bab ii

Upload: vyan-achmad

Post on 02-Mar-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 11

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Kecerdasan Emosi2.1.1DefinisiKecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer. Mereka menerangkan kualitas-kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan seseorang. Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner sebagai dasar tentang kecerdasan emosional yang diteruskannya dengan memperluas kemampuan ini menjadi lima faktor utama yaitu :

a) Kesadaran emosi

b) Pengendalian emosi.

c) Motivasi diri

d) Empati.

e) Hubungan Sosial

Dari Uraian Peter Salovey dan John Mayer, selanjutnya Daniel Goleman (1997) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan dalam mengenali perasaan-perasaan diri sendiri dan orang lain, dalam memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi diri sendiri dengan baik maupun dalam melakukan hubungan sosial. Ahli lain yaitu J. Dann (2002) mengartikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan dalam menggunakan emosi-emosi seseorang yang membantu memecahkan masalah-masalah dan menjalani kehidupan secara lebih efektif.

Menurut J. Dann (2002) kecerdasan emosi seseorang dapat ditingkatkan dengan cara mengembangkan komitmen yang tinggi terhadap pengembangan diri sendiri. Kecerdasan emosi merupakan suatu kemampuan psikologis dalam memahami dan menggunakan informasi emosional, sebagai individu kita semua memiliki kemampuan bawaan yang berbeda dalam melakukan sesuatu dan kita bisa belajar dari kehidupan cara-cara memperbaiki kecerdasan emosi melalui praktek dan pengalaman.

Peter Salovey dan John Mayer (1997) percaya bahwa sesungguhnya kecerdasan emosi merupakan kecerdasan yang bisa diukur dengan handal dan obyektif.2.1.2Faktor-Faktor Kecerdasan EmosiGoleman (2002) menenpatkan kecerdasan pribadi gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang di cetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi 5 kemampuan utama,yaitu:

a.Kesadaran Emosi.

Kesadaran emosi merupakan kemampuan untuk mengenali emosi pada waktu emosi itu terjadi. Kesadaran emosi berarti waspada terhadap suasana hati atau pikiran tentang suasana hati atau tidak hanyut dalam emosi. Orang yang dapat mengenali emosi atau kesadaran diri terhadap emosi, tidak buta terhadap emosi-mosinya sendiri, termasuk dapat memberikan label setiap emosi yang dirasakan secara tepat. Mengenali emosi atau kesadaran diri terhadap emosi ini merupakan dasar kecerdasan emosi (Shapiro, 2003).Orang yang cerdas emosi, biasanya mempunyai daerah yang terbuka yang berisi hal-hal yang disadari atau diketahui baik oleh orang yang bersangkutan maupun oleh orang lain. Orang yang mempunyai kesadaran emosi menyadari apa yang sedang kita pikirkan dan apa yang akan kita rasakan saat ini. Kesadaran diri terhadap emosi merupakan inti kecerdasan emosi. apabila kita ingin mengembangkan kecerdasan emosi, kita harus memulai dengan meningkatkan kesadaran diri. Menurut J Dann (2002) , Kompetensi kesadaran diri sebagai berikut :

1) Mengetahui emosi yang sedang mereka rasakan, dapat mengetahui alasan timbulnya emosi-emosi tersebut.

2) Menyadari rantai emosi dengan tindakan (hubungan antara perasaan-perasaannya dan apa yang sedang dipikirkan, dilakukan dan dikatakan)

3) Mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu mempengaruhi kinerja, kualitas pengalaman di tempat kerja dan dalam hubungan mereka.

4) Memiliki kesadaran penuntun terhadap nilai-nilai dan tujuan.b.Pengendalian Emosi.

Goleman (1997) mengatakan seseorang yang dapat mengendalikan diri mereka dapat mengelola dan mengekspresikan emosi yang ditandai dengan adanya :1) Dapat menangani emosi, sehingga emosi dapat diekspresikan dengan tepat.

2) Mempunyai toleransi terhadap frustrasi.

