbulnya lesi. Peran kolesterol juga

    hampir mirip mekanismenya di mana pada pembuluh darah yang memiliki

    endapan kolesterol yang lebih banyak memiliki kecenderungan untuk terjadi

    aterosklerosis akibat dari peningkatan faktor inflamasi seperti TNF (Tumor

    Necrosis Factor), dan penurunan dari antioxidant superoxide dismutase.

    2.3.6 Lipid pada Aterosklerosis

    Kelainan kadar lipid pada aterosklerosis disebabkan oleh (Schoen, 2005) :

    1. Peningkatan kadar LDL

    2. Penurunan kadar HDL

    3. Peningkatan kadar Lp(a) (Lipoprotein a)

    Bukti bukti yang menunjukkan adanya hiperkolesterolemia menyebabkan

    pembentukan aterosklerosis di antaranya ialah :

    1. Struktur penyusun utama dari pembentuk plak ateroma ialah kolesterol dan

    kolesterol ester. Oxidized LDLditemukan pada makrofag di dalam arteri

    ditempat ditemukannnya plak ateroma.

  • 28

    2. Kelainan genetik dalam metabolisme lipoprotein menyebabkan

    hiperlipoproteinemia yang meningkatkan terjadinya kejadian aterosklerosis.

    Sebagai contoh pada penyakit homozygous familial hiperkolesterolemia,

    disebabkan oleh kerusakan pada reseptor LDL, yang menyebabkan

    peningkatan kadar LDL kolesterol yang bersirkulasi dan menyebabkan

    peningkatan kejadian aterosklerosis.

    3. Pada hewan percobaan yang diberikan diet tinggi kolesterol ditemukan lesi

    aterosklerosis pada pembuluh darahnya.

    4. Analisis epidemiologi menemukan adanya korelasi yang kuat antara angka

    kejadian aterosklerosis dengan nilai LDL kolesterol.

    5. Menurunkan kadar serum kolesterol dengan diet rendah kolesterol dan obat

    obatan menurunkan angka kejadian aterosklerosis.

    Patofisiologi bagaimana hiperlipidemia dalam atherogenesis adalah sebagai

    berikut :

    1. Dislipidemia kronis dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel endotel melalui

    peningkatan produksi radikal bebas yang menonaktifkan NO, sebagai faktor

    vasodilator utama dalam pembuluh darah.

    2. Pada dislipidemia kronis terjadi akumulasi lipoprotein dalam lapisan intima

    yang meningkatkan permeabilitas sel endotel.

    3. Akibat akumulasi lipid pada dinding arteri menimbulkan peningkatan

    makrofag dan disfungsi sel endotel sehingga menghasilkan suatu Oxidized

    LDL. Oxidized LDL ini kemudian ditelan oleh makrofag melalui suatu

    reseptor yang lalu membentuk suatu sel busa dan meningkatkan akumulasi

  • 29

    monosit pada lesi dan merangsang pelepasan faktor pertumbuhan dan sitokin

    dan kemudian menyebabkan kerusakan sel endotel.

    2.3.7 Sel otot polos pada aterosklerosis

    Gambar. 2.11 Perpindahan sel otot polos dan makrofag ke dalam lapisan intima menyebabkan kerusakan endotel dan timbulnya plak aterosklerosis

    (Sumber : Schoen, 2005).

    Sel otot polos bermigrasi dari tunika media ke dalam tunika intima, yang

    kemudian berproliferasi dan mengendapakan komponen matriks ekstraseluler,

    merubah lapisan lemak menjadi fibrofatty atheroma mature, dan berkontribusi

    dalam perkembangan progresif lesi aterosklerosis. Beberapa faktor pertumbuhan

    yang dapat menyebabkan proliferasi sel otot polos ini di antaranya ialah PDGF

    (yang dilepaskan akibat adanya cedera sel endotel dan makrofag), FGF, dan TGF-

    . Sel otot polos ini juga berkontribusi dalam pembentukan sel busa dan sel otot

    polos juga mensintesis molekul matriks ekstraseluler (terutama kolagen) yang

    menstabilkan plak aterosklerosis.

    Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa pembentukan ateroma terdiri

    dari reaksi inflamasi kronis, makrofag, limfosit, sel endotel, dan sel otot polos

  • 30

    yang berkontribusi terhadap pembentukan aterosklerosis ini.

    Pada tahap awal plak intimal berasal dari agregasi sel busa yang berasal

    dari makrofag dan sel otot polos, yang kemudian beberapa di antaranya mati dan

    melepaskan lemak dan debris. Dalam perkembangannya ateroma lalu terbentuk

    oleh kolagen dan proteoglikan dari sel otot polos. Jaringan ikat juga menjadi

    faktor utama dalam pembentukan kapsul fibrosa, dan di dalamnya terdapat sel

    lipid-laden dan debris lemak.

