bab ii manajemen dbd edit

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam berdarah dengue mempunyai beberapa definisi, antara lain : 1. Adalah demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam 3 . 2. Adalah demam disertai perdarahan bawah kulit, selaput hidung dan lambung disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti 4 . 3. Adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS) 5 . 2.2 Etiologi DBD disebabkan oleh virus dengue, termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus), dengan tipe DEN 1, DEN , DEN 3 dan DEN 4. Virus dengan tipe satu dan tiga adalah yang paling banyak berkembang di masyarakat 4 . Infeksi yang disebabkan oleh salah satu jenis serotipe 3

Upload: rahmansetiawan77

Post on 29-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Manajemen DBD Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue mempunyai beberapa definisi, antara lain :

1. Adalah demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, disertai

sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih

dan ruam-ruam3.

2. Adalah demam disertai perdarahan bawah kulit, selaput hidung dan lambung

disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti 4.

3. Adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi

perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah

dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan

ini disebut dengue shock syndrome (DSS) 5.

2.2 Etiologi

DBD disebabkan oleh virus dengue, termasuk dalam group B arthropod

borne virus (arbovirus), dengan tipe DEN 1, DEN , DEN 3 dan DEN 4. Virus

dengan tipe satu dan tiga adalah yang paling banyak berkembang di masyarakat 4.

Infeksi yang disebabkan oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan

kekebalan seumur hidup terhadap serotipe yang homolog tetapi tidak terhadap

serotipe yang lain sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DBD dapat

mengalami infeksi lebih dari satu kali seumur hidupnya6.

2.3 Patogenesis

Setelah terjadi infeksi, virus dengue akan bereplikasi di nodus lymphaticus

regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan

kulit, secara limfogen maupun hematogen. Tubuh akan membentuk komplek

virus-antibodi ke dalam sirkulasi darah yang akan mengaktivasi sistem

3

Page 2: BAB II Manajemen DBD Edit

komplemen sehingga terjadi pelepasan anafilaktoksin C3a dan C5a, menyebabkan

permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat7.

Selain itu, juga terjadi agregasi trombosit yang melepaskan ADP,

vasoaktif yang terjadi koagulasi intravaskuler8. Aktiviasi faktor Hageman (faktor

X2) yang terjadi kemudian, akan menyebabkan pembekuan intravaskuler yang

meluas dan menambah peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang

sebelumnya terjadi7.

2.4 Gejala DBD

Pada demam berdarah dengue (DBD), gejala klinis bervariasi mulai dari

sindroma virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal9. Demam, sebagai salah

satu gejala penting DBD, tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak-

anak biasanya berupa demam yang disertai ruam-ruam makulopapular sedang

pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, dimulai dengan demam ringan atau

tinggi (>39oC) tiba-tiba. berlangsung selama 7 hari dan disertai sakit kepala hebat,

nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah serta ruam-ruam10.

Pada bayi, demam kadang-kadang mencapai 40-41oC yang dapat menyebabkan

kejang. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati,

nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri perut. Pada keadaan lebih berat, penderita

dapat mengalami perdarahan di bawah kulit, selaput hidung, lambung dan

sebagainya.

2.4.1 Masa Inkubasi

Masa inkubasi berlangsung selama 4-6 hari6.

2.4.2 Vektor

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus

sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitannya. Umur Aedes aegypti di alam

bebas sekitar 10 hari. Kemampuan terbang nyamuk dewasa hanya sekitar 50 m

dari tempat perindukan. Adanya nyamuk pada jarak sampai km dari tempat

perindukan disebabkan oleh pengaruh angin dan transportasi. Nyamuk Aedes

4

Page 3: BAB II Manajemen DBD Edit

aegypti dalam siklus hidupnya mengalami metamorfosis lengkap. Stadium yang

dialami meliputi telur, larva, pupa dan dewasa. Telur Aedes aegypti berbentuk

lonjong, berwarna hitam dan terdapat gambaran seperti anyaman sarang lebah.

