bab ii,dbd

42
BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 1.Definisi Dengue adalah penyakit swasirna, akut, dan klasik (biasanya berlangsung 5 hingga 7 hari), yang ditandai dengan demam, lesu, nyeri kepala, mialgia, ruam, limfadenopati, dan leukopenia, yang disebabkan oleh empat jenis virus dengue yang secara antigen berbeda (Hurianti Hartanto, et al, 2007). Demam dengue/DD (dengue fever/DF) dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (W. Sudoyo, Aru, et al, 2006). 2.Etiologi Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae (Rantam, 2005). Menurut nomenklatur dari Rice (1985), protein virus dengue sebagai berikut : 7

Upload: firman-andriansyah

Post on 25-Jul-2015

124 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Pustaka

II.1.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Definisi

Dengue adalah penyakit swasirna, akut, dan klasik (biasanya

berlangsung 5 hingga 7 hari), yang ditandai dengan demam, lesu, nyeri

kepala, mialgia, ruam, limfadenopati, dan leukopenia, yang disebabkan

oleh empat jenis virus dengue yang secara antigen berbeda (Hurianti

Hartanto, et al, 2007).

Demam dengue/DD (dengue fever/DF) dan demam berdarah

dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,

nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (W. Sudoyo, Aru,

et al, 2006).

2. Etiologi

Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, termasuk

dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae (Rantam, 2005).

Menurut nomenklatur dari Rice (1985), protein virus dengue sebagai

berikut :

- Protein C (Core/nukleokapsid).

- Protein M (Membran nonglikosilasi).

- Protein E (Envelope).

- Protein NS sebagai protein non struktural.

Adapun protein non struktural virus terdiri dari tujuh macam yang

dikode oleh gen terpisah, diantaranya NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a,

NS4b, dan NS5. Selama proses infeksi, protein NS1 dapat berada di dalam

sel, membran plasma, maupun disekresikan keluar sel dan berperan dalam

7

8

proses imunopatologi infeksi. Oleh sebab itu, maka NS1 dapat dijadikan

sebagai marker pada pemeriksaan DBD (Rantam, 2005).

Adapun siklus dari virus tersebut, yaitu :

- Virus dapat terikat pada reseptor virus yang ada di permukaan sel, dan

melalui antibodi anti dengue yang terikat pada sel.

- Kemudian, virus masuk ke dalam sel yang diikuti oleh pelepasan

nukleokapsid ke dalam sitoplasma sel.

- Tahap selanjutnya, terjadi proses translasi dan replikasi.

- Setelah semua komponen virus disintesis, virus yang belum matang

(immature) akan mengalami proses morfogenesis menjadi virus matang

(mature) yang memiliki protein C, M, dan E.

- Kemudian, virus yang sudah matang (mature) akan dilepaskan keluar

dari sel dan menginfeksi sel lainnya (Jawetz, 2005).

Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4

yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah

dengue. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai

di daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang

dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit yang menunjukkan

bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.

Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat (Soedarmo, 2010).

Penularan infeksi virus dengue ini terjadi melalui vektor nyamuk

genus Aedes. Nyamuk ini mendapatkan virus demam berdarah dari orang

yang di dalam darahnya terdapat virus tersebut, disebut Carier. Orang itu

mungkin sakit demam berdarah, tapi mungkin juga tidak, bila kebetulan

orang itu memiliki kekebalan terhadap virus tersebut. Sebagai orang yang

tidak sakit, ia bisa pergi kemana saja dan menularkan virus itu kepada

orang lain. Bila orang yang tertular itu tidak memiliki kekebalan

(umumnya anak-anak), segera akan terserang demam berdarah melalui

gigitan nyamuk yang membawa virus tersebut.

Terdapat dua jenis nyamuk Aedes yang terdapat di Indonesia, yaitu :

9

a. Aedes Aegypti

Merupakan nyamuk yang hidup di daerah tropis dan paling sering

ditemukan, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu

di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air di

sekitar rumah, seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air

minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol.

Adapun karakteristik dari nyamuk jenis tersebut, yaitu :

- Nyamuk ini memiliki warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih

pada bagian-bagian badannya terutama pada kakinya (Saleha, et al,

2008).

- Memiliki bentuk morfologi yang khas yaitu terdapat gambaran lira

(lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum).

- Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pagi dan sore hari.

- Jarak terbang 100 meter (Rampengan, 2008).

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegyptiSumber : http://www.pedulidbd.com

b. Aedes Albopictus

Secara morfologi, nyamuk Aedes Albopictus sepintas tampak

seperti nyamuk Aedes Aegypti tetapi terdapat perbedaan pada

mesonotumnya yang terdapat gambaran menyerupai garis tebal putih

yang berjalan vertikal (Saleha, et al, 2008).