3) Menangani ketegangan jiwa dengan lebih baik. Menurut Shapiro (2003) Dalam pengendalian diri seseorang perlu memiliki berbagai ketrampilan sebagai berikut :

1) Mengetahui perbedaan antara diri sendiri dan orang lain.

2) Menempatkan sikap yang menerima. Beberapa penghalangnya adalah memiliki perasaan tertentu pada orang lain, menggunakan kata-kata yang tidak mendukung atau meremehkan.

3) Mengirimkan pesan melalui suara, misalnya volume suara, kecepatan berbicara, aksen atau logat yang sesuai, ada waktu diam sejenak.

4) Menggunakan kalimat pembuka, misalnya bagaimana kabarmu? sepertinya ada sesuatu yang anda pikirkan?.

5) Mengembalikan kembali apa yang dibicarakan lawan bicara.

6) Merefleksikan perasaan dan alasan lawan bicara

7) Menghindari hal-hal yang tidak menerima orang lain.Menurut J Dann (2002) , Kompetensi pengendalian diri sebagai berikut :

1) Berhenti menuruti hal-hal yang menghasilkan perilaku-perilaku yang tidak produktif.

2) Tetap tenang, berfikir positif dan tidak bingung, bahkan pada saat keadaan sangat sulit.

3) Mengelola emosi yang menyusahkan dan mengurangi kecemasan pada saat mengalami emosi tersebut.

4) Stabil, berfikir tenang yaitu tetap terfokus meskipun berada dibawah tekanan sekalipun.c.Motivasi diri .

Menata emosi merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan motivasi diri dan untuk berkreasi. Orang yang mampu mengendalikan emosi merupakan landasan keberhasilan dalam segala bidang. Orang yang mempunyai motivasi diri cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan (Cooper & Ayman, 2001).

Menurut Daniel Goleman (2002) ciri-ciri orang yang mempunyai motivasi diri serta dapat memanfaatkan emosi secara produktif adalah sebagai berikut :

1) Ketekunan dalam usaha mencapai tujuan.

2) Kemampuan untuk menguasai diri

3) Bertanggung-jawab4) Dapat membuat rencana-rencana inovatif-kreatif ke depan dan mampu menyesuaikan diri, mampu menunda pemenuhan kebutuhan sesaat untuk tujuan yang lebih besar, lebih agung dan lebih menguntungkan.

Selanjutnya J Dann (2002) menjelaskan bahwa kompetensi seseorang dalam memotivasi diri antara lain :

1) Memiliki dorongan untuk selalu memperbaiki atau memenuhi standard- standard yang tinggi.

2) Memperlihatkan komitmen dalam semua hubungan dengan orang lain.

3) Mencari peluang terlebih dahulu, bukan mencari masalah.

4) Memperlihatkan keuletan dalam mencapai tujuan dan kemauan memecahkan hambatan atau kemunduran.d.Empati (Mengenali Emosi Orang Lain).

Orang yang empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan hal-hal yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain(Yusuf, 2005). Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan keperawatan, mengajar, penjualan dan manajemen. Ciri-ciri orang yang empati adalah sebagai berikut :

1) Mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan kebutuhan orang lain.

2) Mampu menerima sudut pandang atau pendapat orang lain.

3) Peka terhadap perasaan orang lain.

4) Mampu mendengarkan orang lain.empati merupakan kepedulian yang mendalam atau penerimaan yang penuh terhadap orang lain dan mampu mendengarkan dengan sepenuhnya pada orang lain (anonim) . Pemahaman yang empati adalah sebuah dimensi khusus dalam membangun hubungan pengasuhan. Empati bukanlah simpati tetapi merupakan kemampuan untuk merefleksikan secara obyektif perasaan-perasaan dari seorang pasien, yang mungkin tidak diungkapkan dalam kata-kata. Di dalamnya terlibat penerimaan dan penghargaan, tanpa prasangka, terhadap keunikan pribadi. Empati adalah mempersepsikan dunia sebagaimana pasien mempersepsikanya (anonim). e.Membina hubungan antar manusia (pergaulan)

