unud-62-1564547155-bab ii.pdf

Upload: yudhi-pramana

Post on 02-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    1/63

    23

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

    DAN MODEL PENELITIAN

    2.1 Kajian Pustaka

    Pengkajian tentang pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja

    dan SMAN 1 Gianyar sebagai sekolah yang berstatus RSBI di Provinsi Bali

    merupakan kajian yang sangat erat terkait dengan kualitas pengelolaan pembelajaran,

    kualitas guru, kualitas pengelolaan pendidikan, dan kualitas pendidikan secara umum.

    Berbicara tentang masalah kualitas pendidikan di Indonesia, sudah disadari bersama

    bahwa sampai saat ini kualitas pendidikan di Indonesia tergolong rendah.

    Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, sudah banyak upaya

    dilakukan, yaitu mulai dari kebijakan politik pendidikan sampai kepada hal-hal yang

    bersifat teknis. Salah satu usaha yang bersifat teknis yang sudah banyak diupayakan

    adalah berupa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti bidang

    pendidikan, para pakar, dan mahasiswa. Penelitianpenelitian tersebut dimaksudkan

    untuk mencari pemecahan masalah, membuat inovasi-inovasi pembelajaran,

    mengembangkan model-model pembelajaran dalam rangka peningkatan mutu

    pendidikan. Berbagai penelitian yang relevan perlu ditelusuri agar dapat dilihat

    eksistensi penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang pendidikan, khususnya

    yang terkait dengan kualitas pembelajaran dan kualitas guru sudah banyak dilakukan.

    Walaupun demikian, ternyata penelitian mengenai pengelolaan pembelajaran kimia

    yang didekonstruksi melalui implementasi standar proses pada SMAN 1 Singaraja

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    2/63

    24

    dan SMAN 1 Gianyar yang bertujuan untuk membedah fenomena pengelolaan proses

    pembelajaran kimia dan sekaligus untuk menemukan kerangka konseptual

    pembelajaran kimia yang berkualitas, belum ditemukan.

    Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti yang dipandang

    memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Subagia dan Wiratma

    (2007) mengkaji Potret Pelaksanaan Pembelajaran Sains pada Berbagai Jenjang

    Sekolah di Bali. Di dalam tulisan itu dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran sains

    di sekolah sangat ditentukan oleh cara yang digunakan guru untuk membelajarkan

    sains. Apa yang diajarkan dalam sains dan bagaimana cara pembelajarannya sebagian

    ditentukan oleh persepsi guru terhadap tujuan pembelajaran sains dan pengertian

    sains itu sendiri. Di samping tujuan pembelajaran sains yang harus dipahami, dalam

    pembelajaran sains guru juga harus memahami dan mampu menggunakan berbagai

    cara pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk memahami sains. Hasil

    penelitian Subagia dan Wiratma (2007) menyatakan bahwa guru-guru sains SMP dan

    SMA memiliki hambatan dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu hambatan dari

    segi kemampuan awal siswa dan hambatan dari segi ketersediaan sarana

    pembelajaran. Pada jenjang SMP dan SMA, dinyatakan bahwa kemampuan siswa

    kurang dalam menerima pelajaran sebagai akibat lanjutan dari pembelajaran pada

    jenjang sebelumnya. Sarana pembelajaran seperti laboratorium tidak dilengkapi

    dengan isi yang memadai. Tidak tersedianya laboran (pegawai yang membantu di

    laboratorium) juga dirasakan sebagai beban bagi guru dalam mempersiapkan dan

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    3/63

    25

    mengatur alat-alat praktikum. Sebagai akibatnya pembelajaran yang semestinya

    didukung oleh kegiatan praktik dicukupkan dengan informasi saja.

    Temuan penelitian tersebut mengungkap hambatan-hambatan guru sains SMP

    dan SMA dalam melaksanakan pembelajaran. Jika penelitian tersebut dibandingkan

    dengan penelitian yang dilaksanakan, ada kemiripan dan perbedaan. Persamaannya

    adalah mengambil ranah pendidikan dalam hal pembelajaran sains di SMP dan SMA.

    Perbedaannya penelitian yang dilakukan membedah kualitas pembelajaran kimia dan

    faktor-faktor yang ada kaitannya dengan kualitas pembelajaran kimia, baik yang

    bersifat internal maupun eksternal. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian

    tersebut, yaitu sebagai informasi awal dalam hal penelusuran masalah pembelajaran

    kimia sebagai bagian dari sains.

    Sadia (2008) melakukan penelitian yang berjudul Model Pembelajaran yang

    Efektif untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (Suatu Persepsi Guru)

    dengan hasil penelitian sebagai berikut. Model/strategi pembelajaran yang paling

    dominan digunakan oleh para guru dalam proses pembelajaran adalah ekspositori

    (ceramah, diskusi, tanya jawab) 45,6%, pembelajaran berbasis masalah (problem

    based learning) 2,5%, pembelajaran kontekstual (cotextual teaching and

    learning/CTL) 26,6 %, siklus belajar (learning cycle model) 2,5 %, pembelajaran

    berbasis portofolio 0,0 %, model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) 0,0

    %, pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) 10,2 %, dan pembelajaran

    kooperatif (cooperatif learning) 12,6 %. Menurut pendapat guru-guru, model

    pembelajaran yang diperkirakan berkontribusi secara signifikan dalam

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    4/63

    26

    mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah pembelajaran berbasis

    masalah (problem based learning), pembelajaran kontekstual (contextual teaching

    and learning), dan pembelajaran pemecahan masalah (problem solving).

    Penelitian tersebut mendeskripsikan mengenai model-model pembelajaran

    yang dilakukan oleh guru di Bali, tetapi belum menjelaskan mengapa model tersebut

    yang dilakukan oleh guru. Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan adalah

    seputar ranah pendidikan mengenai model-model pembelajaran. Perbedaannya sangat

    jelas karena penelitian yang dilakukan membedah mengenai kualitas pengelolaan

    pembelajaran kimia pada SMAN1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar. Di samping itu

    mencari tahu mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas

    pembelajaran kimia dan mengapa faktor itu yang berpengaruh. Ada beberapa manfaat

    yang dapat dipetik dari penelitian tersebut, yaitu dapat memberikan gambaran tentang

    kualitas proses pembelajaran yang dilakukan guru dan sekaligus sebagai informasi

    awal mengenai pemahaman guru mengenai pembelajaran-pembelajaran yang

    inovatif.

    Rusdinal (2007) dalam penelitian yang berjudul Resistensi Guru terhadap

    Pembaruan Pembelajaran menyatakan bahwa upaya pembaruan pembelajaran untuk

    meningkatkan mutu pendidikan telah sering dilakukan, baik atas dasar inisiatif

    lembaga sendiri maupun dengan cara mengadopsi suatu bentuk kebijakan baru di

    sekolah. Pembaruan pembelajaran yang dilakukan dalam konteks Manajemen

    Berbasis Sekolah adalah penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan

    Menyenangkan (PAKEM). Perubahan yang dilakukan mestinya berjalan secara

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    5/63

    27

    berkelanjutan (sustainability) sehingga peningkatan mutu (quality improvment) yang

    menjadi tujuan perubahan itu dapat diwujudkan. Namun, dalam kenyataannya

    pembaruan pembelajaran di sekolah tidak terjadi dengan mudah. Dalam implementasi

    pembaruan metode, ada kontradiksi yang terjadi dalam diri guru, yaitu PAKEM

    mengutamakan proses, sementara itu acuan keberhasilan adalah nilai akhir yang

    dicapai murid. Akibatnya, guru cenderung menggunakan metode campuran dalam

    pembelajaran. Bahkan, mereka kembali ke metode lama terutama menjelang

    pelaksanaan ujian. Resistensi guru terhadap pembaruan pembelajaran bersumber pada

    (1) kebiasaan lama yang sudah terpola; (2) kecemasan terhadap konsekuensi dari

    pengembangan organisasi; (3) ketidaktuntasan implementasi program pembaruan di

    masa lalu; (4) kekurangpahaman guru terhadap program yang dikembangkan; (5)

    program pembaruan cenderung datang dari atas, dan (6) keraguan guru mengenai

    keefektifan program pembaruan.

    Penelitian tersebut menyatakan sulitnya guru melakukan perubahan

    pembelajaran dari kebiasaan yang sudah dilakukan menuju pembelajaran yang

    inovatif. Hal ini sangat bermanfaat untuk penelitian yang dilakukan karena sudah

    memberikan informasi tentang sulitnya guru melakukan inovasi dan adaptasi dengan

    kebijakan-kebijakan yang baru. Kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan

    adalah dikemukakan beberapa faktor resistensi guru terhadap pembaruan

    pembelajaran. Perbedaanya, yaitu dalam penelitian ini dibedah kualitas pengelolaan

    dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan proses

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    6/63

    28

    pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar serta dampak dan

    maknanya.

    Rupiniasih (2004) dalam penelitian yang berjudul Pengembangan Perangkat

    Percobaan Kimia Sederhana Penunjang Pembelajaran Pokok Bahasan Laju Reaksi

    dilatarbelakangi oleh pemikiran sebagai berikut. Melihat tuntutan kurikulum dan

    karakteristik ilmu kimia, maka di dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting

    dituntut adanya kegiatan eksperimen. Namun, pada kenyataannya masih ada guru

    yang mengajarkan konsep-konsep kimia eksperimentatif tidak dengan metode

    eksperimen atau demonstrasi tetapi hanya dengan metode ceramah. Salah satu

    sebabnya adalah minimnya ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran seperti

    alat dan bahan kimia yang pada dasarnya merupakan fasilitas yang mahal dan sulit

    didapat. Keterbatasan sarana dan prasarana ini merupakan masalah umum yang sering

    dihadapi oleh sekolah-sekolah. Namun, mengingat pentingnya pelaksanaan kegiatan

    praktikum dalam pembelajaran kimia, maka usaha untuk menjadikan kegiatan

    praktikum sebagai kegiatan yang sederhana, mudah, dan murah adalah sangat

    penting. Peneliti mencoba memberikan suatu alternatif pemecahan dengan membuat

    suatu Perangkat Percobaan Kimia Sederhana (PPKS), dengan harga alat dan bahan

    yang relatif murah dan mudah diperoleh.