Adapun karakteristik dari nyamuk jenis tersebut, sebagai berikut :

10

- Biasanya disekitar rumah atau pohon-pohon, tempat penampungan air

hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas, dan

lain sebagainya.

- Tempat habitatnya di tempat air jernih.

- Menggigit pada waktu siang hari.

- Jarak terbang 5 meter (Rampengan, 2008).

Gambar 2. Nyamuk Aedes albopictusSumber : http://www.pedulidbd.com

Adapun perubahan bentuk (metamorfosis) dari nyamuk tersebut

adalah Telur Jentik Kepompong Nyamuk Dewasa. Untuk jenis

nyamuk Ae. aegypti, proses perubahan bentuk ini terjadi dalam air jernih,

khususnya tempat penampungan air yang biasanya digunakan sehari-hari

dan setiap genangan air yang airnya tidak langsung berhubungan dengan

tanah. Perubahan bentuk dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa

memerlukan waktu ± 10 hari.

Gambar 3. Siklus hidup nyamukSumber : http://www.metapathogen.com

11

3. Epidemiologi

Gambar 4. Area rawan akan penularan Demam Berdarah Dengue,termasuk Indonesia, 2005

Sumber : http://www.naturalseenhazards.wordpress.com

Gambar 5. Area rawan akan penularan Demam Berdarah Dengue,termasuk Indonesia, 2008

Sumber : http://www.who.com

Demam berdarah dengue terdapat di daerah tropis, terutama di

negara Pasifik Barat dan ASEAN termasuk Indonesia. Beberapa faktor

yang berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue, yaitu :

a. Agen (vektor)

- Perkembangbiakan vektor.

- Kebiasaan vektor menggigit.

- Kepadatan vektor di lingkungan (W. Sudoyo, Aru, et al, 2006).

b. Host (pejamu)

- Kepadatan penduduk, lebih padat lebih mudah untuk terjadi penularan

DBD.

- Mata pencaharian, mempengaruhi penghasilan.

12

- Mobilitas penduduk, memudahkan penularan dari satu tempat ke

tempat yang lain.

- Kualitas perumahan, jarak antar rumah, pencahayaan, bentuk rumah,

bahan bangunan akan mempengaruhi penularan.

- Pendidikan, mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan

penyuluhan dan cara pengendalian yang dilakukan.

- Penghasilan, mempengaruhi kunjungan berobat ke puskesmas atau ke

rumah sakit.

- Sikap hidup, senang akan kebersihan dan cepat tanggap dalam

masalah akan mengurangi resiko penularan penyakit.

- Umur, lebih banyak terjadi pada umur kurang dari 15 tahun.

- Kekebalan atau daya tahan tubuh setiap individu berbeda, sehingga

memudahkan terjangkitnya penyakit.

c. Environment (Lingkungan)

1) Lingkungan Fisik

- Curah hujan, dapat menambah genangan air sebagai tempat

perindukan.

- Suhu udara, dapat mempengaruhi perkembangan virus di dalam

tubuh nyamuk.

- Kelembaban udara, dapat mempengaruhi umur nyamuk.

2) Lingkungan Biologi

Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, karena

mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam rumah dan

halaman. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan akan

menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat

dan memperpanjang umur nyamuk (Depkes, 2007).

4. Insiden

Secara nasional, insiden demam berdarah dengue tertinggi

dilaporkan selama tahun 1973 terdapat 10.189 kasus dan tahun 1977

terdapat 8.141 kasus. Penyakit ini selalu terjadi tiap tahun di pelbagai

tempat di Indonesia dan terutama di musim hujan (Rampengan, 2008).

13

Kasus DBD di DKI Jakarta tahun 2009 sebanyak 17.472 kasus dan

28 meninggal dunia. Tetapi terjadi penurunan kasus DBD pada bulan

Januari-Februari 2010 sebesar 25 persen dibanding tahun 2009. Pada

periode tersebut kasus DBD dapat mencapai 914 kasus, dibandingkan

tahun 2009 sebanyak 1.202 kasus.

Secara keseluruhan, penyakit DBD tidak terdapat perbedaan antara

jenis kelamin penderita demam berdarah dengue tetapi kematian lebih

banyak ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki

(Rampengan, 2008). Menurut WHO, untuk mempelajari penyakit pada

anak, maka batasan untuk umur anak mulai 0-14 tahun. Sedangkan

beberapa rumah sakit, seperti Fatmawati dan Ciptomangunkusumo,

memberi batasan untuk umur anak mulai 0-18 tahun, dan di rumah sakit

Dr. Suyoto mulai 0-14 tahun.

