bab ii

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun serta berbahaya. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut- turut, dan tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema ialah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveoli. 3 Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik yang juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai dengan obstruksi aliran udara. Penyakit ini terutama disebabkan oleh merokok. 3 3

Upload: yudhi-aulia

Post on 14-Apr-2016

3 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

yes

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif

nonreversibel atau reversibel parsial dan berhubungan dengan respon inflamasi

paru terhadap partikel atau gas yang beracun serta berbahaya. PPOK terdiri dari

bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik

merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak

minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, dan

tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema ialah suatu kelainan

anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus

terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveoli.3

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik yang juga

memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat

dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria

PPOK. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) ditandai dengan obstruksi aliran

udara. Penyakit ini terutama disebabkan oleh merokok.3

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan suatu keadaan yang

ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.

Keterbatasan aliran udara ini biasanya progresif dan disertai respons inflamasi

abnormal paru terhadap partikel atau gas toksik. Global Innitiative for Obstructive

Lung Disease (GOLD) tidak memasukkan definisi emfisema dan bronkitis kronik

ke dalam PPOK karena emfisema merupakan diagnosis patologis dan bronkitis

kronik merupakan diagnosis klinis atau epidemiologis yang tidak menggambarkan

keterbatasan aliran udara serta morbiditas dan mortalitas pasien PPOK.2

3

Page 2: BAB II

II. Epidemiologi

Estimasi dengan pemodelan di 12 negara Asia Tenggara

memperkirakan prevalensi PPOK sebesar 6,3% dengan prevalensi maksimum ada

di Negara Vietnam (6,7%) dan RRC (6,5%). Hasil penelitian lain dari Bold Study

pada 12 negara di dunia dengan jumlah sampel total sebesar 9425 responden yang

telah dilakukan pemeriksaan spirometri dan mengisi kuesioner yang berisi gejala

respirasi, status kesehatan dan faktor risiko pajanan PPOK, menunjukkan hasil

secara umum dimana prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan

perempuan, dan kota Cape Town di Afrika Selatan menunjukkan prevalensi

PPOK tertinggi baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan kota Lexington di

Amerika Serikat prevalensi PPOK tertinggi kedua pada kelompok perempuan

namun pada laki-laki hanya menunjukan prevalensi kelima dari 12 negara yang

diteliti.1

Kasus PPOK diproyeksikan menjadi penyebab utama keempat

kematian di seluruh dunia pada 2030 karena peningkatan tingkat merokok dan

perubahan demografis di banyak negara.4 PPOK adalah penyebab utama kematian

ketiga di Amerika Serikat dan beban ekonomi PPOK di AS pada tahun 2007

adalah 426 juta dollar dalam biaya perawatan kesehatan dan kehilangan

produktivitas.5

Ketepatan data epidemiologi PPOK sulit dan perlu biaya mahal untuk

mengumpulkannya. Hampir semua informasi tentang prevalensi serta angka

kesakitan dan kematian PPOK didapatkan dari negara maju. Prevalensi dan angka

kesakitan jauh lebih rendah dari sebenarnya karena penyakit ini biasanya tidak

terdiagnosis sampai gejala klinis terlihat nyata dan penyakit sudah cukup berat.2

III. Etiologi Dan Faktor Risiko

Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Selain itu, terdapat

faktor-faktor resiko yang lain seperti riwayat terpajan polusi udara di lingkungan

dan tempat kerja, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran nafas berulang,

dan defisiensi α1-antiripsin.6 PPOK telah diketahui merupakan penyakit yang

berhubungan dengan genetik. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan

4

Page 3: BAB II

prevalensi pada keluarga PPOK dibandingkan kontrol dan memberi kesan bahwa

PPOK terjadi pada individu yang rentan secara genetik setelah cukup terpajan

oleh asap rokok. Sampai saat ini belum semua gen yang berperan sebagai

komponen genetik terhadap PPOK diketahui. Sebagian besar penelitian

mengindikasikan bahwa komponen genetik terdiri dari beberapa gen, masing-

masing dengan efek yang kecil. Gen yang berperan dalam kejadian PPOK

mungkin dapat melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Faktor genetik

tersebut bisa saling berinteraksi satu dengan lainnya serta dengan faktor risiko

lingkungan sehingga mengaburkan efek gen terhadap fenotip.2

Faktor risiko genetik yang paling dipercaya saat ini yang

didokumentasikan dengan baik adalah defisiensi α1-antiripsin yang merupakan

penghambat utama protease serin dalam sirkulasi. Defisiensi herediter yang jarang

terjadi ini sering ditemukan pada individu asli Eropa utara. Di Amerika Serikat

pasien dengan defisiensi α1-antiripsin hanya 1% dari seluruh pasien PPOK.