    Hasil penelitian Rupiniasih menyatakan bahwa (1) pada pokok bahasan laju

    reaksi terdapat sekitar 70% konsep yang merupakan konsep berbasis eksperimen

    sehingga dalam pengajarannya perlu didukung oleh kegiatan praktikum, (2) dalam

    penelitian ini telah dihasilkan PPKS yang dapat digunakan sebagai penunjang

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    7/63

    29

    pembelajaran pokok bahasan laju reaksi, (3) PPKS tersebut dapat meningkatkan

    efektivitas pembelajaran yang terutama dilihat dari hasil belajar siswa dan aktivitas

    siswa dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, penggunaan PPKS dalam

    pembelajaran mendapat respon yang sangat baik dari siswa.

    Penelitian pengembangan PPKS di atas menunjukkan bahwa untuk mengatasi

    kesulitan bahan dan alat-alat dalam praktikum kimia, sesungguhnya bisa dilakukan

    dengan bahan-bahan yang sederhana dan memberikan hasil yang baik. Hal ini secara

    implisit menunjukkan bahwa kemauan, kreativitas, dan idealisme guru menentukan

    dilaksanakannya pembelajaran praktikum. Relevansinya dengan penelitian yang

    dilakukan bahwa ada faktor-faktor yang perlu ditelusuri lebih mendalam terkait

    dengan pembelajaran kimia. Informasi mengenai sarana dan prasarana beberapa

    sekolah yang terbatas sangat bermanfaat sebagai langkah awal dalam melangkah

    terutama ketika melakukan penelitian pembelajaran kimia, agar tidak salah di dalam

    membuat asumsi-asumsi.

    Beberapa penelitian tentang pendidikan khususnya terkait dengan

    pembelajaran dan guru cukup banyak. Namun, belum ada penelitian yang mengkaji

    tentang kualias pengelolaan proses pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan

    SMAN 1 Gianyar, yang didekonstruksi melalui implementasi standar proses.

    Demikian pula belum banyak penelitian masalah pendidikan, baik yang dibedah

    dengan paradigma teori-teori kritis maupun membedah persoalan pendidikan dalam

    perspektif kajian budaya. Oleh karena itu penelitian mengenai pengelolaan proses

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    8/63

    30

    pembelajaran kimia, memiliki arti penting dan dibutuhkan baik dari perspektif

    akademik maupun praksis.

    2.2 Konsep

    Judul penelitian ini adalah Pengelolaan Pembelajaran Kimia pada Sekolah

    Menengah Atas Negeri 1 Singaraja dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gianyar :

    Dekonstruksi Implementasi Standar Proses. Agar tidak menimbulkan

    multiinterpretasi terhadap judul tersebut, maka beberapa konsep yang tertera di dalam

    judul perlu dijelaskan. Adapun beberapa konsep yang perlu dijelaskan adalah sebagai

    berikut.

    2.2.1 Pengelolaan Pembelajaran Kimia

    Pengelolaan pembelajaran kimia terdiri atas tiga kata, yaitu pengelolaan,

    pembelajaran, dan kimia. Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

    (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 657) berarti proses melakukan kegiatan

    tertentu dengan menggerakkan orang lain; proses yang membantu merumuskan

    tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat

    dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Jadi, pengelolaan berarti cara atau

    perbuatan mengelola yang meliputi merencanakan, melaksanakan yang direncanakan,

    penilaian, dan pengawasan untuk tercapainya tujuan.

    Dalam konteks kelas, pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan

    guru dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    9/63

    31

    seluas-luasnya kepada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang

    kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara

    efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum

    dan perkembangan murid (Nawawi, 1985: 115--116)

    Konsep pembelajaran kimia terdiri atas dua suku kata, yaitu pembelajaran

    dan kimia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan

    Nasional, 2008: 23) pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang

    atau makhluk hidup belajar.

    Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan.

    Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang

    menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan

    oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep itu menjadi terpadu dalam satu kegiatan

    manakala terjadi interaksi guru-siswa, siswa-siswa pada saat pengajaran berlangsung.

    Belajar adalah suatu proses aktif, proses yang diarahkan pada tujuan, proses berbuat

    melalui berbagai pengalaman untuk mengubah tingkah laku. Dalam proses

    pengajaran atau interaksi belajar mengajar yang menjadi persoalan utama adalah

    adanya proses belajar pada siswa, yakni proses berubahnya tingkah laku siswa

    melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Dalam proses mengajar, peranan

    pengajar mengembangkan dan menciptakan serta mengatur situasi yang

    memungkinkan siswa melakukan proses belajar sehingga berubah tingkah lakunya

    dalam proses pembelajaran. Mengajar pada hakikatnya suatu proses, yakni proses

    mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    10/63

    32

    menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Peran seorang guru

    adalah pemimpin belajar (learning manager) dan fasilitator belajar. Mengajar adalah

    suatu proses membelajarkan siswa atau mengkoordinasikan siswa belajar, bukan

    menyampaikan pelajaran.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(Departemen Pendidikan Nasional,

    2008: 699), kimia adalah ilmu tentang susunan, sifat, dan reaksi suatu unsur atau zat.

    Menurut Whitten, Gailey dan Davis, (1988) ilmu kimia adalah cabang ilmu

    pengetahuan alam (sains) yang mempelajari materi yang meliputi sifat, struktur,

    perubahan, dan perubahan energi yang menyertai perubahan tersebut. Berdasarkan

    definisi tersebut, karakteristik ilmu kimia dapat dibagi dua, yaitu karakteristik makro

    dan karakteristik mikro. Secara makro, ilmu kimia terdiri atas fakta-fakta, konsep

    teoretis, hasil-hasil percobaan, dan manfaat ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari.

    Secara mikro ilmu kimia terdiri atas simbol, perjanjian, model dan perhitungan kimia.

    Jadi, yang dimaksud kimia atau ilmu kimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam

    yang mempelajari materi atau zat, yang meliputi sifat, struktur dan reaksi-reaksi, serta

    perubahan energi yang menyertainya.

    Jadi, yang dimaksud pengelolaan pembelajaran kimia adalah kegiatan

    perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan pembelajaran ilmu kimia sesuai

    dengan kompetensi yang menjadi sasaran pembelajaran.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    11/63

    33

    2.2.2 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Singaraja dan Sekolah Menengah Atas

    Negeri 1 Gianyar

    Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Singaraja dan Sekolah Menengah Atas

    Negeri 1 Gianyar terdiri atas empat penggalan kata, yaitu Sekolah Menengah Atas

    yang selanjutnya disingkat (SMA), Negeri 1, Singaraja, dan Gianyar. Sekolah

    Menengah Atas (SMA), yaitu sekolah pendidikan menengah yang bertujuan untuk

    meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

    keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut

    (Permendiknas, 2006). Menurut UU RI No. 20, Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa

    jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

    pendidikan tinggi.

    Negeri merupakan status sekolah yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah

    Republik Indonesia. Angka 1 (satu) yang ada setelah kata negeri sebagai penanda

    yang pertama didirikan sekolah tersebut di sebuah kecamatan pada wilayah

    kabupaten atau kota. Singaraja dan Gianyar adalah daerah kabupaten yang ada di Bali

    tempat sekolah itu berada.

    2.2.3 Dekonstruksi Implementasi Standar Proses

    Dekonstruksi implementasi standar proses terdiri atas tiga penggalan kata

    yaitu dekonstruksi, implementasi dan standar proses. Dekonstruksi bermakna satu

    metode yang dikembangkan Derrida dengan membongkar struktur dan kode-kode

    bahasa, khususnya struktur oposisi biner sedemikian rupa sehingga menciptakan satu

    permainan tanda yang tanpa akhir dan tanpa makna akhir (Piliang, 2006:16).

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    12/63

    34

    Dekonstruksi adalah strategi mengurai teks. Istilah de konstruksi sebenarnya lebih

    dekat dengan pengertian etimologis dari kata analisis yang berarti mengurai,

    melepaskan,membuka. Jika sebuah teks didekonstruksi, yang dihancurkan bukanlah

    makna tetapi, klaim bahwa satu bentuk pemaknaan terhadap teks lebih benar

    ketimbang pemaknaan lain yang berbeda (Al-Fayyadi, 2009: 7980). Jadi, yang

    dimaksud dekonstruksi dalam penelitian ini adalah strategi menganalisis atau

    membedah.

    Implementasi bermakna pelaksanaan atau penerapan, sementara itu standar

    proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan

    pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan

    (Permendiknas No 41 Tahun 2007).

    Berdasarkan beberapa konsep yang dikemukakan di atas, maka makna dari

    judul penelitian ini adalah mempelajari secara mendalam pengelolaan pembelajaran

    kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar, yang dianalisis atau dibedah

    melalui standar nasional pendidikan khususnya standar proses yang berkaitan dengan

    pelaksanaan pembelajaran meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan

    proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses

    pembelajaran.

    2.2.4 Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Standar Proses dalam

    Pembelajaran Kimia

    Standar proses pembelajaran berkaitan dengan standar isi kurikulum.

    Standar isi kurikulum untuk mata pelajaran kimia di SMA telah ditetapkan garis

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    13/63

    35

    besarnya sebagai kurikulum nasional oleh badan standar nasional pendidikan

    (BSNP). Standar isi tersebut sebagai standar minimal yang harus dibelajarkan

    kepada peserta didik di sekolah. Secara konseptual standar isi ilmu kimia yang

    berkaitan dengan IPA adalah sebagai berikut.

    Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu dasar dalam IPA sehingga hakikat

    ke-IPA-an melekat di dalamnya. Di dalam Permendiknas No. 22, Tahun 2006

    tentang standar isi, dalam hal pelajaran kimia di SMA/MA disebutkan bahwa

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

    alam secara sistematis. Dengan demikian IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

    pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip, melainkan

    juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi

    wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, dan prospek

    pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk

    mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami

    alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat

    sehingga dapat membantu peserta didik untuk memeroleh pemahaman yang lebih

    mendalam tentang alam sekitar.

    Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA sehingga kimia

    mempunyai karakteristik yang sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek

    ilmu kimia, cara memeroleh, dan kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada

    awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), tetapi pada

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    14/63

    36

    perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori

    (deduktif). Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,

    dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan

    sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia

    di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi,

    struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan

    keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak

    terpisahkan, yaitu (1) kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,

    konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan, dan (2) kimia sebagai proses

    (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia

    harus memerhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.

    Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu

    membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang

    dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta

    mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran kimia dicapai oleh

    peserta didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam

    bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah

    bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta

    berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu,

    pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara

    langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    15/63

    37

    ilmiah. Pada intinya pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik

    memiliki kemampuan sebagai berikut.

    Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan

    keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Memupuk

    sikap ilmiah, yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan

    orang lain. Memeroleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui

    percobaan atau eksperimen, yaitu peserta didik melakukan pengujian hipotesis

    dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,

    pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan

    tertulis. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan

    merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya

    mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat. Memahami

    konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya

    untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi (Lampiran

    Permendiknas No.22, Tahun 2006).

    ` Di dalam Permendiknas No. 23, Tahun 2006 tentang standar kompetensi

    lulusan disebutkan bahwa ruang lingkup mata pelajaran kimia di SMA/MA

    merupakan kelanjutan IPA di SMP/MTs yang menekankan pada fenomena alam dan

    pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek

    sebagai berikut. Struktur atom, sistem periodik, dan ikatan kimia, stoikiometri,

    larutan non-elektrolit dan elektrolit, reaksi oksidasi-reduksi, senyawa organik, dan

    makromolekul. Termokimia, laju reaksi dan kesetimbangan, larutan asam basa,

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    16/63

    38

    stoikiometri larutan, kesetimbangan ion dalam larutan dan sistem koloid. Sifat

    koligatif larutan, redoks dan elektrokimia, karakteristik unsur, kegunaan, dan

    bahayanya, senyawa organik dan reaksinya, benzena dan turunannya, makromolekul.

    Standar kompetensi lulusan (SKL) untuk pelajaran kimia SMA/MA yang

    diharapkan adalah sebagai berikut. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan

    masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan

    merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyimpulkan,

    serta mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Memahami hukum

    dasar dan penerapannya, cara perhitungan dan pengukuran, fenomena reaksi kimia

    yang terkait dengan kinetika, kesetimbangan, kekekalan massa dan kekekalan energi.

    Memahami sifat berbagai larutan asam-basa, larutan koloid, larutan elektrolit-non

    elektrolit, termasuk cara pengukuran dan kegunaannya. Memahami konsep reaksi

    oksidasi-reduksi dan elektrokimia serta penerapannya dalam fenomena pembentukan

    energi listrik, korosi logam, dan pemisahan bahan (elektrolisis). Memahami struktur

    molekul dan reaksi senyawa organik yang meliputi benzena turunannya, lemak,

    karbohidrat, protein, dan polimer serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Standar kompetensi kelas X, semester 1 adalah memahami struktur atom,

    sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia. Memahami hukum-hukum dasar kimia

    dan penerapannya dalam perhitungan kimia (stoikiometri). Kompetensi dasarnya

    adalah memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifat-sifat unsur,

    massa atom relatif, dan sifat-sifat periodik unsur dalam tabel periodik serta menyadari

    keteraturannya melalui pemahaman konfigurasi elektron. Membandingkan proses

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    17/63

    39

    pembentukan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan koordinasi, dan ikatan logam serta

    hubungannya dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk. Mendeskripsikan tata nama

    senyawa anorganik dan organik sederhana serta persamaan reaksinya. Membuktikan

    dan mengomunikasikan berlakunya hukum-hukum dasar kimia melalui percobaan

    serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia.

    Standar kompetensi kelas X, semester 2 adalah memahami sifat-sifat larutan

    nonelektrolit dan elektrolit serta reaksi oksidasi-reduksi. Memahami sifat-sifat

    senyawa organik atas dasar gugus fungsi dan senyawa makromolekul. Kompetensi

    dasarnya adalah mengidentifikasi sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit berdasarkan

    data hasil percobaan. Menjelaskan perkembangan konsep reaksi oksidasi- reduksi dan

    hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya. Mendeskripsikan

    kekhasan atom karbon dalam membentuk senyawa hidrokarbon. Menggolongkan

    senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat

    senyawa. Menjelaskan proses pembentukan dan teknik pemisahan fraksi-fraksi

    minyak bumi serta kegunaannya. Menjelaskan kegunaan dan komposisi senyawa

    hidrokarbon dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang pangan, sandang, papan,

    perdagangan, seni, dan estetika (Lampiran Permendiknas No.23, Tahun 2006).

    Berdasarkan uraian di atas sangat jelas terlihat bahwa standar kompetensi dan

    kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa di kelas X, dalam pembelajarannya harus

    diperoleh melalui penjelasan teori dan praktik khususnya pembuktian hukum-hukum

    dasar ilmu kimia dan identifikasi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Di samping itu

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    18/63

    40

    pembelajaran sampai pada pemberian pemahaman mengenai penerapan konsep yang

    diajarkan agar menjadi bermakna bagi peserta didik.

    Standar kompetensi kelas XI, semester 1, yaitu memahami struktur atom

    untuk meramalkan sifat-sifat periodik unsur, struktur, dan sifat sifat senyawa.

    Memahami perubahan energi dalam reaksi kimia dan cara pengukurannya.

    Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang

    memengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri.

    Kompetensi dasarnya yaitu menjelaskan teori atom Bohr dan mekanika kuantum

    untuk menuliskan konfigurasi elektron dan diagram orbital serta menentukan letak

    unsur dalam tabel periodik. Menjelaskan teori jumlah pasangan elektron di sekitar inti

    atom dan teori hibridisasi untuk meramalkan bentuk molekul. Menjelaskan interaksi

    antarmolekul (gaya antar molekul) dengan sifatnya. Mendeskripsikan perubahan

    entalpi suatu reaksi, reaksi eksoterm, dan reaksi endoterm. Menentukan H reaksi

    berdasarkan percobaan, hukum Hess, data perubahan entalpi pembentukan standar,

    dan data energi ikatan. Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan

    percobaan tentang faktor-faktor yang memengaruhi laju reaksi. Memahami teori

    tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan faktor-faktor penentu laju dan orde reaksi,

    dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjelaskan keseimbangan dan faktor-

    faktor yang memengaruhi pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan

    percobaan. Menentukan hubungan kuantitatif antara pereaksi dan hasil reaksi dari

    suatu reaksi keseimbangan. Menjelaskan penerapan prinsip keseimbangan dalam

    kehidupan sehari-hari dan industri.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    19/63

    41

    Standar kompetensi kelas XI semester 2, yaitu memahami sifat-sifat larutan

    asam-basa, metode pengukuran, dan terapannya. Menjelaskan sistem dan sifat koloid

    serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasarnya adalah

    mendeskripsikan teori-teori asam basa dengan menentukan sifat larutan dan

    menghitung pH larutan. Menghitung banyaknya pereaksi dan hasil reaksi dalam

    larutan elektrolit dari hasil titrasi asam basa. Menggunakan kurva perubahan harga

    pH pada titrasi asam basa untuk menjelaskan larutan penyangga dan hidrolisis.

    Mendeskripsikan sifat larutan penyangga dan peranan larutan penyangga dalam tubuh

    makhluk hidup. Menentukan jenis garam yang mengalami hidrolisis dalam air dan pH

    larutan garam tersebut. Memprediksi terbentuknya endapan dari suatu reaksi

    berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan. Membuat berbagai sistem

    koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Mengelompokkan sifat-sifat

    koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Lampiran Permendiknas

    No.23, Tahun 2006).

    Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa standar kompetensi dan

    kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa di kelas XI dalam pembelajarannya harus

    diperoleh melalui penjelasan teori dan praktik mengenai menentukan H reaksi,

    faktor-faktor yang memengaruhi laju reaksi, faktor-faktor yang memengaruhi

    pergeseran arah keseimbangan, dan membuat berbagai sistem koloid. Konsep-konsep

    kimia yang dibelajarkan mesti disertai dengan pemberian pemahaman tentang

    penerapan dan manfaat untuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, diperlukan

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    20/63

    42

    pendekatan dan metode pembelajaran yang bervariasi agar siswa mendapatkan

    pemahaman yang bermakna.

    Standar kompetensi kelas XII semester 1 adalah menjelaskan sifat-sifat

    koligatif larutan nonelektrolit dan elektrolit. Menerapkan konsep reaksi oksidasi-

    reduksi dan elektrokimia dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari. Memahami

    karakteristik unsur-unsur penting, kegunaan dan bahayanya, serta terdapatnya di

    alam. Kompetensi dasarnya adalah menjelaskan penurunan tekanan uap, kenaikan

    titik didih, penurunan titik beku larutan, dan tekanan osmosis termasuk sifat koligatif

    larutan. Membandingkan antara sifat koligatif larutan nonelektrolit dan sifat koligatif

    larutan elektrolit yang konsentrasinya sama berdasarkan data percobaan.Menerapkan

    konsep reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem elektrokimia yang melibatkan energi

    listrik dan kegunaannya dalam mencegah korosi dan dalam industri. Menjelaskan

    reaksi oksidasi-reduksi dalam sel elektrolisis. Menerapkan hukum Faraday untuk

    elektrolisis larutan elektrolit. Mengidentifikasi kelimpahan unsur-unsur utama dan

    transisi di alam dan produk yang mengandung unsur tersebut. Mendeskripsikan

    kecenderungan sifat fisik dan kimia unsur utama dan unsur transisi (titik didih, titik

    leleh, kekerasan, warna, kelarutan, kereaktifan, dan sifat khusus lainnya).