5. Patogenesis

Beberapa hipotesis yang digunakan pada patogenesis demam

berdarah dengue, seperti the secondary heterologous infection hyphothesis

atau the sequential infection hyphothesis dan the immunological

enhancement hyphothesis. Tetapi hingga saat ini, patogenesis terjadinya

demam berdarah dengue masih belum diketahui dengan pasti.

Secara umum, kelainan yang terjadi pada demam berdarah dengue

akibat adanya kebocoran plasma yang disebabkan oleh virus dengue. Hal

ini disebabkan karena virus dengue dapat menyebabkan kerusakan pada

kapiler sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

pembuluh darah dan penurunan volume plasma. Akibatnya, plasma akan

keluar ke ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa). Sedangkan

pada intravaskular akan terjadi peningkatan konsentrasi plasma

(hematrokrit/HT meningkat), trombosit menurun, dan leukosit menurun.

Selain itu, akibat virus dengue menginfeksi endotel dan

menyebabkan gangguan fungsi dari endotel, maka pembuluh darah tidak

berfungsi dengan baik dan mengakibatkan kebocoran darah. Apabila

kebocoran ini terjadi pada pembuluh darah kulit akan tampak bercak-

14

bercak kemerahan pada kulit yang disebut petekiae. Sedangkan bila terjadi

kebocoran pada saluran pencernaan akan menyebabkan perdarahan yang

terus-menerus (Soedarmo, 2010).

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue bersifat asimtomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah

dengue atau sindrom syok dengue (SSD) (W. Sudoyo, Aru, et al, 2006).

Ciri-ciri demam pada demam berdarah dengue disebut juga sebagai

“Demam Pelana Kuda”.

Grafik 1. Demam Pelana Kuda

Sumber : http://www.feverclinicwordpress.com

Dari grafik tersebut, dapat dilihat fase-fase demam pada demam

berdarah dengue, sebagai berikut :

a. Hari 1-3 Fase Demam Tinggi

Demam mendadak tinggi, dan disertai sakit kepala hebat, sakit di

belakang mata, nyeri otot, serta mual/muntah, kadang disertai bercak

merah di kulit.

b. Hari 4-5 Fase KRITIS

Fase demam turun drastis dan sering mengecoh seolah terjadi

kesembuhan. Namun inilah fase kritis yang kemungkinan dapat terjadi

“Dengue Shock Syndrome”.

c. Hari 6-7 Fase Masa Penyembuhan

Fase demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi tahap

penyembuhan.

15

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum

manifestasi klinik yang bervariasi antara demam dengue, demam berdarah

dengue, dan sindrom syok dengue (Rampengan, 2008). Manifestasi

simptomatik meliputi demam tidak terdiferensiasi (undifferentiated fever),

demam dengue, dan DBD (dengan atau tanpa syok) (Chen, 2009).

Bagan 1. Spektrum klinis infeksi Virus Dengue

Sumber : http://www.feverclinicwordpress.com

Tabel 1. Manifestasi klinis penyakit Demam Berdarah Dengue

Spektrum Klinis Manifestasi KlinisDDDemam Dengue

- Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut : nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia, manifestasi perdarahan, dan leukopenia.

- Dapat disertai trombositopenia.- Hari ke 3-5 merupakan fase pemulihan (saat suhu

turun), dan klinis membaik.DBDDemam Berdarah Dengue

- Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, dan nyeri perut.

- Uji torniquet positif.- Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.- Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih,

seperti : epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuria.

- Trombositopenia.- Leukopenia.- Hari ke 3-5 merupakan fase kritis (saat suhu turun),

perjalanan penyakit dapat berkembang menjadi syok.SSDSindromSyok Dengue

- Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).

- Gejala syok : 1. Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran

dan sianosis.2. Napas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak

teraba.3. Tekanan darah turun, tekanan nadi < 20 mmHg.4. Akral dingin, capillary refill turun.5. Diuresus turun, hingga anuria.

Sumber : http://www.feverclinic.wordpress.com

16

Perbedaan suhu demam pada demam dengue dan demam

berdarah dengue, dapat dilihat dari kurva sebagai berikut :

Grafik 2. Kurva suhu Demam Dengue

Sumber : http://www.feverclinic.wordpress.com

Grafik 3. Kurva Demam Berdarah Dengue

Sumber : http://www.feverclinic.wordpress.com

Dari kurva di atas, dapat diketahui pasien yang mengalami fase

demam selama 2-7 hari akan diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari.

Bila saat fase ini pasien sudah tidak demam dan ada perbaikan klinis

maka menunjukkan DD, tetapi bila semakin memburuk dan

mempunyai risiko untuk terjadi syok akan mengarah ke DBD

(Soedarmo, 2007).