    2.4 Aterosklerosis pada Preeklamsi

    Konsep yang dianut mengenai penyebab preeklamsi sekarang mengarah

    pada cedera sel endotel sehingga merubah fungsi dari sel endotel tersebut (Baker

    dkk, 2009). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penurunan perfusi plasenta

    merupakan awal dari dari perubahan sistemik maternal sehingga menyebabkan

    terjadi kerusakan sel endotel. Karakteristik lesi patologis yang terlihat pada

    plasenta pasien dengan preeklamsi adalah nekrosis arteriopati yang terdiri dari

    nekrosis fibrinoid, akumulasi dari sel busa atau makrofag lipid-laden pada

    desidua, proliferasi fibroblast dan infiltrat perivascular. Lesi lesi ini juga dikenal

    sebagai aterosis akut.

    Pada penelitian penelitian sebelumnya ditemukan bahwa serum lipid

    memiliki efek langsung pada fungsi endotel ini dan serum lipid yang abnormal

    berhubungan dengan disfungsi dari endotel (Baker dkk, 2009). Sehingga

    metabolisme lipid yang abnormal yang kemudian dapat menyebabkan preeklamsi

    banyak mengundang perhatian sebagai bahan penelitian. Lipid dan lipoprotein

    mengalami peningkatan fisiologis pada kehamilan, hal ini berfungsi untuk

  • 31

    mensuplai nutrisi lipid untuk fetus yang sedang berkembang. Konsentrasi plasma

    kolesterol dapat meningkat sampai 50%. Pada beberapa keadaan, mekanisme

    yang mengatur hyperlipidemia fisiologis ini mengalami malfungsi. Pada wanita

    dengan preeklamsi, terdapat peningkatan kadar LDL dan menunjukkan bahwa

    oxidized LDL berkontribusi terhadap pembentukan sel busa pada desidua dan hal

    ini mirip dengan mekanisme terjadinya aterosklerosis.

    Lipoprotein terbagi menjadi beberapa kelas kelas yang memiliki fungsi

    dan metabolisme yang berbeda beda. Pada saat ini belum benar benar ada

    penelitian yang meneliti mengenai kadar LDL dan HDL subfraksi pada

    preeklamsi, padahal sebenarnya hal ini penting untuk dilakukan penelitian lebih

    lanjut karena oxidized LDL akan lebih mudah terbentuk jika terdapat peningkatan

    LDL terutama small dense LDL dan penurunan kadar HDL. Sehingga apabila

    terbentuk Oxidized LDL maka kejadian aterosklerosis akan meningkat dan

    menimbulkan terjadinya sindrom preeklamsi (Schoen, 2005).

    Small dense LDL yang berukuran kecil dan padat yang meningkat pada

    pasien preeklamsi ini 3 kali lebih berbahaya daripada LDL biasa karena :

    1. Mudah terperangkap dan masuk ke dalam lapisan intima karena ukurannya

    yang lebih kecil

    2. Mudah teroksidasi menjadi Oxidized LDL karena kandungan antioksidannya

    lebih sedikit, sedangkan kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi. Sehingga

    menimbulkan peningkatan terjadinya aterosklerosis.

    Penelitian yang dilakukan oleh Sattar dan Bendomir tahun 1997 pada

    wanita preeklamsi sebagai kasus dan wanita hamil normal sebagai kontrol

  • 32

    menunjukkan bahwa terdapat penurunan kadar HDL dan peningkatan Trigliserid

    VLDL. Peningkatan VLDL ini kemudian akan meningkatkan pembentukan Small

    dense LDL yang mudah masuk ke dalam lapisan intima dari endotel pembuluh

    darah dan teroksidasi sehingga menyebabkan aterosklerosis (Sattar dan Bendomir,

    1997). Pada preeklamsi terjadi peningkatan kadar trigliserid VLDL yang

    kemudian menyebabkan peningkatan small dense-LDL ini ialah akibat dari

    peningkatan asam lemak bebas akibat penurunan hepatic -oxidation sehingga

    terjadi peningkatan resistensi insulin dan terjadilah penurunan dari katabolisme

    trigliserid VLDL ini (Winkler dkk, 2003).

    Pada kehamilan normal, saat akhir akhir minggu usia kehamilan

    peningkatan dari kadar Trigliserid ditemukan tidak hanya pada VLDL namun

    juga ditemukan pada IDL, LDL, dan HDL. Peningkatan VLDL dan profil lipid ini

    disebabkan oleh penurunan aktivitas dari LPL dan peningkatan HL. Pada

    preeklamsi Sattar dan Bendomir menemukan adanya peningkatan dari aktivitas

    lipolisis dan peningkatan asam lemak namun peningkatan aktivitas lipolisis ini

    lebih disebabkan oleh lipofosfolipase bukan hidrolisis. Mekanisme ini berbeda

    bila dibandingkan dengan kehamilan normal yang menghidrolisis TG oleh HL dan

    LPL. Sehingga pada Preeklamsi terdapat penurunan hidrolisis TG bila

    dibandingkan dengan kehamilan normal, yang pada akhirnya menyebabkan

    peningkatan dari kadar TG-rich lipoproteins. Penurunan lipolisis dari TG ini

    menyebabkan akumulasi dari lipoprotein ini. Akibat dari peningkatan TG-VLDL

    maka VLDL kemudian diubah menjadi IDL kemudian menjadi LDL (Sattar dan

    Bendomir, 1997).