    Menjelaskan manfaat, dampak, dan proses pembuatan unsur-unsur dan senyawanya

    dalam kehidupan sehari-hari. Mendeskripsikan unsur-unsur radioaktif dari segi sifat-

    sifat fisik dan sifat-sifat kimia, kegunaan, dan bahayanya.

    Standar kompetensi kelas XII, semester 2 adalah memahami senyawa organik

    dan reaksinya, benzena dan turunannya, dan makromolekul. Kompetensi dasarnya,

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    21/63

    43

    yaitu mendeskripsikan struktur, cara penulisan, tata nama, sifat, kegunaan, dan

    identifikasi senyawa karbon (halo alkana, alkanol, alkoksi alkana, alkanal, alkanon,

    asam alkanoat, dan alkil alkanoat). Mendeskripsikan struktur, cara penulisan, tata

    nama, sifat, dan kegunaan benzena dan turunannya. Mendeskripsikan struktur, tata

    nama, penggolongan, sifat, dan kegunaan makromolekul (polimer, karbohidrat, dan

    protein). Mendeskripsikan struktur, tata nama, penggolongan, sifat, dan kegunaan

    lemak (Lampiran Permendiknas No.23, Tahun 2006).

    Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa standar kompetensi dan

    kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa di kelas XII dalam pembelajarannya

    harus diperoleh melalui penjelasan teori dan praktik mengenai sifat koligatif larutan,

    menerapkan konsep reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem elektrokimia, menerapkan

    hukum Faraday untuk elektrolisis larutan elektrolit, dan mengidentifikasi kelimpahan

    unsur-unsur utama dan transisi di alam.

    Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk

    mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian

    kompetensi untuk penilaian. Pendekatan dan metode pembelajaran yang diterapkan

    didasarkan pada uraian yang tertera di dalam SK-KD. Guru mesti berpikir dan

    bertanya tentang metode yang digunakan untuk menanamkan konsep tersebut ketika

    membuat perencanaan pembelajaran. Ada konsep kimia yang mesti diajarkan dengan

    percobaan, ada yang dengan analogi, dan ada yang melalui penjelasan konsep. Dalam

    merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu diperhatikan standar proses dan

    standar penilaian.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    22/63

    44

    Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

    pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi

    lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan

    pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

    Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah

    pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.

    Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses

    pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran

    untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Permendiknas

    No.41, Tahun 2007).

    Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana

    pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar

    kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan

    pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan

    pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

    Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan

    pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

    Dalam kegiatan pendahuluan, guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik

    untuk mengikuti proses pembelajaran; mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

    mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; menjelaskan

    tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; menyampaikan

    cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    23/63

    45

    Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD

    yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

    memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang

    cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

    perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

    Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik

    peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi,

    dan konfirmasi. Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik mencari

    informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari

    dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka

    sumber; menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan

    sumber belajar lain; memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara

    peserta didik dan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; melibatkan peserta

    didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan memfasilitasi peserta

    didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.

    Dalarn kegiatan elaborasi, guru membiasakan peserta didik membaca dan

    menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; memfasilitasi

    peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan

    gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; memberikan kesempatan untuk

    berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;

    memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

    memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    24/63

    46

    belajar; rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan, baik

    lisan maupun tertulis, baik secara individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta

    didik untuk menyajikan hasil kerja baik individual maupun kelompok; memfasilitasi

    peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;

    memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan

    dan rasa percaya diri peserta didik.

    Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik positif dan

    penguatan baik dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap

    keberhasilan peserta didik; memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan

    elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber memfasilitasi peserta didik

    melakukan refleksi untuk memeroleh pengalaman belajar yang telah dilakukan;

    memfasilitasi peserta didik untuk memeroleh pengalaman yang bermakna dalam

    mencapai kompetensi dasar. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai narasumber dan

    fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan,

    dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu menyelesaikan

    masalah; memberikan acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan

    hasil eksplorasi; memberikan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; memberikan

    motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

    Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik dan/atau

    sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran; melakukan penilaian dan/atau

    refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan

    terprogram; memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    25/63

    47

    merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program

    pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas, baik tugas individual

    maupun kelompok, sesuai dengan hasil belajar peserta didik; menyampaikan rencana

    pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

    Kegiatan penilaian sesuai dengan standar proses dilakukan oleh guru terhadap

    hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik serta

    digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan

    memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hendaknya dilakukan secara konsisten,

    sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis

    atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas,

    proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran

    menggunakan standar penilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata

    pelajaran.

    Kegiatan pengawasan proses pembelajaran menurut standar proses meliputi

    kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut. Mekanisme

    kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam pengawasan proses pembelajaran sebagai

    berikut.

    Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,

    pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan dengan cara

    diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan

    dokumentasi. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan

    pendidikan.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    26/63

    48

    Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,

    pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Supervisi pembelajaran

    diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi.

    Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.

    Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas

    pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran,

    pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Evaluasi proses

    pembelajaran diselenggarakan dengan cara membandingkan proses pembelajaran

    yang dilaksanakan guru dengan standar proses, mengidentifikasi kinerja guru

    dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru. Evaluasi proses

    pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.

    Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran

    dilaporkan kepada pemangku kepentingan. Tindak lanjut dari kegiatan

    pengawasan, yaitu memberikan penguatan dan penghargaan kepada guru yang

    telah memenuhi standar. Memberikan teguran yang bersifat mendidik kepada guru

    yang belum memenuhi standar. Guru diberikan kesempatan untuk mengikuti

    pelatihan/penataran lebih lanjut.

    Beberapa prinsip utama dan analisis yang dikemukakan di atas diambil dari

    standar isi, standar kompetensi lulusan, dan standar proses, digunakan sebagai

    landasan untuk mengkaji kualitas pengelolaan pembelajaran kimia, yang berkaitan

    dengan rumusan masalah pertama dan kedua.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    27/63

    49

    2.3 Landasan Teori

    2.3.1 Teori Dekonstruksi

    Teori dekonstruksi merupakan salah satu teori posstrukturalisme, baik dalam

    bidang filsafat maupun sastra. Dibandingkan dengan teori-teori posstruktural pada

    umumnya, maka secara definitif perbedaan sekaligus ciri khas dekonstruksi

    sebagaimana dikemukakan Derrida adalah penolakannya terhadap logosentrisme dan

    fenosentrisme yang secara keseluruhan menghadirkan oposisi biner dan cara-cara

    berpikir lainnya yang bersifat hierarkhis dikotomis. Kecenderungan lain oposisi biner

    adalah anggapan bahwa unsur yang pertama merupakan pusat, asal usul, dan prinsip

    dengan konsekuensi logis unsur yang lain menjadi sekunder, marginal, manifestasi,

    dan padanan pelengkap lainnya (Ratna, 2004: 222; Agger, 2009: 114).

    Jacques Derrida adalah seorang keturunan Yahudi, lahir di El-Biar Aljazair

    pada 15 Juli 1930 dan meninggal tahun 2004. Pada tahun 1949, Derrida pindah ke

    Prancis untuk melanjutkan sekolah dan keberadaannya di Prancis dalam waktu yang

    cukup lama. Derrida dikenal karena pergaulannya yang luas dengan sesama

    intelektual Prancis. Perkenalannya dengan Foucault dan Althusser selama belajar di

    Ecole Normal Superiuere (ENS) menorehkan jejak mendalam pada pemikirannya.

    Namun, minat Derrida telanjur kuat untuk mempelajari fenomenologi, terutama

    versinya yang paling awal pada pemikiran Husserl dan Heidegger. Popularitas

    Derrida tidak bisa dipisahkan dari teori dekonstruksinya yang hingga kini masih

    memicu kontroversi dan perdebatan hangat di kalangan akademisi dan teoritisi. Setiap

    upaya untuk mendefinisikan dekonstruksi akan terbentur karena Derrida sendiri

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    28/63

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    29/63

    51

    menyubordinasikan keberubahan meskipun secara sembunyi-sembunyi. Misalnya,

    dikotomi maskulinitas/feminitas mendefinisikan keperempuanan dalam konteks

    perbedaannya dengan (keberubahan terhadap) kelelakian, yang selanjutnya menjadi

    terminologi utama.

    Derrida memperkuat teori perbedaan dalam konteks kritik epistemologisnya

    atas filsafat dan teori Barat tergantung kepada pendapat baik tentang perbedaan

    (difference) dan plesetan (deferral) maupun ketakmenentuan. Perbedaan (difference)

    menjabarkan usaha manusia dalam tuturan dan tulisan untuk membedakan makna

    berbagai penanda. Artinya, kata dan konsep mendapatkan makna hanya dalam

    referensi relasional dengan kata dan penanda lain yang menjelaskan makna secara

    berbeda dari mereka. Dengan mendekonstruksi makna yang berbeda atau diferensial

    atas istilah seperti laki-laki dan perempuan, dapat diungkap distribusi dan relasi yang

    berbeda dalam kekuasaan antara penguasa posisi subjek yang berbeda yang disebut

    laki-laki dan perempuan (Agger, 2009: 117--118).

    Prinsip dekonstruksi, sebagaimana disebut Derrida, menyatakan bahwa semua

    teks akan terurai begitu dikaitkan dengan kehati-hatian pertanyaan linguistik, filosofis

    dan kehampaan etis-penihilan, titik nol, pemlesetan, penindasan. Meskipun jika

    dipikir bahwa dekonstruksi hanyalah satu metode analisis teks, Derrida benar-benar

    menyatakan bahwa semua teks mendekonstruksi diri mereka sendiri dengan

    melibatkan secara otomatis dalam tindakan literer penihilan, pemlesetan, dan

    penindasan. Dekonstruksi adalah aktivitas interpretatif yang menerangkan momen

    dekonstruksi diri, derridean berpandangan bahwa dekonstruksi terjadi pada level

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    30/63

    52

    subteks-nya teks, tulisan yang membawahi yang tidak pernah benar-benar

    mengemuka dan berisi bukti ketidakmenentuan teks-pertanyaan yang tidak

    ditanyakan ataupun tak terjawab, masalah yang tidak diajukan, asumsi yang tertutup

    rapat atau terplesetkan.

