bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 model pembelajaran

30
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Djamarah (2010: 356), pembelajaran kooperatif adalah sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian kerja, dan proses kelompok. Rusman (2012: 202) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Menurut Salvin (2010: 100), pembelajaran kooperatif bukan hanya sebuah teknik pengajaran yang ditunjukan untuk meningkatkan pencapaian prestasi siswa, ini juga merupakan cara untuk mencapai keceriaan, lingungan yang pro-sosial di dalam kelas, yang merupakan salah satu manfaaat penting untuk memperluas perkembangan interpersonal dan keaktifan siswa. Sunan dan Hans (2000) dalam Isjoni (2012: 12) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan satu cara pendekatan atau serangkaian strategi khusu dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama dalam proses pembelajaran. Menurut Jacobsen (2009: 230), pembelajaran kooperatif merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerjasama kelompok da interaksi antar siswa. Persamaan antar strategi ini adalah bahwa siswa bekerja sama dengan kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan dari pengertian yang telah diuraikan dapat penulis tarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang dirancang dengan pengelompokan-pengelempokan siswa menjadi kelompok kecil yang heterogen, yang setiap kelompok beranggotakan

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Djamarah (2010: 356), pembelajaran kooperatif adalah sistem

kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini

adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi

personal, keahlian kerja, dan proses kelompok.

Rusman (2012: 202) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan anggotanya terdiri dari

empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Menurut Salvin (2010: 100), pembelajaran kooperatif bukan hanya sebuah teknik

pengajaran yang ditunjukan untuk meningkatkan pencapaian prestasi siswa, ini

juga merupakan cara untuk mencapai keceriaan, lingungan yang pro-sosial di

dalam kelas, yang merupakan salah satu manfaaat penting untuk memperluas

perkembangan interpersonal dan keaktifan siswa.

Sunan dan Hans (2000) dalam Isjoni (2012: 12) mengemukakan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan satu cara pendekatan atau serangkaian

strategi khusu dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar

bekerja sama selama dalam proses pembelajaran.

Menurut Jacobsen (2009: 230), pembelajaran kooperatif merupakan istilah

umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik

kerjasama kelompok da interaksi antar siswa. Persamaan antar strategi ini adalah

bahwa siswa bekerja sama dengan kelompok-kelompok kecil untuk mencapai

tujuan pembelajaran.

Berdasarkan dari pengertian yang telah diuraikan dapat penulis tarik

kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu strategi

pembelajaran yang dirancang dengan pengelompokan-pengelempokan siswa

menjadi kelompok kecil yang heterogen, yang setiap kelompok beranggotakan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

9

antara empat orang siswa sampai enam orang siswa, dimana semua anggota

kelompok saling bekerja sama untuk memahami materi yang diajarkan serta

mencapai tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan.

2.1.1.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif, terlihat adanya

pergeseran peran guru yang sentral kepada peran guru yang mengelola aktivitas

belajar siswa melalui kerja sama kelompok di kelas. Hamdani (2011: 30)

mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain:

1. Setiap anggota memiliki peran,

2. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa,

3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga

teman-teman sekelompoknya,

4. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal

kelompok, dan

5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan

Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama teman.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja

mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan

dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup

di masyarakat.

Tiga konsep sentral karakteristik pembelajaran kooperatif, sebagaimana

dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni (2012: 21-22), yaitu penghargaan

kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk

berhasil.

1. Penghargaan kelompok

Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan kelompok untuk memperoleh

penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai

skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada

penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan

hubungan antar personal yang saling mendukung, membantu, dan peduli.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

10

2. Pertanggung jawaban individu

Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua

anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas

anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya

pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap

untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan

teman sekelompoknya.

3. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan

Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai

perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari

yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skorsing ini, siswa yang

berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan

untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

11

2.1.1.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif menjadi enam langkah atau fase, yang

dapat dilihat pada tabel berikut ini (Rusman, 2012: 211):

Gambar 2.1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat

besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan

kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan

pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan

kerjasama dalam kelompok. Menurut Djjamarah (2010: 366-377) tidak ada

Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru

1. Menyampaikan tujuan

dan memotivasi

peserta didik

Guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada

pelajaran tersebut dan memotivasi

peserta didik belajar

2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada

peserta didik dengan jalan demonstrasi

atau lewat bahan bacaan.

3. Mengorganisasikan

peserta didik ke dalam

kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada peserta didik

bagaimana caranya membentuk

kelompok belajar agar melakukan

transisi secara efisien

4. Membimbing

kelompok bekerja dan

belajar

Guru membimbing kelompok-

kelompok belajar pada saat mereka

mengerjakan tugas mereka

5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

tentang materi yang telah dipelajari

atau masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

6. Memberikan

penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk

menghargai baik upaya maupun hasil

belajar individu dan kelompok.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

12

satupun strategi pembelajaran yang baik diantara strategi pembelajaran yang lain.

