bab ii (dbd)

42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides aegypti. 9 Dengue fever/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (Dengue Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan nyeri sendi yang disertai ruam,leukopenia, trombositopenia, dan perdarahan. 1 2.1.2 Epidemiologi Berdasarkan data World health organization (WHO) tahun 2013 melaporkan lebih dari 2,5 miliar orang dari 2/5 populasi dunia saat ini berisiko terinfeksi virus dengue, lebih dari 100 negara di 6

Upload: gun-gun-gunarto

Post on 31-Jan-2016

15 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gun gun gunarto

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II (DBD)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi

oleh virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides aegypti.9

Dengue fever/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (Dengue

Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan nyeri sendi

yang disertai ruam,leukopenia, trombositopenia, dan perdarahan.1

2.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan data World health organization (WHO) tahun 2013

melaporkan lebih dari 2,5 miliar orang dari 2/5 populasi dunia saat ini

berisiko terinfeksi virus dengue, lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika,

Mediterania Timur, Asia tenggara dan Pasifik Barat merupakan wilayah

dengan dampak DBD serius. Kasus DBD di dunia pertahun yang

mencapai 48,8 % per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara

diprtkirakan 23.793 kasus pertahun.10

Prevalensi DBD di Indonesia menurut WHO adalah kedua terbesar

setelah Thailand di kawasan Asia Tenggara.11 Pada tahun 2012 sampai

dengan bulan Agustus, di Indonesia dilaporkan 45.964 kasus DBD,

6

Page 2: BAB II (DBD)

7

dibandingkan dengan tahun 2011 dengan periode yang sama kasus ini

meningkat 22,32%. Case Fatality Rate (CFR) di Indonesi pada tahun 2012

ini sebesar 0,86%, tidak jauh berbeda dengan CFR di tahun sebelumnya

yaitu sebesar 0,80%.3

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung menyatakan bahwa Incidence

Rate (IR) penyakit DBD di Provinsi pada tahun 2012 sebanyak 68%

dimana Kota Bandar Lampung merupakan kota dengan IR tertinggi bila

dibandingkan dengan daerah lainnya. Data tahun 2012 di Kota Bandar

Lampung, dari 13 kecamatan yang ada, seluruhnya dinyatakan endemis

DBD, dan dari 98 Kelurahan, tercatat 86 Kelurahan endemis DBD. IR

penyakit DBD dari tahun 2002 – 2012 berfluktuatif. Tahun 2007 terjadi

lonjakan kasus, tercatat IR per 100.000 penduduk sebesar 235,5,

meningkat tajam dari tahun 2006 yang hanya sebesar 109,8. Kemudian

lonjakan kasus selanjutnya terjadi di tahun 2012 dengan IR sebesar 179,2,

meningkat hampir 400% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 47,4.

Peningkatan IR kasus DBD yang terjadi di tahun 2007 dan 2012 ini dinilai

sangat signifikan, dan banyak menimbulkan pertanyaan mengenai

penyebab utamanya.6, 7

Pada wilayah tropis, demam berdarah dengue (DBD) umumnya

meningkat pada musim penghujan dimana banyak terdapat genangan air

bersih yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypty.

Pada daerah perkotaan, umumnya wabah demam berdarah dengue (DBD)

kembali meningkat menjelang awal musim kemarau.11

Page 3: BAB II (DBD)

8

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk

genus Aedes (terutama A. aegepty dan A. albopictus). Beberapa faktor

diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1)

Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:

terdapat penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan: curah hujan,

suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.12

2.1.3 Etiologi DBD

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga flaviviridae.

Flavivirus merupakam virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam

ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Semuanya dapat

menyebabkan Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue. Keempat

serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe

terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus

lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis dan West Nile Vyrus.1

Page 4: BAB II (DBD)

9

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegepti.39

Virus adalah parasit berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel

organisme biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan

karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan

menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak

memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.12

Masa inkubasi virus dengue 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus

hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan

sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat

tergantung pada daya tahan tubuh manusia12.

2.1.4 Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik,

atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam

berdarah dengue atau dengue shock syndrome (DSS).1

Page 5: BAB II (DBD)

10

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,

yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini pasien sudah

tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadinya renjatan jika

tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1

Adapun tanda dan gejala pada penyakit demam berdarah diawali

dengan gejala :1

1. Mendadak demam tinggi antara 2-7 hari ( 38°C - 40°C).

2. Tampak adanya bintik (purpura) perdarahan pada pemeriksaan

uji tourniquet.