    Satu masalah dalam meninjau dekonstruksi sebagai metode interpretasi adalah

    ini mungkin berimplikasi bahwa teks yang terdekonstruksi tersebut sesungguhnya

    menghapus kekacauan dan ketakmenentuan dengan teknik dekonstruktif. Namun,

    Derrida mengatakan lebih dari sekadar bahwa teks mendekonstruksi (diri mereka

    sendiri) daripada bahwa mereka hanya dapat didekonstruksi oleh pembaca meskipun

    keduanya tampaknya benar berdasarkan asumsinya sendiri tentang perbedaan,

    pelepasan, dan ketakmenentuan. Dekonstruksi adalah milik semua teks, termasuk

    yang bertujuan untuk mendekonstruksi argumen lain. Teks yang terdekonstruksi

    sekali masih mendekonstruksi lagi meskipun dengan cara yang berbeda dari cara dia

    pertama mendekonstruksi (Agger, 2009: 122).

    Dekonstruksi adalah strategi mengurai teks. Istilah de konstruksi sendiri

    sebenarnya lebih dekat dengan pengertian etimologis dari kata analisis yang berarti

    mengurai, melepaskan, membuka, daripada pengertian etimologis kata destruksi

    Kedekatan etimologis ini menunjukkan bahwa dekonstruksi lebih cenderung

    dimaksudkan sebagai strategi mengurai struktur dan medan pemaknaan dalam teks

    daripada operasi yang merusak teks itu sendiri. Tujuan dekonstruksi adalah

    mengungkai oposisi-oposisi hierarkis yang implisit dalam teks.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    31/63

    53

    Berdasarkan pengertian dan maksud dekonstruksi sebagai analisis, yaitu

    mengurai, melepaskan, membuka, atau membedah motivasi atau mungkin ideologi

    yang tersembunyi di balik teks sosial (perilaku aktual manusia) atau sekaligus

    mencari makna teks. Oleh karena itu, kegiatan praktik pendidikan sebagai sebuah

    teks, dan merupakan aktivitas budaya dibedah kebenaran tentang pengelolaan

    pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar. Dari paparan

    tersebut diketahui bahwa teori dekonstruksi akan digunakan untuk menjelaskan

    masalah kesatu, kedua dan ketiga, karena dalam penelitian ini dilakukan analisis dan

    pembedahan yang mendalam mengenai pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN

    1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar, faktor-faktor yang berpengaruh, serta dampak dan

    makna terkait dengan peningkatan mutu proses pembelajaran di sekolah.

    2.3.2Teori Hegemoni

    Titik awal konsep Antonio Gramsci tentang hegemoni bahwa suatu kelas dan

    anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara

    kekerasan dan persuasi. Dalam catatannya terhadap karya Machiavelli, Sang

    Penguasa, Gramsci menggunakan centaurmitologi Yunani, yaitu setengah binatang

    dan setengah manusia sebagai simbol dari perspektif ganda, yaitu suatu tindakan

    politik kekuatan dan konsensus, otoritas dan hegemoni, kekerasan dan kesopanan.

    Hegemoni bukanlah dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan

    persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni

    adalah suatu organisasi konsensus (Simon, 2004: 19--20).

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    32/63

    54

    Antonio Gramsci lahir di Ales sebuah kota kecil di Sardinia Italia, pada 22

    Januari 1891. Menurut Joseph Femia ada beberapa tahap perkembangan dalam hidup

    berpolitik dan pemikiran Gramsci. Periode pertama merentang antara tahun 1914--

    1919 yang merupakan tahun-tahun pembentukan wawasan politik dan intelektual.

    Dalam periode ini meskipun Gramsci adalah seorang sosialis muda yang militan dan

    revolusioner, orientasi filsafatnya sangat idealis. Kebanyakan tulisannya terdapat di

    dalam surat kabar sosialis, mengungkapkan, baik kondisi-kondisi budaya maupun

    keinginannya untuk menanamkan kesadaran terhadap kaum buruh melalui

    pendidikan. Periode kedua berlangsung sekitar 1919--1920, suatu bentang waktu di

    mana Italia dilanda oleh banyak keributan pabrik dan aksi-aksi mogok. Dari

    pembentukan Partai Komunis Italia tahun 1921 sampai dengan masuknya Gramsci ke

    beberapa tahanan fasis di bawah Mussolini, digolongkan oleh Femia sebagai periode

    ketiga dari hidup Gramsci. Periode terakhir, adalah mulai tahun 1928 Gramsci

    dijatuhi hukuman selama 20 tahun sampai meninggal tahun 1937 karena pendarahan

    otak. Dalam masa inilah Gramsci merencanakan penyelidikan mendalam terhadap

    pengalaman politiknya, baik dalam kerangka historis maupun filosofis yang lebih

    luas. Antara tahun 1929--1935 ia menyelesaikan 32 catatannya yang berjumlah

    sekitar 3.000 halaman. Tulisan inilah yang disebut Quaderni (Prison Notebooks). Di

    sinilah Gramsci menyusun, baik tema-tema, kepentingan, prinsip-prinsip maupun

    konsepnya (Patria dan Arief, 2003: 41--42).

    Dalam pandangan Gramsci, beliau mengakui bahwa dalam masyarakat,

    memang selalu ada yang memerintah dan yang diperintah. Bertolak dari kondisi ini,

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    33/63

    55

    Gramsci melihat jika Pangeran akan memerintah dengan efektif, maka jalan yang

    dipilih adalah meminimalisasi resistensi rakyat dan bersamaan dengan itu, Pangeran

    harus menciptakan ketaatan yang spontan dari yang memerintah. Secara ringkas,

    Gramsci memformulasikan dalam sebuah kalimat, yaitu bagaimana caranya

    menciptakan hegemoni (Patria dan Arief, 2003: 120).

    Hegemoni dalam bahasa Yunani Kuno disebut eugemonia, dalam praktiknya

    diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota

    secara individual. Dalam pengertian pada zaman ini, hegemoni menunjukkan sebuah

    kepemimpinan dari suatu negara tertentu, yang bukan hanya sebuah negara kota

    terhadap negara-negara lain yang berhubungan, baik secara longgar, maupun secara

    ketat terintegrasi dalam negara pemimpin. Dalam konteks politik internasional,

    misalnya pada periode perang dingin pertarungan pengaruh antara negara adikuasa,

    seperti Amerika dan mantan Uni Sovyet, biasanya disebut sebagai perang untuk

    menjadi kekuatan hegemonik di dunia (Patria dan Arief, 2003: 115--116).

    Hegemoni dapat diartikan suatu titik makna temporer yang mendukung pihak

    yang kuat. Proses penciptaan, perawatan, dan reproduksi berbagai makna pengatur

    kebudayaan tertentu. Bagi Gramsci, hegemoni berarti situasi di mana suatu blok

    historis faksi kelas berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas

    kelas subordinat melalui kombinasi kekuatan dan lebih penting lagi, konsensus.

    Hegemoni melibatkan proses penciptaan makna tersebut di mana representasi dan

    praktik dominan dan otoritatif diproduksi dan dipelihara (Barker, 2008: 373, 409).

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    34/63

    56

    Hegemoni kaitannya dengan peran ideologi dalam pandangan Antonio

    Gramsci adalah menekankan bahwa produksi dan pemertahanan praktik-praktik

    otoritatif dalam relasi kekuasaan tersebut berlangsung secara halus, melalui

    mekanisme kombinasi antara paksaan dan persetujuan sadar, sehingga aspek

    dominasi (paksaan) itu sendiri tidak dirasakan secara telanjang (sadar) dalam praktik

    kehidupan nyata (Widja, 2009: 21). Hal ini menyatakan bahwa dalam praktik

    hubungan antara orang yang memiliki kekuasaan dan bawahannya dalam upaya sang

    penguasa memengaruhi pikiran bawahannya dilakukan secara halus dan bernuansa

    ideologi, sehingga dapat diterima tanpa merasa dipaksa.

    Hegemoni adalah bentuk ideologi yang di dalamnya ada nilai dan kepentingan

    kelompok hegemonik dialami oleh kelompok lainnya, sebagai telah menjadi milik

    mereka sendiri, dan telah disetujui. Dominasi sebuah kelas sosial terhadap kelas

    lainnya, lewat keberhasilannya menanamkan pandangan hidup, relasi sosial, serta

    hubungan kemanusiaannya sehingga diterima sebagai sesuatu yang dianggap benar

    atau alamiah oleh orang-orang yang sebetulnya tersubordinasi.

    Konsep kekuasaan menurut Gramsci bahwa sistem kekuasaan yang

    didasarkan pada konsensus yang dilaksanakan oleh negara disebut hegemoni.

    Hegemoni akan menggabungkan kekuatan dan kesepakatan bergantung kepada

    situasi masyarakat. Kesepakatan itu akan melahirkan waraga negara yang melalui

    pendisiplinan diri, dia menyesuaikan diri dengan norma-norma yang diletakkan oleh

    negara. Hal ini terjadi karena warga negaranya melihat hal ini adalah yang paling

    aman untuk bertahan hidup dalam kehidupan masyarakat yang penuh dengan praktik-

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    35/63

    57

    praktik yang sudah terstruktur. Pengorganisasian praktik-praktik tersebut dilakukan

    oleh kaum intelektual. Peranan kaum intelektual sangat penting menurut pandangan

    Gramsci. Ada dua jenis intelektual dari tatanan masyarakat kapitalis, yaitu intelektual

    tradisional dan itelektual organik. Intelektual organik terbagi atas dua kelompok,

    yaitu intelektual hegemonik dan intelektual kontra hegemonik. Baik kaum intelektual

    hegemonik maupun kontra hegemonik ialah yang mengorganisasikan dan

    mereorganisasikan terus-menerus, baik kehidupan sadar maupun tidak sadar dari

    massa. Tugas kelompok intelektual hegemonik ialah memastikan bahwa pandangan

    dunia yang sesuai dengan kapitalisme telah diterima oleh semua kelas. Sebaliknya

    yang kontra hegemonik bertugas memisahkan kaum proletar dari pandangan

    kapitalisme serta mengukuhkan pandangan dunia sesuai dengan perspektif sosialis.