17

7. Klasifikasi Derajat Penyakit

Tabel 2. Klasifikasi derajat penyakit Demam Berdarah Dengue

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia

- Leukopenia- Trombositopenia, tidak

ditemukan kebocoran plasma

- Serologi Dengue (+)DBD I Gejala di atas ditambah

uji bendung (+)- Trombositopenia

(<100.000), bukti ada kebocoran plasma

DBD II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan

- Trombositopenia (<100.000), bukti ada kebocoran plasma

DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)

- Trombositopenia (<100.000), bukti ada kebocoran plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.

- Trombositopenia (<100.000), bukti ada kebocoran plasma

* DBD derajat III dan IV disebut Sindrom Syok Dengue (SSD).

Sumber : W. Sudoyo, Aru, et al, 2006

8. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Darah Rutin

Parameter laboratoris pada pemeriksaan darah rutin yang dapat

diperiksa antara lain :

1) Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya

dimulai pada hari ke-3 demam (W. Sudoyo, Aru, et al, 2006).

Nilai normal Ht : laki-laki (40-52%), wanita (38-48%) (Price, 2006).

Nilai normal Ht (RS Dr. Suyoto) : laki-laki (40-48%)

wanita (37-43%)

2) Trombosit : dapat terjadi trombositopenia pada hari ke 3-8

(W. Sudoyo, Aru, et al, 2006).

Nilai normal trombosit : 150.000-450.000 g/dl (Price, 2006).

Nilai normal trombosit (RS Dr. Suyoto) : 200.000-500.000 g/dl.

18

3) Leukosit : dapat normal atau menurun.

Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total

leukosit) dan akan meningkat pada fase syok (W. Sudoyo, Aru, et al,

2006).

Nilai normal leukosit : 4.500-11.000 g/dl (Price, 2006).

Nilai normal leukosit (RS Dr. Suyoto) : 5.000-10.000 g/dl.

b. Pemeriksaan Serologi

Parameter laboratoris pada pemeriksaan serologi yang dapat

diperiksa antara lain :

1) Dengue IgG/IgM Rapid Test

Pemeriksaan ini berfungsi untuk mendeteksi adanya antibodi

(IgG/IgM) virus dengue di plasma penderita. Menurut WHO, 2005,

respon imun primer dan sekunder, IgM diproduksi dimulai hari ke-3,

dan IgG respon imun sekunder, meningkat cepat dalam 3-5 hari.

Grafik 4. Viremia, IgM, dan IgG pada infeksi Virus Dengue primer

dan sekunder

Sumber : http://www.feverclinicwordpress.com

Pada metoda ini dapat diukur dengan menggunakan alat test

yang mempunyai tiga garis (pre-coated lines) di permukaan

membran :

- Garis “G” (Dengue IgG Test Line).

- Garis “M” (Dengue IgM Test Line).

- Garis “C” (Control Line).

Hasil dari test tersebut akan muncul dalam waktu 15-20 menit.

Berikut interpretasi hasil dari test tersebut :

- IgM (+) : infeksi primer dengue.

19

- IgG (+) : infeksi sekunder dengue.

- IgG dan IgM (+) : infeksi primer yang berkelanjutan dan atau

infeksi sekunder.

- IgG dan IgM (-) : tidak terjadi infeksi dengue.

- Control/C (-) : invalid dan harus diulang pemeriksaannya.

Tabel 3. Interpretasi Test IgG/IgM

Sumber : http://www.pedulidbd.com

2) NS1

Pemeriksaan Dengue NS1 Antigen adalah pemeriksaan

terhadap antigen non struktural-1 dengue (NS1) yang dapat

mendeteksi infeksi virus dengue pada hari pertama mulai demam.

Keuntungan pemeriksaan ini, yaitu untuk mengetahui adanya infeksi

dengue pada penderita tersebut dalam fase awal demam, tanpa perlu

menunggu terbentuknya antibodi (V, Kumarasamy, et al, 2007).

Hasil test yang akan muncul dalam alat test sebagai berikut :

- NS1 (+) : infeksi dengue.

- NS1 (-) : tidak terjadi infeksi dengue.

9. Diagnosis

Diagnosis sangat penting untuk menentukan penatalaksanaan pasien

untuk dirawat inap atau berobat jalan. Untuk kasus DBD yang

diperkenankan berobat jalan bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi

keinginan makan dan minum masih baik. Sebagian besar kasus DBD yang

berobat jalan ini adalah kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas

pada hari pertama dan hari kedua tidak menunjukkan perubahan

20

manifestasi menjadi buruk. Apabila penderita DBD ini mengalami

manifestasi yang semakin memburuk, maka dianjurkan untuk dirawat inap

(Soegijanto, 2006).