Beberapa jenis penelitian memberi kesan bahwa faktor genetik selain defisiensi

α1-antiripsin mungkin berperan dalam perkembangan PPOK. Defisiensi α1-

antitripsin terdapat pada sebagian kecil populasi di seluruh dunia tetapi dapat

menggambarkan interaksi antara faktor pejamu dan pajanan lingkungan pada

kejadian PPOK. Di Indonesia defisiensi antitripsin-1 sangat jarang terjadi.2

Dalam pencatatan riwayat perlu diperhatikan riwayat merokok, apakah

merupakan perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok. Derajat berat

merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang

rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Hasilnya

dipresentasikan menjadi ringan (0-200),sedang (200-600),dan berat (>600).3

Beberapa faktor risiko antara lain:

1. Pajanan dari partikel.

a. Merokok.

Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di

negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan

obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubungan antara penurunan volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok.

4

Page 4: BAB II

Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK

dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas

berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap

janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-parunya.1

b. Polusi indoor.

Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek

misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak

diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Manusia banyak menghabiskan

waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja,

perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting

antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan

pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair,

bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok

pasif.WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap

kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunnya. Pada studi kasus kontrol yang

dilakukan di Bogota, Columbia, pembakaran kayu dihubungkan dengan risiko

tinggi PPOK.1

c. Polusi outdoor.

Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang

paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap

pem- bakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan

sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini telah mengkhawatirkan

sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada

negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat

menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi

indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan

penyakit kardiorespiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok

PPOK adalah hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan pajanan

lingkungan dari bahan beracun, seperti asap rokok, polusi indoor dan out door. Di

Mexico, Tellez – Rojo et al, menemukan bahwa peningkatan materi partikel

4

Page 5: BAB II

10µg/m3 dikaitkan dengan peningkatan penyakit saluran napas 2,9% dan kematian

PPOK 4,1%. Di Hongkong sebuah studi kohort prospektif menemukan bahwa

prevalensi dari kebanyakan gejala sakit pernafasan meningkat lebih selama

periode 12 tahun dan diperoleh data bahwa prevalensi yang terdiagnosa emfisema

meningkat dari 2,4% - 3,1%, hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan

khususnya peningkatan polusi udara di kota Hongkong. Beberapa penelitian

menemukan bahwa pajanan kronik di kota dan polusi udara menurunkan laju

fungsi pertumbuhan paru-paru pada anak-anak.1

d. Polusi di tempat kerja.

Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran

dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan

lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu,

pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan

mencapai 19%.1

2. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetik memberikan

kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.

3. Riwayat infeksi saluran napas berulang.

Infeksi saluran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ

saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut

adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran pernafasan

pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa

dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.

4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik.

Studi pada orang dewasa di Cina didapatkan risiko relative pria

terhadap wanita adalah 2,80%. Usia tua rata-rata 2,71%, konsumsi alkohol rata-

rata 1,77%, dan kurang aktivitas fisik 2,66%.1

4

Page 6: BAB II

IV. Klasifikasi PPOK

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)

2010, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :9

Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk

kronis, produksi sputum.

Spirometri : Normal

Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis : gejala batuk kronis dan produksi

sputum ada tetapi tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak

menyadari bahwa faal parunya telah mengalami penurunan.

Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%

Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis : Gejala sesak mulai dirasakan saat

aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada

derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatan.

Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80% 4.

Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis : Gejala sesak lebih berat,

penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksaserbasi semakin sering

dan berdampak pada kualitas hidup pasien.

Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%

Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis :gejala diatas ditambah

dengan tanda-tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan dan

ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk

dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.

Spirometri : FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%

V. Patofisiologi

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,

metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi

akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus

terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis

emfisema:

4

Page 7: BAB II

- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,

terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama,

- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan

terbanyak pada paru bagian bawah,

- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,

duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.6

Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi

karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,

metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan

napas.6

Patofisiologi PPOK melibatkan beberapa sel inflamasi, mediator

inflamasi dan stres oksidatif seperti halnya perubahan pada sistem kardiovaskular

sebagai hasil pajanan asap rokok dan berkembang menjadi keterbatasan aliran

udara yang progresif. Sel inflamasi dan mediator menginduksi metaplasia sel

goblet,hipersekresi mukus, hipertrofi otot polos jalan napas dan hilangnya fungsi

mukosiliar. Hipersekresi mukus dan kehilangan fungsi siliar adalah keadaan yang

mempermudah terjadinya infeksi oleh virus maupun bakteri yang dapat mengubah

kondisi jalan napas. Infiltrasi sel yang melepaskan enzim proteolitik dan

mengakibatkan kerusakan menetap. Pada saat yang sama, reactive oxygen species

(ROS) dihasilkan dalam kompartemen paru sebagai hasil dari inhalasi asap rokok

atau peningkatan produksi oleh aktivasi sel infl amasi dan aktivasi siklus xantin

oksidase. Oksidan-oksidan ini akan menghambat α1-antitripsin yang merupakan

salah satu penghambat enzim elastase yang berperan dalam kerusakan parenkim

dan kehilangan elastisitas rekoil.2

α1-antitripsin adalah protein serum yang diproduksi oleh hepar dan

pada keadaan normal terdapat di paru untuk menghambat kerja enzim elastase

neutrofil yang destruktif terhadap jaringan paru. Penurunan kadar α1-antitripsin

sampai kurang dari 35% nilai normal (150-350 mg/dl) menyebabkan proteksi

terhadap jaringan parenkim paru berkurang, terjadi penghancuran dinding alveoli

yang bersebelahan, dan akhirnya menimbulkan emfisema paru. Aktivasi neutrofil

jalan nafas menyebabkan pelepasan elastase neutrofil. Elastase akan merangsang

makrofak melepaskan chemoattractant leukotrien B4 (LTB4) yang menimbulkan

4

Page 8: BAB II

penarikan neutrofil plasma. Penarikan neutrofil melewati jaringan interstisial

menyebabkan kerusakan jaringan ikat.2

Penelitian terbaru pada hewan yang mengalami emfisema adalah

bahwa kerusakan parenkim juga disebabkan oleh proses apoptosis endotel

vaskular dan sel alveoli yang mendukung bahwa kejadian emfisema disebabkan

oleh gangguan vaskular. Inflamasi dan stres oksidatif merupakan peran utama

pada patofisiologi perubahan kompartemen paru pada pasien PPOK. Patofisiologi

serta tampilan klinis PPOK rumit dan belum semuanya dapat dipahami. Fenotip

PPOK sangat sulit diidentifikasi dan penelitian genetik telah dilakukan pada

pasien menurut fenotip klinis yang berbeda-beda.2

VI. Diagnosis

Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu batuk,

produksi sputum, sesak napas dan riwayat pajanan terhadap faktor risiko. Tanda

dan gejala klinis seperti sesak napas dan waktu ekspirasi memanjang bisa

digunakan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang baku

adalah spirometri. Bila spirometri tidak tersedia, diagnosis PPOK harus

ditegakkan menggunakan cara lain yang ada.3

Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut

American Thoracic Society (ATS) penggolongan PPOK berdasarkan derajat

obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini

ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut :1

Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.

Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit

mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjukkan

nilai VEP1 ≥ 50 %.

Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak

napas, atau harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau

jalan mendatar nilai 2 skala sedang.

Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit

berjalan nilai 3 skala berat.

4

Page 9: BAB II

Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau

sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala

sangat berat. Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan

fungsional sangat berat serta membutuhkan perawatan teratur dan spesialis

respirasi.