    Kelompok hegemonik akan menghasilkan kompromi atau rekonsiliasi dengan kaum

    intelektual tradisional. Apabila seorang anggota tidak mau berkompromi, maka akan

    ada represi terhadap kelompok tersebut oleh negara. Dengan jalan disiplin yang

    ditanamkan lewat lembaga-lembaga sosial, seperti sekolah, perguruan tinggi, gereja,

    dan organisasi sosial lainnya, maka disiplin itu dapat dilaksanakan (Tilaar, 2003: 76--

    77; Maliki, 2010: 189--192).

    Kontra hegemoni merupakan perlawanan dalam bentuk hegemoni yang

    dilakukan oleh kelompok intelektual kontra hegemonik terhadap kelompok

    intelektual hegemonik. Perlawanan yang dilakukan dengan cara halus, tersembunyi,

    dengan moral intelektual untuk membungkus tujuan yang ada di baliknya.

    Perlawanan yang dilakukan dapat melalui pendidikan, transformasi ideologi,

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    36/63

    58

    memberikan kemampuan kesadaran dalam ekonomi, sosial, dan politik. Pergulatan

    hegemoni yang terjadi di kalangan masyarakat madani (civil society) disebut sebagai

    perang posisi. Gramsci melihat pendidikan dan pengembangan kebudayaan dapat

    sebagai langkah-langkah bagi perlawanan suatu hegemoni. Perang posisilah yang

    dapat mengubah masyarakat ,dan bukan revolusi.

    Pelaksanaan hegemoni dan keberhasilannya ditentukan oleh kesepakatan-

    kesepakatan. Kesepakatan terjadi melalui proses belajar atau dapat terjadi karena

    hubungan pendidikan (educational relationship). Hubungan pendidikan ini yang

    membentuk masyarakat madani yang di dalamnya terletak dasar dari kekuasaan. Di

    sinilah terletak peran lembaga-lembaga sosial ideologis, seperti hukum, pendidikan,

    media massa, agama, dan yang lain sebagai arena pergulatan hegemoni. Dilihat dari

    segi ini, ternyata bahwa lembaga-lembaga sosial, seperti sekolah dan lembaga-

    lembaga pendidikan lainnya tidak akan pernah netral, tetapi merupakan perekat dari

    hegemoni dalam masyarakat. Dengan kata lain, hegemoni terikat kepada kepentingan

    kelompok sosial yang berkuasa. Teori Gramsci mengenai hegemoni sangat besar

    berpengaruh dalam perumusan kebijakan pendidikan, yaitu (1) perang posisi dan (2)

    demokratisasi kehidupan sosial (Tilaar dan Nugroho, 2009: 116--117).

    Teori hegemoni ini dipakai untuk membedah permasalahan penelitian di atas

    khususnya masalah yang kedua dan ketiga, yaitu faktor-faktor yang berpengaruh serta

    dampak dan makna, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, pada pengelolaan

    pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar. Hal ini

    digunakan karena dalam praktik pendidikan di satuan pendidikan tertentu ditinjau

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    37/63

    59

    dari teori hegemoni bahwa kebijakan pendidikan yang diberlakukan di sekolah sangat

    erat terkait dengan kepentingan kekuasaan. Demikian juga para guru dalam

    melaksanakan proses pembelajaran di kelas tidak bisa lepas dari dominasi kekuasaan

    untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan-kepentingan yang mungkin

    terjadi bisa berupa upaya mempertahankan kekuasaan (status quo), upaya pencitraan,

    bahkan mungkin upaya komodifikasi.

    2.3.3 Teori Semiotika

    Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.

    Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan manusia dilihat sebagai tanda, yakni

    sesuatu yang harus diberi makna. Semiotika melihat berbagai gejala dalam suatu

    kebudayaan sebagai tanda yang dimaknai masyarakatnya. Ferdinand de Saussure

    (dalam Hoed, 2011: 44--45) melihat tanda terdiri atas signifiant(bentuk) yang dalam

    bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah penanda dan signifie (makna) yang

    dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dalam istilah petanda. Namun, yang dimaksud

    dengan bentuk adalah citra (image) tentang bunyi suatu kata. Para strukturalis melihat

    tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan

    makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). Proses semiosis

    ini sifatnya mengaitkan dua segi, yaitu penanda dan petanda. Teori ini disebut bersifat

    dikotomis dan struktural.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    38/63

    60

    Menurut Charles Sanders Peirce, para pragmatis melihat tanda sebagai

    sesuatu yang mewakili sesuatu. Hal yang menarik sesuatu itu dapat berupa hal

    yang konkret (dapat ditangkap dengan pancaindra manusia), yang kemudian melalui

    suatu proses mewakili sesuatu yang ada dalam kognisi manusia. Jadi, yang dilihat

    oleh Peirce, tanda bukanlah suatu struktur, melainkan suatu proses kognitif yang

    berasal dari apa yang dapat ditangkap pancaindra. Dalam teorinya, sesuatu yang

    pertama adalah yang konkret adalah suatu perwakilan yang disebut

    representamen (atau ground), sedangkan sesuatu yang ada dalam kognisi disebut

    object. Proses hubungan dari representamen ke object disebut semiosis (semeion,

    Yun.tanda). Dalam pemaknaan suatu tanda, proses semiosis ini belum lengkap

    karena ada satu proses lagi yang merupakan lanjutan yang disebut interpretant

    (proses penafsiran). Jadi, secara garis besar, pemaknaan suatu tanda terjadi dalam

    proses semiosis dari yang konkret ke dalam kognisi manusia yang hidup

    bermasyarakat. Proses yang dilalui mengaitkan tiga segi, yakni representamen, objek,

    dan interpretan dalam suatu proses semiosis, maka teori semiosis ini disebut bersifat

    trikotomis.

    Manusia sebagai homo culturalis, yakni sebagai makhluk yang selalu ingin

    memahami makna dari sesuatu yang ditemukannya (meaning-seeking creature).

    Dalam proses memahami makna, terlepas dari aliran semiotik struktural atau

    pragmatis yang dianut, semiotik dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan.

    Kebudyaan (gejala budaya) dilihat oleh semiotik sebagai suatu sistem tanda yang

    berkaitan satu sama lain dengan cara memahami makna yang ada di dalamnya.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    39/63

    61

    Roland Barthes (1915--1980) menggunakan toeri signifiant-signifie yang

    dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Istilah signifiant

    menjadi ekspresi (E) dan signfiemenjadi isi (C). Namun, antara E dan C harus ada

    relasi (R) tertentu sehingga terbentuk tanda (Sign, Sn). Konsep relasi (R) ini membuat

    teori tentang tanda lebih mungkin berkembang, karena R ditetapkan oleh pemakai

    tanda. Menurut Barthes, E dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga

    ada lebih dari satu penanda dengan C yang sama. Pengembangan ini disebut sebagai

    gejala metabahasa dan membentuk kesinoniman.

    Setiap tanda selalu memeroleh pemaknaan awal yang dikenal dengan denotasi

    disebut juga sistem primer, sedangkan pengembangannya disebut sistem sekunder.

    Sistem sekunder yang ke arah E disebut metabahasa. Sedangkan, sistem sekunder

    yang ke arah C disebut konotasi, yaitu pengembangan isi (C) sebuah ekspresi (E).

    Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, tetapi juga

    oleh paham pragmatik, yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya. Dalam

    kaitan dengan pemakai tanda, juga dapat dimasukkan perasaan (aspek emosi) sebagai

    salah satu faktor yang membentuk konotasi (Hoed, 2011: 44--45).

    Barthes memperluas penjelasan struktural atas kebudayaan sampai pada

    praktik budaya pop dan makna yang ternaturalkan atau yang disebut dengan mitos.

    Barthes menyatakan bahwa makna teks tidak hanya ditemukan berdasarkan maksud-

    maksud manusia, tetapi harus dilihat sebagai serangkaian praktik signifikasi (Barker,

    2008: 19).

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    40/63

    62

    Barthes berpendapat bahwa kita dapat berbicara tentang dua sistem

    signifikasi: denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level makna deskriptif dan literal

    yang secara virtual dimiliki semua anggota suatu kebudayaan. Pada level kedua,

    konotasi makna terbentuk dengan mengaitkan penanda dengan aspek-aspek kultural

    yang lebih luas: keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideologi suatu formasi sosial.

    Makna kemudian menjadi persoalan asosiasi tanda dengan kode makna kultural lain.

    Makna sebuah tanda baru dapat dikatakan berlipat ganda jika tanda tunggal

    tersebut disarati dengan makna yang berlapis-lapis. Konotasi membawa nilai-nilai

    ekspresif yang muncul dari akumulasi rangkaian kekuatan (secara sintagmatis) atau

    lebih umum, melalui perbandingan alternatif yang tidak ada secara paradigmatis.

    Ketika konotasi dinaturalkan sebagai sesuatu yang hegemonik, artinya diterima

    sebagai sesuatu yang normal dan alami, maka ia bertindak sebagai peta makna

    konseptual, inilah yang dikatakan mitos. Mitos adalah konstruksi kultural, tetapi ia

    bisa tampak sebagai kebenaran universal yang telah ada sebelumnya dan melekat

    pada nalar awam. Mitos kemudian mirip dengan konsep ideologi karena sama-sama

    bekerja pada level konotasi (Barker, 2008: 74, Budiman, 2002: 93--94). Mitos dalam

    pengertian di sini sesuai dengan etimologinya, yaitu bersifat inklusif, bukan sebagai

    cerita-cerita tentang kehidupan dewa-dewi atau sastra lisan tradisional yang

    dikeramatkan, melainkan sebagai a type of speech, sebuah tipe tuturan sementara.

    Bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk bisa menjadi mitos. Secara semiotis,

    mitos dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran kewacanaan yang disebut sebagai sistem

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    41/63

    63

    semiologis tingkat kedua. Pada tataran signifikasi lapis kedua inilah mitos

    bersemayam.

    Pada citra iklan rokok Marlboro misalnya, rangkaian petanda yang langsung

    terbaca di dalam lapis denotasi adalah seorang lelaki atau ditemani oleh beberapa

    lelaki lain dan satu atau beberapa ekor kuda yang berada di tengah sabana tandus.

    Sebuah dunia mistis yang bernamaMarlboro Country, seperti dapat dikenali dari

    teks penambat yang menyertainya: Come to where the flavour is. Come to Marlboro

    Country. Wacana iklan rokok Marlboro ini menghadirkan sebuah mitos di sekitar

    maskulinitas atau kejantanan, sebuah citra stereotipikal tentang sosok lelaki

    tradisional, yakni lelaki yang tanpa emosi, tak banyak bicara, kuat perkasa,

    pemberani, petualang, pemburu kebebasan, singkatnya memiliki makna denotatif

    seorang lelaki jantan.

    Makna tidak stabil dan tidak dapat dimasukkan ke satu kata, kalimat, atau teks

    tunggal tertentu. Makna tidak memiliki sumber asal usul yang tunggal, tetapi ia

    adalah hasil dari hubungan antarteks, yaitu intertekstualitas. Tidak ada makna

    denotatif yang jelas dan stabil karena semua makna mengandung jejak makna lain

    dari tempat lain. Makna selalu berada dalam proses (Barker, 2008: 77). Pencarian

    makna teks dalam hal ini menggunakan konsep denotasi dan konotasi. Dengan

    demikian, diperoleh makna yang ada di balik sebuah teks.

    Teori semiotika ini digunakan untuk menjelaskan masalah ketiga, yaitu

    dampak dan makna pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan

    SMAN 1 Gianyar terkait dengan peningkatan mutu pembelajaran di sekolah. Hal ini

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    42/63

    64

    dilakukan karena pemberian makna terhadap sesuatu atau makna tindakan yang

    dilakukan berhubungan dengan interaksi sosial yang terjadi melalui teks atau tanda

    yang berlaku pada lingkungannya.

    2.3.4 Teori Praktik Sosial

    Pierre Bordieu dalam menemukan teorinya berangkat dari persoalan

    bagaimana sebuah masyarakat dengan segala seluk beluknya mencakup interaksi

    antarunsur serta struktur objektif dan subjektifnya terbentuk. Bordieu juga mengatasi

    persoalan kesenjangan antara teori dan praktik, pikiran dan tindakan, serta ide dan

    realitas konkret. Beliau melihat bahwa konsep oposisi agensi vs struktur tidak

    memadai untuk menjelaskan realitas sosial. Praktik sosial tidak begitu saja dijelaskan

    sebagai produk dari struktur atau agensi sebagai subjek. Penjelasan rasional yang

    menunjukkan dinamika hubungan antara agensi dan struktur diperlukan untuk

    menemukan hubungan saling memengaruhi yang tidak linear di antara keduanya.

    Subjek dan dunia luar, begitu juga agensi dan struktur, bukan dua substansi yang

    dapat dipilah begitu saja, keduanya saling terkait dan saling memengaruhi dalam satu

    proses kompleks untuk menghasilkan praktik sosial.

    Untuk menjelaskan hubungan antara agensi dan struktur yang tidak linear,

    beliau mengajukan konsep habitus dan ranah. Habitus diartikan sebagai suatu sistem

    disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah yang berfungsi sebagai basis

    generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara objektif. Ranah

    diartikan sebagai jaringan relasi antarposisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    43/63

    65

    hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual. Habitus dan ranah merupakan

    perangkat konseptual utama yang ditopang oleh sejumlah ide lain, seperti kekuasaan

    simbolik, strategi, dan perebutan (kekuasaan simbolik dan material), beserta beragam

    jenis modal (modal ekonomi, budaya, dan simbolik) (Harker, 1990: xv. Barker, 2008:

    360).

    Habitus adalah struktur kognitif yang memperantarai individu dan realitas

    sosial. Individu menggunakan habitus dalam berurusan dengan realitas sosial.

    Habitus merupakan struktur objektif yang terbentuk dari pengalaman individu

    berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam

    ruang sosial. Habitus diindikasikan oleh skema-skema yang merupakan perwakilan

    konseptual dari benda-benda dalam realitas sosial. Manusia dalam perjalanan

    hidupnya memiliki sekumpulan skema yang terinternalisasi, kemudian melalui

    skema-skema itu mereka mempersepsi, memahami, menghargai, serta mengevaluasi

    realitas sosial. Skema itu diungkapkan dalam wujud istilah sebagai hasil penamaan.

    Skema-skema itu berhubungan sedemikian rupa membentuk struktur kognitif yang

    memberikan kerangka tindakan kepada individu dalam hidup keseharian bersama

    orang-orang lain.

    Habitus bisa dikatakan sebagai ketidaksadaran kultural, yakni pengaruh

    sejarah yang secara tak sadar dianggap alamiah. Artinya, habitus bukan pengetahuan

    bawaan, bukan kategori, bukan juga ide-ide bawaan dari dunia ide. Habitus adalah

    produk sejarah yang terbentuk setelah manusia lahir dan berinteraksi dengan

    masyarakat dalam ruang dan waktu tertentu. Habitus merupakan hasil pembelajaran

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    44/63

    66

    lewat pengasuhan, aktivitas bermain, dan pendidikan masyarakat dalam arti luas.

    Pembelajaran itu terjadi secara halus, tak disadari, dan tampil sebagai hal wajar,

    sehingga seolah-olah sesuatu yang alamiah, seakan-akan terberi oleh alam atau sudah

    dari sananya.

    Habitus mendasari ranah yang merupakan jaringan relasi antarposisi objektif

    dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individual. Ranah

    bukan ikatan intersubjektif antarindividu, melainkan semacam hubungan yang

    terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam

    tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Habitus memungkinkan manusia

    hidup dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan hubungan dengan

    pihak-pihak di luar dirinya. Dalam proses interaksi dengan pihak luar itu,

    terbentuklah ranah, jaringan relasi posisi-posisi objektif. Ranah merupakan metafora

    yang digunakan Bordieu untuk menggambarkan kondisi masyarakat yang terstruktur

    dan dinamis dengan daya-daya yang dikandungnya.

    Ranah mengisi ruang sosial. Ruang sosial mengacu pada keseluruhan

    konsepsi tentang dunia sosial. Konsep ini menganalogikan realitas sosial sebagai

    sebuah ruang dan pemahamannya menggunakan pendekatan topologi. Dalam hal ini,

    ruang sosial dapat dikonsepsi terdiri atas beragam ranah yang memiliki sejumlah

    hubungan terhadap satu sama lainnya serta sejumlah titik kontak. Ruang sosial

    individu dikaitkan melalui waktu dengan serangkaian ranah tempat orang-orang

    berebut berbagai bentuk modal. Dalam ruang sosial ini, individu dengan habitusnya

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    45/63

    67

    berhubungan dengan individu lain dan berbagai realitas sosial yang menghasilkan

    tindakan-tindakan sesuai dengan ranah dan modal yang dimiliki.

    Praktik merupakan suatu produk dari relasi antara habitus sebagai produk

    sejarah dan ranah yang juga merupakan produk sejarah. Pada saat bersamaan, habitus

    dan ranah juga merupakan produk dari medan daya-daya yang ada di masyarakat.

    Dalam suatu ranah ada pertaruhan kekuatan- kekuatan orang yang memiliki banyak

    modal dan orang yang tidak memiliki modal. Modal merupakan sebuah konsentrasi

    kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Setiap ranah

    menuntut individu untuk memiliki modal-modal khusus agar dapat hidup secara baik

    dan bertahan di dalamnya. Di dalam ranah pertarungan sosial selalu terjadi. Mereka

    yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan kebanyakan individu akan lebih

    mampu melakukan tindakan mempertahankan atau mengubah struktur dibandingkan

    dengan mereka yang tidak memiliki modal. Secara ringkas Bordieu menyatakan

    rumus generatif yang menerangkan praktik sosial dengan persamaan: (Habitus x

    Modal) + Ranah = Praktik (Bordieu, 1984 dalam Harker, 1990: xxi).

    Penggalian Bordieu lebih jauh beliau menemukan adanya semacam aturan

    yang tidak terucapkan dalam setiap ranah. Aturan yang bekerja sebagai modus yang

    disebut sebagai kekerasan simbolik (symbolic violence). Dengan konsep ini, ia ingin

    memperlihatkan bentuk yang tersembunyi dalam kegiatan sehari-hari. Kekerasan

    simbolik adalah kekerasan dalam bentuknya yang sangat halus, kekerasan yang

    dikenakan pada agen-agen sosial tanpa mengundang resistensi, tetapi mengundang

    konformitas. Hal ini terjadi karena sudah mendapat legitimasi sosial karena

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    46/63

    68

    bentuknya yang sangat halus. Bahasa makna dan sistem simbolik pemilik kekuasaan

    ditanamkan dalam benak individu-individu lewat suatu mekanisme yang tersembunyi

    dari kesadaran.

