bab ii

27
.BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Otak Susunan saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Otak banyak membutuhkan nutrient terutama glukosa dan oksigen dengan demikian otak membutuhkan aliran darah yang cukup, namun harus dilindungi dari senyawa-senyawa yang membahayakan dalam darah yang dapat mengganggu fungsi otak yang sangat kompleks. Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu cerebrum, brainstem, dan cerebelum. Gambar 2.1 Pembagian Otak Cerebrum 3

Upload: rick-van-dew

Post on 12-Jul-2016

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fsgddxnbcm

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

.BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Otak

Susunan saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang

merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Otak banyak

membutuhkan nutrient terutama glukosa dan oksigen dengan demikian otak

membutuhkan aliran darah yang cukup, namun harus dilindungi dari senyawa-

senyawa yang membahayakan dalam darah yang dapat mengganggu fungsi otak

yang sangat kompleks. Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu cerebrum, brainstem,

dan cerebelum.

Gambar 2.1 Pembagian Otak

Cerebrum

- Telensefalon (kortek, subkortek, basal ganglia)

- Diensefalon (thalamus, hipotalamus, subtalamus, epitalamus)

Brainstem (mesensefalon, pons, medulla oblongata)

Cerebelum (neoserebelum, paleoserebelum, arkisrebelum)

3

Page 2: BAB II

Otak terdiri dari 4 lobus, yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus

temporalis, dan lobus oksipitalis.

Gambar 2.2 Pembagian Lobus Otak

Pelindung dan pendukung otak meliputi:

a. Tulang tengkorak

b. Selaput otak (meningen)

Gambar 2.3 Meningen

Selaput yang menyelimuti otak berfungsi sebagai proteksi bagi otak saat

terjadi benturan. Selaput otak akan menahan dan mencegah kontak antara otak

dengan tulang. Selaput otak adalah selaput yang membatasi antara otak dan

tengkorak yang terdiri dari:

4

Page 3: BAB II

Duramater (paling luar)

Duramater kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur lapisan terluar

dari selaput otak dan terdiri dari dua lapisan fibrosa, yaitu lapisan terluar

(periostal) dan lapisan dalam (meningeal). Kedua lapisan dural yang

melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya

berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus dan di tempat dimana

lapisan dalam membentuk sekat diantara bagian-bagian otak. Duramater

lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk

periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh darah fibrosa ke dalam

tulang itu sendiri. Lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis. Septa kuat

yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum crania. Diantara

kedua hemisfer terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat

pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke

protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan

tentorium cerebella yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars

superior cavum crania sedemikian rupa sehingga masing-masing hemisfer

aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebella terbentang seperti tenda

yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa crania posterior. Tentorium

melekat di sepanjang sulcus transverses os occipitalis dan pinggir atas os

petrosus dan processus clinoideus. Di sebelahnya ia meninggalkan lobus

besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-

saluran vena besar dan sinus dura mater terbenam dalam dua lamina dura.

5

Page 4: BAB II

Arakhnoid

Membrane arakhnoid melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya

terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia

menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor serebrospinalis,

cavum subarachnoidalis, dan dihubungkan ke piamater oleh trabekular dan

septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi sistem

rongga-rongga yang saling berhubungan. Cavum subarachnoid adalah

rongga diantara arachnoid dan piamater yang secara relatif sempit dan

terletak diatas permukaan hemisfer cerebrum. Namun rongga tersebut

semakin bertambah lebar di daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini

disebut cistern arachnoidea.

Piamater (paling dalam)

Piamater adalah lapisan yang melekat langsung pada permukaan otak.

Piamater berfungsi sebagai lantai untuk mendukung pembuluh darah besar

otak karena bercabang diatas permukaan otak, memberikan aliran darah

untuk memenuhi kebutuhan darah pada daerah superficial korteks. Suplai

darah yang luas sangat penting karena otak membutuhkan pasokan konstan

nutrisi terutama glukosa dan oksigen.

c. Cairan serebrospinal

d. Penghalang darah-otak (blood brain barrier)

2.2 Definisi Abses Serebri

Abses serebri adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang

terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam

mikroorganisme seperti bakteri, fungus, maupun protozoa.

