Download - unud-62-1564547155-bab ii.pdf
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
1/63
23
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,
DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Pengkajian tentang pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja
dan SMAN 1 Gianyar sebagai sekolah yang berstatus RSBI di Provinsi Bali
merupakan kajian yang sangat erat terkait dengan kualitas pengelolaan pembelajaran,
kualitas guru, kualitas pengelolaan pendidikan, dan kualitas pendidikan secara umum.
Berbicara tentang masalah kualitas pendidikan di Indonesia, sudah disadari bersama
bahwa sampai saat ini kualitas pendidikan di Indonesia tergolong rendah.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, sudah banyak upaya
dilakukan, yaitu mulai dari kebijakan politik pendidikan sampai kepada hal-hal yang
bersifat teknis. Salah satu usaha yang bersifat teknis yang sudah banyak diupayakan
adalah berupa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti bidang
pendidikan, para pakar, dan mahasiswa. Penelitianpenelitian tersebut dimaksudkan
untuk mencari pemecahan masalah, membuat inovasi-inovasi pembelajaran,
mengembangkan model-model pembelajaran dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Berbagai penelitian yang relevan perlu ditelusuri agar dapat dilihat
eksistensi penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang pendidikan, khususnya
yang terkait dengan kualitas pembelajaran dan kualitas guru sudah banyak dilakukan.
Walaupun demikian, ternyata penelitian mengenai pengelolaan pembelajaran kimia
yang didekonstruksi melalui implementasi standar proses pada SMAN 1 Singaraja
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
2/63
24
dan SMAN 1 Gianyar yang bertujuan untuk membedah fenomena pengelolaan proses
pembelajaran kimia dan sekaligus untuk menemukan kerangka konseptual
pembelajaran kimia yang berkualitas, belum ditemukan.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti yang dipandang
memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Subagia dan Wiratma
(2007) mengkaji Potret Pelaksanaan Pembelajaran Sains pada Berbagai Jenjang
Sekolah di Bali. Di dalam tulisan itu dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran sains
di sekolah sangat ditentukan oleh cara yang digunakan guru untuk membelajarkan
sains. Apa yang diajarkan dalam sains dan bagaimana cara pembelajarannya sebagian
ditentukan oleh persepsi guru terhadap tujuan pembelajaran sains dan pengertian
sains itu sendiri. Di samping tujuan pembelajaran sains yang harus dipahami, dalam
pembelajaran sains guru juga harus memahami dan mampu menggunakan berbagai
cara pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk memahami sains. Hasil
penelitian Subagia dan Wiratma (2007) menyatakan bahwa guru-guru sains SMP dan
SMA memiliki hambatan dalam melaksanakan pembelajaran, yaitu hambatan dari
segi kemampuan awal siswa dan hambatan dari segi ketersediaan sarana
pembelajaran. Pada jenjang SMP dan SMA, dinyatakan bahwa kemampuan siswa
kurang dalam menerima pelajaran sebagai akibat lanjutan dari pembelajaran pada
jenjang sebelumnya. Sarana pembelajaran seperti laboratorium tidak dilengkapi
dengan isi yang memadai. Tidak tersedianya laboran (pegawai yang membantu di
laboratorium) juga dirasakan sebagai beban bagi guru dalam mempersiapkan dan
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
3/63
25
mengatur alat-alat praktikum. Sebagai akibatnya pembelajaran yang semestinya
didukung oleh kegiatan praktik dicukupkan dengan informasi saja.
Temuan penelitian tersebut mengungkap hambatan-hambatan guru sains SMP
dan SMA dalam melaksanakan pembelajaran. Jika penelitian tersebut dibandingkan
dengan penelitian yang dilaksanakan, ada kemiripan dan perbedaan. Persamaannya
adalah mengambil ranah pendidikan dalam hal pembelajaran sains di SMP dan SMA.
Perbedaannya penelitian yang dilakukan membedah kualitas pembelajaran kimia dan
faktor-faktor yang ada kaitannya dengan kualitas pembelajaran kimia, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian
tersebut, yaitu sebagai informasi awal dalam hal penelusuran masalah pembelajaran
kimia sebagai bagian dari sains.
Sadia (2008) melakukan penelitian yang berjudul Model Pembelajaran yang
Efektif untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (Suatu Persepsi Guru)
dengan hasil penelitian sebagai berikut. Model/strategi pembelajaran yang paling
dominan digunakan oleh para guru dalam proses pembelajaran adalah ekspositori
(ceramah, diskusi, tanya jawab) 45,6%, pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning) 2,5%, pembelajaran kontekstual (cotextual teaching and
learning/CTL) 26,6 %, siklus belajar (learning cycle model) 2,5 %, pembelajaran
berbasis portofolio 0,0 %, model pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM) 0,0
%, pembelajaran pemecahan masalah (problem solving) 10,2 %, dan pembelajaran
kooperatif (cooperatif learning) 12,6 %. Menurut pendapat guru-guru, model
pembelajaran yang diperkirakan berkontribusi secara signifikan dalam
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
4/63
26
mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning), pembelajaran kontekstual (contextual teaching
and learning), dan pembelajaran pemecahan masalah (problem solving).
Penelitian tersebut mendeskripsikan mengenai model-model pembelajaran
yang dilakukan oleh guru di Bali, tetapi belum menjelaskan mengapa model tersebut
yang dilakukan oleh guru. Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan adalah
seputar ranah pendidikan mengenai model-model pembelajaran. Perbedaannya sangat
jelas karena penelitian yang dilakukan membedah mengenai kualitas pengelolaan
pembelajaran kimia pada SMAN1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar. Di samping itu
mencari tahu mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
pembelajaran kimia dan mengapa faktor itu yang berpengaruh. Ada beberapa manfaat
yang dapat dipetik dari penelitian tersebut, yaitu dapat memberikan gambaran tentang
kualitas proses pembelajaran yang dilakukan guru dan sekaligus sebagai informasi
awal mengenai pemahaman guru mengenai pembelajaran-pembelajaran yang
inovatif.
Rusdinal (2007) dalam penelitian yang berjudul Resistensi Guru terhadap
Pembaruan Pembelajaran menyatakan bahwa upaya pembaruan pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pendidikan telah sering dilakukan, baik atas dasar inisiatif
lembaga sendiri maupun dengan cara mengadopsi suatu bentuk kebijakan baru di
sekolah. Pembaruan pembelajaran yang dilakukan dalam konteks Manajemen
Berbasis Sekolah adalah penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan (PAKEM). Perubahan yang dilakukan mestinya berjalan secara
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
5/63
27
berkelanjutan (sustainability) sehingga peningkatan mutu (quality improvment) yang
menjadi tujuan perubahan itu dapat diwujudkan. Namun, dalam kenyataannya
pembaruan pembelajaran di sekolah tidak terjadi dengan mudah. Dalam implementasi
pembaruan metode, ada kontradiksi yang terjadi dalam diri guru, yaitu PAKEM
mengutamakan proses, sementara itu acuan keberhasilan adalah nilai akhir yang
dicapai murid. Akibatnya, guru cenderung menggunakan metode campuran dalam
pembelajaran. Bahkan, mereka kembali ke metode lama terutama menjelang
pelaksanaan ujian. Resistensi guru terhadap pembaruan pembelajaran bersumber pada
(1) kebiasaan lama yang sudah terpola; (2) kecemasan terhadap konsekuensi dari
pengembangan organisasi; (3) ketidaktuntasan implementasi program pembaruan di
masa lalu; (4) kekurangpahaman guru terhadap program yang dikembangkan; (5)
program pembaruan cenderung datang dari atas, dan (6) keraguan guru mengenai
keefektifan program pembaruan.
Penelitian tersebut menyatakan sulitnya guru melakukan perubahan
pembelajaran dari kebiasaan yang sudah dilakukan menuju pembelajaran yang
inovatif. Hal ini sangat bermanfaat untuk penelitian yang dilakukan karena sudah
memberikan informasi tentang sulitnya guru melakukan inovasi dan adaptasi dengan
kebijakan-kebijakan yang baru. Kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah dikemukakan beberapa faktor resistensi guru terhadap pembaruan
pembelajaran. Perbedaanya, yaitu dalam penelitian ini dibedah kualitas pengelolaan
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan proses
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
6/63
28
pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar serta dampak dan
maknanya.
Rupiniasih (2004) dalam penelitian yang berjudul Pengembangan Perangkat
Percobaan Kimia Sederhana Penunjang Pembelajaran Pokok Bahasan Laju Reaksi
dilatarbelakangi oleh pemikiran sebagai berikut. Melihat tuntutan kurikulum dan
karakteristik ilmu kimia, maka di dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting
dituntut adanya kegiatan eksperimen. Namun, pada kenyataannya masih ada guru
yang mengajarkan konsep-konsep kimia eksperimentatif tidak dengan metode
eksperimen atau demonstrasi tetapi hanya dengan metode ceramah. Salah satu
sebabnya adalah minimnya ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran seperti
alat dan bahan kimia yang pada dasarnya merupakan fasilitas yang mahal dan sulit
didapat. Keterbatasan sarana dan prasarana ini merupakan masalah umum yang sering
dihadapi oleh sekolah-sekolah. Namun, mengingat pentingnya pelaksanaan kegiatan
praktikum dalam pembelajaran kimia, maka usaha untuk menjadikan kegiatan
praktikum sebagai kegiatan yang sederhana, mudah, dan murah adalah sangat
penting. Peneliti mencoba memberikan suatu alternatif pemecahan dengan membuat
suatu Perangkat Percobaan Kimia Sederhana (PPKS), dengan harga alat dan bahan
yang relatif murah dan mudah diperoleh.