3. Pada kelopak mata bagian dalam (konjungtiva) terdapat bentuk

perdarahan, buang air besar dengan kotoran (feses) berupa lendir

bercampur darah (melena) dan mimisan (epistaksis).

4. Adanya pembesaran hati (hepatomegali).

5. Menurunnya tekanan darah sehingga bisa menyebabkan

penderitan syok.

6. Terjadinya penurunan trombosit di bawah 100.000/mm3

(trombositopenia) pada pemeriksaan laboratorium darah pada

hari ke 3 sampai hari ke 7.

7. Penderita mengalami mual, penurunan nafsu makan, muntah,

menggigil, sakit kepala.

8. Pada gusi terjadi perdarahan.

9. Adanya demam yang diderita oleh penderita menyebabkan sakit

pada persendian dan pegal.

Page 6: BAB II (DBD)

11

Sedangkan tanda dan gejala demam dengue (DD) probable dengue

ditandai dengan demam akut selama 2-7 hari di tambah dua atau

lebih manifestasi klinis sebagai berikut:1

1. Nyeri kepala.

2. Nyeri retro-orbital

3. Mialgia.

4. Atralgia.

5. Ruam kulit.

6. Manifestasi perdarahan (Petekie atau uji bendung positif).

7. Leukopenia (leukosit < 5000).

8. Trombosit <150.000.

9. Hematokrit naik 5-10 %.

2.1.5 Klasifiksasi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tabel 2.1 klasifikasi BDB berdasarkan WHO (1997).1

DD/DBD Derajat Gejala klinis Laboratorium

DD - Demam disertai 2

atau lebih tanda :

sakit kepala,

nyeri retro orbita,

mialgia, atralgia.

Leukopenia,

trombositopenia,

tidak ditemukan

kebocoran plasma.

DBD I Gejala di atas

ditambah uji

tourniquet (+)

Trombositopenia

(< 100.000/ul),

adanya kebocoran

plasma

(Peningkatan

Page 7: BAB II (DBD)

12

hematokrit > 20 %)

DBD II Gejala di atas

ditambah adanya

perdarahan

( epistaksis,

perdarahan gusi

dll).

Trombositopenia

(< 100.000/ul),

adanya kebocoran

plasma.

(Peningkatan

hematokrit > 20 %)

DBD III Geajala di atas di

tambah

kegagalan

sirkulasi (kulit

dingin dan

lembab serta

gelisah).

Trombositopenia

(< 100.000/ul),

adanya kebocoran

plasma.

(Peningkatan

hematokrit > 20 %)

DBD IV Syok berat

disertai dengan

tekanan darah

dan nadi tidak

terukur.

Trombositopenia

(< 100.000/ul),

adanya kebocoran

plasma.

(Peningkatan

hematokrit > 20 %)

(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4)

2.1.6 Patogenesis

Patogenesis DBD belum diketahui dengan jelas, dan masih

diperdebatkan. Berbagai teori/hipotesis dikemukakan seperti: 1) infeksi

sekunder (Secondary Heterologous Teory); 2) Antibody Dependent

Enhancement (ADE); 3) virulensi virus; dan 4) mediator inflamasi.

Page 8: BAB II (DBD)

13

Hipotesis infeksi sekunder menerangkan bahwa manifestasi klinis

yang muncul berhubungan dengan seseorang setelah terinfeksi virus

dengue untuk pertama kali kemudian mendapat infeksi kedua dengan virus

dengue tipe lain.13,14 Bila seseorang mendapat infeksi kedua oleh Virus

Dengue yang sama dengan infeksi yang pertama, maka akan terjadi

eliminasi virus, oleh karena antibodi yang terbentuk saat pertama kali

terinfeksi adalah spesifik, sehingga pada infeksi kedua mampu

menetralkan Virus Dengue (VD) tipe yang sama (teori pembentukan

antibodi spesifik terhadap antigen yang merangsangnya).15 Teori ini masih

diperdebatkan. Virus Dengue (VD) dengan tipe yang sama tetapi bila telah

mengalami mutasi genetik pada subtipenya (ini bisa terjadi pada VD dari

daerah yang berbeda), maka yang menjadi pertanyaan adalah seberapa

besar efektivitas reaksi netralisasi antigen (Ag) dan antibodi (Ab) pada

infeksi sekunder tersebut.