  • 33

    Gambar. 2.12 Insufisiensi Plasenta yang menyebabkan peningkatan LDL dan terjadinya Hipertensi pada Preeklamsi (Sumber: Winkler, 2003)

    Winkler dkk 2003 mengemukakan akumulasi dari LDL ini menyebabkan

    kerusakan endotel pada wanita preeklamsi. (Rubina dan Mahboob, 2007 ; Winkler

    dkk, 2003) juga menyatakan bahwa pada kehamilan normal terdapat peningkatan

    aktivitas hepatic lipase dan aktivitas lipoprotein lipase. Hepatic lipase

    menyebabkan peningkatan dari sintesis TG (Triglycerid) dan penurunan LPL

    (Lipoprotein Lipase) menyebabkan penurunan dari katabolisme TG ini, sehingga

    juga berdampak pada peningkatan TG dan pada akhirnya menyebabkan

    peningkatan dari LDL. Hypertryglyceridemia menyebabkan penurunan dari HDL-

    C akibat dari aktivitas CETP. Protein ini CETP menukar TG-VLDL dengan

    cholesteryl esters dari HDL sehingga akibatnya semakin tinggi kadar TG-VLDL

    semakin banyak CETP yang dihasilkan untuk mengubah HDL sehingga semakin

    terjadi penurunan HDL. Dan hasilnya setelah dilakukan penukaran ini maka

    VLDL akan diproses menjadi LDL. TG ini tidak stabil pada molekul HDL

    sehingga didegradasi oleh HL dan pada akhirnya dimulailah uptake kolesterol dari

    sel oleh molekul HDL (Rubina dan Mahboob, 2007).

    Akumulasi dari TG-VLDL dan LDL ini menyebabkan kerusakan fungsi

  • 34

    vasomotor dari sel endotel (Savvidou dkk, 2003) dan peningkatan pressor respons

    terhadap angiotensin. Ini menunjukkan bahwa perubahan dari profil lipid dan

    rasio LDL/HDL memegang peranan penting pada perkembangan penyakit

    Preeklamsi.

    2.5 Rasio Low Density Lipoprotein / High Density Lipoprotein

    Rasio ini didapatkan melalui membagi LDL dengan HDL. Rasio ini sangat

    berhubungan erat dengan terjadinya plak aterosklerosis (Loshak, 2001) dan risiko

    terjadinya preeklamsi meningkat seiring dengan peningkatan rasio LDL/HDL ini

    bahkan pada penelitian kasus kontrol pada 567 wanita didapatkan peningkatkan 4

    kali lipat resiko untuk terjadinya preeklamsi dibandingkan pada sampel normal

    (Williams dkk, 2004).

    Penelitian yang pernah dilakukan oleh Jayante dkk pada tahun 2006

    menemukan bahwa terjadi penurunan HDL dan peningkatan dari LDL pada

    preeklamsi, dan seiring dengan peningkatan derajat preeklamsi ini dari preeklamsi

    ringan menjadi preeklamsi berat maka terjadi peningkatan rasio LDL dan HDL

    yaitu 2,89 pada pre eklampsia ringan menjadi 3,08 pada preeklamsi berat.

    Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yeasmin dkk pada tahun 2009 juga

    menunjukkan bahwa pada kasus tanpa preeklamsi total rasio LDL dan HDL

    adalah sebesar 2,94 sedangkan total rasio LDL dan HDL pada kasus dengan

    eklampsia adalah sebesar 3,63. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 pada

    159 wanita hamil melalui studi kasus kontrol juga didapat pada wanita dengan

    preeklamsi yaitu mean rasio LDL/HDL adalah 2,71 dan pada wanita normal mean

    ratio nya adalah 2,12 dengan menetapkan cut off apabila lebih besar atau sama

  • 35

    dengan 2,50 dianggap meningkat (Evruke dkk, 2004)

    Hal ini menunjukkan semakin berat derajat kasus preeklamsi maka

    semakin tinggi nilai LDL dan semakin rendah nilai HDL nya sehingga hal ini

    semakin memperberat derajat vasospasmusnya (Baker dkk, 2009) dan

    peningkatan rasio LDL dan HDL ini selain meningkatkan resiko terjadinya

    preeklamsi (Williams dkk, 2004) juga dapat menyebabkan peningkatan plasma

    aterogenisitas pada wanita hamil yang kemudian menyebabkan peningkatan

    sintesis fibrinogen dan viskositas plasma pada fetus sehingga terdapat hubungan

    kuat antara peningkatan rasio LDL dan HDL pada ibu dengan neonatal

    haemorheology yang memperburuk keluaran bayi tersebut pada akhirnya.