Orang yang mampu melakukan hubungan sosial merupakan orang yang cerdas emosi. Orang yang cerdas emosi akan mampu menjalin hubungan dengan orang lain, mereka dapat menikmati persahabatan dengan tulus. Ketulusan memerlukan kesadaran diri dan ungkapan emosional sehingga pada saat berbicara dengan seseorang, kita dapat mengungkapkan perasaan-perasaan secara terbuka termasuk gangguan-gangguan apapun yang merintangi kemampuan seseorang untuk mengungkapkan perasaan secara terbuka (Yusuf, 2005).Dalam melakukan hubungan sosial, hal pertama yang perlu dilakukan adalah membina rasa saling percaya satu sama lain. Menurut J Dann (2002), orang yang memberi kepercayaan pada orang lain maka dia akan dipercaya orang lain. Apabila seseorang menunjukkan kepercayaan pada orang lain dan bersikap jujur, maka orang lain akan lebih terbuka dan percaya dengan kita. Seseorang akan menikmati pembicaraan apabila dia percaya dengan kita. Dalam melakukan hubungan sosial, kita perlu menanamkan rasa saling ketergantungan atau rasa saling terikat dengan orang lain. Orang yang mempunyai hubungan sosial yang baik, maka ia mampu membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain.Menurut Yusuf Al-Uqsari (2005), orang yang mampu melakukan hubungan sosial akan disenangi oleh teman-temannya dan berhasil di pekerjaan maupun dalam membina rumah tangga. Orang yang ingin berhasil dalam membina hubungan dengan orang lain harus lebih banyak membuat orang lain bahagia dan tidak merendahkan orang lain. Orang yang mampu berhubungan sosial dengan orang lain maka orang tersebut telah mencapai 85 % dalam mengatasi kesulitan dalam pekerjaan dan 99 % mencapai keberhasilan dalam kehidupan pribadi.

Menurut J Dann (2002), Kompetensi hubungan sosial seseorang ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut :1) Mudah bergaul dan bersahabat.

2) Perhatian dan tenggang rasa.

3) Suka berbagi rasa, bekerja sama dan suka menolong.

4) Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.

5) Disukai.

6) Kesetiakawanan.Menurut Goleman (dalam Ifham, 2002) terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal, merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.

Sedangkan menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu:

1. Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.

2. Faktor pelatihan emosi

Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis, dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.

3. Faktor pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi.

2.2 Kecemasan2.2.1Definisi KecemasanCemas adalah suatukeadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan sistem saraf otonom berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik (Carpenito, 2000). Menurut Stuart (2006) kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Ini terjadi sebagai reaksi terhadap suatu yang dialami oleh seseorang (Nugroho, 2000).Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung sertamerupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik(Suliswati, 2005).Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006).2.2.2Pencetus Kecemasan

Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Menurut Suliswati (2005) stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian:

1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi:

a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misal hamil)

b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan, lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.

2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

a. Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b. Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, peceraian, perubahan ststus pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.2.2.3Penyebab Kecemasan

Menurut Stuart (2006) berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan meliputi;

1. Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi dua tuntutan dari elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengikatkan ego bahwa ada bahaya.2. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan,yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.3. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Ahli teori konflik memandang ansietas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas: konflik, menimbulkan ansietas, dan ansietas menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya meningkatnya konflik yang dirasakan.4. Kajian keluarga, menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpah tindih dalam gangguan kecemasan dan antara gangguan kecemasan dengan depresi.5. Kajian biologis, menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Menurut Suliswati (2005), Stressor predisposisi atau semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menimbukaan kecemasan dapat berupa :

1. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situsional.2. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan atau kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan rasa ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat memengaruhi konsep diri individu.6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik yang dialami kerena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dala keluarga.7. Riwayat kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiazepin, karena benzodiazepin dapat menekan nurotransmiter gamma aminobutyric acic (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

2.2.4Pembagian Tingkat Kecemasan dan Gejala Kecemasan

Tingkat Kecemasan Stuart dan Sunden (2006) mengidentifikasikan tingkat kecemasan dapat dibagi menjadi :

1) Kecemasan ringan.

