bab ii
DESCRIPTION
fsgddxnbcmTRANSCRIPT
![Page 1: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/1.jpg)
.BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Otak
Susunan saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang
merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Otak banyak
membutuhkan nutrient terutama glukosa dan oksigen dengan demikian otak
membutuhkan aliran darah yang cukup, namun harus dilindungi dari senyawa-
senyawa yang membahayakan dalam darah yang dapat mengganggu fungsi otak
yang sangat kompleks. Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu cerebrum, brainstem,
dan cerebelum.
Gambar 2.1 Pembagian Otak
Cerebrum
- Telensefalon (kortek, subkortek, basal ganglia)
- Diensefalon (thalamus, hipotalamus, subtalamus, epitalamus)
Brainstem (mesensefalon, pons, medulla oblongata)
Cerebelum (neoserebelum, paleoserebelum, arkisrebelum)
3
![Page 2: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/2.jpg)
Otak terdiri dari 4 lobus, yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus
temporalis, dan lobus oksipitalis.
Gambar 2.2 Pembagian Lobus Otak
Pelindung dan pendukung otak meliputi:
a. Tulang tengkorak
b. Selaput otak (meningen)
Gambar 2.3 Meningen
Selaput yang menyelimuti otak berfungsi sebagai proteksi bagi otak saat
terjadi benturan. Selaput otak akan menahan dan mencegah kontak antara otak
dengan tulang. Selaput otak adalah selaput yang membatasi antara otak dan
tengkorak yang terdiri dari:
4
![Page 3: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/3.jpg)
Duramater (paling luar)
Duramater kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur lapisan terluar
dari selaput otak dan terdiri dari dua lapisan fibrosa, yaitu lapisan terluar
(periostal) dan lapisan dalam (meningeal). Kedua lapisan dural yang
melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya
berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus dan di tempat dimana
lapisan dalam membentuk sekat diantara bagian-bagian otak. Duramater
lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk
periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh darah fibrosa ke dalam
tulang itu sendiri. Lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Septa kuat
yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum crania. Diantara
kedua hemisfer terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat
pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke
protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan
tentorium cerebella yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars
superior cavum crania sedemikian rupa sehingga masing-masing hemisfer
aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebella terbentang seperti tenda
yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa crania posterior. Tentorium
melekat di sepanjang sulcus transverses os occipitalis dan pinggir atas os
petrosus dan processus clinoideus. Di sebelahnya ia meninggalkan lobus
besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-
saluran vena besar dan sinus dura mater terbenam dalam dua lamina dura.
5
![Page 4: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/4.jpg)
Arakhnoid
Membrane arakhnoid melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia
menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor serebrospinalis,
cavum subarachnoidalis, dan dihubungkan ke piamater oleh trabekular dan
septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem
rongga-rongga yang saling berhubungan. Cavum subarachnoid adalah
rongga diantara arachnoid dan piamater yang secara relatif sempit dan
terletak diatas permukaan hemisfer cerebrum. Namun rongga tersebut
semakin bertambah lebar di daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini
disebut cistern arachnoidea.
Piamater (paling dalam)
Piamater adalah lapisan yang melekat langsung pada permukaan otak.
Piamater berfungsi sebagai lantai untuk mendukung pembuluh darah besar
otak karena bercabang diatas permukaan otak, memberikan aliran darah
untuk memenuhi kebutuhan darah pada daerah superficial korteks. Suplai
darah yang luas sangat penting karena otak membutuhkan pasokan konstan
nutrisi terutama glukosa dan oksigen.
c. Cairan serebrospinal
d. Penghalang darah-otak (blood brain barrier)
2.2 Definisi Abses Serebri
Abses serebri adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme seperti bakteri, fungus, maupun protozoa.
6
![Page 5: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/5.jpg)
2.3 Epidemiologi Abses Serebri
Abses serebri dapat terjadi pada berbagai kelompok usia. Angka kejadian
dari abses serebri tidak diketahui secara pasti, tapi menurut Britt, Richard et al
penderita abses serebri lebih banyak dijumpai pada laki – laki daripada wanita
dengan perbandingan 3 : 1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20 –
50 tahun.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostic dan perkembangan antibiotic
saat ini telah mengalami kemajuan namun angka kematian abses serebri masih
tetap tinggi yaitu 10 – 60% dengan rata- rata 40%. Di Indonesia belum ada pasti
tentang kejadian abses serebri, tetapi hasil penelitian oleh Hakim AA terhadap 20
pasien abses serebri yang terkumpul selama 2 tahun di RS Dr. Soetomo Surabaya
menunjukkan jumlah penderita abses serebri pada laki – laki lebih banyak
daripada wanita dengan perbandingan 11 : 9 berusia sekitar 5 bulan – 50 tahun
dengan angka kematian 35 %.
2.4 Etiologi Abses Serebri
Abses serebri dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia),
endocarditis bacterial akut atau subakut dan pada penyakit jantung bawaan TOF
(Tetralogi of fallot). Abses serebri yang penyebarannya secara hematogen letak
absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri
media terutama lobus parietalis, cerebellum dan batang otak.
