bab ii

27
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Structured Numbered Heads a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk menguasai banyak model pembelajaran dan menggunakan variasinya sehingga guru mampu menciptakan suasana yang lebih menyenangkan bagi siswa. Salah satu pembelajaran yang dapat divariasikan adalah pembelajaran kooperatif. Salah satu pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (Trianto, 2013: 56) “dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru”.

Upload: aniyah-damayanti

Post on 14-Jan-2017

176 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Structured Numbered Heads

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Dalam proses pembelajaran, guru dituntut untuk menguasai banyak model

pembelajaran dan menggunakan variasinya sehingga guru mampu menciptakan

suasana yang lebih menyenangkan bagi siswa. Salah satu pembelajaran yang dapat

divariasikan adalah pembelajaran kooperatif. Salah satu pembelajaran yang menuntut

keaktifan siswa adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (Trianto, 2013: 56)

“dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri

dari 4-5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru”.

Sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama

dengan sesama siswa dalam tugas yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar

belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas–tugas

bersama, dan melalui struktur mpenghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai

satu sama lain. Pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa memahami konsep–

konsep sulit, menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis, dan kemampuan

membantu teman.

Page 2: Bab II

Roger dan David Johnson (Lie: 2008) mengatakan bahwa tidak

semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk

mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran

kooperatif harus diterapkan yaitu:

a) Saling Ketergantungan Positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha

setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif,

pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap

anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang

lain bisa mencapai tujuan mereka.

b) Tanggung jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang

pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur

model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung

jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan model

kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan

tugasnya.

c) Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap

muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para

Page 3: Bab II

siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua

anggota.

d) Komunikasi Antar Anggota

Unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan

berbagai keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu

kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk

saling mendengarkan dan kemampuan mereka dalam

mengutarakan pendapatnya.

e) Evaluasi Proses Kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok dan

hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan

lebih efektif. Format evaluasi bermacam-macam tergantung tingkat

pendidikan siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dengan penekanan

pada aspek sosial dalam belajar dengan menggunakan kelompok–kelompok kecil

yang terdiri dari 4-5 orang siswa dengan struktur kelompok yang heterogen

(berdasarkan jenis kelamin dan kemampuan) dalam mencapai tujuan.

b. Model Kooperatif tipe Structured Numbered Heads

Salah satu model pembelajaran kooperatif yang digunakan

dalam penelitian ini adalah model Structured Numbered Heads atau

Page 4: Bab II

pembelajaran Kepala Bernomor Terstruktur yang merupakan

pengembangan dari pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) atau

kepala bernomor. Menurut Lie (2008: 60) Structured Numbered Heads

pertama kali dikembangkan oleh Spancer Kagan (1992). Model

Structured Numbered Heads ini memudahkan pembagian tugas. Dengan ini siswa

belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan

teman-teman sekelompoknya. Dengan diterapkannya model Structured Numbered

Heads diharapkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran lebih besar dalam

membangun pengetahuan serta interksi siswa dengan guru maupun siswa dengan

siswa dapat terjadi secara aktif, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa akan

meningkat. Bila siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran maka akan memiliki

ilmu atau pengetahuan dengan baik.

Model pembelajaran Structured Numbered Heads dalam pembentukan

kelompok dilakukan secara heterogen dan setiap anggota kelompok saling membantu

dan mempersiapkan diri untuk tes, kemudian masing-masing mengerjakan tes secara

individu dan menerima nilai individu. Pembelajaran ini banyak

menumbuhkembangkan aktifitas belajar, baik secara individual maupun secara

kelompok. Pembelajaran ini menuntut keaktifan dan semangat kerja antar siswa.

Structured Numbered Heads baik untuk diterapkan pada pembelajaran karena

tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif siswa tetapi juga melatih siswa

untuk bertanggung jawab. Hal ini tentu sangat positif untuk mencapai hasil belajar

Page 5: Bab II

yang memuaskan. Untuk efisiensi pembentukkan kelompok dan penstrukturan tugas,

Structured Numbered Heads ini bisa dipakai dalam kelompok yang dibentuk

permanen. Artinya, siswa disuruh mengingat kelompok dan nomornya sepanjang

semester. Supaya ada pemerataan tanggung jawab, penugasan berdasarkan nomor

bisa diubah-ubah. Misalnya, siswa nomor satu bertugas mengumpulkan data kali ini,

tapi pada saat pertemuan berikutnya dapat bertugas untuk melaporkan. Dan dalam

pelaksanaan Structured Numbered Heads guru dapat menggabungkan siswa dengan

nomor yang sama dari kelompok lain.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menimpulkan bahwa dalam pembelajaran

kooperatif tipe Structured Numbered Heads ini menuntut keaktifan dan semangat

kerjasama antar siswa dan juga memiliki hubungan yang kuat antara apa yang siswa

lakukan dengan apa yang mereka pelajari sehingga interaksi-interaksi yang terjadi

didalam kelas mempunyai suatu efek terhadap hubungan sosial, kognitif dan

pengembangan kemampuan akademis siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

C. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif tipe Structured Numbered Heads

Langkah-langkah model kooperatif tipe Structured Numbered Heads menurut

Aqib (2014) sebagai berikut: 1) siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan

dan setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor, 2) penugasan diberikan pada

setiap siswa berdasarkan nomor dengan tugas yang berantai. Misalkan, siswa nomor

satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga

Page 6: Bab II

melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya, 3) jika perlu, guru bisa meminta kerja

sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung

bersama beberapa siswa dengan tugas yang sama dari kelompok lain. Dalam

kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau

mencocokkan hasil kerja mereka, 4) Melaporkan hasil kelompok dan tanggapan dari

kelompok yang lain, 5) Kesimpulan.

Menurut Lie (2008) struktur tugas dan kelompok dalam model Structured

Numbered Heads dapat divariasi yaitu, penugasan berdasarkan nomor dapat diubah-

ubah agar ada pemerataan tanggung jawab, dapat dipakai dalam kelompok permanen

untuk efisiensi kelompoknya dan bergabung dengan siswa lain yang bernomor sama

dari kelompok lain dengan cara ini dapat mengurangi kebosanan jika guru

mengelompokkan siswa secara permanen.

D. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Structured Numbered Heads

Keunggulan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Structured

Numbered Heads siswa akan menjadi siap semua karena setiap siswa diberi tugas

berdasarkan nomornya, siswa diberi tanggung jawab untuk menguasai materi dan

memahami materi sehingga membangkitkan motivasi siswa untuk lebih giat belajar,

siswa dapat membangun dan mengembangkan pengetahuan mereka dengan

berdiskusi secara sungguh–sungguh sehingga timbul sikap kerjasama dan setiap siswa

bebas mengeluarkan pendapat serta mengembangkan daya pikirnya. Semua ini akan

mempengaruhi hasil belajar siswa, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk

Page 7: Bab II

kelompoknya. Selain itu, kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Structured

Numbered Heads yaitu ada siswa yang takut diintimidasi bila memberi nilai jelek

kepada anggotanya dan apabila pada satu nomor kurang maximal mengerjakan

tugasnya, tentu saja mempengaruhi pekerjaan pemilik tugas lain pada nomor

selanjutnya.

2. Hakikat Belajar & Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan aktivitas

yang paling utama. Ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak

tergantung pada bagaimana proses belajar dapat berlangsung secara efektif.

Pemahaman seorang guru terhadap pengertian belajar akan mempengaruhi cara guru

itu mengajar. Menurut Reber (Suprijono, 2009: 3) belajar adalah “the process of

acquiring knowledge”. Artinya belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.

Hamalik (Susanto: 2013) menjelaskan bahwa belajar adalah memodifikasi atau

memperteguh perilaku melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar

merupakan proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan hasil atau tujuan. Belajar

adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang mencakup perubahan

dalam aspek kogniti, sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) dalam kegiatan

belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan.

Menurut Gagne (Sapriati, 2008: 1.37) mengemukakan bahwa belajar adalah:

Page 8: Bab II

Suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru.

Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku ke arah positif yang relatif melalui latihan dan

pengalaman.

b. Pengertian Hasil Belajar

Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar itu perlu

mendapatkan hasil, dimana selanjutnya dikenal dengan hasil belajar siswa. Menurut

Susanto (2013: 5) makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada

diri siswa, baik yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor

sebagai hasil dari kegiatan belajar.

Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan.

Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar

meliputi semua aspek tingkah laku dan bukan hanya satu atau dua aspek. Perubahan

tingkah laku itu, meliputi aspek-aspek tingkah laku kognitif, afektif dan psimotorik.