Demikian halnya dengan strategi pembelajaraan kooperatif, ada kelemahan dan

kelebihan dalam pembelajaran kooperatif ini.

1. Kelebihan dari strategi pembelajaran kooperatif menurut Jaroliemek dan

Parker (1993) dalam Isjoni (2012: 24) adalah:

1) Saling ketergantungan yang positif,

2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu,

3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas,

4) Suasana kelas rileks dan menyenangkan,

5) Terjadi hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru,

dan

6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman

emosional yang menyenangkan.

2. Selain adanya kelabihan, juga terselib beberapa kelemahan dari strategi

pembelajaran kooperatif yakni sebagagai berikut:

1) Guru harus mempersiapkan pembeajaran secara matang, disamping itu

memerlukan lebih banyak tenaga , pemikiran, dan waktu,

2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas alat dan biayaya yang cukup memadai,

3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga tidak sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan, dan

4) Saat diskusi kelas, terkadang hanya didominasi oleh seseorang, hal ini

menyebapkan siswa lain menjadi pasif.

Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran

kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi

pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme

guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid

mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah

meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

13

memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif, dan mandiri dalam belajar sesuai

tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD ((Student Teams-Achievement Devision) (pembagian pencapaian

tim siswa)), merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana,

dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru

menggunakan pendekatan Kooperatif Salvin, (2010:143).

Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai metode

pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan model teknik pembelajaran

secara spesifik. Penguasaan model pembelajaran akan mempengaruhi hasil peserta

didik dalam pembelajaran. Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang

menggambarkan kegiatan dari siswa sampai akhir pembelajaran, yang khas

disajikan oleh guru. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian

kompetensi peserta didik dengan pendekatan metode, dan teknik pembelajaran

tertentu. Dengan kata lain Student Teams-Achievement Devision (STAD)

merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran yang sederha

dan baik untuk guru yang bar menggunakan pendekatan kooperatif didalam kelas,

Student Teams-Achievement Devision (STAD) juga merupakan suatu model

pembelajaran kooperatif yang aktif untuk siswa.

Menurut Salvin (1995: 71) STAD merupakan model pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana. Guru membagi peserta didik menjadi

kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan

perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan

rendah.

Rohani dan Ahmad (1995: 64) menyatakan pembelajaran STAD adalah

totalitas aktifitas belajar mengajar diawali dengan perencanaan dan diakhiri

dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran

sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun

rencana pembelajaran, memberikan informasi bertanya, menilai dan sebagainya.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

14

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikemukakan oleh Salvin merupakan

salah satu tipe kooperatif yng menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi

diantara siswa yang saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai

materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Isjoni dalam

Turikam Taniredja (2011: 64).

Berdasarkan dari pengertian yang telah diuraikan dapat penulis tarik

kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok

heterogen. Dengan karakteristik disetiap kelompok berbeda-beda, ada siswa yang

pandai, sedang, dan rendah guna bersama-sama untuk mencapai tujuan belajar

yang maksimal.

2.2.2 Kompen Pembelajaran kooperatif Tipe STAD

Menurut Salvin (2010: 143) komponen STAD adalah sebagai berikut:

a. Presentasi Kelas

Meteri dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi didalam

kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau

diskusi pelajran yang dilakukan oleh guru, tetapi juga memasukan presentasi

audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasanya hanyalah

bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD.

Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar

memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan

sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka

menentukan skor tim mereka.

b. Tim

Siswa dibagi menjadi bebrapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang

dimana mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Fungsi utama dari tim ini

adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan tim lebih

khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan

kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk

mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya.Tim adalah fitur yang paling

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

15

penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah anggota tim

yang melakukan yang terbaik untuk tim, dan timpun harus melakukan yang

terbaik untuk mrmbantu tiap anggotanya. Tim ini akan diberikan dukungan

kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah

untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk kaibat

yang dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan

terhadap siswa-siswa mainstream.

c. Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan

sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis

individual. Para siswa tidak memperbolehkan untuk saling membantu dalam

mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual

untuk memahami materinya.

d. Skor Kemajuan Individual

Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya dicatat oleh guru untuk

dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim diperoleh dengan

menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim. Nilai rata-rata

diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan dibagi jumlah anggota tim.

Tabel 2.2

Skor Kemajuan Individual

Skor kuis Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

10-1 poin di bawah skor awal 10

Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20

Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30

Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30

(Slavin, 2010:159)

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

16

Tabel 2.3

Perhitungan Skor Kuis

No. Nama Siswa Skor Awal Skor Kuis Poin

Kemajuan

1.

2.

3.

4.

5.

(Slavin, 2010:162)

Tabel 2.4

Rangkuman Tim

Nama Tim:

No. Anggota Tim Poin Kemajuan

1.

2.

3.

4.