Bakteri yang dapat diisolir dari abses serebri yaitu bakteri aerob
(Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemumonia, Streptococcus viridans,
Haemophylus influenza, bacillus gram negatif), bakteri anaerob (Bacterioides
7
![Page 6: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/6.jpg)
fragillis, Microaerophylic cocci, Actynomyces israelli, Bacterioides sp,
fusobacterium), infeksi parasit (schistomiasis, amoeba), dan fungus
(actynomycosis, Candida albicans). Dilaporkan bahwa Staphylococcus aureus
lebih virulen daripada alpha hemolytic aureus dalam pembentukan abses serebri
serta infeksi parasit dan fungi yang jarang menyebabkan abses serebri.
2.5 Patofisiologi Abses Serebri
Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada
otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid
dan meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena –
vena dalam dan menyebabkan trombosis vena. Trombosis menghambat sirkulasi
serebral, sehingga terjadi iskemik dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi
lokal. Setiap robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang
potensial untuk terjadinya infeksi pada otak.
Mula- mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya
terdapat di substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah.
Proses peradangan ini membentuk eksudat, thrombosis septik pada pembuluh
darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.
Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan
kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat
pembuluh – pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian
melunak dan membentuk ruang abses. Mula – mula dindingnya tidak begitu kuat,
kemudian terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di
sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma, dan
limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang lebih dua minggu. Abses
8
![Page 7: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/7.jpg)
dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang
subarachnoid yang dapat mengakibatkan meningitis.
2.6 Stadium Abses Serebri
Secara histologis abses serebri dibagi menjadi empat stadium:
a. Early cerebritis (1-3 hari)
Pada fase ini terjadi reaksi peradangan lokal di daerah perivaskular
(serebritis) dengan infiltrasi PMN leukosit, limfosit, dan plasma sel.
Sel-sel radang berada pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan
mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan tersebut menyebabkan
terjadinya edema di sekitar otak dan peningkatan massa karena
pembesaran abses.
b. Late cerebritis (4-9 hari)
Pada stadium late cerebritis sudah terjadi perubahan histopatologis yang
berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan
acelullar debris dan pembentukan pus karena pelepasan enzim-enzim
dari sel radang. Pada fase ini edema otak menyebar sehingga lesi
menjadi sangat besar.
c. Early capsule (10-13 hari)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag memfagosit acellular debris
dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan
fibroblast membentuk anyaman retikulum yang membentuk kapsul
kolagen mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan
dinding sangat lambat karena kurangnya vaskularisasi di daerah white
matter dibanding grey matter. Pembentukan kapsul yang terlambat di
9
![Page 8: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/8.jpg)
permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam white
matter. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.
Pada fase ini reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
d. Late capsule (> 14 hari)
Pada stadium ini terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis:
- Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
- Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
- Kapsul kolagen yang tebal.
- Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis berlanjut.
- Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas
ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur dapat menimbulkan
meningitis.
2.7 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal, gambaran klinis abses serebri tidak khas. Terdapat
gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksia, dan gejala peningkatan
tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala, dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses otak, gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri,
gejala infeksi, peningkatan tekanan intrakranial, dan gejala neurologik fokal.
Gejala neurologik fokal abses sesuai dengan lokasinya:
- Lobus frontal: mengantuk, penurunan atensi, mutism, kejang, reflek
grasp, suck, dan snout positif, hemiparesis kontralateral.
10
![Page 9: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/9.jpg)
- Lobus parietal: kehilangan rasa posisi, stereognosis, dan two point tactile
discrimination; kejang fokal motorik dan sensorik; hemianopsia homonim;
nistagmus.
- Lobus temporal: afasia wernicke, kwadranopsia homonin superior,
kelemahan otot wajah kontralateral.
- Serebelum: ataksia, nistagmus, gerak tak beraturan pada lengan dan
tungkai ipsilateral disertai tremor.
- Batang otak: kelemahan wajah dan disfagia, palsi nervus kranialis,
hemiparesis kontralateral.
2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis perlu ditanyakan
mengenai perjalanan penyakit, onset, faktor resiko, riwayat kelahiran, riwayat
imunisasi, dan penyakit infeksi yang pernah diderita.
Pada pemeriksaan neurologis dievaluasi status mental, derajat kesadaran,
tanda rangsang meningen, fungsi saraf kranialis, reflek fisiologis, dan juga
patologis. Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian integritas sistem
muskuloskeletal, dan penilaian gerak abnormal serta kelumpuhan yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi, didapatkan
peningkatan leukosit dan laju endap darah. Pemeriksaan lumbal punksi biasanya
didapatkan cairan serebrospinal normal. Namun bisa juga didapatkan peningkatan
kadar protein, glukosa normal atau menurun, kecuali pada perforasi ruang
ventrikel.