Reaksi Ag-Ab antara infeksi sekunder dan ADE pada prinsipnya

adalah sama, hanya berbeda dari sisi sudut pandang. Teori infeksi

sekunder memandang dari infeksi VD dengan serotipe yang berbeda,

sedangkan ADE memandang dari akibat reaksi Ag-Ab yang dapat

memperburuk patogenesis DBD.15 Teori ADE merupakan peranan sentral

dari patogenesis DBD, karena teori ini dapat dihubungkan dengan berbagai

mekanisme lanjutan seperti trombositopenia, gangguan koagulasi dan

kebocoran plasma.16

Page 9: BAB II (DBD)

14

Menjelaskan teori ADE, bahwa pembentukan antibodi non

netralisasi akan mempermudah sel terinfeksi oleh virus dan memiliki sifat

memacu replikasi virus. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh VD dengan

serotipe berbeda, maka VD akan berperan sebagai super antigen setelah

difagositosis oleh monosit/ makrofag. Antigen ini membawa muatan

polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex II

(MHC class II), yang kemudian akan berikatan dengan limfosit T CD4+

dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR). Limfosit T CD4+ akan

mengeluarkan substansi Th1 yaitu IFN-γ, IL-2, dan Colony Stimulating

Factor (CSF). Peningkatan kadar IFN-γ akan merangsang makrofag untuk

melepaskan sitokin yang bersifat vasoaktif atau prokoagulasi, seperti IL-1,

IL-6, TNF-α, Platelet Activating Facor (PAF), dan Nitric Oxide (NO).

Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel endotel dinding

pembuluh darah dan sistem hemostasis yang akan menyebabkan

kebocoran plasma dan perdarahan.17

Virulensi virus adalah kemampuan dari virus untuk menimbulkan

penyakit. Kemampuan ini dihubungkan dengan serotipe dari VD. Peneliti

menemukan terdapat perbedaan serotipe VD untuk masing-masing daerah.

Di Hawai tipe DEN-1 yang mendominasi,18 di Filipina DEN-1 dan DEN-

2,19 di Indonesia DEN-3.1 Viral load (titer) dari virus yang ada dalam tubuh

pasien DBD mempunyai hubungan positif terhadap derajat beratnya

penyakit. Titer virus pada DSS 10-100 kali lebih tinggi dari penderita

DD.16

Page 10: BAB II (DBD)

15

Mediator inflamasi merupakan reaksi penghubung antara ADE

dengan komplikasi DBD. Pada reaksi ini, yang terlibat adalah sel limfosit

T (T-helper/CD4, T sitotoksik/CD8), sel B, monosit/makrofag, sel endotel,

sitokin, serta aktivasi komplemen. Perkembangan virus pada pasien

mengaktivasi sel T. Sel Th1 mensekresi berbagai mediator seperti: IFN-γ,

IL-2, dan TNF-α. Sel Th2 akan mensekresi IL-4,IL-5,IL-6 dan IL-10.

Virus dengue yang berkembang dalam tubuh manusia akan merangsang

komunikasi antar sel. Antigen Presenting Cell (APC) sebagai sel penyaji

peptida virus melalui MHC, sel T melalui ligan dan mediatornya akan

mengaktivasi sel B, sehingga sel B memproduksi imunoglobulin/ antibodi.

Makrofag yang teraktivasi akan mensekresi TNF-α, IL−1, IL-6 dan

histamin (mediator inflamasi). Akibat rangsangan dari ikatan virus

antibodi komplek dan tersekresi berbagai mediator yang berlebihan, maka

komplemen teraktivasi secara berjenjang (cascade) membentuk C3a dan

C5a (komplemen anafilatoksin). Ikatan virus-antibodi komplek, sitokin,

komplemen C3a dan C5a, dapat memicu aktivasi faktor koagulasi (Platelet

Activating Factor/ PAF), sistem fibrinolisis, sampai akhirnya terjadi

gangguan agregasi trombosit, dan meningkatkan reaksi inflamasi penderita

DBD. Akibat dari respon imun yang menyimpang dan efek sinergi dari

mediator di atas (berbagai sitokin, TNF-α, IFN-γ, C3a, C5a dan aktivasi

faktor koagulasi) menyebabkan puncak reaksi berupa trombositopenia,

kerusakan endotel, meningkatkan permiabilitas kapiler, Diseminated

Intravascular Coagulation (DIC) dan DSS.16

Page 11: BAB II (DBD)

16

2.1.7 Diagnosis

Berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium

dapat ditegakkan diagnosis DBD dengan mengacu pada kriteria WHO

1997.1 Diagnosis DBD ditegakkan bila semua atau beberapa hal di bawah

ini dipenuhi:1

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari.