Hasil penelitian Rupiniasih menyatakan bahwa (1) pada pokok bahasan laju
reaksi terdapat sekitar 70% konsep yang merupakan konsep berbasis eksperimen
sehingga dalam pengajarannya perlu didukung oleh kegiatan praktikum, (2) dalam
penelitian ini telah dihasilkan PPKS yang dapat digunakan sebagai penunjang
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
7/63
29
pembelajaran pokok bahasan laju reaksi, (3) PPKS tersebut dapat meningkatkan
efektivitas pembelajaran yang terutama dilihat dari hasil belajar siswa dan aktivitas
siswa dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, penggunaan PPKS dalam
pembelajaran mendapat respon yang sangat baik dari siswa.
Penelitian pengembangan PPKS di atas menunjukkan bahwa untuk mengatasi
kesulitan bahan dan alat-alat dalam praktikum kimia, sesungguhnya bisa dilakukan
dengan bahan-bahan yang sederhana dan memberikan hasil yang baik. Hal ini secara
implisit menunjukkan bahwa kemauan, kreativitas, dan idealisme guru menentukan
dilaksanakannya pembelajaran praktikum. Relevansinya dengan penelitian yang
dilakukan bahwa ada faktor-faktor yang perlu ditelusuri lebih mendalam terkait
dengan pembelajaran kimia. Informasi mengenai sarana dan prasarana beberapa
sekolah yang terbatas sangat bermanfaat sebagai langkah awal dalam melangkah
terutama ketika melakukan penelitian pembelajaran kimia, agar tidak salah di dalam
membuat asumsi-asumsi.
Beberapa penelitian tentang pendidikan khususnya terkait dengan
pembelajaran dan guru cukup banyak. Namun, belum ada penelitian yang mengkaji
tentang kualias pengelolaan proses pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan
SMAN 1 Gianyar, yang didekonstruksi melalui implementasi standar proses.
Demikian pula belum banyak penelitian masalah pendidikan, baik yang dibedah
dengan paradigma teori-teori kritis maupun membedah persoalan pendidikan dalam
perspektif kajian budaya. Oleh karena itu penelitian mengenai pengelolaan proses
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
8/63
30
pembelajaran kimia, memiliki arti penting dan dibutuhkan baik dari perspektif
akademik maupun praksis.
2.2 Konsep
Judul penelitian ini adalah Pengelolaan Pembelajaran Kimia pada Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Singaraja dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gianyar :
Dekonstruksi Implementasi Standar Proses. Agar tidak menimbulkan
multiinterpretasi terhadap judul tersebut, maka beberapa konsep yang tertera di dalam
judul perlu dijelaskan. Adapun beberapa konsep yang perlu dijelaskan adalah sebagai
berikut.
2.2.1 Pengelolaan Pembelajaran Kimia
Pengelolaan pembelajaran kimia terdiri atas tiga kata, yaitu pengelolaan,
pembelajaran, dan kimia. Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 657) berarti proses melakukan kegiatan
tertentu dengan menggerakkan orang lain; proses yang membantu merumuskan
tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat
dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Jadi, pengelolaan berarti cara atau
perbuatan mengelola yang meliputi merencanakan, melaksanakan yang direncanakan,
penilaian, dan pengawasan untuk tercapainya tujuan.
Dalam konteks kelas, pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kemampuan
guru dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
9/63
31
seluas-luasnya kepada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara
efisien untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum
dan perkembangan murid (Nawawi, 1985: 115--116)
Konsep pembelajaran kimia terdiri atas dua suku kata, yaitu pembelajaran
dan kimia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan
Nasional, 2008: 23) pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang
atau makhluk hidup belajar.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan.
Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang
menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan
oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep itu menjadi terpadu dalam satu kegiatan
manakala terjadi interaksi guru-siswa, siswa-siswa pada saat pengajaran berlangsung.
Belajar adalah suatu proses aktif, proses yang diarahkan pada tujuan, proses berbuat
melalui berbagai pengalaman untuk mengubah tingkah laku. Dalam proses
pengajaran atau interaksi belajar mengajar yang menjadi persoalan utama adalah
adanya proses belajar pada siswa, yakni proses berubahnya tingkah laku siswa
melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Dalam proses mengajar, peranan
pengajar mengembangkan dan menciptakan serta mengatur situasi yang
memungkinkan siswa melakukan proses belajar sehingga berubah tingkah lakunya
dalam proses pembelajaran. Mengajar pada hakikatnya suatu proses, yakni proses
mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
10/63
32
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Peran seorang guru
adalah pemimpin belajar (learning manager) dan fasilitator belajar. Mengajar adalah
suatu proses membelajarkan siswa atau mengkoordinasikan siswa belajar, bukan
menyampaikan pelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(Departemen Pendidikan Nasional,
2008: 699), kimia adalah ilmu tentang susunan, sifat, dan reaksi suatu unsur atau zat.
Menurut Whitten, Gailey dan Davis, (1988) ilmu kimia adalah cabang ilmu
pengetahuan alam (sains) yang mempelajari materi yang meliputi sifat, struktur,
perubahan, dan perubahan energi yang menyertai perubahan tersebut. Berdasarkan
definisi tersebut, karakteristik ilmu kimia dapat dibagi dua, yaitu karakteristik makro
dan karakteristik mikro. Secara makro, ilmu kimia terdiri atas fakta-fakta, konsep
teoretis, hasil-hasil percobaan, dan manfaat ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari.
Secara mikro ilmu kimia terdiri atas simbol, perjanjian, model dan perhitungan kimia.
Jadi, yang dimaksud kimia atau ilmu kimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam
yang mempelajari materi atau zat, yang meliputi sifat, struktur dan reaksi-reaksi, serta
perubahan energi yang menyertainya.
Jadi, yang dimaksud pengelolaan pembelajaran kimia adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan pembelajaran ilmu kimia sesuai
dengan kompetensi yang menjadi sasaran pembelajaran.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
11/63
33
2.2.2 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Singaraja dan Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Gianyar
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Singaraja dan Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Gianyar terdiri atas empat penggalan kata, yaitu Sekolah Menengah Atas
yang selanjutnya disingkat (SMA), Negeri 1, Singaraja, dan Gianyar. Sekolah
Menengah Atas (SMA), yaitu sekolah pendidikan menengah yang bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
(Permendiknas, 2006). Menurut UU RI No. 20, Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa
jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
Negeri merupakan status sekolah yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah
Republik Indonesia. Angka 1 (satu) yang ada setelah kata negeri sebagai penanda
yang pertama didirikan sekolah tersebut di sebuah kecamatan pada wilayah
kabupaten atau kota. Singaraja dan Gianyar adalah daerah kabupaten yang ada di Bali
tempat sekolah itu berada.
2.2.3 Dekonstruksi Implementasi Standar Proses
Dekonstruksi implementasi standar proses terdiri atas tiga penggalan kata
yaitu dekonstruksi, implementasi dan standar proses. Dekonstruksi bermakna satu
metode yang dikembangkan Derrida dengan membongkar struktur dan kode-kode
bahasa, khususnya struktur oposisi biner sedemikian rupa sehingga menciptakan satu
permainan tanda yang tanpa akhir dan tanpa makna akhir (Piliang, 2006:16).
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
12/63
34
Dekonstruksi adalah strategi mengurai teks. Istilah de konstruksi sebenarnya lebih
dekat dengan pengertian etimologis dari kata analisis yang berarti mengurai,
melepaskan,membuka. Jika sebuah teks didekonstruksi, yang dihancurkan bukanlah
makna tetapi, klaim bahwa satu bentuk pemaknaan terhadap teks lebih benar
ketimbang pemaknaan lain yang berbeda (Al-Fayyadi, 2009: 7980). Jadi, yang
dimaksud dekonstruksi dalam penelitian ini adalah strategi menganalisis atau
membedah.
Implementasi bermakna pelaksanaan atau penerapan, sementara itu standar
proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan
(Permendiknas No 41 Tahun 2007).
Berdasarkan beberapa konsep yang dikemukakan di atas, maka makna dari
judul penelitian ini adalah mempelajari secara mendalam pengelolaan pembelajaran
kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar, yang dianalisis atau dibedah
melalui standar nasional pendidikan khususnya standar proses yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran.
2.2.4 Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Standar Proses dalam
Pembelajaran Kimia
Standar proses pembelajaran berkaitan dengan standar isi kurikulum.
Standar isi kurikulum untuk mata pelajaran kimia di SMA telah ditetapkan garis
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
13/63
35
besarnya sebagai kurikulum nasional oleh badan standar nasional pendidikan
(BSNP). Standar isi tersebut sebagai standar minimal yang harus dibelajarkan
kepada peserta didik di sekolah. Secara konseptual standar isi ilmu kimia yang
berkaitan dengan IPA adalah sebagai berikut.
Ilmu kimia merupakan salah satu ilmu dasar dalam IPA sehingga hakikat
ke-IPA-an melekat di dalamnya. Di dalam Permendiknas No. 22, Tahun 2006
tentang standar isi, dalam hal pelajaran kimia di SMA/MA disebutkan bahwa
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala
alam secara sistematis. Dengan demikian IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip, melainkan
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam sekitar, dan prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat
sehingga dapat membantu peserta didik untuk memeroleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar.
Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA sehingga kimia
mempunyai karakteristik yang sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek
ilmu kimia, cara memeroleh, dan kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada
awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), tetapi pada
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
14/63
36
perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori
(deduktif). Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,
dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan
sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia
di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi,
struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan
keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak
terpisahkan, yaitu (1) kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan, dan (2) kimia sebagai proses
(kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia
harus memerhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.
Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus, yaitu
membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang
dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran kimia dicapai oleh
peserta didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam
bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah
bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta
berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu,
pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
15/63
37
ilmiah. Pada intinya pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut.
Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Memupuk
sikap ilmiah, yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerja sama dengan
orang lain. Memeroleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui
percobaan atau eksperimen, yaitu peserta didik melakukan pengujian hipotesis
dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan,
pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan
merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya
mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat. Memahami
konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya
untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi (Lampiran
Permendiknas No.22, Tahun 2006).
` Di dalam Permendiknas No. 23, Tahun 2006 tentang standar kompetensi
lulusan disebutkan bahwa ruang lingkup mata pelajaran kimia di SMA/MA
merupakan kelanjutan IPA di SMP/MTs yang menekankan pada fenomena alam dan
pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak yang meliputi aspek-aspek
sebagai berikut. Struktur atom, sistem periodik, dan ikatan kimia, stoikiometri,
larutan non-elektrolit dan elektrolit, reaksi oksidasi-reduksi, senyawa organik, dan
makromolekul. Termokimia, laju reaksi dan kesetimbangan, larutan asam basa,
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
16/63
38
stoikiometri larutan, kesetimbangan ion dalam larutan dan sistem koloid. Sifat
koligatif larutan, redoks dan elektrokimia, karakteristik unsur, kegunaan, dan
bahayanya, senyawa organik dan reaksinya, benzena dan turunannya, makromolekul.
Standar kompetensi lulusan (SKL) untuk pelajaran kimia SMA/MA yang
diharapkan adalah sebagai berikut. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan
masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan
merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyimpulkan,
serta mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Memahami hukum
dasar dan penerapannya, cara perhitungan dan pengukuran, fenomena reaksi kimia
yang terkait dengan kinetika, kesetimbangan, kekekalan massa dan kekekalan energi.
Memahami sifat berbagai larutan asam-basa, larutan koloid, larutan elektrolit-non
elektrolit, termasuk cara pengukuran dan kegunaannya. Memahami konsep reaksi
oksidasi-reduksi dan elektrokimia serta penerapannya dalam fenomena pembentukan
energi listrik, korosi logam, dan pemisahan bahan (elektrolisis). Memahami struktur
molekul dan reaksi senyawa organik yang meliputi benzena turunannya, lemak,
karbohidrat, protein, dan polimer serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Standar kompetensi kelas X, semester 1 adalah memahami struktur atom,
sifat-sifat periodik unsur, dan ikatan kimia. Memahami hukum-hukum dasar kimia
dan penerapannya dalam perhitungan kimia (stoikiometri). Kompetensi dasarnya
adalah memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifat-sifat unsur,
massa atom relatif, dan sifat-sifat periodik unsur dalam tabel periodik serta menyadari
keteraturannya melalui pemahaman konfigurasi elektron. Membandingkan proses
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
17/63
39
pembentukan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan koordinasi, dan ikatan logam serta
hubungannya dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk. Mendeskripsikan tata nama
senyawa anorganik dan organik sederhana serta persamaan reaksinya. Membuktikan
dan mengomunikasikan berlakunya hukum-hukum dasar kimia melalui percobaan
serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia.
Standar kompetensi kelas X, semester 2 adalah memahami sifat-sifat larutan
nonelektrolit dan elektrolit serta reaksi oksidasi-reduksi. Memahami sifat-sifat
senyawa organik atas dasar gugus fungsi dan senyawa makromolekul. Kompetensi
dasarnya adalah mengidentifikasi sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit berdasarkan
data hasil percobaan. Menjelaskan perkembangan konsep reaksi oksidasi- reduksi dan
hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya. Mendeskripsikan
kekhasan atom karbon dalam membentuk senyawa hidrokarbon. Menggolongkan
senyawa hidrokarbon berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat
senyawa. Menjelaskan proses pembentukan dan teknik pemisahan fraksi-fraksi
minyak bumi serta kegunaannya. Menjelaskan kegunaan dan komposisi senyawa
hidrokarbon dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang pangan, sandang, papan,
perdagangan, seni, dan estetika (Lampiran Permendiknas No.23, Tahun 2006).
Berdasarkan uraian di atas sangat jelas terlihat bahwa standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa di kelas X, dalam pembelajarannya harus
diperoleh melalui penjelasan teori dan praktik khususnya pembuktian hukum-hukum
dasar ilmu kimia dan identifikasi larutan elektrolit dan nonelektrolit. Di samping itu
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
18/63
40
pembelajaran sampai pada pemberian pemahaman mengenai penerapan konsep yang
diajarkan agar menjadi bermakna bagi peserta didik.
Standar kompetensi kelas XI, semester 1, yaitu memahami struktur atom
untuk meramalkan sifat-sifat periodik unsur, struktur, dan sifat sifat senyawa.
Memahami perubahan energi dalam reaksi kimia dan cara pengukurannya.
Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang
memengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri.
Kompetensi dasarnya yaitu menjelaskan teori atom Bohr dan mekanika kuantum
untuk menuliskan konfigurasi elektron dan diagram orbital serta menentukan letak
unsur dalam tabel periodik. Menjelaskan teori jumlah pasangan elektron di sekitar inti
atom dan teori hibridisasi untuk meramalkan bentuk molekul. Menjelaskan interaksi
antarmolekul (gaya antar molekul) dengan sifatnya. Mendeskripsikan perubahan
entalpi suatu reaksi, reaksi eksoterm, dan reaksi endoterm. Menentukan H reaksi
berdasarkan percobaan, hukum Hess, data perubahan entalpi pembentukan standar,
dan data energi ikatan. Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan
percobaan tentang faktor-faktor yang memengaruhi laju reaksi. Memahami teori
tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan faktor-faktor penentu laju dan orde reaksi,
dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari. Menjelaskan keseimbangan dan faktor-
faktor yang memengaruhi pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan
percobaan. Menentukan hubungan kuantitatif antara pereaksi dan hasil reaksi dari
suatu reaksi keseimbangan. Menjelaskan penerapan prinsip keseimbangan dalam
kehidupan sehari-hari dan industri.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
19/63
41
Standar kompetensi kelas XI semester 2, yaitu memahami sifat-sifat larutan
asam-basa, metode pengukuran, dan terapannya. Menjelaskan sistem dan sifat koloid
serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasarnya adalah
mendeskripsikan teori-teori asam basa dengan menentukan sifat larutan dan
menghitung pH larutan. Menghitung banyaknya pereaksi dan hasil reaksi dalam
larutan elektrolit dari hasil titrasi asam basa. Menggunakan kurva perubahan harga
pH pada titrasi asam basa untuk menjelaskan larutan penyangga dan hidrolisis.
Mendeskripsikan sifat larutan penyangga dan peranan larutan penyangga dalam tubuh
makhluk hidup. Menentukan jenis garam yang mengalami hidrolisis dalam air dan pH
larutan garam tersebut. Memprediksi terbentuknya endapan dari suatu reaksi
berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan. Membuat berbagai sistem
koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Mengelompokkan sifat-sifat
koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Lampiran Permendiknas
No.23, Tahun 2006).
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa di kelas XI dalam pembelajarannya harus
diperoleh melalui penjelasan teori dan praktik mengenai menentukan H reaksi,
faktor-faktor yang memengaruhi laju reaksi, faktor-faktor yang memengaruhi
pergeseran arah keseimbangan, dan membuat berbagai sistem koloid. Konsep-konsep
kimia yang dibelajarkan mesti disertai dengan pemberian pemahaman tentang
penerapan dan manfaat untuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, diperlukan
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
20/63
42
pendekatan dan metode pembelajaran yang bervariasi agar siswa mendapatkan
pemahaman yang bermakna.
Standar kompetensi kelas XII semester 1 adalah menjelaskan sifat-sifat
koligatif larutan nonelektrolit dan elektrolit. Menerapkan konsep reaksi oksidasi-
reduksi dan elektrokimia dalam teknologi dan kehidupan sehari-hari. Memahami
karakteristik unsur-unsur penting, kegunaan dan bahayanya, serta terdapatnya di
alam. Kompetensi dasarnya adalah menjelaskan penurunan tekanan uap, kenaikan
titik didih, penurunan titik beku larutan, dan tekanan osmosis termasuk sifat koligatif
larutan. Membandingkan antara sifat koligatif larutan nonelektrolit dan sifat koligatif
larutan elektrolit yang konsentrasinya sama berdasarkan data percobaan.Menerapkan
konsep reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem elektrokimia yang melibatkan energi
listrik dan kegunaannya dalam mencegah korosi dan dalam industri. Menjelaskan
reaksi oksidasi-reduksi dalam sel elektrolisis. Menerapkan hukum Faraday untuk
elektrolisis larutan elektrolit. Mengidentifikasi kelimpahan unsur-unsur utama dan
transisi di alam dan produk yang mengandung unsur tersebut. Mendeskripsikan
kecenderungan sifat fisik dan kimia unsur utama dan unsur transisi (titik didih, titik
leleh, kekerasan, warna, kelarutan, kereaktifan, dan sifat khusus lainnya).
Menjelaskan manfaat, dampak, dan proses pembuatan unsur-unsur dan senyawanya
dalam kehidupan sehari-hari. Mendeskripsikan unsur-unsur radioaktif dari segi sifat-
sifat fisik dan sifat-sifat kimia, kegunaan, dan bahayanya.