Pada tingkat kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Menurut Carson dan Arnold (1996) respon fisiologis kecemasan ringan adalah peningkatan denyut nadi, tekanan darah, dan denyut jantung sesuai dengan respon respons simpatis. Respon Emosi adalah afek positif, respon kognitif yaitu waspada serta memungkinkan penyelesaian masalah, serta respon subjektif menunjukkan perhatian.2) Kecemasan sedang.

Pada tingkat Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi indidvidu. Dengan demikian individu mengalami perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya. Menurut Carson dan Arnold (1996) respon fisiologis kecemasan sedang adalah ketegangan otot, keringat berlebih, dilatasi pupil, peningkatan nadi, peningkatan tekanan darah, peningkatan kecepatan nafas, vasokontriksi perifer. Respon Emosi adalah mengalami ketegangan, ketakutan, respon kognitif yaitu perhatian terfokus pada masalah yang dihadapi, masih dapat menerima hal lain walaupun tidak berhubungan dengan yang sedang dihadapi, serta respon subjektif merasa sendiri dan butuh pertolongan, tangan berkeringat, peka dan sensitif.

3) Kecemasan berat.

Pada tingkat Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal ini. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak arahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Menurut Carson dan Arnold (1996) respon fisiologis kecemasan berat adalah respon saraf simpatis meningkat, mulut kering, akral terasa dingin. Respon Emosi adalah distress (tekanan), gemetaran, respon kognitif yaitu lapang persepsi menyempit, fokus pada masalah yang dihadapi, tidak dapat melakukan proses belajar, serta respon subjektif mengalami sesak nafas, merasa tidak waras, gangguan visual, hiperaktivitas.

4) Panik

Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terpengarah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalamikehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melihatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panic, terjadi peningkatkan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpangnya, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Menurut Carson dan Arnold (1996) respon fisiologis panik adalah perubahan simpatis yang berlanjut. Respon Emosi adalah reaksi emosi berlebihan, mungkin kembali pada perilaku koping primitif, respon kognitif yaitu respon hanya terhadap tekanan internal, serta respon subjektif memiliki perasaan semakin dekat dengan kematian, nyeri dada, ketidaknyamanan.Responadaptif Respon Maladaptif

antisipasi ringan sedang berat panik

Gambar 2.1 Rentang Respon Ansietas2.2.5Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Carpenito (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah:

1. Situasi (personal, lingkungan)

Berhubungan dengan nyata atau merasa teganggu pada integritas biologis sekunder terhadap serangan, prosedur invasif dan penyakitnya. Adanya perubahan nyata atau merasakan adanya perubahan lingkungan sekunder terhadap perawatan di rumah sakit.

2. Maturasional

Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan, lingkungan atau orang yang tidak dikenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya. Kecemasan pada remaja mayoritas disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.

3. Tingkat pendidikan

Individu dengan berpendidikan tinggi akan mempunyai koping yang lebih baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat mengeliminir kecemasan yang terjadi.

4. Karakter stimulus

a. Intensitas stresor

b. Lama stresor

c. Jumlah stressor

5. Karakter Individu

a. Makna stesor bagi individu

b. Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping

c. Status kesehatan individu2.2.6 Cara Penilaian Tingkat Kecemasan

Ada beberapa test kecemasan dengan pertanyaan langsung, mendengarkan keluhan klien, serta mengobservasi terutama perilaku non verbalnya. Menurut Daniel L (2010), kecemasan pada lansia dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan yaitu GAS (Geriatric Anxiety Scale). Skala GAS merupakan pengukuran kecemasan yang mengkaji 3 subkomponen yaitu gejala somatik, afektif, dan kognitif.Menurut Daniel L (2010) ukuran skala kecemasan rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan Geriatric Anxiety Scale gejala yang ada dengan menggunakan pertanyaan yang terdiri dari 9 gejala somatik, 8 gejala afektif, dan 8 gejala kognitif.