Berikut kriteria rawat inap pasien dan memulangkan untuk pasien

demam berdarah dengue :

Tabel 3. Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien

Kriteria Rawat Inap Pasien Kriteria Memulangkan PasienAda kedaruratan :- Syok.- Muntah terus-menerus.- Muntah darah.- BAB berwarna hitam.- Kejang.- Kesadaran menurun.- Hematokrit mendadak tinggi.- Trombosit ≤ 100.000/ul.

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.

- Nafsu makan membaik.- Tampak perbaikan secara klinis.- 2-3 hari setelah syok teratasi.- Hematokrit stabil.- Trombosit > 50.000/ul.- Tidak dijumpai distres pernapasan.- Output urin baik.

Sumber : Garna, Herry, et al, 2005

Demam dengue (DD) dengan kondisi yang stabil dan baik, tidak

harus dilakukan rawat inap, tetapi harus dilakukan kontrol secara rutin

pemeriksaan ke dokter atau pemeriksaan darah ulang dalam hari ke 4-5.

Berikut diagnosis untuk demam dengue, demam berdarah dengue,

dan sindrom syok dengue dengan menilai manifestasi klinis yang terdapat

pada pasien :

a. Demam Dengue (DD)

Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7

hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

- Nyeri kepala.

- Nyeri retro-orbital.

- Mialgia atau artralgia.

- Ruam kulit.

- Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).

- Leukopenia

- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien

DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang

sama.

21

b. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Berdasarkan kriteria WHO 1997 :

1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

2) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji bendung positif (uji tourniquet).

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan di tempat lain.

- Hematemesis atau melena.

3) Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/ul).

4) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran

plasma) sebagai berikut :

- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

- Tanda kebocoran plasma, seperti efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia.

c. Sindrom Syok Dengue (SSD)

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20

mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin, dna

lembab serta gelisah (W. Sudoyo, Aru, et al, 2006).

Selain diagnosis di atas, pada penelitian ini yang dilakukan di

Rumah Sakit Dr. Suyoto, diagnosis DBD dibuktikan dengan pemeriksaan

serologi baik IgG/IgM maupun NS1.

10. Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk demam berdarah dengue antara lain demam

Chikungunya, dan demam kuning.

22

11. Penatalaksanaan

Prinsip utama dalam menangani kasus DBD adalah terapi suportif.

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi kehilangan cairan plasma

sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat

perdarahan. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat

diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi

merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD

(W. Sudoyo, Aru, et al, 2006).

Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/DSS terletak pada ketrampilan

para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase

penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik (Soedarmo, 2010).

12. Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Upaya untuk mencegah DBD dapat dilakukan dengan cara, sebagai

berikut :

a. Pemberian Vaksin DBD

Salah satu cara untuk meningkatkan imunitas seseorang adalah

dengan pemberian vaksin, dimana vaksin berfungsi untuk mencegah

suatu penyakit. Tetapi, vaksin demam berdarah dengue masih belum

tersedia. Oleh sebab itu, penelitian tentang vaksin demam berdarah

dengue pun terus dilakukan, termasuk sekelompok peneliti dari

Universitas Western Australia dan Institut Penelitian Kesehatan Anak

Telethon yang diketuai oleh Prof. Peter Richmond yang berupaya

menemukan vaksin untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue

yang disebabkan oleh virus dengue.

Saat ini, vaksin untuk demam berdarah dengue sedang dilakukan

uji coba penggunaannya di Perth, Australia. Vaksin tersebut telah

diadakan uji coba tahap awal di Amerika yang terbukti aman dan

efektif. Tahap selanjutnya, akan dilakukan di Thailand yang kemudian

dilanjutkan tahap ketiga di berbagai negara termasuk Singapura. Selain

itu, vaksin ini telah dilakukan uji coba di delapan area di Australia

(Albahar, 2007).

23

Vaksin dapat diperdagangkan bila hasil seluruh tahap uji coba

terbukti aman dan efektif dalam mencegah demam berdarah dengue dan

setelah mendapat izin dari badan resmi PBB, yaitu WHO.

b. Pengendalian Vektor (Nyamuk Aedes aegypti)

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian

vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Oleh sebab itu, metode yang

paling efektif dalam mencegah penyakit DBD ini adalah dengan

mengkombinasikan metode-metode berikut, yang disebut dengan 3M

Plus, yaitu : menutup, menguras, menimbun. Selain itu, melakukan

beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur

larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,

menyemprot dengan insektisida (fogging), memasang obat nyamuk,

memeriksa jentik berkala, dan lain-lain.

Gambar 6. Kegiatan 3M Plus

Sumber : http://www.e-dukasi.net

Berikut merupakan pengendalian nyamuk tersebut yang dapat

dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

1) Lingkungan

Salah satu metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk

seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue

(PSN DBD). Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

merupakan keseluruhan kegiatan masyarakat dan pemerintah untuk

mencegah penyakit demam berdarah dengue yang disertai

pemantauan hasilnya secara terus-menerus.