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,

gejala ringan hingga berat. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :3

A. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

1. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

2. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

3. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

4. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan

polusi udara

5. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

6. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.

b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan .

• Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher

dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

• Palpasi

- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

4

Page 10: BAB II

• Perkusi

- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

• Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer: Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit

kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing.

Blue bloater: Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,

terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan

perifer

Purse - lips breathing: sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu

dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

B. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP).

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).

- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit.Apabila spirometri tidak tersedia

atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat

dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore,

tidak lebih dari 20%.

• Uji bronkodilator

4

Page 11: BAB II

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE

< 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

2. Darah rutin (Hb, Ht, leukosit)

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar .

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru

Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat

- DLCO menurun pada emfisema

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal.

3. Uji provokasi bronkus.

4

Page 12: BAB II

- Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK

terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

4. Uji coba kortikosteroid.

- Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral

(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama

2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal

250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah

pemberian kortikosteroid.

1. Analisis gas darah.

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi

- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau

bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

- Scan ventilasi perfusi, mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi.

- Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi.

- Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi

- Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik

yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama

eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin

- Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada

usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

4

Page 13: BAB II

VII. Diagnosis Banding

Berbagai penyakit dapat memiliki gejala dan tanda seperti PPOK. Oleh

sebab itu diagnosis PPOK harus didasari pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari PPOK:

Diagnosis Banding PPOK9

DIAGNOSIS GEJALA

PPOK Onset pada usia pertengahan

Gejala progresif dan lambat

Lama riwayat merokok

Sesak saat aktivitas

Sebagian besar hambatan aliran udaraIreversibel

Asma Onset awal dan sering pada anak-anak

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejala pada malam hari/ menjelang pagi

Risetai atopi,rinithis, atau eksim

Riwayat keluarga dengan asma

Sebagian besar hambatan aliran udara reversibel

Gagal Jantung

Kongestif

Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal paru

Foto thoraks tamapak jantung membesar dan edema paru

Uji faal paru menyebabkan restriksi bukan obstruksi

(GOLD,2010)

Kriteria PPOK stabil adalah :3

- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik

- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas

darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg

- Dahak jernih tidak berwarna

- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil

spirometri)

- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan

- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

4

Page 14: BAB II

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan

dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi

atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi :3

- Sesak bertambah

- Produksi sputum meningkat

- Perubahan warna sputum

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas

b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran

napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,

peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau

frekuensi nadi > 20% baseline

Penyebab eksaserbasi akut.

Primer :

- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)

Sekunder :

- Pnemonia

- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia

- Emboli paru

- Pneumotoraks spontan

- Penggunaan oksigen yang tidak tepat

- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat

- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)

- Nutrisi buruk

- Lingkunagn memburuk/polusi udara

- Aspirasi berulang

- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi).

Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi

yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).3

4

Page 15: BAB II

VIII. Penatalaksanaan

A. Penatalaksanaan umum PPOK

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Derajat dan Rekomendasi pengobatan PPOK

Derajat Karakteristik Rekomendasi Pengobatan

Semua Derajat Edukasi (hindari faktor pencetus)

Bronkodilator kerja singkat

(SABA, Antikolinergik cepat,

Xantin)bila perlu

Vaksin Influenza

Derajat I (PPOK

ringan)

VEP1/KVP < 70%,

VEP1 ≥ 80% Prediksi

dengan atau tanpa

gejala

Bronkodilator kerja singkat

(SABA, Antikolinergik cepat,

Xantin)bila perlu

Derajat II (PPOK

sedang)

VEP1/KVP < 70%;

50% < VEP1 < 80%

Prediksi dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan reguler dengan

bronkodilator.

Agonis B-2 kerja panjang

(LABA) sebagai terapi

pemeliharaan

Antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Simptomatik

2. Rehabilitasi (edukasi, nutris,

rehabilitasi respirasi)

Derajat III (PPOK

berat)

VEP1/KVP < 70%;

30% < VEP1 < 50%

Prediksi dengan atau

1. Pengobatan reguler dengan

bronkodilator.