6

Page 5: BAB II

2.3 Epidemiologi Abses Serebri

Abses serebri dapat terjadi pada berbagai kelompok usia. Angka kejadian

dari abses serebri tidak diketahui secara pasti, tapi menurut Britt, Richard et al

penderita abses serebri lebih banyak dijumpai pada laki – laki daripada wanita

dengan perbandingan 3 : 1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20 –

50 tahun.

Walaupun teknologi kedokteran diagnostic dan perkembangan antibiotic

saat ini telah mengalami kemajuan namun angka kematian abses serebri masih

tetap tinggi yaitu 10 – 60% dengan rata- rata 40%. Di Indonesia belum ada pasti

tentang kejadian abses serebri, tetapi hasil penelitian oleh Hakim AA terhadap 20

pasien abses serebri yang terkumpul selama 2 tahun di RS Dr. Soetomo Surabaya

menunjukkan jumlah penderita abses serebri pada laki – laki lebih banyak

daripada wanita dengan perbandingan 11 : 9 berusia sekitar 5 bulan – 50 tahun

dengan angka kematian 35 %.

2.4 Etiologi Abses Serebri

Abses serebri dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari

infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia),

endocarditis bacterial akut atau subakut dan pada penyakit jantung bawaan TOF

(Tetralogi of fallot). Abses serebri yang penyebarannya secara hematogen letak

absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri

media terutama lobus parietalis, cerebellum dan batang otak.

Bakteri yang dapat diisolir dari abses serebri yaitu bakteri aerob

(Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemumonia, Streptococcus viridans,

Haemophylus influenza, bacillus gram negatif), bakteri anaerob (Bacterioides

7

Page 6: BAB II

fragillis, Microaerophylic cocci, Actynomyces israelli, Bacterioides sp,

fusobacterium), infeksi parasit (schistomiasis, amoeba), dan fungus

(actynomycosis, Candida albicans). Dilaporkan bahwa Staphylococcus aureus

lebih virulen daripada alpha hemolytic aureus dalam pembentukan abses serebri

serta infeksi parasit dan fungi yang jarang menyebabkan abses serebri.

2.5 Patofisiologi Abses Serebri

Infeksi dapat mencapai otak dengan jalan yang berbeda-beda, seperti pada

otitis media, infeksi dapat meluas melalui cavum tympani atau melalui mastoid

dan meningen, kemudian mencapai jaringan otak. Infeksi meluas melalui vena –

vena dalam dan menyebabkan trombosis vena. Trombosis menghambat sirkulasi

serebral, sehingga terjadi iskemik dan infark yang mempercepat terjadinya infeksi

lokal. Setiap robekan pada duramater akibat trauma merupakan sumber yang

potensial untuk terjadinya infeksi pada otak.

Mula- mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya

terdapat di substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah.

Proses peradangan ini membentuk eksudat, thrombosis septik pada pembuluh

darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan

kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Di sekeliling abses terdapat

pembuluh – pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian

melunak dan membentuk ruang abses. Mula – mula dindingnya tidak begitu kuat,

kemudian terbentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di

sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfnuklear, sel-sel plasma, dan

limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang lebih dua minggu. Abses

8

Page 7: BAB II

dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang

subarachnoid yang dapat mengakibatkan meningitis.

2.6 Stadium Abses Serebri

Secara histologis abses serebri dibagi menjadi empat stadium:

a. Early cerebritis (1-3 hari)

Pada fase ini terjadi reaksi peradangan lokal di daerah perivaskular

(serebritis) dengan infiltrasi PMN leukosit, limfosit, dan plasma sel.