Diletakkan oleh nyamuk betina secara terpisah-pisah di permukaan air jernih yang

tenang.

Larva Aedes aegypti berbentuk seperti cacing, aktif bergerak dengan

gerakan-gerakan ke permukaan dan turun ke dasar secara berulang-ulang. Larva

ini memakan mikroba di dasar genangan. Stadium larva umumnya berlangsung 4-

9 hari.

Pupa Aedes aegypti mempunyai terompet pernapasan berbentuk segitiga

(triangular). Bentuk tubuh seperti koma, bersifat aktif dan sensitif terhadap

gerakan dan cahaya. Biasanya, pupa terbentuk pada sore hari dan berumur hanya

1- hari.

Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil daripada nyamuk rumah, dengan

warna dasar hitam berbelang-belang putih pada tubuh dan kaki. Pada bagian

dorsal toraksnya ada gambaran putih berbentuk lyre sedangkan Aedes albopictus

dibedakan dengan adanya gambaran berupa garis tebal putih pada bagian dorsal

toraksnya. Nyamuk dewasa biasanya menghisap darah pada siang hari dengan

puncak penghisapannya pada pagi hari pukul 08.00-11.00 dan sore hari pukul

15.00-17.00. Dalam menghisap darah, nyamuk ini bersifat intermitten (berulang)

sebelum merasa kenyang. Sifat inilah yang menyebabkan dalam saat yang lama

dapat menginfeksi beberapa orang dalam satu keluarga.

Tempat perindukan Aedes aegypti adalah tempat penampungan air yang

bersifat tetap, tidak mengalir, jernih, pada umumnya untuk keperluan rumah

tangga seperti di bak mandi, gentong dan drum penyimpanan air, vas bunga, juga

barang bekas di luar rumah seperti yang berisi air hujan misalnya kaleng bekas,

botol pecah, ban bekas, potongan pohon bambu, lubang pagar, pelepah daun yang

berisi air, dan sebagainya 4.

2.4.3 Penularan

2.4.3.1 Mekanisme Penularan

5

Page 4: BAB II Manajemen DBD Edit

Penderita penyakit DBD dalam darahnya mengandung virus dengue. Virus

ini sudah ada dalam darah selama 1- hari sebelum terjadi demam dan berada

dalam darah selama 4-7 hari12. Dalam masa inilah, pederita penyakit sebagai

sumber penularan, bila digigit nyamuk Aedes maka virus tadi akan terhisap ke

tubuh nyamuk yang tersebar di berbagai jaringan dalam kelenjar liur nyamuk.

Pada saat nyamuk mengigit, virus dipindahkan kepada orang lain.

2.4.3.2 Pusat Penularan

Faktor yang mempengaruhi derajat penularan virus dengue adalah

kepadatan vektor, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, dan suseptibilitas

penduduk. Mobilitas penduduk memegang peranan penting karena jarak terbang

nyamuk sangat terbatas.

Dari tahun 1968 hingga 1998, angka kesakitan dan kematian akibat DBD

terus meningkat. Pada tahun 1993-1997, kasus DBD terbesar ada pada kelompok

umur 5-14 tahun10.

2.4.3.3 Waktu Penularan

Musim penularan DBD di Indonesia terjadi pada musin hujan/ permulaan

musim hujan yaitu pada bulan Desember-Maret10. Hal ini terjadi karena populasi

nyamuk aedes aegypti meningkat pada saat musim hujan.

2.5 Manajemen DBD

2.5.1 Manajemen Kesehatan

Menurut Notoatmodjo, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau

suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan non petugas kesehatan

guna meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, manajemen

kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem

pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran

manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.13

Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan kegiatan

yang berkaitan dengan11:

6

Page 5: BAB II Manajemen DBD Edit

a. Manajemen sumber daya manusia.

b. Manajemen keuangan (mengurusi cash flow keuangan).

c. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan).

d. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (mengurusi

pelayanan kesehatan).