2. Terdapat minimal satu dari manifstasi perdarahan berikut :

a. Uji bendung positif

b. Petekie, ekimosis, atau purpura.

c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis dan perdarahan gusi),

atau perdarahan dari tempat lain.

3. Hematemesis atau melena.

4. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µl).

5. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

a. Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan

dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

b. Penurunan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan

di bandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau

hipoproteinemia.

Page 12: BAB II (DBD)

17

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium bersama pemeriksaan klinis merupakan

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan untuk menegakkan diagnosa

infeksi dengue.20

2.1.8.1 Pemeriksaan Darah Lengkap

a. Nilai hematokrit

Peningkatan hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi dan

merupakan indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma.

Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥

20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian

cairan atau perdarahan.1

b. Jumlah trombosit

Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan

hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Trombositopenia (jumlah

trombosit <100.000/µl) biasanya ditemukan pada hari ke 3-8.1

c. Jumlah leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relatif >45% dari total leukosit disertai adanya

limfositosis relatif >15% dari jumlah total leukosit pada fase syok

meningkat. Hitung leukosit ini cukup penting untuk diperhitungkan

dalam menentukan prognosis pada fase-fase awal infeksi. Leukopenia

Page 13: BAB II (DBD)

18

<5000 sel/µl merupakan pertanda bahwa dalam 24 jam kedepan

demam akan turun dan penderita akan memasuki fase kritis.1

2.1.8.2 Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan serologis dilakukan untuk mendeteksi adanya respon

imun dari penderita yaitu pembentukan antibodi terhadap virus dengue

(IgG, IgM). Pada infeksi primer diawali dengan adanya antibodi IgM

terlebih dahulu yaitu pada hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari. Setelah itu diikuti dengan munculnya IgG

pada hari ke-14, tetapi pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada

hari ke-2. Pemeriksaan serologis yang lain adalah pemeriksaan NS-1 yaitu

mendeteksi adanya antigen virus dengue, pemeriksaan NS-1 dapat

mendeteksi antigen virus dengue pada awal demam hari pertama sampai

hari ke delapan. Sensitivitas anti gen NS-1 berkisar 63% - 93,4% dengan

spesifisitas 100% sama tingginya dengan gold standard kultur virus.1

2.1.8.3 Pemeriksaan Isolasi Virus

Diagnosa pasti didapatkan dari hasil isolasis virus dengue dengan

teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction),

namun teknik yang digunakan sulit, biaya yang dikeluarkan mahal dan

membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, saat ini tes

serologis yang dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik sudah banyak

tersedia.1

Page 14: BAB II (DBD)

19

2.2 Platelet (Trombosit)

2.2.1 Definisi

Trombosit (Platelet) adalah salah satu segmen sel darah yang tidak

memiliki inti, jumlah normal dalam sirkulasi berkisar 150.000-450.000

sel/mm3 dengan jumlah rata rata sedikit lebih tinggi pada wanita

dibandingkan pria.20

2.2.2 Morfologi

Trombosit tidak berinti, berbentuk bulat atau oval, gepeng,

memberikan struktur mirip piringan dengan diameter 1 – 4 mikrometer dan

volume 7 – 8 fl. Trombosit dapat dibagi menjadi 3 daerah (zona) yaitu

zona daerah tepi yang berperan dalam adhesi dan agregasi, zona “sol gel”

yang menunjang struktur dan mekanisme interaksi trombosit dan zona

organel yang berperan dalam pengeluaran isi trombosit. Aktivitas

trombosit penting pada proses awal pembekuan darah (hemostasis) yang

akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (Trombosit Plug).