Standar kompetensi kelas XII, semester 2 adalah memahami senyawa organik
dan reaksinya, benzena dan turunannya, dan makromolekul. Kompetensi dasarnya,
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
21/63
43
yaitu mendeskripsikan struktur, cara penulisan, tata nama, sifat, kegunaan, dan
identifikasi senyawa karbon (halo alkana, alkanol, alkoksi alkana, alkanal, alkanon,
asam alkanoat, dan alkil alkanoat). Mendeskripsikan struktur, cara penulisan, tata
nama, sifat, dan kegunaan benzena dan turunannya. Mendeskripsikan struktur, tata
nama, penggolongan, sifat, dan kegunaan makromolekul (polimer, karbohidrat, dan
protein). Mendeskripsikan struktur, tata nama, penggolongan, sifat, dan kegunaan
lemak (Lampiran Permendiknas No.23, Tahun 2006).
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa di kelas XII dalam pembelajarannya
harus diperoleh melalui penjelasan teori dan praktik mengenai sifat koligatif larutan,
menerapkan konsep reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem elektrokimia, menerapkan
hukum Faraday untuk elektrolisis larutan elektrolit, dan mengidentifikasi kelimpahan
unsur-unsur utama dan transisi di alam.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Pendekatan dan metode pembelajaran yang diterapkan
didasarkan pada uraian yang tertera di dalam SK-KD. Guru mesti berpikir dan
bertanya tentang metode yang digunakan untuk menanamkan konsep tersebut ketika
membuat perencanaan pembelajaran. Ada konsep kimia yang mesti diajarkan dengan
percobaan, ada yang dengan analogi, dan ada yang melalui penjelasan konsep. Dalam
merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu diperhatikan standar proses dan
standar penilaian.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
22/63
44
Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi
lulusan. Standar proses berisi kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan
pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Standar proses ini berlaku untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah
pada jalur formal, baik pada sistem paket maupun pada sistem kredit semester.
Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Permendiknas
No.41, Tahun 2007).
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar
kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan
pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Dalam kegiatan pendahuluan, guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik
untuk mengikuti proses pembelajaran; mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; menjelaskan
tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; menyampaikan
cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
23/63
45
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD
yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi. Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik mencari
informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari
dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka
sumber; menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar lain; memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara
peserta didik dan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya; melibatkan peserta
didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan memfasilitasi peserta
didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.
Dalarn kegiatan elaborasi, guru membiasakan peserta didik membaca dan
menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; memfasilitasi
peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan
gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis; memberikan kesempatan untuk
berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
24/63
46
belajar; rnenfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan, baik
lisan maupun tertulis, baik secara individual maupun kelompok; memfasilitasi peserta
didik untuk menyajikan hasil kerja baik individual maupun kelompok; memfasilitasi
peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;
memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan
dan rasa percaya diri peserta didik.
Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik positif dan
penguatan baik dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik; memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber memfasilitasi peserta didik
melakukan refleksi untuk memeroleh pengalaman belajar yang telah dilakukan;
memfasilitasi peserta didik untuk memeroleh pengalaman yang bermakna dalam
mencapai kompetensi dasar. Dalam hal ini guru berfungsi sebagai narasumber dan
fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan,
dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; membantu menyelesaikan
masalah; memberikan acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan
hasil eksplorasi; memberikan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh; memberikan
motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik dan/atau
sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran; melakukan penilaian dan/atau
refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan
terprogram; memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
25/63
47
merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program
pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas, baik tugas individual
maupun kelompok, sesuai dengan hasil belajar peserta didik; menyampaikan rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Kegiatan penilaian sesuai dengan standar proses dilakukan oleh guru terhadap
hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik serta
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan
memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hendaknya dilakukan secara konsisten,
sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis
atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas,
proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran
menggunakan standar penilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata
pelajaran.
Kegiatan pengawasan proses pembelajaran menurut standar proses meliputi
kegiatan pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut. Mekanisme
kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam pengawasan proses pembelajaran sebagai
berikut.
Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan dengan cara
diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan
dokumentasi. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan
pendidikan.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
26/63
48
Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Supervisi pembelajaran
diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi.
Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas
pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Evaluasi proses
pembelajaran diselenggarakan dengan cara membandingkan proses pembelajaran
yang dilaksanakan guru dengan standar proses, mengidentifikasi kinerja guru
dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru. Evaluasi proses
pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran
dilaporkan kepada pemangku kepentingan. Tindak lanjut dari kegiatan
pengawasan, yaitu memberikan penguatan dan penghargaan kepada guru yang
telah memenuhi standar. Memberikan teguran yang bersifat mendidik kepada guru
yang belum memenuhi standar. Guru diberikan kesempatan untuk mengikuti
pelatihan/penataran lebih lanjut.
Beberapa prinsip utama dan analisis yang dikemukakan di atas diambil dari
standar isi, standar kompetensi lulusan, dan standar proses, digunakan sebagai
landasan untuk mengkaji kualitas pengelolaan pembelajaran kimia, yang berkaitan
dengan rumusan masalah pertama dan kedua.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
27/63
49
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori Dekonstruksi
Teori dekonstruksi merupakan salah satu teori posstrukturalisme, baik dalam
bidang filsafat maupun sastra. Dibandingkan dengan teori-teori posstruktural pada
umumnya, maka secara definitif perbedaan sekaligus ciri khas dekonstruksi
sebagaimana dikemukakan Derrida adalah penolakannya terhadap logosentrisme dan
fenosentrisme yang secara keseluruhan menghadirkan oposisi biner dan cara-cara
berpikir lainnya yang bersifat hierarkhis dikotomis. Kecenderungan lain oposisi biner
adalah anggapan bahwa unsur yang pertama merupakan pusat, asal usul, dan prinsip
dengan konsekuensi logis unsur yang lain menjadi sekunder, marginal, manifestasi,
dan padanan pelengkap lainnya (Ratna, 2004: 222; Agger, 2009: 114).
Jacques Derrida adalah seorang keturunan Yahudi, lahir di El-Biar Aljazair
pada 15 Juli 1930 dan meninggal tahun 2004. Pada tahun 1949, Derrida pindah ke
Prancis untuk melanjutkan sekolah dan keberadaannya di Prancis dalam waktu yang
cukup lama. Derrida dikenal karena pergaulannya yang luas dengan sesama
intelektual Prancis. Perkenalannya dengan Foucault dan Althusser selama belajar di
Ecole Normal Superiuere (ENS) menorehkan jejak mendalam pada pemikirannya.
Namun, minat Derrida telanjur kuat untuk mempelajari fenomenologi, terutama
versinya yang paling awal pada pemikiran Husserl dan Heidegger. Popularitas
Derrida tidak bisa dipisahkan dari teori dekonstruksinya yang hingga kini masih
memicu kontroversi dan perdebatan hangat di kalangan akademisi dan teoritisi. Setiap
upaya untuk mendefinisikan dekonstruksi akan terbentur karena Derrida sendiri
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
28/63
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
29/63
51
menyubordinasikan keberubahan meskipun secara sembunyi-sembunyi. Misalnya,
dikotomi maskulinitas/feminitas mendefinisikan keperempuanan dalam konteks
perbedaannya dengan (keberubahan terhadap) kelelakian, yang selanjutnya menjadi
terminologi utama.
Derrida memperkuat teori perbedaan dalam konteks kritik epistemologisnya
atas filsafat dan teori Barat tergantung kepada pendapat baik tentang perbedaan
(difference) dan plesetan (deferral) maupun ketakmenentuan. Perbedaan (difference)
menjabarkan usaha manusia dalam tuturan dan tulisan untuk membedakan makna
berbagai penanda. Artinya, kata dan konsep mendapatkan makna hanya dalam
referensi relasional dengan kata dan penanda lain yang menjelaskan makna secara
berbeda dari mereka. Dengan mendekonstruksi makna yang berbeda atau diferensial
atas istilah seperti laki-laki dan perempuan, dapat diungkap distribusi dan relasi yang
berbeda dalam kekuasaan antara penguasa posisi subjek yang berbeda yang disebut
laki-laki dan perempuan (Agger, 2009: 117--118).
Prinsip dekonstruksi, sebagaimana disebut Derrida, menyatakan bahwa semua
teks akan terurai begitu dikaitkan dengan kehati-hatian pertanyaan linguistik, filosofis
dan kehampaan etis-penihilan, titik nol, pemlesetan, penindasan. Meskipun jika
dipikir bahwa dekonstruksi hanyalah satu metode analisis teks, Derrida benar-benar
menyatakan bahwa semua teks mendekonstruksi diri mereka sendiri dengan
melibatkan secara otomatis dalam tindakan literer penihilan, pemlesetan, dan
penindasan. Dekonstruksi adalah aktivitas interpretatif yang menerangkan momen
dekonstruksi diri, derridean berpandangan bahwa dekonstruksi terjadi pada level
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
30/63
52
subteks-nya teks, tulisan yang membawahi yang tidak pernah benar-benar
mengemuka dan berisi bukti ketidakmenentuan teks-pertanyaan yang tidak
ditanyakan ataupun tak terjawab, masalah yang tidak diajukan, asumsi yang tertutup
rapat atau terplesetkan.
Satu masalah dalam meninjau dekonstruksi sebagai metode interpretasi adalah
ini mungkin berimplikasi bahwa teks yang terdekonstruksi tersebut sesungguhnya
menghapus kekacauan dan ketakmenentuan dengan teknik dekonstruktif. Namun,
Derrida mengatakan lebih dari sekadar bahwa teks mendekonstruksi (diri mereka
sendiri) daripada bahwa mereka hanya dapat didekonstruksi oleh pembaca meskipun
keduanya tampaknya benar berdasarkan asumsinya sendiri tentang perbedaan,
pelepasan, dan ketakmenentuan. Dekonstruksi adalah milik semua teks, termasuk
yang bertujuan untuk mendekonstruksi argumen lain. Teks yang terdekonstruksi
sekali masih mendekonstruksi lagi meskipun dengan cara yang berbeda dari cara dia
pertama mendekonstruksi (Agger, 2009: 122).