24

Sasaran pada gerakan PSN, sebagai berikut :

a) Sasaran utama adalah agar semua keluarga dan pengelola tempat

umum melakukan PSN DBD serta menjaga kebersihan

lingkungan di rumah dan lingkungannya masing-masing secara

terus-menerus.

b) Pelita VI tercapainya Angka Bebas Jentik (ABJ) ≥ 90% di

kecamatan endemis dan sporadis DBD > 80% di seluruh wilayah.

Kegiatan gerakan PSN DBD dapat dilakukan dimana saja,

seperti:

a) Gerakan PSN DBD di Rumah

Kegiatan pokoknya, meliputi :

- Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya tiap 3 bulan

(untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh kader.

- Penyuluhan kelompok masyarakat oleh tokoh masyarakat.

- Kerja bakti PSN DBD dan kebersihan lingkungan secara

berkala, misalnya setiap hari Jum’at (Gerakan Jum’at Bersih).

b) Gerakan PSN DBD di Sekolah

Kegiatan pokoknya, meliputi :

- Penyampaian pengetahuan tentang penyakit DBD dan

pencegahannya oleh guru kepada siswa secara terus-menerus

melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler.

- Selain itu, para siswa sudah melakukan pemeriksaan jentik

berkala seminggu sekali selama tiga bulan baik di sekolah

maupun di rumah masing-masing untuk mengetahui ABJ dan

hasilnya akan dilaporkan kepada guru.

c) Gerakan PSN DBD di Tempat Umum

Pelaksanaan gerakan PSN DBD di tempat umum dapat dilakukan

di kantor, pabrik, rumah sakit, dan lain-lain.

Selain pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah

dengue, dapat dilakukan dengan pemeriksaan jentik nyamuk oleh

Juru Pemantau Jentik (Jumantik).

25

Jumantik atau juru pemantau jentik adalah warga masyarakat

setempat yang telah dilatih oleh petugas kesehatan atau Puskesmas

sehingga mengenal penyakit Demam Berdarah Dengue dan cara-cara

pencegahannya (Depkes, 2004).

Tujuan adanya jumantik adalah untuk memberikan bimbingan

dan penyuluhan kepada masyarakat supaya terhindar dari penyakit

DBD. Hal ini disebabkan karena belum semua warga masyarakat

membiasakan diri untuk menjaga kebersihan lingkungannya,

terutama tempat-tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk DBD.

Biasanya, seorang Jumantik berasal dari desa/kelurahan yang

bersangkutan atau kader yang telah mempunyai kinerja yang baik.

Selain itu, Jumantik bertujuan untuk mengetahui adanya

Angka Bebas Jentik (ABJ) di suatu wilayah, dimana ABJ yang

ditetapkan oleh Dinas Kesehatan mencapai target ≥ 90%.

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dilakukan seminggu sekali selama

3 bulan berturut-turut untuk melihat adanya jentik di dalam rumah.

Adapun tugas Jumantik adalah sebagai berikut :

a) Memeriksa jentik ditempat penampungan air bersih baik di dalam

maupun di luar rumah, sekolah dan mushola yang berfungsi untuk

mengetahui adanya Angka Bebas Jentik (ABJ).

b) Memberikan penyuluhan atau bimbingan tentang Demam

Berdarah Dengue kepada masyarakat.

c) Bila warga menolak dilakukan pemeriksaan jentik maka

bicarakan dengan ketua RT.

d) Setiap satu kader memeriksa minimal 60 rumah tiap bulan.

Contoh :

- Desa Endemis → 5 orang x 60 rumah = 300 rumah/bulan/desa

- Desa non-andemis → 3 orang x 60 rumah = 180

rumah/bulan/desa.

2) Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan

pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri.

26

3) Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan seperti :

a) Pengasapan (Fogging)

Pengasapan atau yang disebut fogging merupakan suatu

kegiatan penyemprotan insektisida dengan menggunakan xynoph

dengan radius 200 meter oleh tim yang terlatih dari Dinas

Kesehatan Propinsi dan Pusat sesudah survei dasar. Biasanya

dilakukan pada pagi dan sore hari dengan memperhatikan

kecepatan angin dan suhu udara.

Tujuan dari fogging adalah mencegah atau membatasi

penularan penyakit yang ditujukan ke rumah dan bangunan di

pinggir jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi. Alat

yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV

untuk perumahan. Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk

dewasa. Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan

menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual

spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada

dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti

kelambu dan pakaian yang tergantung. Untuk pemakaian di

rumah tangga dipergunakan berbagai jenis insektisida yang

disemprotkan kedalan kamar atau ruangan misalnya, golongan

organophospat atau pyrethroid synthetic.

Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging, yaitu:

- Adanya pasien yang meninggal di suatu daerah akibat DBD.

- Hasil penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan ke 20 rumah,

didapatkan ABJ < 80%.

- Lebih dari tiga orang di daerah yang sama, mengalami demam

dan ditemukan adanya jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti.

Apabila ada laporan DBD di rumah sakit atau puskesmas di

suatu daerah, maka pihak rumah sakit harus segera melaporkan

dalam waktu 24 jam, setelah itu akan langsung diadakan

penyelidikan epidemiologi kemudian baru dilakukan fogging.

27

Gambar 7. FoggingSumber : http://www.dherdian.files.wordpress.com

b) Pemberian Abate (Abatisasi atau Larvasiding)

Larvasiding adalah pemberantasan jentik dengan bahan

kimia dengan menaburkan bubuk larvasida. Kegiatan ini memiliki

efektifitas yang maksimal apabila diketahui waktu dan lokasi dari

survelans penyakit dan vektor.

Terdapat 2 jenis larvasida yang dapat digunakan pada

wadah yang dipakai untuk menampung air minum (TPA) yakni:

temephos (Abate 1%) dan insect growth regulators (pengatur

pertumbuhan serangga). Kegiatan larvasiding meliputi:

- Abatisasi selektif merupakan kegiatan pemeriksaan TPA baik di

dalam maupun di luar rumah pada seluruh rumah di

desa/kelurahan endemis dan sporadik yang ditemukan jentik dan

dilaksanakan 4 kali setahun dengan tujuan sebagai tindakan

sweeping hasil penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD.

- Abatisasi massal adalah penaburan abate (larvasida) secara

serentak diseluruh wilayah/daerah tertentu disemua TPA baik

terdapat jentik maupun tidak ada jentik di seluruh

rumah/bangunan di lokasi terjadinya KLB DBD.

Metode pengendalian nyamuk pun tidak akan berhasil bila tidak

ada peran serta dari masyarakat. Sementara, mengajak masyarakat

untuk melakukan pencegahan DBD pun sulit. Oleh sebab itu,

diperlukan peran kader dan tokoh mayarakat dalam pencegahan DBD

28

karena kader dan tokoh masyarakat merupakan warga teladan yang

dekat dengan masyarakat di tempat tinggalnya, sehingga mudah

berkomunikasi. Yang dapat dilakukan oleh kader dan tokoh masyarakat

sebagai berikut :

- Memberikan informasi dan penyuluhan mengenai DBD kepada

keluarga, teman, dan tetangga-tetangga.

- Membentuk kelompok kegiatan PSN DBD tingkat

RT/RW/Lingkungan.

- Mengajak masyarakat untuk melakukan kerja bakti secara berkala

yang meliputi kegiatan PSN DBD (3M Plus).

13. Upaya Orang Tua dalam Penanganan Pertama

Upaya penanganan awal di rumah bila terdapat salah satu anggota

keluarga terkena DBD, baik dewasa maupun anak-anak terdapat

kesamaan. Tetapi, karena pada penelitian ini lebih mengarah ke anak maka

yang akan dibahas upaya orang tua kepada anaknya dalam melakukan

penanganan awal di rumah bila anaknya diduga terkena DBD.

Yang dapat dilakukan orang tua kepada anaknya, seperti berikut :

a. Beri minum sebanyak-banyaknya dengan air yang sudah dimasak,

seperti air susu, teh atau air minum lainnya.

b. Berikan kompres air hangat dan obat penurun panas sesuai anjuran.

c. Harus segera dibawa ke puskesmas atau dokter, bila ditemukan tanda-

tanda penyakit DBD, seperti :

- mendadak panas tinggi

- tampak bintik-bintik merah pada kulit

- panas disertai perdarahan di hidung (mimisan)

- muntah darah atau BAB disertai darah

- terdapat perburukan klinis, seperti gelisah, ujung tangan dan kaki

dingin, dan berkeringat.

d. Melapor kepada ketua RT apabila anak sudah pasti terkena DBD untuk

dapat dilakukan pencegahan agar tidak meluas (Depkes, 2003).

29

II.1.2. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku

1. Pengetahuan

Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2007).

Menurut penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), terjadi proses dalam

diri orang tersebut, yakni :

a. Awareness (kesadaran) : menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest : merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut, sikap

subjek sudah mulai muncul.

c. Evaluation : menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

d. Trial : mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption : telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

Selain itu, pengetahuan mencakup 6 tingkatan, yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, sehingga “tahu” ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Contoh : dapat menyebutkan tanda-

tanda demam berdarah dengue (DBD).

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Contoh : dapat

menjelaskan mengapa harus melakukan tindakan 3M.

