makalah promosi kesehatan dbd

42
MAKALAH PROMOSI KESEHATAN “Demam Berdarah Dengue “ DISUSUN OLEH : 1.Retno Purwati P17420213025 2.Rendi Saifinuha Hidayat P17420213026 3.Ridho Alif Ramadhan P17420213027 4.Riris Prista Wardani P17420213028 5.Riswandi P17420213029 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

Upload: riswandi-ezxprada-armour

Post on 23-Dec-2015

429 views

Category:

Documents


98 download

DESCRIPTION

keperawatan

TRANSCRIPT

MAKALAH PROMOSI KESEHATAN“Demam Berdarah Dengue “

DISUSUN OLEH :

1.Retno Purwati P17420213025

2.Rendi Saifinuha Hidayat P17420213026

3.Ridho Alif Ramadhan P17420213027

4.Riris Prista Wardani P17420213028

5.Riswandi P17420213029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2014

BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Musim hujan tiba maka perlu diwaspadai adanya genangan –

genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang

tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai

adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan

– genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah

tiba pula, itulah kata-kata yang melakat pada saat ini. saatnya kita

melakukan antisipasi adanya musim nyamuk dengan cara pengendalian

nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi lingkungan atau non

kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian

secara kimiawi.

            Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga

yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup

berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya

manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk

dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk

yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang

meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi

kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia.

            Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya

disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan

pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga

mengakibatkan perdarahan-perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan

didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di

seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari

1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya

seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini sedang

mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di

Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak

nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14

propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat

jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal

sebanyak 54 orang.

DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam

penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan

menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal

ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO

bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil

dengan daya tahan tubuh ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang

disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang

parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok

hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit

yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita

ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu

langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah

dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk

tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah

dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk.

Program studi Kesehatan Lingkungan Program Diploma tiga Kesehatan FIK

UMS sebagai salah satu institusi yang dapat melaksanakan fogging merasa

bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Sebagai

wujud kepedulian itu maka dilaksanakan program fogging di beberapa

daerah.

Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue

(DBD) telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang

pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor

resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai

dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk.

Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum

optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan

sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi

masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di

tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan

berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan

sarang nyamuk DBD.

A.       Perumusan Masalah

Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam

memecahkan masalah demam berdarah antara lain :

1.      Apa sebenarnya penyakit demam berdarah  dengue dan apa penyebabnya?

2.      Bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup

vektor penular penyakit DBD?

3.      Seperti apa patogenitas DBD terhadap manusia?

4.      Bagaimana cara pencegahan penyakit DBD ?

5.      Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar tidak

mewabah ?

6.      Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?

B.         Tujuan

Tujuan di buatnya makalah ini adalah :

1.      Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan

penyebabnya.

2.      Memberi pengetahuan tentang cara penularan dan vektor penyakit demam

berdarah

3.      Memberi pengetahuan tentang patogenitas DBD

4.      Memberikan informasi tentang cara pemberantasan penyakit demam

berdarah.

5.      Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit demam

berdarah.

6.      Mengetahui gejala dan berbagai pencegahan untuk penyakit demam

berdarah tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

A.       Pengertian penyakit demam berdarah

dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya

disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan

pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga

mengakibatkan perdarahan-perdarahan.

Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia

Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia,

kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas

permukaan air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan

Pak Mantri ;-) seringkali salah dalam penegakkan diagnosa, karena

kecenderungan gejala awal yang menyerupai penyakit lain seperti Flu dan

Tipes (Typhoid).

Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas /

inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue,

Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam

berdarah sebagai berikut :

1.      Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius).

2.      Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.

3.      Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva),

Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir

bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.

4.      Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).

5.      Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.

6.      Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 – 7 terjadi penurunan

trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan

nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).

7.      Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,

penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang

dan sakit kepala.

8.      Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.

9.      Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada

persendian.

10.  Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

B.         Vector penyakit demam berdarah dengue

1.           Klasifikasi vector penyakit demam berdarah

Aedes aegypti

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Animalia

Filum: Arthropoda

Kelas: Insecta

Ordo: Diptera

Famili: Culicidae

Genus: Aedes

Upagenus: Stegomyia

Spesies: Ae. Aegypti

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus

dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga

merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya.

Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di

seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan

pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus

menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat

keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali

dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu

mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.

Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari

keberadaan vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi

penularan. Ada beberapa vektor yang dapat menularkan virus Dengue tetapi

yang dianggap vektor penting dalam penularan virus ini adalah nyamuk

Aedes aegypti walaupun di beberapa negara lain Aedes albopictus cukup

penting pula peranannya seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan di

pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar, 1997).

Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya

(Luft,1996). Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari

nyamuk Aedes yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue

seperti Aedes rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes

ini adalah Culicinae, Famili Culicidae, sub Ordo Nematocera dan termasuk

Ordo diptera (WHO, 2004).

Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang

mengalami viremia, maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan

sekali menjadi nyamuk yang infektif maka akan infektif selamanya (Putman

JL dan Scott TW., 1996). Selain itu nyamuk betina yang terinfeksi dapat

menularkan virus ini pada generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal

ini jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam penularan pada manusia.

Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu 8-10 hari

untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa tersebut dikenal

sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).

2.           Ciri morfologi

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan

tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik

dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya

tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang

menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya

mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-

nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar

populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh

nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki

perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari

betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan.

Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang.

Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina

yang lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci

nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa mempunyai ciri pada tubuhnya yang

berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih keperakan atau putih

kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak yang khas berupa 2

garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes

albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva

Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki

satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi

larva Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.

Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam

keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes

aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan

menyerupai gambaran kain kasa. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan

rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur

sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al.,

2000).

C.       Perilaku dan siklus hidup Aedes aegypti

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.

Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk

betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh

asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk

jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga

ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda

berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak

karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang

hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran

empuk nyamuk jenis ini.

Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang

dilakukan baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah

dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah

matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00)

(Srisasi G et al., 2000).

Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan

perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu

kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan

nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan

proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk

berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus

menjadi semakin besar.

Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di

lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam

bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban,

bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah

hutan berpohon rimbun (sylvan areas).

Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat

berkembang biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng

kosong berisi air hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan

daun yang berisi air hujan, vas bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk

Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak pada kontainer

yang ada dalam rumah.

Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga

dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes

aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5

bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et al.,

1997).

Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur

pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips

berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1

sampai 2 hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan

larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4

memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva

berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa

bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.

Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7

hingga 8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak

mendukung.

Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1

bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas

menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk

perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi

kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva

yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa

yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Sebaliknya, lingkungan

yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.

Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam

rumah dan sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini

agak berbeda dengan Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar rumah

dan menyukai genangan air alami yang terdapat di luar rumah misalnya

potongan bambu pagar, tempurung kelapa, lubang pohon yang berisi air

(Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti berupa semak-

semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di

halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang

tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain

sebagainya (Srisasi G et al., 2000).

Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan

di daerah tropis dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º

lintang selatan. Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian

lebih dari 1.000 m. Tetapi di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121

m dan di California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur

8ºC-37ºC. Aedes aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di

dalam rumah (WHO, 1997).

Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi

kemampuan normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai

kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa

orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena

nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini

sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke

beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita

DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).

Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang

penting dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah

Dengue di suatu daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang

belum dewasa dilakukan dengan cara pemeriksaan tempat-tempat

perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3 angka indeks yang perlu

diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari

G et al., 2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif dengan

larva Aedes aegypti dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau

merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk,

sedangkan indeks rumah menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam

masyarakat. Indeks rumah adalah prosentase rumah ditemukannya larva

Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah prosentase kontainer yang positif

dengan larva Aedes aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906

memberi dasar kuat untuk mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai

vektor dengan cara menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat terjadinya

infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian Cleland

dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di

Afrika Selatan yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar

potensinya sebagai vektor untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).

D.       Patogenitas dbd

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus

Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes

albopictus. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae,

yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN

4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa

serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand

penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al.,

1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7

hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan

arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada

bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.

Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,

muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).

Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma

dari pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat

bersifat asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas

penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan

demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam

bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya

ruam pada kulit ( Soegijanto S., 2004).

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh manusia,

virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan target utama

virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana pada

umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari

hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi

viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari

gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap

virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen

Precenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan

mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit

lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan

melisis makrofag yang sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B

yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu

antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen

(Gubler DJ., 1998).

Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi

multifaktorial yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan

faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu kerentanan yang dapat

diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi

berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility)

antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi

antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya

(Darwis D., 1999).

Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS)

adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran

plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1). Volume

plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung

penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi

dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).

Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya

dapat menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum

dapat menjelaskan secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al.,

2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD adalah The Secondary

Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori

Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran

Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).

Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada

pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum

tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk

dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi

pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama

perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi

tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi

dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan

larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-

kolam (Soegijanto S., 2004).

E.         Cara Pemberantasan Demam Berdarah

Departemen kesehatan telah mengupayakan berbagai strategi dalam

mengatasi kasus ini. Pada awalnya strategi yang digunakan adalah

memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian strategi

diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat

penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut

sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,

yaitu nyamuk Aedes aegypti (Rozendaal JA., 1997).

Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:

a.       Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara

lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah

padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain

rumah. Sebagai contoh : menguras bak mandi/penampungan air sekurang-

kurangnya sekali seminggu, mengganti dan menguras vas bunga dan tempat

minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat

penampungan? air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas

di sekitar rumah?. Tumpah atau bocornya air dari pipa distribusi, katup air,

meteran air dapat menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang

penting untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak

dilakukan.

b.      Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan

pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran

pemangsa yang dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan)

telah didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai predator yang efektif

terhadap Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga digunakan

perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang

dikembangkan di Singapura.

c.       Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan (fogging)

(dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi

kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk

abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air,

vas bunga, kolam, dan lain-lain.

            Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk dapat memutus

rantai penularan penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging

diharapkan jumlah penderita Demam Berdarah DHF dapat berkurang.

Sebelum pelaksanaan fogging pada masyarakat telah diumumkan agar

menutup makanannya dan tidak berada di dalam rumah ketika dilakukan

fogging termasuk orang yang sakit harus diajak ke luar rumah dahulu, selain

itu semua ternak juga harus berada di luar. Namun demikian untuk

menghindari hal – hal yang tidak diinginkan maka dalam pelaksanaannya

fogging dilakukan oleh 2 orang operator. Operator I (pendamping) bertugas

membuka pintu, masuk rumah dan memeriksa semua ruangan yang ada

untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam rumah termasuk bayi,

anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring sakit, selain

itu ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua makanan harus sudah

ditutup. Setelah siap operator pendamping ke luar dan operator II (Operator

swing Fog) memasuki rumah dan melakukan fogging pada semua ruangan

dengan cara berjalan mundur. Setelah selesai operator pendamping baru

menutup pintu. Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup

selama kurang lebih satu jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada

dalam rumah dapat terbunuh semua, dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan

terbunuh karena malathion bekerja secara “knoc donw”. Setelah itu fogging

dilanjutkan di luar rumah / pekarangan. Setelah satu rumah beserta

pekarangannya selesai difogging maka fogging dilanjutkan ke rumah yang

lain, sampai semua rumah dan pekarangan milik warga difogging.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swing

fog untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai berikut :

a.       Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation, konsentrasi

larutan adalah 4 – 5 %.

b.      Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan

debit keluaran yang diinginkan.

c.       Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif 50m.d)

Kecepatan berjalan

d.      ketika memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2 atau 2 – 3 menit

untuk satu rumah dan halamannya.

e.       Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari

nyamuk, yaitu jam 09.00 – 11.00.