Dekonstruksi adalah strategi mengurai teks. Istilah de konstruksi sendiri
sebenarnya lebih dekat dengan pengertian etimologis dari kata analisis yang berarti
mengurai, melepaskan, membuka, daripada pengertian etimologis kata destruksi
Kedekatan etimologis ini menunjukkan bahwa dekonstruksi lebih cenderung
dimaksudkan sebagai strategi mengurai struktur dan medan pemaknaan dalam teks
daripada operasi yang merusak teks itu sendiri. Tujuan dekonstruksi adalah
mengungkai oposisi-oposisi hierarkis yang implisit dalam teks.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
31/63
53
Berdasarkan pengertian dan maksud dekonstruksi sebagai analisis, yaitu
mengurai, melepaskan, membuka, atau membedah motivasi atau mungkin ideologi
yang tersembunyi di balik teks sosial (perilaku aktual manusia) atau sekaligus
mencari makna teks. Oleh karena itu, kegiatan praktik pendidikan sebagai sebuah
teks, dan merupakan aktivitas budaya dibedah kebenaran tentang pengelolaan
pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar. Dari paparan
tersebut diketahui bahwa teori dekonstruksi akan digunakan untuk menjelaskan
masalah kesatu, kedua dan ketiga, karena dalam penelitian ini dilakukan analisis dan
pembedahan yang mendalam mengenai pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN
1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar, faktor-faktor yang berpengaruh, serta dampak dan
makna terkait dengan peningkatan mutu proses pembelajaran di sekolah.
2.3.2Teori Hegemoni
Titik awal konsep Antonio Gramsci tentang hegemoni bahwa suatu kelas dan
anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara
kekerasan dan persuasi. Dalam catatannya terhadap karya Machiavelli, Sang
Penguasa, Gramsci menggunakan centaurmitologi Yunani, yaitu setengah binatang
dan setengah manusia sebagai simbol dari perspektif ganda, yaitu suatu tindakan
politik kekuatan dan konsensus, otoritas dan hegemoni, kekerasan dan kesopanan.
Hegemoni bukanlah dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan
persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni
adalah suatu organisasi konsensus (Simon, 2004: 19--20).
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
32/63
54
Antonio Gramsci lahir di Ales sebuah kota kecil di Sardinia Italia, pada 22
Januari 1891. Menurut Joseph Femia ada beberapa tahap perkembangan dalam hidup
berpolitik dan pemikiran Gramsci. Periode pertama merentang antara tahun 1914--
1919 yang merupakan tahun-tahun pembentukan wawasan politik dan intelektual.
Dalam periode ini meskipun Gramsci adalah seorang sosialis muda yang militan dan
revolusioner, orientasi filsafatnya sangat idealis. Kebanyakan tulisannya terdapat di
dalam surat kabar sosialis, mengungkapkan, baik kondisi-kondisi budaya maupun
keinginannya untuk menanamkan kesadaran terhadap kaum buruh melalui
pendidikan. Periode kedua berlangsung sekitar 1919--1920, suatu bentang waktu di
mana Italia dilanda oleh banyak keributan pabrik dan aksi-aksi mogok. Dari
pembentukan Partai Komunis Italia tahun 1921 sampai dengan masuknya Gramsci ke
beberapa tahanan fasis di bawah Mussolini, digolongkan oleh Femia sebagai periode
ketiga dari hidup Gramsci. Periode terakhir, adalah mulai tahun 1928 Gramsci
dijatuhi hukuman selama 20 tahun sampai meninggal tahun 1937 karena pendarahan
otak. Dalam masa inilah Gramsci merencanakan penyelidikan mendalam terhadap
pengalaman politiknya, baik dalam kerangka historis maupun filosofis yang lebih
luas. Antara tahun 1929--1935 ia menyelesaikan 32 catatannya yang berjumlah
sekitar 3.000 halaman. Tulisan inilah yang disebut Quaderni (Prison Notebooks). Di
sinilah Gramsci menyusun, baik tema-tema, kepentingan, prinsip-prinsip maupun
konsepnya (Patria dan Arief, 2003: 41--42).
Dalam pandangan Gramsci, beliau mengakui bahwa dalam masyarakat,
memang selalu ada yang memerintah dan yang diperintah. Bertolak dari kondisi ini,
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
33/63
55
Gramsci melihat jika Pangeran akan memerintah dengan efektif, maka jalan yang
dipilih adalah meminimalisasi resistensi rakyat dan bersamaan dengan itu, Pangeran
harus menciptakan ketaatan yang spontan dari yang memerintah. Secara ringkas,
Gramsci memformulasikan dalam sebuah kalimat, yaitu bagaimana caranya
menciptakan hegemoni (Patria dan Arief, 2003: 120).
Hegemoni dalam bahasa Yunani Kuno disebut eugemonia, dalam praktiknya
diterapkan untuk menunjukkan dominasi posisi yang diklaim oleh negara-negara kota
secara individual. Dalam pengertian pada zaman ini, hegemoni menunjukkan sebuah
kepemimpinan dari suatu negara tertentu, yang bukan hanya sebuah negara kota
terhadap negara-negara lain yang berhubungan, baik secara longgar, maupun secara
ketat terintegrasi dalam negara pemimpin. Dalam konteks politik internasional,
misalnya pada periode perang dingin pertarungan pengaruh antara negara adikuasa,
seperti Amerika dan mantan Uni Sovyet, biasanya disebut sebagai perang untuk
menjadi kekuatan hegemonik di dunia (Patria dan Arief, 2003: 115--116).
Hegemoni dapat diartikan suatu titik makna temporer yang mendukung pihak
yang kuat. Proses penciptaan, perawatan, dan reproduksi berbagai makna pengatur
kebudayaan tertentu. Bagi Gramsci, hegemoni berarti situasi di mana suatu blok
historis faksi kelas berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas
kelas subordinat melalui kombinasi kekuatan dan lebih penting lagi, konsensus.
Hegemoni melibatkan proses penciptaan makna tersebut di mana representasi dan
praktik dominan dan otoritatif diproduksi dan dipelihara (Barker, 2008: 373, 409).
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
34/63
56
Hegemoni kaitannya dengan peran ideologi dalam pandangan Antonio
Gramsci adalah menekankan bahwa produksi dan pemertahanan praktik-praktik
otoritatif dalam relasi kekuasaan tersebut berlangsung secara halus, melalui
mekanisme kombinasi antara paksaan dan persetujuan sadar, sehingga aspek
dominasi (paksaan) itu sendiri tidak dirasakan secara telanjang (sadar) dalam praktik
kehidupan nyata (Widja, 2009: 21). Hal ini menyatakan bahwa dalam praktik
hubungan antara orang yang memiliki kekuasaan dan bawahannya dalam upaya sang
penguasa memengaruhi pikiran bawahannya dilakukan secara halus dan bernuansa
ideologi, sehingga dapat diterima tanpa merasa dipaksa.
Hegemoni adalah bentuk ideologi yang di dalamnya ada nilai dan kepentingan
kelompok hegemonik dialami oleh kelompok lainnya, sebagai telah menjadi milik
mereka sendiri, dan telah disetujui. Dominasi sebuah kelas sosial terhadap kelas
lainnya, lewat keberhasilannya menanamkan pandangan hidup, relasi sosial, serta
hubungan kemanusiaannya sehingga diterima sebagai sesuatu yang dianggap benar
atau alamiah oleh orang-orang yang sebetulnya tersubordinasi.
Konsep kekuasaan menurut Gramsci bahwa sistem kekuasaan yang
didasarkan pada konsensus yang dilaksanakan oleh negara disebut hegemoni.
Hegemoni akan menggabungkan kekuatan dan kesepakatan bergantung kepada
situasi masyarakat. Kesepakatan itu akan melahirkan waraga negara yang melalui
pendisiplinan diri, dia menyesuaikan diri dengan norma-norma yang diletakkan oleh
negara. Hal ini terjadi karena warga negaranya melihat hal ini adalah yang paling
aman untuk bertahan hidup dalam kehidupan masyarakat yang penuh dengan praktik-
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
35/63
57
praktik yang sudah terstruktur. Pengorganisasian praktik-praktik tersebut dilakukan
oleh kaum intelektual. Peranan kaum intelektual sangat penting menurut pandangan
Gramsci. Ada dua jenis intelektual dari tatanan masyarakat kapitalis, yaitu intelektual
tradisional dan itelektual organik. Intelektual organik terbagi atas dua kelompok,
yaitu intelektual hegemonik dan intelektual kontra hegemonik. Baik kaum intelektual
hegemonik maupun kontra hegemonik ialah yang mengorganisasikan dan
mereorganisasikan terus-menerus, baik kehidupan sadar maupun tidak sadar dari
massa. Tugas kelompok intelektual hegemonik ialah memastikan bahwa pandangan
dunia yang sesuai dengan kapitalisme telah diterima oleh semua kelas. Sebaliknya
yang kontra hegemonik bertugas memisahkan kaum proletar dari pandangan
kapitalisme serta mengukuhkan pandangan dunia sesuai dengan perspektif sosialis.