5.

Total Skor tim

Rata-rata tim

Penghargaan tim

(Slavin, 2010:163)

e. Penghargaan tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang

lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim

siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari

peringkat mereka.

2.2.3 Karakteristik Pembelajaran kooperatif Tipe STAD

Karakteristik STAD menurut Hamdani (2011: 40) antara lain: (1) Tujuan

kognitif : informasi akademik sederhana, (2) Tujuan sosial : kerja kelompok dan

kerja sama, (3) Struktur tim : kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang

anggota, (4) Pemilihan topik pelajaran : biasanya oleh guru, (5) Tugas utama :

siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk

menuntaskan materi belajarnya, dan (6) Penilaian : tes mingguan.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

17

2.2.4 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD

adalah sebagai berikut (Suprijono, 2009: 133).

a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4-5 orang secara heterogen

(campur menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain)

b. Guru menyajikan pelajaran.

c. Guru memberi tugas kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota

kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota

lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

d. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab

kuis tidak boleh saling membantu.

e. Memberi evaluasi.

f. Kesimpulan

Persiapan-persiapan yang diperlukan dalam pembelajaran kooperatif tipe

STAD menurut Trianto, 2007:52 antara lain:

a. Perangkat pengajaran.

b. Membentuk kelompok kooperatif.

c. Menentukan skor awal (skor awal yang dapat digunakan STAD adalah nilai

ulangan sebelumnya: pengaturan tempat duduk dan kelompok kerja).

Langkah-langkah pengajaran STAD ini terdiri dari 6 fase seperti yang

disajikan pada tabel 2.5 berikut ini:

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

18

Tabel 2.5

Fase-fase Pengajaran STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase I

Menyiapkan tujuan dan

motivasi siswa

Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi

siswa belajar.

Fase II

Menyajikan atau

menyampaikan informasi

Menyajikan informasi pada siswa dengan jalan

mendemonstrasikan atau lewat bacaan.

Fase III

Mengorganisasi

kelompok-kelompok

belajar

Menjelaskan pada siswa tentang bagaimana caranya

membentuk kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase IV

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat

mereka bekerja dan belajar.

Fase V

Evaluasi

Mengevaluasi belajar tentang materi yang telah

diajarkan dan masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil diskusinya.

Fase IV

Memberikan penghargaan

Mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun

hasil belajar individu.

2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran kooperatif Tipe STAD

Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan.

Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran

kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan diantaranya sebagai

berikut: (1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi

norma-norma kelompok, (2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat

untuk berhasil bersama, (3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih

meningkatkan keberhasilan kelompok, dan (4) Interaksi antar siswa seiring

dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga

memiliki kekurangan-kekurangan diantaranya sebagai berikut: (1) Membutuhkan

waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum, (2)

Membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembagian kelompok sehingga pada

umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif, (3)

Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

19

melakukan pembelajaran kooperatif, dan (4) Menuntut sifat tertentu dari siswa,

misalnya sifat suka bekerja sama.

Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih

dapat diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi

dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja

secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang

kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran

dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu

yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.

Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus guru, namun

hal ini dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu. Sedangkan

kekurangan-kekurangan yang terakhir dapat diatasi dengan memberikan

pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan

orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu bekerja sama dan berlatih bekerja

sama dalam belajar secara kooperatif. (Fajar Wijayanti: 2014)

2.2.6 Penerapan Pembelajaran kooperatif Tipe STAD Berbantuan LCD

Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD

berbantuan LCD pembelajaran adalah sebagai berikut.

a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen (campur

menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain)

b. Guru menyajikan pelajaran dengan LCD pembelajaran.

c. Guru memberi tugas kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota

kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota

lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

d. Guru memberikan bimbingan kepada setiap kelompok-kelompok yang

mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas kelompok yang

didapatkannya

e. Guru meminta siswa bersama kelompok untuk mempresentasikan hasil

diskusi kelompok

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

20

f. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab

kuis tidak boleh saling membantu.

g. Memberi evaluasi.

h. Kesimpulan.

Penggunaan model pembelajaraan kooperatif tipe STAD ini dikarenakan

model pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk berpartisipasi aktif

dalam proses pembelajaran. Siswa dituntuk untuk aktif dalam diskusi untuk

mendapatkan skor yang tinggi bagi kelompok mereka, kemudian dari kelompok

yang memiliki jumlah skor yang tinggi akan mendapatkan reward untuk tim yang

hebat atau nilai kelompok yang tinggi.

Penggunaan LCD pembelajaran ditujukan untuk menarik dan memotivasi

siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan LCD pembelajaran

guru dalam menyampaikan materi akan menjadi lebih mudah, serta siswa dalam

menerima materi pelajaran yang disampaikan akan mudah diterima oleh siswa.