            Dalam pelaksanaan fogging inipun telah diperhatikan hal-hal di atas

sehingga diharapkan hasilnya juga optimal. Berdasarkan hasil survei jentik

ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah penduduk. Jentik tersebut

berada di kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan di luar rumah dengan

kondisi kurang bersih dan kurang terawat, sedang 4 kamar mandi yang lain

berada di dalam rumah. Bahkan satu kamar mandi terbuat dari keramik,

namun demikian kamar mandi ini berhubungan langsung dengan

pekarangan yang cukup luas dengan tanaman-tanaman besar yang cukup

banyak, sehingga dimungkinkan nyamuk berasal dari pekarangan. Bagi

penduduk yang kamar mandinya masih ditemukan jentik, maka pada saat itu

juga team yang bertugas langsung memberikan pengarahan dan penyuluhan

pada pemilik rumah untuk membersihkan kamar mandinya agar tidak

menjadi sarang nyamuk.

            Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling

tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya

kurang tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk

memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa, sehingga jika di beberapa

rumah penduduk masih diketemukan jentik nyamuk, maka dimungkinkan

penularan demam berdarah masih berlanjut dengan dewasanya jentik yang

menjadi nyamuk. Apalagi siklus perubahan jentik menjadi nyamuk hanya

membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu. Sehingga jika di daerah

tersebut terdapat penderita demam berdarah baru maka dimungkinkan akan

cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap lebih efektif adalah dengan

PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah

dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus,

yaitu menutup, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan

sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti

memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan

kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan

insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan

memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat (Deubel V et al.,

2001).

Kegiatannya dapat berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah

dan pekarangannya, selokan selokan di samping rumah serta melakukan 3M

( Menguras kamar mandi (termasuk mengganti air untuk minuman burung

dan air dalam vas bunga), menutup tampungan / tandon air dan mengubur

barang-barang bekas yang mungkin menjadi tempat sarang nyamuk,

termasuk pecahan botol dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat

ditaburkan abate dengan dosis 10 gr/ 100 liter air, untuk membunuh jentik-

jentik pada bak kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah, dalam

hal ini masyarakat tidak perlu takut kalau-kalau terjadi keracunan karena

abate ini hanya membunuh jentik nyamuk dan aman bagi manusia maupun

ikan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam memutus rantai

penularan penyakit demam berdarah adalah dengan pelaksanaan PSN oleh

masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh petugas dan kembali

dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini telah dilakukan oleh

seluruh masyarakat secara merata di berbagai wilayah, artinya tidak hanya

satu Rt atau Rw saja, tetapi telah meluas di semua wilayah maka

pemberantasan demam berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya

satu daerah saja yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya

tidak, maka dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas

namun berkunjung ke daerah yang masih terdapat penderita demam

berdarah dan tergigit oleh nyamuk Aedes aegypti akan tertular demam

berdarah pula dan dengan cepat penyakit inipun akan tersebar luas kembali.

Pemerintah juga memberdayakan masyarakat dengan mengaktifkan

kembali (revitalisasi) pokjanal DBD di Desa/Kelurahan maupun Kecamatan

dengan fokus pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan

pemeriksaan jentik berkala. Perekrutan warga masyarakat sebagai Juru

Pemantau Jentik (Jumantik) dengan fungsi utama melaksanakan kegiatan

pemantauan jentik, pemberantasan sarang nyamuk secara periodik dan

penyuluhan kesehatan. Peran media massa dalam penanggulangan KLB

DBD dan sebagai peringatan dini kepada masyarakat juga ditingkatkan.

Dengan adanya sistem pelaporan dan pemberitahuan kepada khalayak yang

cepat diharapkan masyarakat dan departemen terkait lebih wasapada.

Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor dengan

dukungan laboratorium yang memadai di tingkat Puskesmas

Kecamatan/Kabupaten juga perlu dibenahi (Kristina et al., 2004).

F.         Cara Pengobatan Penyakit Demam

Berdarah

            Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi

perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan

mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air

dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu) penambahan cairan tubuh

melalui infus (intravena) mungkinb di perlukan untuk mencegah dehidrasi

dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet di lakukan jika

jumlah platelet menurun drastis. Terhadap keluhan yang timbul, selanjutnya

adalah pemberian obat – obatan misalnya :

• Parasetamol membantu menurunkan demam

• Garam elektrolit (oralit) jika di sertai diare

• Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder, lakukan kompres

dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa

tim medis menyarankan kompres dapat di lakukan dengan

alkohol.Pengobatan alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum

jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara

medis, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan

intravena dan peningkatan nilai trombosit darah.