Kelompok hegemonik akan menghasilkan kompromi atau rekonsiliasi dengan kaum
intelektual tradisional. Apabila seorang anggota tidak mau berkompromi, maka akan
ada represi terhadap kelompok tersebut oleh negara. Dengan jalan disiplin yang
ditanamkan lewat lembaga-lembaga sosial, seperti sekolah, perguruan tinggi, gereja,
dan organisasi sosial lainnya, maka disiplin itu dapat dilaksanakan (Tilaar, 2003: 76--
77; Maliki, 2010: 189--192).
Kontra hegemoni merupakan perlawanan dalam bentuk hegemoni yang
dilakukan oleh kelompok intelektual kontra hegemonik terhadap kelompok
intelektual hegemonik. Perlawanan yang dilakukan dengan cara halus, tersembunyi,
dengan moral intelektual untuk membungkus tujuan yang ada di baliknya.
Perlawanan yang dilakukan dapat melalui pendidikan, transformasi ideologi,
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
36/63
58
memberikan kemampuan kesadaran dalam ekonomi, sosial, dan politik. Pergulatan
hegemoni yang terjadi di kalangan masyarakat madani (civil society) disebut sebagai
perang posisi. Gramsci melihat pendidikan dan pengembangan kebudayaan dapat
sebagai langkah-langkah bagi perlawanan suatu hegemoni. Perang posisilah yang
dapat mengubah masyarakat ,dan bukan revolusi.
Pelaksanaan hegemoni dan keberhasilannya ditentukan oleh kesepakatan-
kesepakatan. Kesepakatan terjadi melalui proses belajar atau dapat terjadi karena
hubungan pendidikan (educational relationship). Hubungan pendidikan ini yang
membentuk masyarakat madani yang di dalamnya terletak dasar dari kekuasaan. Di
sinilah terletak peran lembaga-lembaga sosial ideologis, seperti hukum, pendidikan,
media massa, agama, dan yang lain sebagai arena pergulatan hegemoni. Dilihat dari
segi ini, ternyata bahwa lembaga-lembaga sosial, seperti sekolah dan lembaga-
lembaga pendidikan lainnya tidak akan pernah netral, tetapi merupakan perekat dari
hegemoni dalam masyarakat. Dengan kata lain, hegemoni terikat kepada kepentingan
kelompok sosial yang berkuasa. Teori Gramsci mengenai hegemoni sangat besar
berpengaruh dalam perumusan kebijakan pendidikan, yaitu (1) perang posisi dan (2)
demokratisasi kehidupan sosial (Tilaar dan Nugroho, 2009: 116--117).
Teori hegemoni ini dipakai untuk membedah permasalahan penelitian di atas
khususnya masalah yang kedua dan ketiga, yaitu faktor-faktor yang berpengaruh serta
dampak dan makna, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, pada pengelolaan
pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar. Hal ini
digunakan karena dalam praktik pendidikan di satuan pendidikan tertentu ditinjau
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
37/63
59
dari teori hegemoni bahwa kebijakan pendidikan yang diberlakukan di sekolah sangat
erat terkait dengan kepentingan kekuasaan. Demikian juga para guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas tidak bisa lepas dari dominasi kekuasaan
untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan-kepentingan yang mungkin
terjadi bisa berupa upaya mempertahankan kekuasaan (status quo), upaya pencitraan,
bahkan mungkin upaya komodifikasi.
2.3.3 Teori Semiotika
Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia.
Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan manusia dilihat sebagai tanda, yakni
sesuatu yang harus diberi makna. Semiotika melihat berbagai gejala dalam suatu
kebudayaan sebagai tanda yang dimaknai masyarakatnya. Ferdinand de Saussure
(dalam Hoed, 2011: 44--45) melihat tanda terdiri atas signifiant(bentuk) yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah penanda dan signifie (makna) yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dalam istilah petanda. Namun, yang dimaksud
dengan bentuk adalah citra (image) tentang bunyi suatu kata. Para strukturalis melihat
tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan
makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). Proses semiosis
ini sifatnya mengaitkan dua segi, yaitu penanda dan petanda. Teori ini disebut bersifat
dikotomis dan struktural.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
38/63
60
Menurut Charles Sanders Peirce, para pragmatis melihat tanda sebagai
sesuatu yang mewakili sesuatu. Hal yang menarik sesuatu itu dapat berupa hal
yang konkret (dapat ditangkap dengan pancaindra manusia), yang kemudian melalui
suatu proses mewakili sesuatu yang ada dalam kognisi manusia. Jadi, yang dilihat
oleh Peirce, tanda bukanlah suatu struktur, melainkan suatu proses kognitif yang
berasal dari apa yang dapat ditangkap pancaindra. Dalam teorinya, sesuatu yang
pertama adalah yang konkret adalah suatu perwakilan yang disebut
representamen (atau ground), sedangkan sesuatu yang ada dalam kognisi disebut
object. Proses hubungan dari representamen ke object disebut semiosis (semeion,
Yun.tanda). Dalam pemaknaan suatu tanda, proses semiosis ini belum lengkap
karena ada satu proses lagi yang merupakan lanjutan yang disebut interpretant
(proses penafsiran). Jadi, secara garis besar, pemaknaan suatu tanda terjadi dalam
proses semiosis dari yang konkret ke dalam kognisi manusia yang hidup
bermasyarakat. Proses yang dilalui mengaitkan tiga segi, yakni representamen, objek,
dan interpretan dalam suatu proses semiosis, maka teori semiosis ini disebut bersifat
trikotomis.
Manusia sebagai homo culturalis, yakni sebagai makhluk yang selalu ingin
memahami makna dari sesuatu yang ditemukannya (meaning-seeking creature).
Dalam proses memahami makna, terlepas dari aliran semiotik struktural atau
pragmatis yang dianut, semiotik dapat digunakan untuk mengkaji kebudayaan.
Kebudyaan (gejala budaya) dilihat oleh semiotik sebagai suatu sistem tanda yang
berkaitan satu sama lain dengan cara memahami makna yang ada di dalamnya.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
39/63
61
Roland Barthes (1915--1980) menggunakan toeri signifiant-signifie yang
dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Istilah signifiant
menjadi ekspresi (E) dan signfiemenjadi isi (C). Namun, antara E dan C harus ada
relasi (R) tertentu sehingga terbentuk tanda (Sign, Sn). Konsep relasi (R) ini membuat
teori tentang tanda lebih mungkin berkembang, karena R ditetapkan oleh pemakai
tanda. Menurut Barthes, E dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga
ada lebih dari satu penanda dengan C yang sama. Pengembangan ini disebut sebagai
gejala metabahasa dan membentuk kesinoniman.
Setiap tanda selalu memeroleh pemaknaan awal yang dikenal dengan denotasi
disebut juga sistem primer, sedangkan pengembangannya disebut sistem sekunder.
Sistem sekunder yang ke arah E disebut metabahasa. Sedangkan, sistem sekunder
yang ke arah C disebut konotasi, yaitu pengembangan isi (C) sebuah ekspresi (E).
Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, tetapi juga
oleh paham pragmatik, yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya. Dalam
kaitan dengan pemakai tanda, juga dapat dimasukkan perasaan (aspek emosi) sebagai
salah satu faktor yang membentuk konotasi (Hoed, 2011: 44--45).
Barthes memperluas penjelasan struktural atas kebudayaan sampai pada
praktik budaya pop dan makna yang ternaturalkan atau yang disebut dengan mitos.
Barthes menyatakan bahwa makna teks tidak hanya ditemukan berdasarkan maksud-
maksud manusia, tetapi harus dilihat sebagai serangkaian praktik signifikasi (Barker,
2008: 19).
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
40/63
62
Barthes berpendapat bahwa kita dapat berbicara tentang dua sistem
signifikasi: denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level makna deskriptif dan literal
yang secara virtual dimiliki semua anggota suatu kebudayaan. Pada level kedua,
konotasi makna terbentuk dengan mengaitkan penanda dengan aspek-aspek kultural
yang lebih luas: keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideologi suatu formasi sosial.
Makna kemudian menjadi persoalan asosiasi tanda dengan kode makna kultural lain.
Makna sebuah tanda baru dapat dikatakan berlipat ganda jika tanda tunggal
tersebut disarati dengan makna yang berlapis-lapis. Konotasi membawa nilai-nilai
ekspresif yang muncul dari akumulasi rangkaian kekuatan (secara sintagmatis) atau
lebih umum, melalui perbandingan alternatif yang tidak ada secara paradigmatis.
Ketika konotasi dinaturalkan sebagai sesuatu yang hegemonik, artinya diterima
sebagai sesuatu yang normal dan alami, maka ia bertindak sebagai peta makna
konseptual, inilah yang dikatakan mitos. Mitos adalah konstruksi kultural, tetapi ia
bisa tampak sebagai kebenaran universal yang telah ada sebelumnya dan melekat
pada nalar awam. Mitos kemudian mirip dengan konsep ideologi karena sama-sama
bekerja pada level konotasi (Barker, 2008: 74, Budiman, 2002: 93--94). Mitos dalam
pengertian di sini sesuai dengan etimologinya, yaitu bersifat inklusif, bukan sebagai
cerita-cerita tentang kehidupan dewa-dewi atau sastra lisan tradisional yang
dikeramatkan, melainkan sebagai a type of speech, sebuah tipe tuturan sementara.
Bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk bisa menjadi mitos. Secara semiotis,
mitos dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran kewacanaan yang disebut sebagai sistem
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
41/63
63
semiologis tingkat kedua. Pada tataran signifikasi lapis kedua inilah mitos
bersemayam.
Pada citra iklan rokok Marlboro misalnya, rangkaian petanda yang langsung
terbaca di dalam lapis denotasi adalah seorang lelaki atau ditemani oleh beberapa
lelaki lain dan satu atau beberapa ekor kuda yang berada di tengah sabana tandus.