Pada akhirnya pemahaman IPA siswa kelas 5 meningkat, sebab guru

mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

melalui LCD pembelajaran yang lebih menarik. Penulis berpendapat bahwa

pemberian suasana baru dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

melalui LCD pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam

mempelajari pelajaran IPA. Dengan menggunakan model pembelajaran STAD

berbantuan LCD pembelajaran diharapkan akan melibatkan siswa secara aktif.

Diharapkan pula dapat melatih kerja sama dan saling berbagi pengetahuan dengan

teman. Di samping itu model pembelajaran ini akan terasa menyenangkan bagi

siswa karena dalam proses pembelajaran ini, selain dapat melatih kerja sama dan

memupuk rasa sosialisasi pada anak, juga dapat memotivasi siswa dengan adanya

LCD pembelajaran. Hal inilah yang nantinya akan berpengaruh langsung terhadap

pencapaian hasil belajar siswa yang lebih baik.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

21

2.3 Keaktifan Belajar Siswa

2.3.1 Pengertian Keaktifan Belajar Siswa

pada hakikatnya keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua

perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda-beda tergantung pada jenis

kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai (Hamalik,

2003). Sedangkan menurut Dimayanti dan Mudjiono (2009) mengemukakan

keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil boneka bentuk kegiatan

fisik yang dapay diamati. Contoh kegiatan fisik tersebut dikemukakan oleh

Usman (2011) yaitu meliputi aktivitas yang meliputi membaca, menulis,

melakukan eksperimen, dan demonstrasi. Aktivitas lisan meliputi bercerita,

membaca sajak, tanya jawab, diskusi dan menyanyi. Aktivitas mendengarkan

meliputi mendengarkan penjelasan dari guru, ceramah, pengarahan. Aktivitas

gerak seperti senam, atletik, menari, melukis dan aktivitas menulis seperti

mengarang, membuat makalah, membuat surat. Setiap aktivitas tersebut memiliki

bobot yang berbeda tergantung pada tujuan mana yang akan dicapai dalam

kegiatan belajar mengajar.

Menurut Sardiman, (2011: 28) , keaktifan adalah kegiatan yang bersifat

fisik atau mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak

dapat dipisahkan.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 24-25), aktif adalah giat

(bekerja, berusaha), sedangkan keaktifan adalah suatu keadaan atau hal di mana

siswa dapat aktif. Pada penelitian ini keaktifan yang dimaksud adalah keaktifan

belajar siswa.Belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah yang lebih

baik dan relatif tetap, serta ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya

pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan, serta perubahanaspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Jadi keaktifan belajar siswa adalah suatu keadaan di mana siswa aktif

dalam belajar.

Menurut Sudjana (1991) keaktifan belajar siswa dapat dilihat berdasarkan

indikator keaktifan siswa yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya,

terlibat dalam pemecahan permaslahan, bertanya kepada siswa lain atau guru

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

22

apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari bebrbagai

informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, melaksanakan diskusi

kelompok sesuai dengan petunjuk guru, menilai kemampuan dirinya dan hasil-

hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah

sejenis, kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yangtelah diperolehnya

dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

Melalui indikator keaktifan siswa, guru dapat melihat siswa telah

melaksanakan aktivitas belajar yang diharapkan atau tidak. Keaktifan belajar tidak

semata-mata muncul karena siswa tetapi guru juga harus berusaha untuk

memunculkan keaktifan siswa, sehingga dapat terjadilah suatu pemebelajaran

yang aktif dan siswa terpacu lebih lagi untuk aktif dalam pembelajaran setiap hari.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat penulis simpulkan bahwa keaktifan

belajar adalah suatu proses pembelajaran yang siswanya giat, dan berusaha untuk

mengikuti proses belajar mengajar, siswa harus terlibat dalam pemecahan

permaslahan, bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari berbagai informasi yang

diperlukan untuk memecahkan masalah, melaksanakan diskusi kelompok sesuai

dengan petunjuk guru dalam proses belajar mengajar.

Keaktifan belajar siswa dapat kita lihat dari keterlibatan siswa dalam

proses belajar mengajar yang beraneka ragam seperti pada saat siswa

mendengarkan ceramah, mendiskusikan, membuat suatu alat, membuat laporan

pelaksanaan tugas dan sebagainya. Paul B. Diedrich dalam Oemar Hamalik (2005:

172) membagi kegiatan belajar siswa dalam 8 kelompok, yaitu:

1. Visual activeties (kegiatan-kegiatan visual) seperti membaca, mengamati

eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau

bermain.

2. Oral Activities (kegiatan-kegiatan lisan) seperti mengemukakan suatu fakta,

menghubungkan sutu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,

mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.

3. Listening Activities (kegiatan-kegiatan mendengarkan) seperti mendengarkan

uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato, dan sebagainya.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

23

4. Writing activities (kegiatan-kegiatan menulis) seperti menulis cerita,

karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagaianya.