2.5.2 Manajemen Kesehatan pada Demam Berdarah

Kebijakan dalam rangka penanggulangan menyebarnya DBD adalah14:

a. Peningkatan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian masyarakat terhadap

penyakit DBD

b. Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD

c. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pemberantasan DBD

d. Memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program.

Strategi dalam pelaksanaan kebijakan di atas dilakukan melalui14:

a. Pemberdayaan masyarakat

Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan

penanggulangan penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya

pemberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif

masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi, dan berbagai

upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan

berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana.

b. Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD

Upaya pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor

kesehatan saja, peran sektor terkait pemberantasan penyakit DBD sangat

menentukan. Oleh sebab itu, maka identifikasi stakeholders baik sebagai mitra

maupun pelaku potensial, merupakan langkah awal dalam menggalang,

meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jaringan kemitraan diselenggarakan

melalui pertemuan berkala, guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia

di masing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai

tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.

c. Peningkatan profesionalisme pengelola program

7

Page 6: BAB II Manajemen DBD Edit

SDM yang terampil dan menguasai IPTEK merupakan salah satu unsur

penting dalam pelaksanaan program P2 DBD. Pengetahuan mengenai Bionomik

vektor, virologi dan faktor-faktor perubahan iklim, tata laksana kasus harus

dikuasai karena hal-hal tersebut merupakan landasan dalam penyususnan

kebijaksanaan program P2 DBD.

d. Desentralisasi

Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola kepada kabupaten/kota.

Penyakit DBD hampir tersebar luas di seluruh Indonesia kecuali di daerah yang di

atas 1000 m diatas permukaan air laut. Angka kesakitan penyakit ini bervariasi

antara satu wilayah dengan wilayah lain, dikarenakan perbedaan situasi dan

kondisi wilayah.

e. Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan

Meningkatnya mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan

penyakit DBD karena di tempat-tempat penampungan air bersih dapat dibersihkan

setiap minggu secara berkesinambungan, sehingga populasi vektor sebagai

penular penyakit DBD dapat berkurang. Orientasi, sosialisasi, dan berbagai

kegiatan KIE kepada semua pihak yang terkait perlu dilaksanakan agar semuanya

dapat memahami peran lingkungan dalam pemberantasan penyakit DBD.

2.5.3 Tatalaksana DBD

1. Demam Dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam

pasien dianjurkan:

Tirah baring selama masih demam. Kompres hangat diberikan apabila

diperlukan.

Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.

Asetosal/salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat meyebabkan gastritis,

perdarahan, atau asidosis.

Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu,

disamping air putih, dianjurkan paling sedikit selama 2 hari.

Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

8

Page 7: BAB II Manajemen DBD Edit

Pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2

hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit

membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Komplikasi perdarahan

dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau

pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat

perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila

disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga

harus segera dibawa segera ke rumah sakit.

2. Demam Berdarah Dengue

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD.

Adapun pertolongan pertama pada penderita tersangka demam berdarah adalah

beri minum sebanyak mungkin, kompres dengan air es, beri obat turun panas,

segera bawa pasien ke dokter/ puskesmas yang terdekat untuk diperiksa. Bila

diduga terserang demam berdarah, penderita akan dikirim kerumah sakit untuk

dirawat.

Tatalaksana DBD bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan

oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh

karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan

intravena rumatan perlu diberikan. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul

sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang

dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien

perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan

dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24

jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI, tetap harus diberikan disamping

larutan olarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan

antikonvulsif selama demam.

Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini

fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase

awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai

pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Pemeriksaan kadar

9

Page 8: BAB II Manajemen DBD Edit

hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk

pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran

plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada

umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.

Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan perembesan plasma dan

merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer

laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai

dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan

hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/p1.

Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah

sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.

3. Sindrom Syok Dengue

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan

yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pada

penderita SSD dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera

berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam selama 30 menit, bila syok

teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.