Trombosit akan mengalami proses adhesi, aktivasi dan agregasi. Masa

hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Normalnya, dua pertiga total trombosit

berada di sirkulasi darah, sementara sepertiga lainnya berada di organ

limpa.21 Pada orang dewasa, trombosit berasal dari sumsum tulang merah

dibentuk dari fragmentasi sitoplasma megakariosit matang. Produksi

trombosit diatur oleh hormon trombopoitin yang diproduksi oleh hepar dan

ginjal.21

Page 15: BAB II (DBD)

20

2.2.3 Proses Maturasi Trombosit

Gambar 2.2 Proses Maturasi Trombosit.42

Awal pembentukan trombosit berasal dari stem sel pluripoten atau

yang sering disebut dengan sel induk, kemudian menjadi megakariosit

progenitor, progenitor paling awal dari megakariosit adalah Burst-

Forming Unit Megakaryocyte (BFU-Mega), dan progenitor selanjutnya

adalah Colony –Forming Unit Megakaryocyte (CFU-Mega). Kemudian

berlanjut lagi menjadi prekursor pertama yang dapat dikenal secara

morfologi adalah megakarioblas Dalam proses pematang megakarioblas

mengalami endomitosis, yaitu proses dimana terjadi penggandaan inti

tetapi tidak mengalami pembelahan. Selanjutnya sel ini akan mengalami

pematangan menjadi promegakariosit, dari prokursor ini dibentuk

megakariosit granular matang yang merupakan sel rakasasa dengan

Page 16: BAB II (DBD)

21

diamneter 30-160 µm, kemudian trombosit terbentuk melalui pelesan

sitoplasma atau fragmen dari tepi megakariosit matang yang memliki

ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran megakariosit matang, kemudian

trombosit disalurkan ke aliran darah. Pada manusia proses pematangan

megakariosit kira-kira 5 hari.20

2.2.4 Fungsi Trombosit

Fungsi trombosit pada umumnya adalah pembentukan sumbat

mekanik selama respon hemostatis normal terhadap cedera vaskular.

Tanpa trombosit dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh

darah kecil. Reaksi trombosit dapat berupa adhesi, agregasi, dan reaksi

pembebasan serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk

fungsinya.22

Trombosit berperan penting dalam bekuan darah, trombosit dalam

keadaan normal bersikulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah, namun

dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh darh, trombosit

tertarik ke daerah tersebut sebagai respon terhadap kolagen yang terpajan

di lapisan subendotel pembuluh darah. Trombosit melekat ke permukaan

yang rusak dan mengeluarkan beberapa zat (termasuk serotonin dan

histmain) yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah . Ini adalah

langkah pertama untuk mengurangi aliran darah ke daerah tersebut.

Histamin dan serotonin kemudian menyebabkan vasokonstriksi

berkepanjangan, suatu langkah penting pada reaksi peradangan.22

Page 17: BAB II (DBD)

22

2.2.5 Trombosit pada Demam Berdarah Dengue

Patofisiologi trombositopenia pada pasien DBD masih merupakan

bahan perdebatan, diantaranya adalah: 1) penurunan produksi,23 2)

meningkatnya destruksi,24 dan 3) pemakaian trombosit yang berlebihan.25

1. Penurunan Produksi Trombosit Akibat Supresi Sumsum Tulang

Penelitian sumsum tulang pada pasien DBD sewaktu

demam akut menunjukkan terjadi depresi sumsum tulang yaitu

tahap hiposeluler pada hari ke 3,4 demam dan perubahan patologis

sistem megakariosit, eritroblast dan prekursor mieloid. Penemuan

ini selanjutnya dijelaskan dengan adanya infeksi virus langsung

pada sel hematopoietik progenitor dan sel stromal.24,26,27 Hal ini

sesuai dengan keadaan klinis pasien DBD di mana jumlah

trombosit mulai menurun pada hari ke 3 demam, dan mengalami

trombositopenia pada hari ke 4-5 demam.28

2. Meningkatnya Destruksi Trombosit

Konsisten dengan penelitian pada manusia, antibodi yang

diproduksi sewaktu infeksi virus dengue menunjukkan adanya

reaksi silang dengan beberapa sel antigen (antigen pasien). Reaksi

silang antara antibodi virus dengue, terutama anti-NS1 dengan sel

dari endotel dan platelet dapat dijadikan dasar dari hipotesis

terjadinya trombositopenia. Antibodi anti-NS1 yang bereaksi silang

dengan sel endotel dapat merangsang sel ini untuk menghasilkan

Page 18: BAB II (DBD)