5. Drawing activities (kegiatan-kegiatan menggambar) seperti menggambar,

membuat grafik, peta, diagaram, pola, dan sebagainya.

6. Motor activities (kegiatan-kegiatan motorik) seperti melakukan percobaan,

membuat konstruksi, model, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan

sebagainya.

7. Mental activities (kegiatan-kegiatan mental) seperti merenungkan, mengingat,

memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan, mengambil

keputusan, dan sebagainya.

8. Emotional activities (kegiatan-kegiatan emosional) seperti menaruh minat,

merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya.

2.3.2 Perbedaan Siswa Aktif dan Pasif

Menurut Moh Uzer Usman (2002: 21), mengajar adalah membimbing

kegiatan siswa sehingga ia mau belajar. Untuk itu keaktifan siswa sangat

diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan karena siswa

sebagai subjek didik itu sendiri yang melaksanakan belajar, sehingga siswalah

yang seharusnya lebih banyak aktif, bukan gurunya. Perbedaan antara belajar aktif

dan pasif menurut Bobby De Potter dan Mike Hernacki seperti dikutip oleh Heni

Purwanti (2006: 25) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.6

Perbedaan Belajar Aktif dan Pasif

Aktif Pasif

Belajar apa saja dari setiap situasi

Tidak dapat melihat adanya potensi

belajar

Menggunakan apa yang dipelajari untuk Mengabaikan kesempatan untuk

mendapatkan manfaat atau keuntungan

berkembang dari suatu pengalaman

belajar

Mengupayakan agar segalanya

terlaksana Membiarkan segalanya terjadi

Bersandar pada kehidupan Menarik diri dari kehidupan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

24

Berdasarkan dari perbedaan tersebut, seorang siswa aktif dalam belajar

jika siswa tersebut dapat belajar dari situasi apapun, siswa dapat menggunakan

apa yang dipelajari sehingga apa yang dipelajari tidak sia-sia. Selain itu siswa

yang aktif dalam belajar akan melakukan berbagai usaha untuk mencapai

tujuannya. Siswa yang aktif tidak akan menarik diri dari kehidupan karena dari

kehidupan tersebut siswa dapat belajar banyak hal.

2.3.3 Komponen Keaktifan Belajar Siswa

Dalam penilaian proses pembelajaran adalah melibatkan sejauh mana

keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Jamal Ma’mur Asmani

(2012: 81-83) mengemukakan bahwa suatu pembelajaran dapat dikatakan

merupakan kegiatan pembelajaran aktif apabila guru dan siswa sama-sama

beraktifitas pada saat kegiatan berlangsung. Aktifitas tersebut terbagi dalam empat

komponen sebagai berikut:

Tabel 2.7

Komponen Aktifitas Guru dan Siswa

Komponen Kegiatan

Siswa Guru

1. Pengalaman Melakukan pengamatan

Melakukan percobaan

Membaca

Melakukan wawancara

Menghitung

Mengukur

Membuat sesuatu

Membuat kegiatan

yang beragam

Mengamati bekerja

Sesekali

mengajukan

pertanyaan

menantang

2. Interaksi Berdiskusi

Mengajukan pertanyaan

Meminta pendapat

orang lain

Bekerja dalam

kelompok

Mendengarkan dan

sesekali mengajukan

pertanyaan

menantang

Mendengarkan,

tidak menertawakan,

dan memberi

kesempatan dahulu

kepada siswa lain

untuk menjawab

Mendengarkan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

25

Berkeliling

kekelompok,

sesekali duduk

bersama kelompok,

dan sesekali

memberikan

komentar

pertanyaan yang

menantang.

3.Komunikasi Memperhatikan atau

memberi komentar atau

pertanyaan yang

menantang

Menceritakan

Mendengarkan atau

memberi komentar atau

mempertanyakan

Melaporkan secara

lisan atau tertulis

Mengemukakan pikiran

atau pendapat

Mendemonstrasikan

atau

mempertunjukan

Menjelaskan

Berbicara

Bercerita

Tidak

menertawakan

Memajang hasil

karya

Memantau agar

pajangan dapat

dibaca siswa

4.Refleksi Memikirkan kembali

hasil karya atau pikiran

sendiri

Mempertanyakan

Meminta siswa lain

untuk memberikan

komentar/pendapat

Pendapat Jamal Ma’mur Asmani dapat dijadikan sebagai acuan untuk

mengukur seberapa besar keaktifan siswa selama mengikuti proses belajar

mengajar. Kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis

mengenai keaktifan siswa, maka komponen dan kegiatan yang akan digunakan

sebagai indikator penilaian keaktifan siswa adalah:

1. Komponen Pengalaman

Pengalaman yang siswa punya berasal dari kegiatan yang siswa alami secara

langsun, dalam kegiatan belajar mengajar siswa hendaknya belajar melalui

berbuat dan mendapatkan pengalaman langsung dengan mengaktifkan banyak

indra. Semua kegiatan siswa yang masuk dalam komponen pengalaman

sendiri adalah melakukan pengamatan, melakukan percobaan, membaca

melakukan wawancara, menghitung, mengukur, membuat sesuatu. Semua

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

26

kegiatan-kefiatan ini akan masuk dan digunakan sebagai indikator penilaian

keaktifan siswa dari komponen pengalaman.