2.5.4 Pencegahan dan Pemberantasan

Sejauh ini usaha-usaha pencegahan yang telah dilakukan dapat

mengurangi mortality rate sebesar 3-4%, tetapi kecenderungan kejadian DBD

justru menunjukan peningkatan. Karena itu, dibutuhkan peningkatan usaha-usaha

pencegahan untuk mengatasi masalah DBD yang meliputi sektor kesehatan dan

sektor non kesehatan11.

2.5.4.1 Sektor Kesehatan

Diagnosa dan perawatan yang cepat dan tepat memang penting dalam

upaya mencegah dengue shock sysndrome (DSS) yang berisiko tinggi

menyebabkan kematian5. Akan tetapi, lebih penting lagi mengurangi insiden DBD

memalui prosedur dan implementasi yang tepat. Sesuai dengan slogan “mencegah

10

Page 9: BAB II Manajemen DBD Edit

lebih baik daripada mengobati” makan usaha pencegahan lebih baik dikedepankan

daripada tindakan yang dilakukan hanya pada situasi darurat atau pada saat

penyakit telah menyerang. Di Indonesia usaha pengendalian Aedes aegypti

dilakukan melalui metode pengendalian kimia, pengendalian fisik, pengendalian

biologis dan perlindungan perorangan9.

1. Perlindungan Kimia

Metode ini menggunakan insektisida untuk menekan populasi nyamuk

Aedes aegypti melalui cara antara lain:

Membunuh larva dengan menggunakan

bubuk abate yang dibubuhkan pada tempat penyimpanan air dengan dosis 1 pp

(part per million), yaitu 10 gram untuk 100 liter air.

Setelah dibubuhkan abate maka:

a) Selama 3 bulan bubuk abate dalam air tersebut mampu

membunuh jentik Aedes aegypti.

b) Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut

akan dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam

dinding tempat penampungan air tersebut.

c) Air yang telah dibubuhi abate dengan takaran yang

benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.

Melakukan fogging dengan malthion

atau fenitrotion dalam dosis 438 gr/ha; dilakukan di dalam rumah dan di sekitar

rumah dengan menggunakan larutan 4% dalam solar atau minyak tanah.

Fogging ditujukan untuk membunuh nyamuk dewasa. Tindakan pengendalian

secara kimia memang terbukti dapat menekan populasi nyamuk Aedes Aegypti,

namun hal tersebut membutuhkan biaya yang cukup tinggi apabila dilakukan

secara terus menerus. Untuk itu, tindakan ini sebaiknya dilaksanakan beberapa

saat sebelum mulainya masa penularanan yang diperkirakan. Saat yang cocok

di Indonesia ialah pada permulaan musin hujan atau segera sebelum mulainya

musim hujan dengan memberikan prioritas pada daerah dengan kepadatan

vektor tertinggi disertai riwayat adanya wabah DBD pada masa-masa

sebelumnya.

11

Page 10: BAB II Manajemen DBD Edit

Selain pertimbangan biaya, penggunaan dosis pada pengendalian kimia harus

diperhatikan karena penggunaan dosis yang kurang tepat dapat menimbulkan

resistensi nyamuk terhadap insektisida.

2. Pengendalian Fisik

Pemerintah Indonesia mengeluarkan program pengendalian sektor DBD

yang murah, mudah dan amam. Program ini meliputi kegiatan-kegiatan yang

dikenal dengan singkatan 3M, yaitu :

Menguras/mengganti air di tempat-

tempat penampungan air yang terbuka, seperti bak mandi, vas bunga, tempat

minum burung dan lain-lain. Penggantian dilakukan seminggu sekali dengan

maksud agar daur hidup nyamuk stadium larva yang memerlukan 8-10 hari

tidak tercapai untuk menjadi dewasa.

Menutup rapat tempat penampungan air

yang digunakan untuk keperluan memasak dan air minum agar nyamuk tidak

dapat memasuk kedalamnya dan meletakan telur.

Mengubur barang-barang bekas yang

berpotensi menjadi termpat bertelur nyamuk di luar rumah apabila terkena air

hujan, seperti kaleng, botol, ban dan lain-lain.