Sel-sel radang berada pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan

mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan tersebut menyebabkan

terjadinya edema di sekitar otak dan peningkatan massa karena

pembesaran abses.

b. Late cerebritis (4-9 hari)

Pada stadium late cerebritis sudah terjadi perubahan histopatologis yang

berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan

acelullar debris dan pembentukan pus karena pelepasan enzim-enzim

dari sel radang. Pada fase ini edema otak menyebar sehingga lesi

menjadi sangat besar.

c. Early capsule (10-13 hari)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag memfagosit acellular debris

dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan

fibroblast membentuk anyaman retikulum yang membentuk kapsul

kolagen mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan

dinding sangat lambat karena kurangnya vaskularisasi di daerah white

matter dibanding grey matter. Pembentukan kapsul yang terlambat di

9

Page 8: BAB II

permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam white

matter. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.

Pada fase ini reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

d. Late capsule (> 14 hari)

Pada stadium ini terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran

histologis:

- Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

- Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

- Kapsul kolagen yang tebal.

- Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis berlanjut.

- Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas

ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur dapat menimbulkan

meningitis.

2.7 Manifestasi Klinis

Pada stadium awal, gambaran klinis abses serebri tidak khas. Terdapat

gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksia, dan gejala peningkatan

tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala, dan kejang. Dengan semakin

besarnya abses otak, gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri,

gejala infeksi, peningkatan tekanan intrakranial, dan gejala neurologik fokal.

Gejala neurologik fokal abses sesuai dengan lokasinya:

- Lobus frontal: mengantuk, penurunan atensi, mutism, kejang, reflek

grasp, suck, dan snout positif, hemiparesis kontralateral.

10

Page 9: BAB II

- Lobus parietal: kehilangan rasa posisi, stereognosis, dan two point tactile

discrimination; kejang fokal motorik dan sensorik; hemianopsia homonim;

nistagmus.

- Lobus temporal: afasia wernicke, kwadranopsia homonin superior,

kelemahan otot wajah kontralateral.

- Serebelum: ataksia, nistagmus, gerak tak beraturan pada lengan dan

tungkai ipsilateral disertai tremor.

- Batang otak: kelemahan wajah dan disfagia, palsi nervus kranialis,

hemiparesis kontralateral.

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis perlu ditanyakan

mengenai perjalanan penyakit, onset, faktor resiko, riwayat kelahiran, riwayat

imunisasi, dan penyakit infeksi yang pernah diderita.

Pada pemeriksaan neurologis dievaluasi status mental, derajat kesadaran,

tanda rangsang meningen, fungsi saraf kranialis, reflek fisiologis, dan juga

patologis. Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian integritas sistem

muskuloskeletal, dan penilaian gerak abnormal serta kelumpuhan yang mungkin

terjadi.

Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi, didapatkan

peningkatan leukosit dan laju endap darah. Pemeriksaan lumbal punksi biasanya

didapatkan cairan serebrospinal normal. Namun bisa juga didapatkan peningkatan

kadar protein, glukosa normal atau menurun, kecuali pada perforasi ruang

ventrikel.

11

Page 10: BAB II

Pemeriksaan foto polos kepala memperlihatkan tanda peningkatan tekanan

intrakranial dan juga adanya fokus infeksi intraserebral, tetapi tidak dapat

diketahui jelas apakah itu abses atau bukan. Pemeriksaan EEG penting untuk

mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. Pemeriksaan EEG menunjukkan

perlambatan fokal pada gelombang delta dengan frekuensi 1/3 siklus per detik

pada lokasi abses.

Pada CT-Scan daerah abses memperlihatkan bayangan hiperdens. Selain

mengetahui lokasi abses, CT-Scan dapat membedakan suatu serebritis dengan

abses. Gambaran CT-Scan berdasarkan stadium adalah:

- Early cerebritis: terlihat daerah hipodens dengan sebagian gambaran

seperti cincin pada hari pertama. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih

jelas sesuai dengan diameter serebritisnya.

- Late cerebritis: gambaran cincin sempurna terlihat 10 menit setelah

pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan

gambaran lesi homogen, menunjukkan adanya serebritis.