2. Komponen Interaksi

Suatu kegiatan belajar mengajar akan dapat berlangsung secara efektif apabila

terjalin interaksi antara guru dengan siswa, dengan interaksi pembelajaran

akan menjadi lebih hidup dan menarik selama berlangsungnya pembelajaran

tersebut. Kegiatan siswa yang tergolong dalam komponen interaksi antara

lain berdiskusi, menjakukan pertanyaan, meminta pendapat dari orang lain,

dan bekerja dalam kelompok. Kegiatan-kegiatan ini akan dijadikan indikator

dalam penilaian keaktifan belajar siswa dari komponen interaksi.

3. Komponen Komunikasi

Jika sebelumnya telah dibahas komponen interaksi maka tidak dapat terlepas

dari komponen komunikasi karena salah satu cara untuk berinteraksi adalah

dengan berkomunikasi. Komunikasi yang terjalin baik antara guru dengan

siswa juga akan menambah keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran.

Kegiatan yang tergolong dalam komponen komuniasi antara lain

memperhatikan atau memberi komentar atau pertanyaan yang menantang,

menceritakan, mendengarkan atau memberi komentar atau mempertanyakan,

melaporkan secara lisan atau tertulis, dan mengemukakan pikiran atau

pendapat. Kegiatan-kegiatan ini yang akan digunakan sebagai indikator

keaktifan siswa dari komponen komunikasi.

4. Komponen Refleksi

Reflesi sendiri berarti memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan.

Melalui kegiatan refleksi ini siswa dapat membenarkan tentang pertanyaan

atau jawaban yang salah. Kegiatan yang tergolong dalam komponen refleksi

adalah memikirkan hasil kerja atau pikiran sendiri. Kegiatan inilah yang akan

digunakan sebagai penilaian keaktifan siswa dari komponen refleksi.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

27

2.4 Hasil Belajar Siswa

2.4.1 Pengertian Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar adalah kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004, dalam Dedy Kutawan, 2013:

15). Sedangkan menurut Howart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi 3 hal

dalam belajar mengajar: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan

pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana: 22).

Menurut Oemar Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah bila seseorang

telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Menurut Suprijono (2012: 5) hasil belajar adalah perubahan perilaku

secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja.

Perubahan perilaku sebagai hasil dari proses belajar mencakup tiga aspek yaitu

aspek kognitif, afektif, dan psikomototik.

Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran

bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.

Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil

belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam

aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif.

Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang

telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de

Maclay ds ( Wardani, NS dkk, 2010:3.21) adalah menghafal (Remember),

memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis (Analize),

mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).

Menurut Bloom ada tiga ranah atau domain dalam hasil belajar, yaitu

kognitif, afektif, dan psikomotor. Lebih jelas lagi bahwa tiga ranah (domain)

menurut Bloom (dalam wikipedia, 2009), yaitu:

a. Cognitive domain (ranah kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman dan

penerapan.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

28

b. Affective domain (ranah afektif), berisi perilaku-perilaku yang menekankan

aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara

penyesuaian diri.

c. Psychomotor domain (ranah psikomotor), berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,

berenang, dan mengoprasikan mesin.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah mengalami

pembelajaran di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik,

kemampuan ini misalnya, dari yang belum tahu menjadi tahu, dan yang belum

bisa menjadi bisa.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau

upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau

peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat

untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter,

kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuransubyektif yang bersifat

relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lainlain (Endang Poerwanti,

dkk,2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran

(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan

empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah

ditentukan. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan

cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang

dihasilkan adalah data kuantitatif atau data angka. Untuk menetapkan angka

dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebutdengan instrumen. Dalam

dunia pendidikan instrument yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan

siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

29

2.5 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.5.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Slamet (2009:1) “IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-

tahapan metode ilmiah yang bersifat khas/khusus, yaitu menyusun hipotesis,

melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, penarikan

kesimpulan, dan seterusnya”.

Kardi dan Nur dalam trianto (2010:136) mengemukakan bahwa “ IPA

mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, didalam

perut bumi dan diluar angkasa, baik yang dapat diamati indra maupun yang tidak

mampu diamati dengan indra”.

Menurut H. W. Fowler dalam Trianto (2010:136), “IPA adalah

pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-

gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi.”

Adapun Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan bahwa “IPA adalah

suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan didalam

penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya

tidak hanya ditandai oleh adanya kumulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah

dan sikap ilmiah.”