23

Nitric Oxide (NO) dan apoptosis. Nitric Oxide berfungsi untuk

menghambat replikasi virus dengue, akan tetapi jika diproduksi

dalam jumlah berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel.29

Antibodi anti-NS-1 juga menunjukkan adanya reaksi silang

dengan platelet dan menyebabkan trombositopenia.24 Hal tersebut

terjadi pada fase akut pasien DBD, diduga platelet

mengekspresikan molekul permukaan spesifik yang dikenali oleh

autoantibodi seperti anti-NS-1 tersebut, khususnya regio C terminal

dari NS1.30 Pengaruh dari reaksi silang antara antibodi dengan

platelet adalah terjadi lisis dari platelet dan inhibisi agregasi

platelet. Platelet yang bereaksi silang dengan antibodi anti-NS1

akan mengaktivasi komplemen yang akhirnya akan mengakibatkan

bertambah banyaknya lisis dari platelet. Induksi platelet lisis

melalui reaksi silang dengan Antibodi anti-NS1 menjelaskan

mekanisme terjadinya trombositopenia pada fase akut infeksi virus

dengue.25,29

Infeksi virus dengue dapat menyebabkan penyimpangan

respon imun yang mengakibatkan ratio CD4/CD8 terbalik. Pada

respon imun ini, monosit/makrofag dan atipikal limfosit tidak

mampu mengeliminasi virus. Penyimpangan respon imun ini

diperparah oleh produksi sitokin yang berlebihan, dan adanya

autoantibodi terhadap platelet dan endotel. Sitokin IFN-γ

mengaktivasi makrofag untuk memfagosit antibodi-platelet dan

Page 19: BAB II (DBD)

24

antibodi-endotel komplek sehingga terjadi kerusakan trombosit dan

sel endotel.

3. Pemakaian Jumlah Trombosit Berlebih

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pada pasien DBD

terjadi kerusakan vaskular yang akan menimbulkan kebocoran

plasma. Fungsi hemostasis platelet diperlukan untuk memperbaiki

keadaan ini. Peningkatan pemakaian platelet ini akan memperburuk

keadaan trombositopenia pada pasien DBD.

Selain karena peningkatan pemakaian trombosit, pada fase

akut infeksi virus dengue sekunder, parameter koagulasi seperti

jumlah platelet dan Activated Partial Thromboplastine Time

(aPTT) atau parameter fibrinolisis dari Tissue Type Plasminogen

Activator (tPA) dan Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1)

mengalami perubahan. aPTT memanjang sementara itu tPA juga

meningkat. Hal tersebut menyebabkan aktivasi koagulasi dan

fibrinolisis terjadi bersamaan. Aktivasi koagulasi dan fibrinolisis

bersamaan ini jauh lebih parah pada pasien DBD daripada pasien

DD.25 Jika keadaan ini terus berlangsung maka akan terjadi DIC

pada pasien DBD. Pada keadaan DIC menggambarkan keadaan

kecepatan konsumsi faktor koagulan atau trombosit melebihi

kemampuan tubuh untuk mensintesis faktor tersebut.25

Page 20: BAB II (DBD)

25

2.3 Automatic Hematology Analyzer

2.3.1 Prinsip Kerja

1. Red Blood Cell (RBC), Platelet, White Blood Cell (WBC) count.20

2. White Blood Cell (WBC) Differential Count.20

3. Hemoglobin.20

2.3.2 Metode

2.3.2.1 Electrical Impedance Method

Metode ini didasarkan pada pengukuran perubahan hambatan arus

listrik yang dihasilkan oleh sel-sel darah pada saat melewati celah

(aperture). Darah sample diencerkan oleh Diluent, sehingga didapatkan

suspensi darah yang tidak terlalu pekat. Kemudian suspensi tersebut akan

dibagi ke dalam WBC chamber dan RBC chamber. Di dalam chamber,

sel-sel darah akan dialirkan melewati aperture, tiap aperture dilengkapi

dengan elektroda yang memiliki arus listrik. Ketika sel-sel melewati

apperture, sel akan menabrak arus listrik tersebut sehingga timbul suatu

gangguan/hambatan (impedance) pada arus tersebut. Hambatan yang

terbentuk menyebabkan terbentuknya suatu pulse tegangan. Pulse

tegangan yang terbentuk sesuai dengan besar atau kecilnya sel. Semakin

besar sel, akan semakin besar pula pulse yang terbentuk. Perbedaan

electrical impedance inilah yang digunakan untuk mengklasifikasikan sel-

sel.20

Page 21: BAB II (DBD)