30

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

Contoh : dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah

(problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus

yang diberikan.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Contoh : membedakan tanda-tanda demam berdarah dengue (DBD)

dengan penyakit lainnya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Contoh : dapat meringkaskan, terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada (tindakan 3M).

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Contoh : dapat menanggapi

terjadinya wabah DBD di suatu tempat.

Selain itu, penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap orang tua terhadap kejadian DBD pada anak usia sekolah di Wilayah

Kerja Puskesmas Demak I yang dilakukan oleh Fitri Ariyanti Fatma, et al,

menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan orang tua terhadap

kejadian DBD pada anak usia sekolah dengan hasil responden dengan

pengetahuan baik sebanyak 60 orang (57,7%), pengetahuan cukup 36

orang (34,6%), dan pengetahuan kurang 8 orang (7,7%).

31

2. Sikap

Sikap merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih

tertutup terhadap stimulus atau objek. Menurut Allport (1954), sikap

mempunyai 3 komponen, yakni :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama memegang peranan

penting dalam membentuk sikap yang utuh (total attitude). Contoh : orang

tua telah mendengarkan penyakit demam berdarah dengue (penyebab,

akibat, pencegahan, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa

orang tua untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena DBD.

Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga

orang tua tersebut berniat untuk melakukan gerakan 3M Plus (mengubur

barang bekas, menutup bekas tempat penampungan air, dan menguras

tempat penampungan air, plus menaburkan serbuk abate) untuk mencegah

terjadi penyakit DBD (Notoatmodjo, 2003).

Selain itu, sikap terdiri dari 4 tingkatan, yakni :

a. Menerima (Receiving)

Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya, sikap orang tua terhadap penyakit

DBD dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian terhadap ceramah-

ceramah tentang penyakit DBD.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain. Misalnya, orang tua mengajak orang tua lainnya,

untuk melakukan gerakan 3M Plus.

32

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan

segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

Selain itu, penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan

sikap orang tua terhadap kejadian DBD pada anak usia sekolah di Wilayah

Kerja Puskesmas Demak I yang dilakukan oleh Fitri Ariyanti Fatma, et al,

menyatakan bahwa terdapat hubungan sikap orang tua terhadap kejadian

DBD pada anak usia sekolah dengan hasil responden dengan sikap baik

atau positif sebanyak 83,7% dan tidak baik atau negatif sebanyak 16.3%.

3. Perilaku

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, menyatakan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Oleh karena itu terjadi melalui proses adanya

stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus

Oragnisme Respons (Notoatmodjo, 2007).

Sedangkan perilaku dari sudut pandang biologis, perilaku itu

merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang

bersangkutan, antara lain : berjalan, berbicara menangis, tertawa, kuliah,

menulis, membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Maka dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati

oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).

Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respon organisme

atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut.

Respon ini berbentuk 2 macam, yakni :

1. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,

misalnya berpikir, tangggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Oleh

sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (convert behaviour).

33

2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk

tindakan nyata, maka disebut “overt behaviour”.

Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan respon

seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat

terselubung, dan disebut “covert behaviour”. Sedangkan perilaku nyata

seseorang sebagai respon terhadap stimulus (practice) adalah “overt

behaviour” (Notoatmodjo, 2007).

Selain itu, penelitian mengenai studi karakteristik wilayah dengan

kejadian DBD di Kecamatan Cilacap Selatan yang dilakukan olah

Sukamto, 2007, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara perilaku responden dengan kejadian DBD dan perilaku merupakan

faktor risiko terjadinya DBD.

II.2. Kerangka Teori

Bagan 2. Kerangka Teori

: variabel tidak diteliti

: variabel yang diteliti

Sakit DBD (anak)

Orang tua :- Pengetahuan DBD- Sikap DBD- Perilaku DBD (3M Plus)

Faktor internalDaya tahan tubuh

Mudah infeksi(Virus Dengue)

VektorNyamuk Ae. aegypti

Faktor Eksternal

Lingkungan fisik :- Curah hujan- Suhu- Kelembaban udara

Lingkungan rumah :- Kepadatan penduduk- Mobilitas penduduk- Kualitas perumahan

34

II.3. Hipotesis

- H1 : Terdapat hubungan antara pengetahuan orang tua tentang DBD

terhadap kejadian DBD pada anak di Rumah Sakit Dr. Suyoto,

Jakarta Selatan.

- H2 : Terdapat hubungan antara sikap orang tua tentang DBD terhadap

kejadian DBD pada anak di Rumah Sakit Dr. Suyoto, Jakarta

Selatan.

- H3 : Terdapat hubungan antara perilaku orang tua tentang DBD

terhadap kejadian DBD pada anak di Rumah Sakit Dr. Suyoto,

Jakarta Selatan.