Agonis B-2 kerja panjang

4

Page 16: BAB II

tanpa gejala (LABA) sebagai terapi

pemeliharaan

Antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Simptomatik

Kortikosteroid bila diberikan

respon klinis atau

eksaserbasi berulang

PDE-4 inhibitor

2. Rehabilitasi (edukasi, nutris,

rehabilitasi respirasi)

Derajat IV (PPOK

sangat berat)

VEP1/KVP < 70%;

VEP1 < 30% Prediksi

atau gagal nafas atau

gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan

bronkodilator.

Agonis B-2 kerja panjang

(LABA) sebagai terapi

pemeliharaan

Antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

Simptomatik

Kortikosteroid bila diberikan

respon klinis atau

eksaserbasi berulang

PDE-4 inhibitor

2. Rehabilitasi (edukasi, nutris,

rehabilitasi respirasi)

3. Terapi oksigen jangka panjang

jika gagal nafas

4. Ventilasi mekanis noninvasif

5. Pertimbangan terapi pembedahan

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :3

4

Page 17: BAB II

Eksaserbasi Akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingan

dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor

lainnya sepertinya polusi udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi. Ada pun

beberapa gejala dari eksaserbasi:

Sesak bertambah

Produksi sputum meningkat

Perubahan warna sputum

Tipe I (eksasebasi berat) memiliki 3 gejala

Tipe II (eksaserbasi sedang) memiliki 2 gejala

Tipe III (eksaserbasi ringan) memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran nafas,

peningkatan batuk, peningkatan mengi dan peningkatan pernafasan, nadi

meningkat.

Penyebab paling umum dari suatu eksaserbasi adalah infeksi

thorakobrokial dan polusi udara, sepertiga penyebaba eksaserbasi berat tidak

dapat diketahui. Penanganan Eksaserasi dapat dilakukan dirumah (untuk

eksaserbasi yang ringan) atau dirumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).

Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan oleh pasien yang telah

diedukasi dengan cara:

1. Menambah dosis bronkodilator atau mengubah dari bronkodilator yang

digunakan dari bentuk inhaler ke bentuk nebuliser.

2. Menggunakan oksigen bila aktivitas dan tidur

3. Menggunakan mukolitik

4. Menambahkan ekspentoran

Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan makapasien harus segera ke dokter. Terapi

yang diberikan pada rumah sakit antara lain:

1. Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen adalah hal yang pertama dan utama,

bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang

4

Page 18: BAB II

mengancam jiwa. PaO2>60 mmHg atau saturasi O2 >90%, evaluasi ketat

hiperkapnia.

2. Pemberian obat yang optimal seperti bronkodilator, kortikosteroid, dan

antibiotik

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK

stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK

adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah

menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi

paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus

dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari

asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

o Pengetahuan dasar tentang PPOK

o Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

o Cara pencegahan perburukan penyakit

o Menghindari pencetus (berhenti merokok)

o Penyesuaian aktivitas.

2. Obat – obatan

Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis

bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan

bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan

jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat

( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).

Macam - macam bronkodilator :

4

Page 19: BAB II

- Golongan antikolinergik.Digunakan pada derajat ringan sampai berat,

disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4

kali perhari ).

- Golongan agonis beta – 2. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,

peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya

eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet

yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk

injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2. Kombinasi kedua golongan

obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai

tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan

pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk

tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk

suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan

jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.3

Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang

diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.3

Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :3

- Lini I : amoksisilin, makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon makrolid

baru

Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih

- Amoksilin dan klavulanat

4

Page 20: BAB II

- Sefalosporin generasi II & III injeksi

- Kuinolon per oral

ditambah dengan yang anti pseudomonas

- Aminoglikose per injeksi

- Kuinolon per injeksi

- Sefalosporin generasi IV per injeksi

Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,

digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang

sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan

sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi

tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Antitusif

Diberikan dengan hati – hati.

Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.3

Manfaat oksigen

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualiti hidup

Ventilasi Mekanik

4

Page 21: BAB II

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan

gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien

PPOK derajat berat dengan napas kronik.3

Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena

bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat

karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan

derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.3

Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan

memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke

dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan

optimal yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang

gawat darurat, dan kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitiasi terdiri dari

3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.3

4