11
![Page 10: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/10.jpg)
Pemeriksaan foto polos kepala memperlihatkan tanda peningkatan tekanan
intrakranial dan juga adanya fokus infeksi intraserebral, tetapi tidak dapat
diketahui jelas apakah itu abses atau bukan. Pemeriksaan EEG penting untuk
mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. Pemeriksaan EEG menunjukkan
perlambatan fokal pada gelombang delta dengan frekuensi 1/3 siklus per detik
pada lokasi abses.
Pada CT-Scan daerah abses memperlihatkan bayangan hiperdens. Selain
mengetahui lokasi abses, CT-Scan dapat membedakan suatu serebritis dengan
abses. Gambaran CT-Scan berdasarkan stadium adalah:
- Early cerebritis: terlihat daerah hipodens dengan sebagian gambaran
seperti cincin pada hari pertama. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih
jelas sesuai dengan diameter serebritisnya.
- Late cerebritis: gambaran cincin sempurna terlihat 10 menit setelah
pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan
gambaran lesi homogen, menunjukkan adanya serebritis.
- Early capsule: hampir sama dengan stadium serebritis, tetapi pusat
nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.
- Late capsule: gambaran kapsul sangat jelas, sedangkan nekrosis tidak
diisi oleh kontras.
12
![Page 11: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/11.jpg)
Gambar 2.4 CT-Scan Otak Normal
Gambar 2.5 CT-Scan Abses Serebri Tanpa Kontras
Gambar 2.6 CT-Scan Abses Serebri dengan Kontras
13
![Page 12: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/12.jpg)
Sensitivitas CT-Scan mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri.
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan didiagnosis banding dengan tumor
serebri, infark, maupun hematom yang diserap granuloma. Untuk membedakan
abses dan tumor, digunakan parameter antara lain: umur penderita (usia muda),
ketebalan cincin (tipis hanya 3-6 mm) biasanya uniform, rasio lesi dan cincin.
2. 9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari abses serebri adalah:
- Epidural dan subdural empiema
- Meningitis pyogenus
- Ensefalitis
- Tumor otak primer maupun metastase
- Tromboflebitis intra serebral
2. 10 Penatalaksanaan
2.10.1 Terapi Konservatif
Penatalaksanaan awal dari Abses Serebri meliputi diagnosis yang
tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada patogenesis dan organisme
yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui,
dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan
metronidazole. Keterlambatan terapi antimikroba dapat memberikan
dampak yang buruk. Studi retrospektif yang dilakukan oleh Cuadra pada
tahun 2009 menyebutkan bahwa interval antara penegakan diagnosis dan
terapi awal antimkroba adalah 2 hari.
14
![Page 13: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/13.jpg)
Pilihan terapi antimikroba awal harus didasarkan pada organisme
yang merupakan penyebab paling mungkin dari penyakit, sebagaimana
ditentukan berdasarkan mekanisme infeksi dan kondisi predisposisi
pasien, pada pola kerentanan antimikroba, dan pada kemampuan dan pada
kemampuan agen antimikroba untuk menembus abses seperti pada Tabel 1
dan 2.
Tabel 2.1 Kondisi Predisposisi dan Mikroba pada Penderita Abses Serebri
( The New England Journal of Medicine, 2014)
15
![Page 14: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/14.jpg)
Tabel 2.2 Terapi Antimikroba pada Abses Serebri
( The New England Journal of Medicine, 2014)
16
![Page 15: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/15.jpg)
Tabel 2.3. Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Serebri
Drug Dose Frekwensi dan rute
Cefotaxime 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari, IV
Ceftriaxone 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari, IV
Metronidazole 35-50 mg/KgBB/Hari 3 kali per hari, IV
Nafcillin 2 gr setiap 4 jam, IV
Vancomycin 15 mg/KgBB/Hari setiap 12 jam, IV
Abses berkapsul dan lesi yang luas dapat menyebabkan sebuah
massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Untuk
menurunkan tekanan intrakranial dapat dilakukan pemberian terapi
kortikosteroid. Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan
steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat
menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat
dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam
peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg
dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.
2.10.2 Terapi Operatif
Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan
dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk
mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses
yang multipel.
17
![Page 16: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/16.jpg)
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi
antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi
dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi
pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi
atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan
pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas
digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak
menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early
cerebritic stage. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi
konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.
Pembedahan secara eksisi pada Abses Serebri jarang digunakan,
karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika
dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika
abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang
multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang
berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan
abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi
kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap
penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan
posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan
dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi
18
![Page 17: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/17.jpg)
bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG
dan neuroimaging).
2.11 Komplikasi
Abses Serebri menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun
komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
2.12 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan Abses Serebri secara
signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan
antibiotic yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang
berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi
lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka
harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis,
kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah
pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
19
![Page 18: BAB II](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062502/577c81f71a28abe054aee63e/html5/thumbnails/18.jpg)
Dengan alat-alat canggih dewasa ini Abses Serebri pada stadium
dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis
Abses Serebri soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat
membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.
20