manajemen kesehatan dbd

23

Click here to load reader

Upload: erwin-siregar

Post on 30-Jul-2015

592 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Kesehatan DBD

MANAJEMEN KESEHATAN

DEMAM BERDARAH DENGUE

DISUSUN OLEH:

ERWIN SAHAT HAMONANGAN SIREGAR 070100093

PEMBIMBING: dr. SYAHRIAL R. ANAS, MHA

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ ILMU

KEDOKTERAN PENCEGAHAN / ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012

Page 2: Manajemen Kesehatan DBD

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Manajemen

Kesehatan pada Demam Berdarah” ini dapat diselesaikan. Tujuan penulisan

makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan

meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai manajemen

kesehatan pada demam berdarah yang berlandaskan pada teori yang ada.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan

terima kasih kepada dr. Syahrial R. Anas, MHA selaku pembimbing penulisan

makalah ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh dokter

di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu

Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas

segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan dalam penyusunan makalah ini akibat keterbatasan ilmu dan

pengalaman penulis. Oleh karena itu, semua saran dan kritik akan menjadi

sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Medan, September 2012

Penulis

Page 3: Manajemen Kesehatan DBD

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. LATAR BELAKANG 1

1.2. TUJUAN 2

1.3. MANFAAT 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 3

2.1.1. DEFENISI 3

2.1.1. ETIOLOGI 3

2.1.1. CARA PENULARAN 3

2.1.1. EPIDEMIOLOGI 4

2.1.1. PATOGENESIS 4

2.1.1. STRATEGI PENGOBATAN 5

2.2. MANAJEMEN KESEHATAN 6

2.3. MANAJEMEN KESEHATAN PADA DEMAM BERDARAH 6

BAB III KESIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

Page 4: Manajemen Kesehatan DBD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini ditandai dengan adanya

perilaku dan lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata. (Direktorat Kesehatan

dan Gizi Masyarakat, 2006)

Di masa yang akan datang, pembangunan kesehatan akan menghadapi

berbagai permasalahan dan tantangan yang cukup berat. Jika dibandingkan

dengan negara-negara ASEAN, status kesehatan masyarakat Indonesia masih jauh

tertinggal. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat

Indonesia saat ini bersamaan dengan mulai meningkatnya masalah penyakit tidak

menular. Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia

dan menimbulkan dampak ssosial maupun ekonomi adalah Demam Berdarah

Dengue (DBD). Penyakit DBD sudah berulang kali menimbulkan Kejadian Luar

Biasa (KLB) disertai kematian yang banyak. Penyakit yang ditularkan melalui

nyamuk Aedes aegypti ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan,

iklim, demografi, sosial ekonomi, dan perilaku. (Direktorat Kesehatan dan Gizi

Masyarakat, 2006)

Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara. Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada

tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia.

Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Sampai

dengan akhir tahun 2008 juga belum ditemukan obat yang secara efektif dapat

mengobati penyakit DBD. (Depkes RI, 2010)

Page 5: Manajemen Kesehatan DBD

Pemerintah telah berusaha membina peran serta masyarakat melalui

berbagai kelompok kerja dalam pemberantasan DBD berupa gerakan

pemberantasan sarang nyamuk yang diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992

dengan instrumen 3M (menguras, menutup, dan mengubur) tetapi tidak

menunjukkan hasil yang memuaskan. (Depkes RI, 2010)

Oleh sebab itu, diperlukan suatu manajemen DBD untuk mencegah dan

mengendalikan sumber penularan, agar tidak menjadi sumber infeksi dan

mencegah terjadinya KLB.

1.2. Tujuan

Makalah ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior

di Departemen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran

Pencegahan/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

1.3. Manfaat

Bagi penulis, penulisan makalah ini untuk menambah wawasan dan

pengetahuan dalam penerapan ilmu kesehatan masyarakat yang diperoleh semasa

perkuliahan.

Page 6: Manajemen Kesehatan DBD

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1. Defenisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular

berbahaya yang disebabkan oleh virus Dengue dan dapat menimbulkan kematian

dalam waktu singkat oleh karena terjadinya perdarahan dan syok. (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

2.1.2. Etiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk

kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai

genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu

DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. (Depkes RI, 2007)

Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975

di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan

bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan

dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

(Depkes RI, 2007)

2.1.3. Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus

dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan

kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut dapat

mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami

viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam

waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali

kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina

dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya

dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang

Page 7: Manajemen Kesehatan DBD

biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus

selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa

tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.

Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas

sampai 5 hari setelah demam timbul. (Depkes RI, 2007)

2.1.4. Epidemiologi

Penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung

meningkat dan penyebarannya bertambah luas dimana telah terjadi peningkatan

persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2

provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun

2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan

kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun

1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Kasus DBD

perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993

sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur

< 15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung

pada kelompok umur ≥ 15 tahun. (Depkes RI, 2010)

Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk

sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya

virus dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah Indonesia. (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

2.1.5. Patogenesis

Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori

yang banyak dianut pada DBD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary

heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini

menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang

kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko

Page 8: Manajemen Kesehatan DBD

berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada

sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian

membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc

reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuhnsehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai Antibodi

Dependent Enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi

dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap

infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan

hipovolemia, dan syok. (Depkes RI, 2010)

2.1.6. Strategi Pengobatan

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya

perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan

plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap

adanya perembesan plasma danpenggantian cairan yang adekuat akan mencegah

terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase

demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi

pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut

diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma danperdarahan

dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis danpemantauan kadar hematokrit

danjumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan

merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti

plasma, tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat.

(Depkes RI, 2007)

Page 9: Manajemen Kesehatan DBD

2.2. Manajemen Kesehatan

Menurut Notoatmodjo, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau

suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna

meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, manajemen kesehatan

masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan

kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen

adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat. (Herlambang, 2012)

Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan

kegiatan yang berkaitan dengan, (Herlambang, 2012) :

a. Manajemen sumber daya manusia.

b. Manajemen keuangan (mengurusi cash flow keuangan).

c. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan).

d. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (mengurusi

pelayanan kesehatan).

2.3. Manajemen Kesehatan pada Demam Berdarah

Kebijakan dalam rangka penanggulangan menyebarnya DBD adalah (1)

peningkatan perilaku dalam hidup sehat dan kemandiriian masyarakat terhadap

penyakit DBD, (2) meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap

penyakit DBD, (3) meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program

pemberantasan DBD, dan (4) memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas

program. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Strategi dalam pelaksanaan kebijakan di atas dilakukan melalui,

(Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006):

Pemberdayaan masyarakat

Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan

penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pemberantasan

penyakit DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka

upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi, dan berbagai upaya penyuluhan

kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui

berbagai media massa dan sarana.

Page 10: Manajemen Kesehatan DBD

Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD

Upaya pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector

kesehatan saja, peran sektor terkait pemberantasan penyakit DBD sangat

menentukan. Oleh sebab itu, maka identifikasi stakeholders baik sebagai mitra

maupun pelaku potensial, merupakan langkah awal dalam menggalang,

meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jaringan kemitraan

diselenggarakan melalui pertemuan berkala, guna memadukan berbagai

sumber daya yang tersedia di masing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak

dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.

Peningkatan profesionalisme pengelola program

SDM yang terampil dan menguasai IPTEK merupakan salah satu unsur

penting dalam pelaksanaan program P2 DBD. Pengetahuan mengenai

Bionomik vektor, virologi dan faktor-faktor perubahan iklim, tata laksana

kasus harus dikuasai karena hal-hal tersebut merupakan landasan dalam

penyususnan kebijaksanaan program P2 DBD

Desentralisasi

Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola kepada kabupaten/kota.

Penyakit DBD hampir tersebar luas di seluruh Indonesia kecuali di daerah

yang di atas 1000 m diatas permukaan air laut. Angka kesakitan penyakit ini

bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lain, dikarenakan perbedaan

situasi dan kondisi wilayah.

Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan

Meningkatnya mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan

penyakit DBD karena di tempat-tempat penampungan air bersih dapat

dibersihkan setiap minggu secara berkesinambungan, sehingga populasi vector

sebagai penular penyakit DBD dapat berkurang. Orientasi, sosialisasi, dan

berbagai kegiatan KIE kepada semua pihak yang terkait perlu dilaksanakan

agar semuanya dapat memahami peran lingkungan dalam pemberantasan

penyakit DBD.

Page 11: Manajemen Kesehatan DBD

Pokok-pokok program pemberantasan DBD mencakup (1) Kewaspadaan

dini DBD, (2) Pemberantasan vektor melalui PSN dengan cara 3M Plus, dan

pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, (3) Bulan

Bakti gerakan ”3M”, (4) Penanggulangan kasus, dimana Puskesmas melakukan

penyelidikan epidemiologi (PE) untuk mengurangi persebaran lebih luas dan

tindakan yang lebih tepat, (5) Penanggulangan KLB, (6) Peningkatan

profesionalisme SDM, (7) Pendekatan Peran Serta Masyarakat dann PSN DBD,

(8) Penelitian. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan

kegiatan Penyelidikan Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus sehingga

kemungkinan penyebarluasan DBD dapat dibatasi dan KLB dapat dicegah.

Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan

peran serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan

pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.

(Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Penyelidikan Epidemiolegis (PE) adalah kegiatan pencarian penderita atau

tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di

tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-

tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah

untuk mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan

penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE

juga dilakukan untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD

lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan

menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan.

Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD

yang dilaksanakan dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan, dan

pengasapan menggunakan insektisisda sesuai kriteria. Tujuannya adalah

membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat

tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya serta tempat-tempat

umum yang berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.