Dan Nawawi (Susanto, 2013: 5) menegaskan bahwa hasil belajar adalah tingkat

keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan

dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

Selain itu Gagne (Suprijono, 2009: 5) mengungkapkan hasil belajar berupa:

Page 9: Bab II

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis; 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang; 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri; 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi , sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; 5) Sikap adalah kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Dilihat dari pengertian hasil dan belajar di atas, maka dapat diketahui bahwa

hasil belajar adalah suatu akibat dari proses usaha yang dilakukan oleh seseorang

untuk memperoleh perubahan pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu, perubahan

tingkah laku dan kepribadian sebagai hasil dari pengalaman.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Wasliman (Susanto, 2013: 12) mengemukakan bahwa hasil belajar

yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang

mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal, sebagai berikut:

1) Faktor internal: faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekuan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. 2) Faktor internal: faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu pengaruh yang

datangnya dari luar maupun pengaruh yang datangnya dari dalam. Adanya pengaruh

dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat belajar

Page 10: Bab II

adalah perubahan tingkah laku individu yang disadari. Salah satu lingkungan belajar

yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, adalah kualitas

pengajaran yaitu tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar dan mengajar

dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Ruseffendi (Susanto,2013: 14) mengidentifikasi faktor-faktor yang

memengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh macam, yaitu : kecerdasan, kesiapan

anak, bakat anak, kemauan anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian

materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi

masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa berbagai faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa baik dari dalam maupun dari luar akan saling

mempengaruhi dalam proses belajar, yaitu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi

oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran.

3. Pembelajaran IPA di SD

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Dari segi istilah yang digunakan IPA atau ilmu pengetahuan alam berarti

“ilmu” tentang “pengetahuan alam”. Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar.

Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur

kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis,

Page 11: Bab II

diterima oleh akal sehat, sedangkan objektif artinya sesuai dengan objeknya atau

sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui pancaindra.

Menurut H.W Fowler (Trianto, 2010: 136) IPA adalah “pengetahuan yang

sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan

didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi”. Dengan mempelajari IPA siswa

akan dituntut untuk melakukan pengamatan langsung untuk memahami alam sekitar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Susanto (2013:167) bahwa “IPA adalah usaha

manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada saaran,

serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan

suatu kesimpulan”.

Dari pengertian IPA di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan

hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi

secara logis sistematis tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses ilmiah seperti pengamatan, penyelidikan, penyusunan hipotesis

yang diikuti dengan pengujian gagasan-gagasan.

b. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Berdasarkan KTSP (Sapriati,2008: 8.24) mengungkapkan bahwa Mata

Pelajaran IPA di SD/ MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai

berikut:

1) Memperoleh keyakinan tehadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya, 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman kosep-konsep

Page 12: Bab II

IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melajutkan pendidikan ke SMP/ MTs.

Abruscato (Khaeruddin dkk, 2005: 15) juga telah menjelaskan tujuan

mengapa IPA diajarkan di kelas adalah: 1) mengembangkan kognitif siswa;

2) mengembangkan afektif siswa; 3) mengembangkan psikomotorik siswa;

4) mengembangkan kreatifitas siswa dan 5) melatih siswa berfikir kritis. Sehingga

kelima alasan tersebut sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran di kelas, yaitu

mengembangkan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

c. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Dalam pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek

alam serta persoalannya. Hal tersebut sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) 2006 bahwa ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/ MI

meliputi aspek-aspek berikut: 1) Mahluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia,

hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan;

2) Benda/materi, sifat- sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas;

3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya,

Page 13: Bab II

dan pesawat sederhana; 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya,

dan benda-benda langit lainnya.

4. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Structured Numbered Heads dalam Pembelajaran IPA

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan menerapkan tahapan

pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads dilaksanakan melalui tiga

kegiatan, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal,

dilaksanakan tanya jawab dengan mengaitkan pembelajaran yang lalu dengan pokok

bahasan IPA yang akan dipelajari dan mengarahkan siswa untuk menyimak

penyampaian tujuan pembelajaran yang akan di capai.

Setelah itu, berlanjut pada kegiatan inti. Guru membagi siswa dalam beberapa

kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. Guru menyajikan materi

pelajaran. Guru memberi tugas kepada siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang

berangkai. Siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan

soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan. Guru membagikan tugas

kelompok (LKS). Jika perlu, guru bisa meminta kerja sama antar kelompok. Siswa

disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa dengan

tugas yang sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang

sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka. Setiap kelompok

melaporkan hasil diskusi mereka dan kelompok lain menanggapi, memberikan

kesimpulan, dan langkah terakhir di kegiatan inti adalah guru memberikan evaluasi

untuk meninjau keberhasilan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Structured

Page 14: Bab II

Numbered Heads dengan mengadakan tes hasil belajar berupa soal-soal yang

berhubungan dengan materi pada siswa. Setelah itu, guru memberikan motivasi dan

pesan-pesan moral pada siswa.