26

2.3.2.2 Dual Channel Method

Dual Channel Method dibagi atas 2 metode yaitu:20

1. Methoda Dual Angle Laser Scattering combined cytochemical

staining yaitu metode ini didasarkan pada perbedaan pengukuran

antara ukuran inti sel WBC dengan ukuran sitoplasma sel WBC

yang melewati sinar laser. Metode ini digunakan untuk pengukuran

Eosinofil, Neutrofil, Lymfosit dan Monosit. Darah sample

diencerkan oleh Diluent, sehingga didapatkan suspensi darah yang

tidak terlalu pekat. Kemudian suspensi tersebut akan dibagi ke

dalam WBC chamber, RBC chamber, dan DIFF Chamber. Di

dalam DIFF chamber, RBC dan platelet akan dilisiskan, sehingga

hanya tersisa WBC. WBC kemudian akan didorong dengan

tekanan yang tinggi oleh Diluent ke dalam Flow Cell, efek

pendorongan dengan tekanan tinggi oleh Diluent akan memisahkan

WBC menjadi individual sel dan melewati Flow Cell satu persatu

(Sheath flow) Ujung flow cell disinari dengan sinar laser, sehingga

sel-sel yang melewati flow cell akan tersinari oleh laser tersebut.

Pada saat sel melewati sinar laser, Sel akan membiaskan sinar laser

yang mengenai membran dan inti sel. Bias sinar yang terbentuk

oleh masing-masing sel berbeda-beda dan mempunyai karakteristik

tersendiri yang spesifik untuk tiap-tiap jenis sel. Bias sinar yang

dihasilkan pada saat sel melewati sinar laser akan ditangkap oleh

detektor dan dikonversikan ke dalam bentuk signal elektrik.

Page 22: BAB II (DBD)

27

Berdasarkan signal elektrik yang diperoleh, akan didapatkan data

tentang ukuran sel dan informasi bagian dalam sel (inti sel), untuk

kemudian digunakan dalam mengklasifikasikan masing masing

jenis leukosit yang berbeda.20

2. Impedance Method yaitu metode yang digunakan untuk

pengukuran basofil. Menggunakan Reagent SLS-I Lyse, reagen ini

akan menghancurkan sel-sel RBC, Platelet dan Dinding sel WBC

(kecuali Basofil). Basofil akan tetap dalam bentuk aslinya dan

diukur secara impedance.20

2.3.3 Output Automatic Hematology Analyzer

Hasil yang dikeluarkan dari mesin hematologi adalah bagian dari

sel sel darah yaitu trombosit, sel darah merah, sel darah putih yang terdiri

dari limfosit, neutrofil, eosinofil, basofil. Dari bagian sel darah yaitu

trombosit, mesin hematologi dapat menghasilkan nilai Platelet

Distribution Widht (PDW) dan Mean Platelet Volume (MPV) yang didapat

diketahui ukuran sel trombosit melalui metoda electrical impedance.20

2.4 Platelet Distributions Widht (PDW) dan Mean Platelet Volume (MPV)

2.4.1 Platelet Distribution Width (PDW)

PDW adalah variasi ukuran diameter trombosit yang beredar dalam

darah perifer, trombosit muda berukuran lebih besar dan trombosit tua

mempunyai ukuran yang lebih kecil. Jadi, dalam sirkulasi darah terdapat

Page 23: BAB II (DBD)

28

trombosit bifasik. Sebagai akibat meningkatan proporsi trombosit muda

maka juga terdapat peningkatan PDW. Nilai normal 10,0-18,0%.8

2.4.2 Mean platelet volume (MPV)

MPV adalah rata rata ukuran diameter trombosit yang beredar

dalam darah perifer. Oleh karena trombosit muda berukuran lebih besar

maka MPV yang tinggi merupakan petanda peningkatan produksi

trombosit atau mungkin sebagai kompensasi untuk distribusi trombosit .