G.       Pencegahan Penyakit Demam Berdarah

Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu

pagi sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam

hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang

hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang

paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan

atau pengendalian vektornya adalah :

1.           Pengendalian Non Kimiawi :

a. Pada Larva / jentik nyamuk:

1.      dilakukan dengan cara menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada

umumnya 3M: Menguras dan menyikat dinding bak penampungan air

kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk demam berdarah (Aedest

Aegypti) akan menempel pada dinding bak penampungan air setelah dikuras

dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada dinding, hanya dengan

menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva nyamuk demam

berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu hidup dalam

keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi setelah dikuras

diding tersebut harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak

penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon

air, sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest

Aegypti) mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk

reproduksinya, Mengubur barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat

menyebabkan genangan air yang berlarut-larut ini harus dihindari karena

salah satu sasaran tempat nyamuk untuk bereproduksi.

2.      dilakukan dengan cara pencegahan preventive yaitu memelihara ikan pada

tempat penampungan air

b. Pada Nyamuk Dewasa :

1.      Dengan memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk

pencegahan agar nyamuk dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan

sekitar kita.

2.      Dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap untuk nyamuk

yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya (attractan) dan untuk

membunuhnya dengan mengunakan aliran listrik. Cara kerja tersebut sama

dengan Electric Raket.

2.           Pengendalian Kimiawi :

a. Pada Larva / jentik nyamuk:

Yaitu dikakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang

biasa disebut dengan ABATE Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin

atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut

untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan

sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan

dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam

dinding tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE

dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air

tersebut diminum

Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :

Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10) x 1 gram = 10 gram

ABATE

Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan

peres berisi 10 gram ABATE.

b. Pada Nyamuk Dewasa :

1.      Dilakukan Space Treatment : Pengasapan  (Fogging) dan Pengkabutan

(Ultra Low Volume) dengan insectisida yang bersifat knock down mampun

menekan tingkat populasi nyamuk dengan cepat.

2.      Dilakukan Residual treatment : Penyemprotan (Spraying) pada tempat

hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran antara 0 – 1 meter diatas

permukaan lantai bangunan.

3.      Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun obant nyamuk semprot

yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti nyamuk yang

memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada nyamuk yang akan

mendekat.

Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan mengendalikan

nyamuk dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1.      Modifikasi Lingkungan

Yaitu setiap kegiatan yang mengubah fisik lingkungan secara

permanen agar tempat perindukan nyamuk hilang. Kegiatan ini termasuk

penimbunan, pengeringan, pembuatan bangunan (pintu, tanggul dan

sejenisnya) serta pengaturan sistem pengairan (irigasi). Kegiatan ini di

Indonesia populer dengan nama kegiatan pengendalian sarang nyamuk

”3M” yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun berbagai tempat

yang menjadi sarang nyamuk.   

2.      Manupulasi Lingkungan

Yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan

sementara yang tidak menguntungkan bagi keberadaan nyamuk seperti

pengangkatan lumut dari laguna, pengubahan kadar garam dan juga sistem

pengairan secara berkala di bidang pertanian. 

3.      Mengubah atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku

Yaitu kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi

perkembangan vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan

ini dilakukan dengan cara menempatkan dan memukimkan kembali

penduduk yang berasal dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit,

perlindungan perseorangan (personal protection), pemasangan rintangan-

rintangan terhadap kontak dengan sumber serangga vektor, penyediaan

fasilitas air, pembuangan air, sampah dan buangan lainnya.

4.      Pengendalian Hayati

Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan

memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini

memerlukan pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi,

dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi

musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih

rumit dan hasilnyapun lebih lambat terlihat dibandingkan dengan

penggunaan insektisida. Pengendalian hayati baru dapat memperlihatkan

hasil yang optimal jika merupakan bagian suatu pengendalian secara

terpadu. 