Sebuah dunia mistis yang bernamaMarlboro Country, seperti dapat dikenali dari
teks penambat yang menyertainya: Come to where the flavour is. Come to Marlboro
Country. Wacana iklan rokok Marlboro ini menghadirkan sebuah mitos di sekitar
maskulinitas atau kejantanan, sebuah citra stereotipikal tentang sosok lelaki
tradisional, yakni lelaki yang tanpa emosi, tak banyak bicara, kuat perkasa,
pemberani, petualang, pemburu kebebasan, singkatnya memiliki makna denotatif
seorang lelaki jantan.
Makna tidak stabil dan tidak dapat dimasukkan ke satu kata, kalimat, atau teks
tunggal tertentu. Makna tidak memiliki sumber asal usul yang tunggal, tetapi ia
adalah hasil dari hubungan antarteks, yaitu intertekstualitas. Tidak ada makna
denotatif yang jelas dan stabil karena semua makna mengandung jejak makna lain
dari tempat lain. Makna selalu berada dalam proses (Barker, 2008: 77). Pencarian
makna teks dalam hal ini menggunakan konsep denotasi dan konotasi. Dengan
demikian, diperoleh makna yang ada di balik sebuah teks.
Teori semiotika ini digunakan untuk menjelaskan masalah ketiga, yaitu
dampak dan makna pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan
SMAN 1 Gianyar terkait dengan peningkatan mutu pembelajaran di sekolah. Hal ini
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
42/63
64
dilakukan karena pemberian makna terhadap sesuatu atau makna tindakan yang
dilakukan berhubungan dengan interaksi sosial yang terjadi melalui teks atau tanda
yang berlaku pada lingkungannya.
2.3.4 Teori Praktik Sosial
Pierre Bordieu dalam menemukan teorinya berangkat dari persoalan
bagaimana sebuah masyarakat dengan segala seluk beluknya mencakup interaksi
antarunsur serta struktur objektif dan subjektifnya terbentuk. Bordieu juga mengatasi
persoalan kesenjangan antara teori dan praktik, pikiran dan tindakan, serta ide dan
realitas konkret. Beliau melihat bahwa konsep oposisi agensi vs struktur tidak
memadai untuk menjelaskan realitas sosial. Praktik sosial tidak begitu saja dijelaskan
sebagai produk dari struktur atau agensi sebagai subjek. Penjelasan rasional yang
menunjukkan dinamika hubungan antara agensi dan struktur diperlukan untuk
menemukan hubungan saling memengaruhi yang tidak linear di antara keduanya.
Subjek dan dunia luar, begitu juga agensi dan struktur, bukan dua substansi yang
dapat dipilah begitu saja, keduanya saling terkait dan saling memengaruhi dalam satu
proses kompleks untuk menghasilkan praktik sosial.
Untuk menjelaskan hubungan antara agensi dan struktur yang tidak linear,
beliau mengajukan konsep habitus dan ranah. Habitus diartikan sebagai suatu sistem
disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah yang berfungsi sebagai basis
generatif bagi praktik-praktik yang terstruktur dan terpadu secara objektif. Ranah
diartikan sebagai jaringan relasi antarposisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
43/63
65
hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual. Habitus dan ranah merupakan
perangkat konseptual utama yang ditopang oleh sejumlah ide lain, seperti kekuasaan
simbolik, strategi, dan perebutan (kekuasaan simbolik dan material), beserta beragam
jenis modal (modal ekonomi, budaya, dan simbolik) (Harker, 1990: xv. Barker, 2008:
360).
Habitus adalah struktur kognitif yang memperantarai individu dan realitas
sosial. Individu menggunakan habitus dalam berurusan dengan realitas sosial.
Habitus merupakan struktur objektif yang terbentuk dari pengalaman individu
berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam
ruang sosial. Habitus diindikasikan oleh skema-skema yang merupakan perwakilan
konseptual dari benda-benda dalam realitas sosial. Manusia dalam perjalanan
hidupnya memiliki sekumpulan skema yang terinternalisasi, kemudian melalui
skema-skema itu mereka mempersepsi, memahami, menghargai, serta mengevaluasi
realitas sosial. Skema itu diungkapkan dalam wujud istilah sebagai hasil penamaan.
Skema-skema itu berhubungan sedemikian rupa membentuk struktur kognitif yang
memberikan kerangka tindakan kepada individu dalam hidup keseharian bersama
orang-orang lain.
Habitus bisa dikatakan sebagai ketidaksadaran kultural, yakni pengaruh
sejarah yang secara tak sadar dianggap alamiah. Artinya, habitus bukan pengetahuan
bawaan, bukan kategori, bukan juga ide-ide bawaan dari dunia ide. Habitus adalah
produk sejarah yang terbentuk setelah manusia lahir dan berinteraksi dengan
masyarakat dalam ruang dan waktu tertentu. Habitus merupakan hasil pembelajaran
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
44/63
66
lewat pengasuhan, aktivitas bermain, dan pendidikan masyarakat dalam arti luas.
Pembelajaran itu terjadi secara halus, tak disadari, dan tampil sebagai hal wajar,
sehingga seolah-olah sesuatu yang alamiah, seakan-akan terberi oleh alam atau sudah
dari sananya.
Habitus mendasari ranah yang merupakan jaringan relasi antarposisi objektif
dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individual. Ranah
bukan ikatan intersubjektif antarindividu, melainkan semacam hubungan yang
terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam
tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Habitus memungkinkan manusia
hidup dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan hubungan dengan
pihak-pihak di luar dirinya. Dalam proses interaksi dengan pihak luar itu,
terbentuklah ranah, jaringan relasi posisi-posisi objektif. Ranah merupakan metafora
yang digunakan Bordieu untuk menggambarkan kondisi masyarakat yang terstruktur
dan dinamis dengan daya-daya yang dikandungnya.
Ranah mengisi ruang sosial. Ruang sosial mengacu pada keseluruhan
konsepsi tentang dunia sosial. Konsep ini menganalogikan realitas sosial sebagai
sebuah ruang dan pemahamannya menggunakan pendekatan topologi. Dalam hal ini,
ruang sosial dapat dikonsepsi terdiri atas beragam ranah yang memiliki sejumlah
hubungan terhadap satu sama lainnya serta sejumlah titik kontak. Ruang sosial
individu dikaitkan melalui waktu dengan serangkaian ranah tempat orang-orang
berebut berbagai bentuk modal. Dalam ruang sosial ini, individu dengan habitusnya
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
45/63
67
berhubungan dengan individu lain dan berbagai realitas sosial yang menghasilkan
tindakan-tindakan sesuai dengan ranah dan modal yang dimiliki.
Praktik merupakan suatu produk dari relasi antara habitus sebagai produk
sejarah dan ranah yang juga merupakan produk sejarah. Pada saat bersamaan, habitus
dan ranah juga merupakan produk dari medan daya-daya yang ada di masyarakat.
Dalam suatu ranah ada pertaruhan kekuatan- kekuatan orang yang memiliki banyak
modal dan orang yang tidak memiliki modal. Modal merupakan sebuah konsentrasi
kekuatan, suatu kekuatan spesifik yang beroperasi di dalam ranah. Setiap ranah
menuntut individu untuk memiliki modal-modal khusus agar dapat hidup secara baik
dan bertahan di dalamnya. Di dalam ranah pertarungan sosial selalu terjadi. Mereka
yang memiliki modal dan habitus yang sama dengan kebanyakan individu akan lebih
mampu melakukan tindakan mempertahankan atau mengubah struktur dibandingkan
dengan mereka yang tidak memiliki modal. Secara ringkas Bordieu menyatakan
rumus generatif yang menerangkan praktik sosial dengan persamaan: (Habitus x
Modal) + Ranah = Praktik (Bordieu, 1984 dalam Harker, 1990: xxi).
Penggalian Bordieu lebih jauh beliau menemukan adanya semacam aturan
yang tidak terucapkan dalam setiap ranah. Aturan yang bekerja sebagai modus yang
disebut sebagai kekerasan simbolik (symbolic violence). Dengan konsep ini, ia ingin
memperlihatkan bentuk yang tersembunyi dalam kegiatan sehari-hari. Kekerasan
simbolik adalah kekerasan dalam bentuknya yang sangat halus, kekerasan yang
dikenakan pada agen-agen sosial tanpa mengundang resistensi, tetapi mengundang
konformitas. Hal ini terjadi karena sudah mendapat legitimasi sosial karena
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
46/63
68
bentuknya yang sangat halus. Bahasa makna dan sistem simbolik pemilik kekuasaan
ditanamkan dalam benak individu-individu lewat suatu mekanisme yang tersembunyi
dari kesadaran.
Dalam dunia pendidikan terutama yang berhubungan dengan pengelolaan
sebagai sebuah praktik sosial sangat erat terkait dengan konsep habitus, ranah, dan
modal. Praktik sosial dalam lembaga pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran
kekuasaan yang sangat berpengaruh dalam aktivitas yang terjadi. Hierarki kekuasaan
dari kekuasaan yang paling tinggi misalnya dari pemerintah pusat, kemudian ke
pemerintah daerah, selanjutnya ke lembaga pendidikan melalui kepala sekolah,
berikutnya ke pendidik dan akhirnya ke siswa terjadi kekerasan simbolik yang sangat
halus dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Modal sosial, seperti budaya, ekonomi,
dan ideologi memiliki peran yang besar dalam memengaruhi praktik sosial.