Page 12: Manajemen Kesehatan DBD

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan

yang meliputi pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular

DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan

yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. Tujuannya adalah

membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak

meluas ke wilayah lainnya. Penilaian Penanggulangan KLB meliputi penilaian

operasional dan penilaian epidemiologi. Penilaian operasional ditujukan untuk

mengetahui persentase pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan.

Penilaian ini dilakukan melalui kunjungan rumah secara acak dan wilayah-

wilayah yang direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi, dan penyuluhan.

Sedangkan penilaian epidemiologi ditujukan untuk mengetahui dampak upaya

penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD dengan cara

membandingkan data kasus/kematian DBD sebelum dan sesudah

penanggulangan KLB.

Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) adalah

kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di

tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuannya adalah mengendalikan

populasi nyamuk sehingga penularan DBD dapat dicegah dan dikurangi.

Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila

ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah

atau dikurangi. Cara PSN DBD dilakukan dengan ”3M”, yaitu (1) menguras

dan menyikat tempat-trempat penampungan air, (2) menutup rapat-arapat

tempat penampungan air, dan (3) mengubur atau menyingkirkan barang-

barang bekas yang dapat menampung air hujan.

Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh

petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik).

Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD

termasuk memotivasi keluarga/masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.

Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang

merupakan upaya paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam

Page 13: Manajemen Kesehatan DBD

rangka mencegah dan memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan

datang. Dalam upaya pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat

berperan secara aktif dalam pemantauan jentik berkala dan melakukan gerakan

serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Seperti diketahui nyamuk Aedes

aegipty adalah nyamuk domestik yang hidup sangat dekat dengan pemukiman

penduduk sehingga upaya pemberantasan dan pencegahan penyebaran penyakit

DBD adalah upaya yang diarahkan untuk menghilangkan tempat perindukan

(breeding places) nyamuk Aedes aegypti yang ada dalam lingkungan permukiman

penduduk. Dengan demikian gerakan PSN dengan 3M Plus, yaitu menguras

tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali atau menaburinya

dengan bubuk abate untuk membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti, menutup

rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk Aedes aegypti tidak bisa

bertelur di tempat itu, mengubur/membuang pada tempatnya barang-barang bekas

seperti ban bekas, kaleng bekas yang dapat menampung air hujan. (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Masyarakat juga melakukan upaya mencegah gigitan nyamuk dengan

menggunakan obat gosok antinyamuk, tidur dengan kelambu, menyemprot rumah

dengan obat nyamuk yang tersedia luas di pasaran. Hal sederhana lainnya yang

dilakukan oleh masyarakat adalah menata gantungan baju dengan baik agar tidak

menjadi tempat hinggap dan istirahat nyamuk Aedes aegypti. (Direktorat

Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan

3M Plus dilakukan secara sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak,

sehingga dapat mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya ke arah

perilaku dan lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup

nyamuk Aedes aegypti. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Berbagai gerakan yang pernah ada di masyarakat seperti, Gerakan Jumat

Bersih (GJB), Adipura, dan gerakan-lainnya dapat dihidupkan kembali untuk

membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jika ini dilakukan

maka selain penyakit DBD maka penyakit-penyakit lain yang berbasis lingkungan

ikut terberantas. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Page 14: Manajemen Kesehatan DBD

BAB III

KESIMPULAN

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia. Pengendalian DBD yang utama adalah dengan memutus

rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektornya, karena sampai saat ini

vaksin dan obatnya belum ada. Vektor DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus pengendaliannya tidak mungkin berhasil dengan baik kalau

hanya dilakukan oleh sektor kesehatan, karena berbasis lingkungan dan nyamuk

berkembang biak di wilayah permukiman penduduk.

Untuk mencegah resistensi dan efektifitas, maka penggunaan insektisida

harus selektif, tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu, tepat cakupan. Peran serta

masyarakat dan lintas sektor terkait harus ditingkatkan secara berkesinambungan

melalui penyuluhan dan promosi kesehatan untuk mengendalikan sumber nyamuk

melalui 3M plus dan PSN terpadu. Untuk meningkatkan daya ungkit pengendalian

DBD akan terlaksana dengan baik kalau digerakkan oleh Kementrian Dalam

Negeri termasuk pemerintah daerah di semua tingkat administrasi dan dukungan

dukungan teknik dari sektor kesehatan.

Page 15: Manajemen Kesehatan DBD

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi : Demam

Berdarah Dengue

www.depkes.go.id/downloads/publikasi/.../BULETIN%20 DBD . pdf

[accessed 5th September 2012]

Departemen Kesehatan RI. 2007. Tatalaksana DBD. Available from:

www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf [accessed

5th September 2012]

Direktorat Kesehatan Dan Gizi Masyarakat. 2006. Kajian Kebijakan

Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular Studi Kasus DBD.

Herlambang, S., Murwani, A., 2012. Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit. Ed.

1. Yogyakarta : Gosyen Publishing, 39-40.