Trianto (2010:136) menyimpulkan bahwa “IPA adalah kumpulan teori

yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gelaja alam,

lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen

serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan

sebagainya”.

Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar

secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan

sikap ilmiah. Sedangkan disebutkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSp) 2006, Pendidikan IPA di Sekolah Dasar (SD) berupa mata pelajaran yang

mulai diajarkan pada jenjang kelas tinggi. IPA sebagai cara tahu tentang alam

secara sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-

fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

30

penemuan. Pendidikan IPA di SD dan MI diharapkan dapat menjadi wahana bagi

siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek

pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan didalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disampaikan, dapat

disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu ilmu pengetahuan

yang disusun secara sistematis mempelajari tentang alam, peristiwa gejala-gejala

alam yang bisa diamati dan tidak diamati oleh indra, serta dapat dikembangkan

melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen dan menuntut sikap

ilmiah misalnya rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur.

2.5.2 Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah

Dasar

Satuan tujuan pendidikan ditetapkan untuk menetukan arah dan kegiatan

pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Johndson, D & Johnson, R. (2003),

tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah membangun rasa ingin tahu

siswa, ketertiban siswa tentang alam dan dirinya dan menyediakan kesempatan

untuk mempraktekan metode ilmiah serta mengkomunikasikannya. Tujuan

pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata pelajaran

IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri (PERMEN) No 22

tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan.

Tujuan kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran standar isi

PERMEN No 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

31

d. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar

memecahkan masalah dan membuat keputusanl;

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam mememilhara, menjaga dan

melestarikan lingkungan alam;

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.5.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di

Sekolah Dasar

Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006, mata

pelajar IPA pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupann, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

Interaksinya dengan Lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda atau materi, sifatsifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya dan benda-benda

langit lainnya

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

32

Tabel 2.8

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas

V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

5. Memahami hubungan antara

gaya, gerak, dan energi, serta

fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan

energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya

gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat

membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat

6. Menerapkan sifat-sifat

cahaya melalui kegiatan

membuat suatu karya/model

6.1. Mendeskripsi-kan sifat-sifat cahaya

6.2.Membuat suatu karya/model, misalnya periskop

atau lensa dari bahan sederhana dengan

menerapkan sifat-sifat cahaya.

7. Memahami perubahan yang

terjadi di alam dan

hubungannya dengan

penggunaan sumber daya

alam

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah

karena pelapukan

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah

7.3 Mendeskripsikan struktur bumi

7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan

manusia yang dapat mempengaruhinya

7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di

Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup

dan lingkungan

7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang

dapat mengubah permukaan bumi (pertanian,

perkotaan, dsb)

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

33

Berdasarkan ruang lingkup, SK dan KD pembelajaran IPA di tingkat

SD/MI, maka materi tentang Gaya merupakan materi yang akan dijelaskan dikelas

5 pada semester II dengan standar kompetensi Memahami hubungan antara gaya,

gerak dan energi serta fungsinya dan Kompetensi Dasarnya adalah

Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan

(gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

2.5.4 Hubungan atau Peranan LCD Sebagai Alat Bantu Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam pembelajaran IPA

LCD atau Liquit Crystal Display merupakan sebuat alat atau perangkat yang

dapat menampilkan gambar dan vidio dalam ukuran besar serta biasanya

digunakan sebagai alat bantu dalam presentasi dan dalam pembelajaran. Peranan

LCD pembelajaran dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

1. Guru menggunakan sebagai media presentasi atau menjelaskan materi yang

akan digunakan dalam pembelajaran.

2. Guru menggunakan LCD untuk menayangkan sebuah gambar-gambar yang

menunjang dan berkaitan dengan materi gaya.

3. Guru menayangkan vidio pembelajaran yang berhubungan dengan materi

gaya.

4. Guru menggunakan LCD untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar

siswa.

5. Guru menggunakan LCD sebagai alat bantu dalam pembelajaran.

2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian Seno tahun 2012 dalam skripsinya yang

berjudul “Upaya Peningkatan prestasi belajar IPA Melalui Model Pembelajaran

STAD Bagi Siswa Kelas IV SD Kertomulyo 02 Kecamatan Trangkil Kabupaten

Pati Pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012” menyatakan bahwa

peningkatan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran STAD.

Hal ini terlihat pada rata-rata kelas pada kondisi awal (pra siklus) 47,60, pada

siklus I naik menjadi 66,40. Ini berarti terjadi peningkatan sebesar 18,80 atau

39,49%. Sedangkan rata-rata kelas pada siklus II naik menjadi 73,20. Ini juga

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

34

terjadi peningkatan 6,80 atau 10,24%. Begitu juga pada ketuntasan belajar, pada

kondisi awal 20%, pada siklus I 60%, pada siklus II 80%. Skor minimal pada

kondisi awal 30, pada siklus I naik menjadi 40, dan pada siklus II juga naik

menjadi 50. Sedangkan skor maksimal pada kondisi awal 80, pada siklus I naik

menjadi 90, dan pada siklus II naik menjadi 100.