Keberhasilan program PSN membutuhkan partisipasi masyarakat. Untuk

itu perlu dilaksanakan usaha untuk mendorong masyarakat melalui program

pendidikan kepada masyarakat. Untuk mencegah epidemik DBD berdasarkan UU

tahun 1988 tentang pencegahan dan pengendalian penyekit infeksi maka semua

kasus DBD yang terdiagnosa secara klinis wajib dilaporkan ke kantor Depkes

daerah terdekat dalam kurun waktu 4 jam. Pelaporan ini harus sesegera mungkin

dilakukan tanpa harus menunggu hasil laboratorium, sehingga bisa segera di

ambil tindakan pengendalian di daerah itu. Keterlambatan pelaporan akan

menyebabkan keterlambatan tindakan pencegahan yang selanjutnya dapat

menyebabkan kejadian luar biasa (KLB).

3. Pengendalian Biologis

12

Page 11: BAB II Manajemen DBD Edit

Metode ini memanfaatkan predator larva untuk membasmi larva Aedes

aegypti seperti ikan pemakan larva, beberapa spesies bakteri dan cyclopoida.

Masyarakat dianjurkan untuk memelihara ikan tempalo di bak-bak penampungan

air. Ikan tempalo dapat memakan larva nyamuk sehingga digunakan untuk

mencegah demam berdarah.

4. Perlindungan Perorangan

Metode ini ditujukan untuk mencegah gigitan Aedes aegypti, antara lain

dengan pemasangan kasa penolak nyamu, penggunaan mosquito repellent,

insektisida aerosol, pemakaian kelambu, pemakaian pakaian yang cukup

melindungi tubuh dan obat nyamuk bakar. Pemberian sinar matahari langsung

yang lebih banyak menyingkirkan pakaian-pakaian yang tergantung dilakukan

untuk meniadakan tempat-tempat persembunyian nyamuk.

2.6.4.2 Sektor Non-kesehatan10

Selama ini pengaruh faktor non kesehatan terhadap penyakit belum

mendapat perhatian yang cukup. Sektor ini meliputi pengaruh ekonomi, sosial dan

sikap mental yang masih berorientasi pada tindakan emergensi pada saat KLB

saja.

Agar program pencegahan dan pengendalian DBD berhasil, maka sektor

non kesehatan dapat dicapai melalui cara-cara sebagai berikut :

1. Peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat yang terkait dengan

masalah DBD, seperti :

o Sanitasi lingkungan

o Bahaya dan kompilikasi DBD

o Tindakan pengendalian DBD, temasuk

pengendalian sarang nyamuk (PSN)

2. Penyuluhan dapat dilaksanakan melalui pendekatan :

o Massa : TV, radio,

pemutaran film

o Kelompok : Kader, PKK dan lain-lain

13

Page 12: BAB II Manajemen DBD Edit

o Individu : Puskesmas, RS,

lapangan dan rumah ke rumah

3. Peningkatan alokasi anggaran dana untuk pencegahan demam berdarah

dengue dan program pengendalian air bak.

4. Pengikutsertaan media massa dalam meningkatkan kewaspadaan

masyarakat terhadap DBD.

5. Program kebersihan lingkungan secara teratur yang dikoordinir ketua-

ketua RW.

6. Kerjasama berkelanjutan antara institusi pemerintah dan organisasi

masyarakat untuk memunculkan kewaspadaan terhadap DBD.

7. Pengawasan bangunan-bangunan yang dapat menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk.

2.5.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Pencegahan DBD

2.5.5.1. Pengetahuan

Pada tahun 1999, Departemen Penanggulangan Penyakit Menular di

Thailand mengadakan program untuk mencegah DBD 12. Pada program ini,

masyarakat diberikan informasi mengenai DBD melalui penyuluhan, poster,

kaset, video dan iklan di televisi dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai DBD. Hasilnya, pengetahuan berpengaruh terhadap

tindakan pencegahan, tetapi sulit untuk mempertahankannya.