5.      Musuh alami yang yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah

predator, patogen dan parasit.

a.       Predator

Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa dalam suatu

populasi nyamuk. Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau larva

nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai

pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala timah. Jenis

ikan lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di

persawahan. Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator

yaitu jentik nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik

nyamuk lainnya ( sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di

beberapa negara pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan

dalam rangkaian usaha memberantas nyamuk demam berdarah secara

tepadu.

b.      Patogen

Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap jentik

nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang

bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis

subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia,

Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium,

Culicinomyces)

c.       Parasit

Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme tergantung kepada

serangga vektor dan menjadikannya sebagai inang. Contohnya adalah

cacing Nematoda seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae

(Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan

untuk mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu

kesehatan lainnya. Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya,

masuk ke dalam rongga tubuh, merusak dinding dan jaringan tubuh

serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis culiciforax merupakan

contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk mengendalikan

nyamuk.

Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda sampai saat ini

masih terbatas pada daerah-daerah tertentu karena sebaran spesiesnya

terbatas, hanya menyerang pada fase dan spesies serangga tertentu dan

memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A.       Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan masalah yang telah dibuat, dapat

diambil kesimpulan bahwa fogging merupakan salah satu upaya untuk

memberantas nyamuk yang merupakan vektor penyakit demam berdarah

sehingga rantai penularan penyakit dapat diputuskan. Selain fogging juga

dapat dilakukan abatisasi, yaitu penaburan abate dengan dosis 10 gram

untuk 100 liter air pada tampungan air yang ditemukan jentik nyamuk.

Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN ( Pemberantasan

Sarang Nyamuk ) dengan 3M, yaitu :

         Menguras

         Menutup tampungan air, dan

         Mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk juga

dapat menjadi cara untuk memberantas DBD.

Banyak cara yang dapat dilakukan dalam mengobati penyakit DBD

diantaranya yaitu:

         Mengatasi perdarahan.

         Mencegah keadaan syok.

         Menambah cairan tubuh dengan infus.

Untuk mencegah DBD, dapat dilakukan dengan cara menghindari

gigitan nyamuk pada waktu pagi hingga sore hari dengan cara mengoleskan

lotion anti nyamuk.

B.         SARAN

1.      Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit

DBD tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir

dan mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan

terserangnya demam berdarah.

2.      Per lunya d iga lakkan Gerakan 3 M p lus , tidak hanya bila terjadi

wabah tetapi harusdijadikan gerakan nasional melalui pendekatan masyarakat.

3.      Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu

dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.

4.      Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.18 

DAFTAR PUSTAKA

         Anonym. 2011.Pengendalian Nyamuk.

http://www.pc3news.com/index.php?

cat=news&id=911&sub=2&view=news. Di akses tanggal 23 maret 2012.

         Anonym. 2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non

Kimiawi

Lebih Diutamaka

n.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendalian-nyamuk-

dengan-pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/.

Di akses tanggal 23 maret 2012.

         Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-

dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012.

         Anonym. 2011. Etiologi dan Patogenesis DBD.

http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-patogenesis-dbd/.  Di

akses tanggal 23 maret 2012.

         Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia.

http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-

indonesia/. Di akses tanggal 23 maret 2012.

         Anonym. 2011. Nyamuk Transgenic Harapan Baru  Penanggulangan DBD

http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-baru-

penanggulangan-dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012.

         Anonym. 2011. Aedes aegypti.

http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti.             Di akses tanggal 23

maret 2012.

         Anonym. 2011. Ciri-Ciri Nyamuk  Penyebab Penyakit Demam Berdarah

http://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-penyebab-

penyakit-demam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/. Di akses tanggal 23

maret 2012.

         Anonym. 2011. Penyakit Demam Berdarah  Dengue.

http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-

dbd.html. Di akses tanggal 23 maret 2012.

         Anonym. 2011. Demam_berdarah dengue.

http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah. Di akses tanggal 23 maret

2012.

         Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam

Berdarah Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.id Di akses tanggal 23

maret 2012.

http://city-selatiga.blogspot.com/2012/07/makalah-dbddemam-berdarah.htmldiakses pada tanggal 11 September 2014