    Dalam dunia pendidikan terutama yang berhubungan dengan pengelolaan

    sebagai sebuah praktik sosial sangat erat terkait dengan konsep habitus, ranah, dan

    modal. Praktik sosial dalam lembaga pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran

    kekuasaan yang sangat berpengaruh dalam aktivitas yang terjadi. Hierarki kekuasaan

    dari kekuasaan yang paling tinggi misalnya dari pemerintah pusat, kemudian ke

    pemerintah daerah, selanjutnya ke lembaga pendidikan melalui kepala sekolah,

    berikutnya ke pendidik dan akhirnya ke siswa terjadi kekerasan simbolik yang sangat

    halus dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Modal sosial, seperti budaya, ekonomi,

    dan ideologi memiliki peran yang besar dalam memengaruhi praktik sosial.

    Berdasarkan kaitan tersebut maka teori praktik ini digunakan untuk menjelaskan

    masalah yang berhubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi kualitas

    pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar.

    2.3.5 Teori Belajar

    Teori belajar bermunculan dimulai ketika para ahli memelajari perkembangan

    manusia, perkembangan fisik, tingkah laku, dan pikiran. Dengan memelajari

    perkembangan fisik, dan mental manusia sampai pada memelajari bagaimana

    seseorang belajar untuk memeroleh pengetahuan, muncul pandangan-pandangan

    filosofis, dan spekulatif tergolong juga sebagai teori belajar. Beberapa teori belajar

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    47/63

    69

    yang berlandaskan pada pandangan filosofis dan spekulatif yaitu, pandangan

    preformasionisme, yang menyatakan bahwa anak-anak adalah miniatur orang dewasa

    kemudian, pandangan John Locke berpendapat, bahwa anak-anak seperti wadah

    kosong (kertas kosong) yang siap diisi ajaran-ajaran oleh orang dewasa, dan

    pandangan developmentalis karya Jean Jacques Rousseau menyatakan, bahwa anak-

    anak bukan wadah kosong melainkan sudah memiliki mode perasaan dan

    pemikirannya sendiri. Sebaliknya, teori belajar yang didasarkan pada percobaan,

    meliputi teori belajar perilaku atau behavioristik, teori belajar sosial, dan teori belajar

    kognitif atau Gestalt-field (Crain, 2007). Kajian teori selanjutnya menekankan pada

    teori belajar perilaku, sosial, dan kognitif.

    2.3.5.1 Teori Belajar Perilaku

    Tokoh teori belajar perilaku adalah Ivan Petrovich Pavlop (1849-1936).

    Beliau lahir di Ryazan Rusia. Selama beberapa tahun beliau memusatkan

    perhatiannya kepada penelitian-penelitian fisiologis, dan pada tahun 1904

    memenangkan hadiah Nobel atas penelitiannya mengenai sistem pencernaan. Beliau

    memulai dengan karyanya yang terkenal tentang refleks-refleks yang terkondisikan

    (conditional refleks) (Crain, 2007). Para pendukung teori perilaku berpendapat,

    bahwa mereka yang meneliti belajar hendaknya menarik kesimpulan atas dasar

    observasi-observasi tentang perilaku eksternal, dan terbuka dari organisme-organisme

    (binatang atau manusia). Kelompok teori yang termasuk dalam teori belajar perilaku,

    yaitu belajar responden, belajar kontinguitas, belajar operan, dan belajar operasional.

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    48/63

    70

    Belajar responden yang dikenal dengan teori classical conditioning

    dikemukakan oleh Pavlop. Pavlov (dalam Crain, 2007) dan kawan-kawannya

    mempelajari proses pencernaan pada anjing. Selama penelitian, mereka

    memerhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan air liur. Simpulan yang

    dikemukakan adalah bagaimana belajar dapat memengaruhi perilaku yang selama ini

    disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan seperti pengeluaran air liur.

    Hasil studi Pavlov merangsang para peneliti lain, yaitu E.L. Thorndike. Hasil

    studi Thorndike (dalam Nasution, 1982) menjelaskan bahwa perilaku sebagai suatu

    respons terhadap stimulus-stimulus dalam lingkungan. Konsep yang dipaparkan

    bahwa stimulus-stimulus dapat mengeluarkan respons-respons. Hal ini merupakan

    acuan dari teori stimulus-respons atau dikenal dengan teori S-R. Dalam beberapa

    eksperimennya, Thorndike menempatkan kucing-kucing dalam kotak-kotak. Dari

    kotak-kotak ini, kucing harus keluar untuk memeroleh makanan. Ia mengamati bahwa

    sesudah beberapa selang waktu kucing-kucing itu mempelajari cara mengeluarkan

    diri lebih cepat dari dalam kotak dengan mengulangi perilaku yang mengarah agar

    dapat keluar dan tidak mengulangi perilaku yang tidak efektif. Berdasarkan

    eksperimen ini Thorndike mengembangkan hukumnya, yang disebut Hukum

    Pengaruh atau Law of Effect. Hukum Pengaruh Thorndike menyatakan bahwa jika

    suatu tindakan diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan,

    kemungkinan bahwa tindakan akan diulangi pada situasi yang mirip. Namun, jika

    perilaku diikuti oleh sesuatu yang tidak menyenangkan, maka perilaku cenderung

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    49/63

    71

    tidak dilakukan. Jadi konsekuensi yang ditimbulkan memegang peranan dalam

    menentukan perilaku.

    Skinner (dalam Crain, 2007; Nasution 1982) menyarankan suatu kelas lain

    dari perilaku, yang disebut sebagai perilaku operan sebab perilaku ini beroperasi

    terhadap lingkungan, tanpa adanya stimulus apa pun seperti makanan misalnya. Studi

    Skinner berpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensi-konsekuensinya.

    Misalnya, bila perilaku seseorang segera diikuti oleh konsekuensi yang

    menyenangkan, orang itu akan terlibat dalam perilaku itu sesering mungkin. Jadi,

    penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan

    untuk mengubah perilaku disebutoperant conditioning.

    Beberapa prinsip yang melandasi teori belajar perilaku adalah : konsekuensi-

    konsekuensi, kesegeraan (cepat) mendapat konsekuensi dan pembentukan (shaping).

    Prinsip konsekuensi-konsekuensi ini menyatakan bahwa perilaku akan berubah

    menurut konsekuensi-konsekuensi langsung. Ada konsekuensi yang menyenangkan

    disebut reinforcercenderung memperkuat perilaku dan ada konsekuensi yang tidak

    menyenangkan disebut hukuman ataupunisheryang memperlemah perilaku.

    Reinforcer dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu reinforcer primer dan

    reinforcer sekunder. Reinforcer primer terkait dengan kebutuhan dasar manusia

    misalnya: makanan, air, keamanan, kemesraan, dan seks.Reinforcersekunder terkait

    dengan kebutuhan psikis meliputi reinforcer sosial seperti pujian, senyuman, atau

    perhatian.Reinforcerdalam keseharian sering menggunakan reinforcer positifberupa

    pujian, angka dan bintang. Akan tetapi ada kalanya menggunakanreinforcer negatif,

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    50/63

    72

    yaitu untuk memperkuat perilaku adalah dengan membuat konsekuensi perilaku,

    suatu pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya, seorang guru dapat

    membebaskan ujian akhir apabila ujian hariannya sudah bagus jika ujian akhir

    dianggap sebagai situasi yang tidak menyenangkan.

    Hukuman merupakan konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat

    perilaku. Tujuan pemberian hukuman adalah mengurangi perilaku dengan

    menghadapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan atau tidak

    diingini. Pemberian hukuman ini masih menjadi pro dan kontra antara para ahli, ada

    yang tidak setuju terhadap hukuman dan ada yang setuju dengan hukuman dengan

    berbagai argumentasi yang dikemukakan.

    Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah konsekuensi-konsekuensi

    yang segera mengikuti perilaku akan lebih memengaruhi perilaku daripada

    konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya. Prinsip kesegeraan konsekuensi-

    konsekuensi ini penting artinya dalam kelas. Khususnya bagi murid-murid sekolah

    dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan

    dengan baik dapat menjadikan reinforceryang kuat daripada angka yang diberikan

    kemudian. Misalnya, setelah si anak dapat mengerjakan latihan dengan benar,

    seorang guru langsung memberikan pujian nah ini kerja yang bagus atau dengan

    reinforcmenyang lain.

    Prinsip pembentukan ini melihat mengenai hal apa yang akan diberikan

    reiforcmen. Salah satu teknik mengajar yang menerapkan prinsip pembentukan

    (shaping) adalah jika guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    51/63

    73

    memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang menuju pada keberhasilan.

    Istilah pembentukan (shaping) digunakan dalam mengajarkan keterampilan-

    keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan memberikanreinforcmenpada siswa

    ketika mendekati perilaku akhir yang diinginkan ( Crain, 2007; Nasution, 1982).

    2.3.5.2 Teori Belajar Sosial

    Pelopor teori belajar sosial adalah Albert Bandura yang lahir pada tahun 1925

    di provinsi Alberta Kanada. Pada tahun 1953 Bandura bergabung dengan fakultas

    psikologi di Stanford dan berkarya dalam bidang psikologi. Beliau membangun

    reputasi yang sedemikian tinggi, sehingga pada tahun 1974 dipercaya menjabat

    presiden Asosiaso Psikologi Amerika (Crain, 2007).

    Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang

    tradisional. Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini

    menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan

    lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku dan pada

    proses-proses mental internal. Dalam pandangan belajar sosial manusia tidak

    didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus-

    stimulus lingkungan. Akan tetapi, fungsi psikologi diterangkan sebagai interaksi yang

    kontinu dan timbal balik dari determinan-determinan lingkungan.

    Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang

    dihadapkan pada seseorang, tidak random, lingkungan itu sering kali dipilih dan

    diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Perspektif (cara pandang) belajar sosial

  • 8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf

    52/63

    74

    menganalisis hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi,

    serta perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Konsep-konsep utama dari teori belajar

    sosial, yaitu pemodelan (modelling), fase belajar, belajar vicarious(seolah dilakukan

    oleh diri sendiri), dan pengaturan diri sendiri. Konsep pemodelan menyatakan bahwa

    manusia itu belajar dari sua