B. Kerangka Pikir

Hasil belajar siswa kelas IV SD Inpres 12/79 Sumpang Minangae Kecamatan

Sibulue Kabupaten Bone dalam pembelajaran IPA termasuk dalam kategori rendah

hal ini disebabkan oleh faktor guru dan siswa, faktor guru antara lain : 1) guru kurang

memberikan motivasi kepada siswa, 2) guru sudah membagi siswa dalam kelompok,

namun belum jelas dalam penugasan kepada setiap siswa, 3) guru kurang melatih

siswa bekerja sama dalam kelompok, 4) guru kurang efektif menggunakan media

dalam menyampaikan pembelajaran. Sedangkan dari aspek siswa yaitu : 1) siswa

kurang aktif berpartisipasi dalam belajar karena suasana belajar yang membosankan,

2) siswa kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan,

3) siswa kurang menjalin kerjasama dalam berdiskusi kelompok, 4) siswa kurang

memperhatikan materi dengan disampaikan oleh guru.

Berdasarkan analisis masalah di atas, maka untuk mengatasinya, guru perlu

menerapkan suatu model yang dapat membuat siswa berada dalam suasana kelas

yang menyenangkan sehingga siswa dapat aktif dan bersemangat dalam pembelajaran

IPA. Untuk itu peneliti bersama wali kelas IV akan berusaha bekerjasama untuk

memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan penerapan model pembelajaran

kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam suatu tim untuk

Page 15: Bab II

menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas atau mengerjakan sesuatu secara

bersama-sama. Proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Structured Numbered Heads diduga dapat meningkatkan peran serta

siswa, karena dalam pelaksanaannya setiap siswa diberikan penugasan pada masing-

masing nomor yang dimilikinya dan dilibatkan secara langsung dalam pembagian

tugas kelompok. Tipe pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki

kemampuan yang baik dalam penguasaan materi, walaupun setiap siswa memiliki

tugasnya masing-masing. Pada pelaksanaannya guru berperan sebagai fasilitator dan

motivator dalam pembelajaran. Dengan demikian siswa akan aktif dan lebih

bertanggung jawab dalam proses pembelajaran sehingga tercipta belajar bermakna

dan siswa termotivasi untuk belajar, yang kemudian akan dapat meningkatkan

kompetensi dan kemampuan berpikir siswa.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered

Heads sebagai berikut: : 1) siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam

setiap kelompok mendapat nomor, 2) penugasan diberikan pada setiap siswa

berdasarkan nomor dengan tugas yang berantai. Misalkan, siswa nomor satu bertugas

mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan

hasil pekerjaan dan seterusnya, 3) Jika perlu, guru bisa meminta kerja sama antar

kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa

siswa dengan tugas yang sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa

dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka,

Page 16: Bab II

4) Melaporkan hasil kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain, 5)

Kesimpulan.

Dengan menerapkan langkah-langkah di atas dengan baik, maka diharapkan

mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV.

Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka peneliti dapat membuat kerangka pikir

dalam bentuk skema sebagai berikut

Pembelajaran IPA

Aspek Guru

1) guru kurang memberikan motivasi kepada siswa

2) guru sudah membagi siswa dalam kelompok, namun belum jelas dalam penugasan kepada setiap siswa

3) guru kurang melatih siswa bekerja sama dalam kelompok

4) guru kurang efektif menggunakan media dalam menyampaikan pembelajaran

Aspek Siswa

1) siswa kurang aktif berpartisipasi dalam belajar karena suasana belajar yang membosankan

2) siswa kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan

3) siswa kurang menjalin kerjasama dalam berdiskusi kelompok

4) siswa kurang memperhatikan materi dengan disampaikan oleh guru.

Hasil Belajar IPA Rendah

Page 17: Bab II

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir diatas, maka hipotesis dalam

penelitian ini adalah jika model pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered

Heads diterapkan, maka hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas IV SD

Inpres 12/79 Sumpang Minangae Kecamatan Sibulue Kabupaten Bone meningkat.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Structured Numbered Heads

1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setip kelompok mendapat nomor

2. Penugasan diberikan pada setiap siswa berdasarkan nomor dengan tugas yang berantai. Misalkan, siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya

3. Jika perlu, guru bisa meminta kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa dengan tugas yang sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka

4. Melaporkan hasil kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain5. Kesimpulan.

Hasil Belajar IPA Akan Meningkat

Bagan 1. Skema Kerangka Pikir

Page 18: Bab II