Nilai normal 6,5-11,0 µm.8

2.4.3 Aplikasi dari Pemeriksaan PDW dan MPV

Pada penelitian yang dilakukan oleh Teoman dkk. Menemukan

bahwa peningkatan MPV dapat terjadi pada keadaan inflamasi akut seperti

infark miokard akut dan simdrom metabolik.31 Keadaan inflamsi akut juga

terjadi pada kasus DBD. Salah satu hipotesis patofisiologi dari DBD yaitu

hipotesis mediator menyebutkan bahwa pada infeksi dengue akan terjadi

aktivasi kaskade sitokin terutama TNFα, interleukin-1 dan interleukin-6,

ketiga mediator tersebut merupakan mediator proinflamasi.32,33,34,35

Andreas dkk menemukan bahwa MPV dapat digunakan sebagai

petanda aktivitas inflamasi pada inflammatory bowel disease.36 Hal serupa

juga dilaporkan oleh Bunyamin dkk menemukan bahwa peningkatan MPV

dapat menunujukan adanya inflamasi pada kasus spondilitis dan arthritis

rematoid.37 Penelitian mengenai PDW telah di lakukan oleh Luzzato dkk

Page 24: BAB II (DBD)

29

bahwa PDW lebih baik dalam menggambarkan stimulus trombopoietik

pada kasus serosis hati di bandung MPV.

Dari penelitian oleh Buttarello dkk didapatkan juga bahwa PDW

dan MPV dapat digunakan dalam mengetahui etiologi keadaan

trombositopenia, didapat hasil bahwa trombositopenia yang diakibatkan

oleh infeksi virus akan menyebabkan peningkatan PDW dan MPV.38

Stefanus dkk8 juga melakukan penelitian, ditemukan keadaan nilai

PDW dan MPV yang lebih tinggi pada sindrom syok dengue dan

trombositopenia.

2.4.4 Hubungan antara Perubahan Nilai PDW & MPV dengan Derajat

Klinis pada Pasien Demam Berdarah

Penelitian tentang hubungan antara perubahan nilai PDW dan

MPV dengan derajat klinis pada pasien demam berdarah dengue pernah

dilakukan oleh Stefanus dkk di Manado, Sulawesi Utara, dengan

kesimpulan nilai PDW dan MPV terlihat meningkat pada DSS

dibandingkan dengan DBD. Pasien yang menderita DBD pada

pemeriksaan laboratoriumnya selalu ditemukan adanya penurunan jumlah

trombosit (trombositopenia), maka dengan turunnya jumlah trombosit di

perifer akan meningkatkan nilai dari Platelet Distribution Width (PDW)

dan Mean Platelet Volume (MPV), apabila keadaan trombositopenia terus

berlangsung. Dengan ditemukannya nilai PDW dan MPV yang

meningkatkan dapat dipastikan bahwa terjadi variasi bentuk dan variasi

Page 25: BAB II (DBD)

30

sebaran dari trombosit di perifer, sebagai kompensasi dari tubuh yang

dilakukan oleh sumsum tulang dalam mengatasi keadaan trombositopenia

yang terjadi dengan cara mengeluarkan segmen trombosit yang belum

matang/immature. Dengan demikian adanya peningkatan nilai PDW dan

MPV dapat dihubungan dengan progesivitas atau derajat klinis pada pasien

DBD, karena semakin rendah kadar trombosit membuat semakin tingginya

nilai PDW dan MPV yang berarti derajat klinis DBD semakin

tinggi/progresitivitas dan dapat menimbulkan DSS.8

Page 26: BAB II (DBD)

31

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.3 Kerangka Teori.1,8

Infeksi sekunder (teori pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen yang merangsangnya)

Demam berdarah dengue (DBD)

Antibody Dependent Enhancement (ADE), memproduksi sitokin yang mengganggu produksi trombosit

Mediator inflamasi (akibat aktivasi makrofag,makrofag mensekresikan TNF-α, IL−1, IL-6 dan histamin

PDW

Trombositopenia

Respon tubuh terhadap trombositopnenia

Respon dari tubuh

Pemeriksaan hematologi

Produksi giant trombosit

Virulensi virus langsung terhadap trombosit

Derajat III dan derajat IV > derajat I dan derajat II

MPV

Page 27: BAB II (DBD)

32

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian.

2.7 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

Ha: Terdapat hubungan antara Nilai Platelet Distribution Width (PDW)

dan Mean Platelet Volume (MPV) dengan Derajat Klinis DBD di

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

Ho: Tidak terdapat hubungan antara Nilai Platelet Distribution Width

(PDW) dan Mean Platelet Volume (MPV) dengan derajat klinis DBD

di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.

Nilai Platelet Distribution Width (PDW) dan Nilai Mean Platelet Volume

(MPV)

Derajat Klinis Demam Berdarah Dengue

(DBD)