- Early capsule: hampir sama dengan stadium serebritis, tetapi pusat

nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal.

- Late capsule: gambaran kapsul sangat jelas, sedangkan nekrosis tidak

diisi oleh kontras.

12

Page 11: BAB II

Gambar 2.4 CT-Scan Otak Normal

Gambar 2.5 CT-Scan Abses Serebri Tanpa Kontras

Gambar 2.6 CT-Scan Abses Serebri dengan Kontras

13

Page 12: BAB II

Sensitivitas CT-Scan mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri.

Meski demikian, tidak menutup kemungkinan didiagnosis banding dengan tumor

serebri, infark, maupun hematom yang diserap granuloma. Untuk membedakan

abses dan tumor, digunakan parameter antara lain: umur penderita (usia muda),

ketebalan cincin (tipis hanya 3-6 mm) biasanya uniform, rasio lesi dan cincin.

2. 9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari abses serebri adalah:

- Epidural dan subdural empiema

- Meningitis pyogenus

- Ensefalitis

- Tumor otak primer maupun metastase

- Tromboflebitis intra serebral

2. 10 Penatalaksanaan

2.10.1 Terapi Konservatif

Penatalaksanaan awal dari Abses Serebri meliputi diagnosis yang

tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada patogenesis dan organisme

yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui,

dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan

metronidazole. Keterlambatan terapi antimikroba dapat memberikan

dampak yang buruk. Studi retrospektif yang dilakukan oleh Cuadra pada

tahun 2009 menyebutkan bahwa interval antara penegakan diagnosis dan

terapi awal antimkroba adalah 2 hari.

14

Page 13: BAB II

Pilihan terapi antimikroba awal harus didasarkan pada organisme

yang merupakan penyebab paling mungkin dari penyakit, sebagaimana

ditentukan berdasarkan mekanisme infeksi dan kondisi predisposisi

pasien, pada pola kerentanan antimikroba, dan pada kemampuan dan pada

kemampuan agen antimikroba untuk menembus abses seperti pada Tabel 1

dan 2.

Tabel 2.1 Kondisi Predisposisi dan Mikroba pada Penderita Abses Serebri

( The New England Journal of Medicine, 2014)

15

Page 14: BAB II

Tabel 2.2 Terapi Antimikroba pada Abses Serebri

( The New England Journal of Medicine, 2014)

16

Page 15: BAB II

Tabel 2.3. Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Serebri

Drug Dose Frekwensi dan rute

Cefotaxime 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari, IV

Ceftriaxone 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari, IV

Metronidazole 35-50 mg/KgBB/Hari 3 kali per hari, IV

Nafcillin 2 gr setiap 4 jam, IV

Vancomycin 15 mg/KgBB/Hari setiap 12 jam, IV

Abses berkapsul dan lesi yang luas dapat menyebabkan sebuah

massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Untuk

menurunkan tekanan intrakranial dapat dilakukan pemberian terapi

kortikosteroid. Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan

steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat

menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat

dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam

peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg

dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.

2.10.2 Terapi Operatif

Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan

dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk

mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses

yang multipel.

17

Page 16: BAB II

Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi

antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi

dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi

pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi

atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan

pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas

digunakan eksisi.

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak

menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early

cerebritic stage. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi

konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.

Pembedahan secara eksisi pada Abses Serebri jarang digunakan,

karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika

dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika

abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang

multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang

berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan

abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi

kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap

penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan

posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan

dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi

18

Page 17: BAB II

bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG

dan neuroimaging).

2.11 Komplikasi

Abses Serebri menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun

komplikasinya adalah:

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak

2.12 Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan Abses Serebri secara

signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan

antibiotic yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang

berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi

lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka

harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis,

kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah

pembelajaran lainnya.

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

3) Soliter atau multipel

4) Penanganan yang adekuat.

19

Page 18: BAB II

Dengan alat-alat canggih dewasa ini Abses Serebri pada stadium

dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis

Abses Serebri soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat

membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.

20