Berdasarkan Penelitian Sunoto Tahun 2011 dalam skripsinya yang berjudul

”Penerapan pembelajaran kooperatif model STAD untuk meningkatkan aktifitas

dan hasil belajar materi listrik siswa kelas VI” menyatakan bahwa penerapan

pembelajaran kooperatif model stad (1) dapat diterapkan dengan baik dalam

pembelajaran IPA, (2) dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa dari kurang baik

pada siklus I menjadi baik pada siklus II, (3) dapat meningkatkan hasil belajar

siswa yaitu nilai rata-rata kelas dari 69,31 pada siklus I menjadi 81,45 pada siklus

II dan siswa yang berhasil dari 29,16% pada siklus I menjadi 87,5% pada siklus II

mata pelajaran IPA untuk materi listrik siswa kelas VI di SDN Sukoreno I

Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan.

Berdasarkan hasil penelitian Dewi Anggraini Purbaningtyas tahun 2012

dalam skripsinya yang berjudul ”Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division) dalam

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 01 Salatiga

Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” menyatakan bahwa pembelajaran

kooperatif tipe STAD terbukti efektif terhadap hasil belajar IPA kelas IV SD

Negeri Sidorejo Lor 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012. Hal itu

dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian dari hasil uji t yang menunjukkn

signifikansi 0,016<0,05 yang artinya bahwa penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD efektif terhadap hasil belajar IPA kelas IV SD Negeri

Sidorejo Lor 01 Salatiga semester II tahun pelajaran 2011/2012.

2.7 Kerangka Pikir

Sebagai salah satu komponen pengajaran, model pembelajaran memiliki arti

yang penting dan patut dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan kualitas

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

35

pembelajaran. Tanpa menggunakan model pembelajaran kegiatan interaksi dalam

belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, oleh karena itu tidak pernah

ditemui guru yang mengajar tidak menggunakan model pembelajaran.

Pembelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II

tahun ajar 2013/2014 kodisi awal yang terjadi adalah guru dalam pembelajaran

masih menggunakan model pembelajaran konvensional, dalam menyampaikan

materi guru masih menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru

saja, sedangkan model pembelajaran ini mengakibatkan keaktifan dan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPA rendan, bahkan nilai siswa masih dibawah

KKM yang sudah ditentukan oleh sekolah.

Penulis dalam penelitian ini mencoba mengambil tindakan pada

pembelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun dengan menggunakan

model pembelajaran lain, model pembelajaran yang penulis ambil adalah model

pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan dengan LCD. Pengkolaborasian

model pembelajaran dengan media pembelajaran ini akan dilakukan pada siklus 1

dan siklus 2, siklus 1 peneliti akan menerapkan model pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD berbantuan dengan LCD pada pembelajaran IPA, dan pada siklus 2

penulis juga akan menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

berbantuan dengan LCD.

Dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbantuan

dengan LCD ini terdapat peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata

pelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II tahun ajar

2013/2014. Sehingga hasil belajar siswa pun melebihi nilai KKM yang ditentukan

sekolah. Adapun kerangka berfikir mengenai penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD berbantuan LCD dapat dilihat sebagai berikut:

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

36

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Berbantuan LCD

KONDISI

AKHIR

TINDAKAN

KONDISI

AWAL

Guru

Dalam pembelajaran

IPA masih

menggunakan metode

konvensional atau

ceramah

Langkah-langkah Penerapan STAD

berbantuan LCD

1. Membentuk kelompok 4-5 siswa

2. Menyajikan pelajaran dengan

LCD

3. Memberikan diskusi kelompok

4. Membimbing diskusi kelompok

5. Kelompok presentasi

6. Refleksi pembelajaran

Siswa

Keaktifan dan hasil

belajar siswa pada mata

pelajaran IPA rendah

dan dibawah KKM

(70)

Siklus 1 dan Siklus II

Menerapkan model

pembelajaran kooperatif

tipe STAD berbantaun

LCD

Hasil Siklus 1

Keaktifan dan hasil

belajar meningkat ,

namun Keaktifan belum

mencapai indikator dan ,

hasil belajar belum

mencapai KKM

Hasil Siklus II

Keaktifan dan hasil

belajar meningkat,

keaktifan sudah mencapai

indikator, hasil belajar

mencapai KKM

Siswa

Keaktifan dan hasil

belajar meningkat,

keaktifan sudah

mencapai indikator,

hasil belajar mencapai

KKM

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Model Pembelajaran

37

2.8 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, maka dapat dirumuskan

hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LCD

dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa secara signifikan pada mata

pelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II tahun

ajar 2013/2014.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan LCD

dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan pada mata

pelajaran IPA kelas 5 di SDN 02 Mlowokarangtalun pada semester II tahun

ajar 2013/2014.