Berdasarkan kaitan tersebut maka teori praktik ini digunakan untuk menjelaskan
masalah yang berhubungan dengan faktor-faktor yang memengaruhi kualitas
pengelolaan pembelajaran kimia pada SMAN 1 Singaraja dan SMAN 1 Gianyar.
2.3.5 Teori Belajar
Teori belajar bermunculan dimulai ketika para ahli memelajari perkembangan
manusia, perkembangan fisik, tingkah laku, dan pikiran. Dengan memelajari
perkembangan fisik, dan mental manusia sampai pada memelajari bagaimana
seseorang belajar untuk memeroleh pengetahuan, muncul pandangan-pandangan
filosofis, dan spekulatif tergolong juga sebagai teori belajar. Beberapa teori belajar
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
47/63
69
yang berlandaskan pada pandangan filosofis dan spekulatif yaitu, pandangan
preformasionisme, yang menyatakan bahwa anak-anak adalah miniatur orang dewasa
kemudian, pandangan John Locke berpendapat, bahwa anak-anak seperti wadah
kosong (kertas kosong) yang siap diisi ajaran-ajaran oleh orang dewasa, dan
pandangan developmentalis karya Jean Jacques Rousseau menyatakan, bahwa anak-
anak bukan wadah kosong melainkan sudah memiliki mode perasaan dan
pemikirannya sendiri. Sebaliknya, teori belajar yang didasarkan pada percobaan,
meliputi teori belajar perilaku atau behavioristik, teori belajar sosial, dan teori belajar
kognitif atau Gestalt-field (Crain, 2007). Kajian teori selanjutnya menekankan pada
teori belajar perilaku, sosial, dan kognitif.
2.3.5.1 Teori Belajar Perilaku
Tokoh teori belajar perilaku adalah Ivan Petrovich Pavlop (1849-1936).
Beliau lahir di Ryazan Rusia. Selama beberapa tahun beliau memusatkan
perhatiannya kepada penelitian-penelitian fisiologis, dan pada tahun 1904
memenangkan hadiah Nobel atas penelitiannya mengenai sistem pencernaan. Beliau
memulai dengan karyanya yang terkenal tentang refleks-refleks yang terkondisikan
(conditional refleks) (Crain, 2007). Para pendukung teori perilaku berpendapat,
bahwa mereka yang meneliti belajar hendaknya menarik kesimpulan atas dasar
observasi-observasi tentang perilaku eksternal, dan terbuka dari organisme-organisme
(binatang atau manusia). Kelompok teori yang termasuk dalam teori belajar perilaku,
yaitu belajar responden, belajar kontinguitas, belajar operan, dan belajar operasional.
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
48/63
70
Belajar responden yang dikenal dengan teori classical conditioning
dikemukakan oleh Pavlop. Pavlov (dalam Crain, 2007) dan kawan-kawannya
mempelajari proses pencernaan pada anjing. Selama penelitian, mereka
memerhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan air liur. Simpulan yang
dikemukakan adalah bagaimana belajar dapat memengaruhi perilaku yang selama ini
disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan seperti pengeluaran air liur.
Hasil studi Pavlov merangsang para peneliti lain, yaitu E.L. Thorndike. Hasil
studi Thorndike (dalam Nasution, 1982) menjelaskan bahwa perilaku sebagai suatu
respons terhadap stimulus-stimulus dalam lingkungan. Konsep yang dipaparkan
bahwa stimulus-stimulus dapat mengeluarkan respons-respons. Hal ini merupakan
acuan dari teori stimulus-respons atau dikenal dengan teori S-R. Dalam beberapa
eksperimennya, Thorndike menempatkan kucing-kucing dalam kotak-kotak. Dari
kotak-kotak ini, kucing harus keluar untuk memeroleh makanan. Ia mengamati bahwa
sesudah beberapa selang waktu kucing-kucing itu mempelajari cara mengeluarkan
diri lebih cepat dari dalam kotak dengan mengulangi perilaku yang mengarah agar
dapat keluar dan tidak mengulangi perilaku yang tidak efektif. Berdasarkan
eksperimen ini Thorndike mengembangkan hukumnya, yang disebut Hukum
Pengaruh atau Law of Effect. Hukum Pengaruh Thorndike menyatakan bahwa jika
suatu tindakan diikuti oleh suatu perubahan yang memuaskan dalam lingkungan,
kemungkinan bahwa tindakan akan diulangi pada situasi yang mirip. Namun, jika
perilaku diikuti oleh sesuatu yang tidak menyenangkan, maka perilaku cenderung
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
49/63
71
tidak dilakukan. Jadi konsekuensi yang ditimbulkan memegang peranan dalam
menentukan perilaku.
Skinner (dalam Crain, 2007; Nasution 1982) menyarankan suatu kelas lain
dari perilaku, yang disebut sebagai perilaku operan sebab perilaku ini beroperasi
terhadap lingkungan, tanpa adanya stimulus apa pun seperti makanan misalnya. Studi
Skinner berpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensi-konsekuensinya.
Misalnya, bila perilaku seseorang segera diikuti oleh konsekuensi yang
menyenangkan, orang itu akan terlibat dalam perilaku itu sesering mungkin. Jadi,
penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
untuk mengubah perilaku disebutoperant conditioning.
Beberapa prinsip yang melandasi teori belajar perilaku adalah : konsekuensi-
konsekuensi, kesegeraan (cepat) mendapat konsekuensi dan pembentukan (shaping).
Prinsip konsekuensi-konsekuensi ini menyatakan bahwa perilaku akan berubah
menurut konsekuensi-konsekuensi langsung. Ada konsekuensi yang menyenangkan
disebut reinforcercenderung memperkuat perilaku dan ada konsekuensi yang tidak
menyenangkan disebut hukuman ataupunisheryang memperlemah perilaku.
Reinforcer dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu reinforcer primer dan
reinforcer sekunder. Reinforcer primer terkait dengan kebutuhan dasar manusia
misalnya: makanan, air, keamanan, kemesraan, dan seks.Reinforcersekunder terkait
dengan kebutuhan psikis meliputi reinforcer sosial seperti pujian, senyuman, atau
perhatian.Reinforcerdalam keseharian sering menggunakan reinforcer positifberupa
pujian, angka dan bintang. Akan tetapi ada kalanya menggunakanreinforcer negatif,
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
50/63
72
yaitu untuk memperkuat perilaku adalah dengan membuat konsekuensi perilaku,
suatu pelarian dari situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya, seorang guru dapat
membebaskan ujian akhir apabila ujian hariannya sudah bagus jika ujian akhir
dianggap sebagai situasi yang tidak menyenangkan.
Hukuman merupakan konsekuensi-konsekuensi yang tidak memperkuat
perilaku. Tujuan pemberian hukuman adalah mengurangi perilaku dengan
menghadapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan atau tidak
diingini. Pemberian hukuman ini masih menjadi pro dan kontra antara para ahli, ada
yang tidak setuju terhadap hukuman dan ada yang setuju dengan hukuman dengan
berbagai argumentasi yang dikemukakan.
Salah satu prinsip dalam teori belajar perilaku ialah konsekuensi-konsekuensi
yang segera mengikuti perilaku akan lebih memengaruhi perilaku daripada
konsekuensi-konsekuensi yang lambat datangnya. Prinsip kesegeraan konsekuensi-
konsekuensi ini penting artinya dalam kelas. Khususnya bagi murid-murid sekolah
dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan suatu pekerjaan
dengan baik dapat menjadikan reinforceryang kuat daripada angka yang diberikan
kemudian. Misalnya, setelah si anak dapat mengerjakan latihan dengan benar,
seorang guru langsung memberikan pujian nah ini kerja yang bagus atau dengan
reinforcmenyang lain.
Prinsip pembentukan ini melihat mengenai hal apa yang akan diberikan
reiforcmen. Salah satu teknik mengajar yang menerapkan prinsip pembentukan
(shaping) adalah jika guru membimbing siswa menuju pencapaian tujuan dengan
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
51/63
73
memberikan reinforsemen pada langkah-langkah yang menuju pada keberhasilan.
Istilah pembentukan (shaping) digunakan dalam mengajarkan keterampilan-
keterampilan baru atau perilaku-perilaku dengan memberikanreinforcmenpada siswa
ketika mendekati perilaku akhir yang diinginkan ( Crain, 2007; Nasution, 1982).
2.3.5.2 Teori Belajar Sosial
Pelopor teori belajar sosial adalah Albert Bandura yang lahir pada tahun 1925
di provinsi Alberta Kanada. Pada tahun 1953 Bandura bergabung dengan fakultas
psikologi di Stanford dan berkarya dalam bidang psikologi. Beliau membangun
reputasi yang sedemikian tinggi, sehingga pada tahun 1974 dipercaya menjabat
presiden Asosiaso Psikologi Amerika (Crain, 2007).
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional. Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini
menerima sebagian besar prinsip-prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan
lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku dan pada
proses-proses mental internal. Dalam pandangan belajar sosial manusia tidak
didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus-
stimulus lingkungan. Akan tetapi, fungsi psikologi diterangkan sebagai interaksi yang
kontinu dan timbal balik dari determinan-determinan lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang
dihadapkan pada seseorang, tidak random, lingkungan itu sering kali dipilih dan
diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Perspektif (cara pandang) belajar sosial
-
8/10/2019 unud-62-1564547155-bab ii.pdf
52/63
74
menganalisis hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi,
serta perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Konsep-konsep utama dari teori belajar
sosial, yaitu pemodelan (modelling), fase belajar, belajar vicarious(seolah dilakukan
oleh diri sendiri), dan pengaturan diri sendiri. Konsep pemodelan menyatakan bahwa
manusia itu belajar dari sua