2.5.5.2. Pendidikan

Pengaruh tingkat pendidikan terhadap prilaku tindakan pencegahan DBD

sangat kompleks. Tingginya tingkat pendidikan tidak dapat menjamin seseorang

mempunyai tingkat pengetahuan tinggi terhadap DBD. Seseorang dengan

pengetahuan yang minim terhadap DBD tentunya akan mempunyai

kecenderungan untuk melakukan sedikit sekali tindakan pencegahan terhadap

penyakit tersebut atau bahkan tidak sama sekali. Di lain pihak, seseorang dengan

pengetahuan yang tinggi terhadap DBD belum tentu melakukan tindakan

pencegahan tersebut.

14

Page 13: BAB II Manajemen DBD Edit

2.5.5.3. Kebiasaan atau Budaya

Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti bukanlah sesuatu hal yang mudah.

Berbagai cara telah dilakukan, namun upaya pengendalian diri sangat bergantung

pada budaya atau kebiasaan masyarakat itu sendiri. Sampai saat ini area yang

paling efektif untuk pengendalian nyamuk ini yaitu melalui upaya pengendalian

sarang nyamuk (PSN) seperti program 3M. program ini berkaitan dengan budaya

atau kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dan menampung air bersih.

Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan tidak perlu

dilakukan bila masyarakat terbiasa mengelola sampah dengan benar. Membuang

di tempat-tempat penampungan sampah sementara (TPS) sebelum dibuang di

tempat-tempat penampungan akhir (TPA) menutup dan menguras juga tidak perlu

dilakukan apabila masyarakat tidak terbiasa menampung air bersih untuk

persediaan. Terlihat jelas bahwa semboyan 3M ini cenderung “community

oriented”. Diciptakan oleh masyarakat untuk dilaksanakan oleh masyarakat.

Masyarakat kita memang sudah terbiasa menampung air bersih sebagai

persediaan. Wadah-wadah penampungan air sengaja diciptakan dari berbagai

bahan dengan berbagai bentuk dan ukuran. Perilaku menyimpan air ini sangat

tergantung kultur setempat dan kebutuhan akan air. Masyarakat masih terbiasa

menyimpan air, karena air dari perpipaan sewaktu-waktu tidak mengalir. Kondisi

penyimpanan air ini memberikan peluang dan kesempatan terjadinya tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti.

Sampai saat ini banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa

beberapa kebiasaan yang dilakukan dapat memacu tumbuh-kembangnya nyamuk

diantaranya pengelolaan sampah yang kurang baik (masyarakat terbiasa

membuang sampah sembarangan terutama di depan rumahnya tidak tersedia

tempat sampah), kebiasaan menggantung pakaian, kurangnya frekuensi

penggantian air pada vas bunga, tempat minum burung dan sebagainya.

Lain halnya dengan memeliharan ikan tempalo, sebagian masyarakat lebih

menyukai cara ini. Selain harganya murah juga mudah didapatkan. Akan tetapi

15

Page 14: BAB II Manajemen DBD Edit

ada juga yang menyatakan bahwa ikan tempalo dapat membuat air berbau amis

sehingga mereka tidak mau memeliharannya.

2.5.6. Penyuluhan

F. Espinoxa-Goems, C. Moises Hernades-Suarez dan R. Coll-Cardenas

pada tahun 1996-1997 dengan penelitian yang berjudul Educational campaign

versus malathiom spraying for the control of aedes aegypti in Colima, mexico14,

penelitian yang dilakukan LIoyd di Yucatan Mexico tahun 199, dan penelitian

Llyod, Rosenbaum di Trinidad dan Tobago tahun 199 menunjukkan bahwa

kampanye pendidikan dan penyuluhan DBD secara langsung, yaitu dengan

mengunjungi rumah satu-persatu, memiliki efek yang sangat baik dalam usaha

pemberantasan sarang nyamuk (PSN), ditunjukkan dengan angka penurunan

jumlah sarang nyamuk yang cukup tinggi.

Ketiga penelitian di atas menunjukkan faktor penyuluhan masyarakat

secara langsung sedikit banyak memberikan pengaruh perubahan perilaku

pencegahan masyarakat terhadap DBD.

16