Gejala somatik dinilai menggunakan kuesioner yang meliputi gejala, seperti jantung berdebar, kemampan bernafas, ganggan pencernaan, sulit tidur, insomnia, sakit saat duduk, kelelahan, parasaan tegang, sakit punggung, sakit leher, kram.Gejala afektif ditandai dengan takut dihakimi orang lain, mudah tersinggung, mudah marah, mudah terkejut, kurang berminat terhadap yang disenangi, merasa terisolasi, gelisah / tegang,Gejala Kognitif ditandai dengan sering berfantasi, kehilangan kontrol diri, kesulitan berkonsentrasi, merasa pusing / bingung, merasa khawatir, tidak dapat mengendalikan kecemasan, hidup tidak terkontrol dan berpikir negatif.

2.3 Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun

Kecemasan pada pensiun adalah suatu keadaan atau perasaan tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena khawatir,bingung, tidak pasti akan masa depannya, dan belum siap menerima kenyataan ketika menjalani masa pensiun dengan segala akibatnya baik secara sosial, psikologis, maupun secara fisiologis (Wanti, 2008). Sarafino (1990) berpendapat biasanya orang mengalami kecemasan saat menghadapi masa pensiun ketika mereka berpikir bahwa pekerjaan mereka terancam atau ketika mereka tidak mempunyai pekerjaan. Menurut Briil dan Hayes (1981) kecemasan menghadapi masa pensiun adalah perasaan khawatir, takut, dan prihatin akan hilangnya identitas sosial, penghasilan,karier, interaksi sosial, dan perasaan berarti pada diri individuMenurut Schaie dan Willis (1991) kecemasan menghadapi masa pensiun adalah gambaran negatif tentang masa pensiun, seperti tidak dapat bertemu dengan teman-teman, banyak waktu luang yang terbuang, dana pensiun dan tabungan tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga sehingga seseorang akan merasa tertekan dengan keadaan tersebut.Dari beberapa pengertian di atas, dapat dimaknakan kecemasan menghadapi masa pensiun yaitu suatu keadaan atau perasaan tidak menyenangkan seperti khawatir, bingung, takut, dan gelisah karena tidak pasti akan ma sa depannya, dan belum siap menerima kenyataan akan memasuki masa pensiun dengan segala akibatnya baik seca ra sosial, psikologis, maupun secara fisiologis.Menurut Sue, dkk.(dalam Calhoun and Ac ocella, 1990) menyebutkan bahwa aspek kecemasan menghadapi masa pensiun terdiri dari:a. Aspek emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu tentang pensiun terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan.b. Aspek kognitif, yaitu adanya kekhawatiran individu terhadap konse kuensi masa pensiun yang mungkin akan dialami dan anggapan yang negatif tentang dirinya. Apabila kekhawatiran meningkat, mungkin akan me ngganggu kemampuan individu dalam berpikir jernih, memecahkan masalah serta memenuhi tuntutan lingkungan.c. Aspek fisiologis, yaitu reaksi tubuh terhadap adanya kecemasan yang muncul yang dapat mendorong timbulnya gerakan-gera kan pada bagian tubuh tertentu. Gerakan yang terjadi sebagian besar merupakan hasil kerja sistem saraf otonom yang mengontrol berbagai otot dan kelenjar tubuh. Apa bila individu dikuasai oleh adanya kekhawatiran atau kekuatan , maka sistem saraf otonom akan berfungsi sehingga akan muncul gejala-gejala fisik seperti be rkeringat, mulut kering, nafas terputus-putus, denyut nadi lebih cepat dan tekanan darah meningkat.Apabila kecemasa n terjadi dalam waktu ya ng lama, maka dapat mengakibatkan munculnya gejala lain seperti sakit kepala, kelemahan otot dan gangguan usus. Meskipun demikian tidak semua individu yang cemas megalami gejala fisik seperti diatas, karena reaksi individu berbeda-beda antara satu dan yang lainnya.Faktor-faktor yang mempenga ruhi kecemasan menghadapi masa pensiun me nurut Rosyid (2003) yaitu :a. Pensiun secara sukarela atau pensiun secara terpaksab. Perbedaan individu yang ditentukan oleh faktor kepribadianc. Perencanaan dan persiapan individu sebelum masa pe nsiun datingd. Situasi lingkunganBraithwaithe, dkk (dalam Wanti, 2008) mengatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam menghadapi masa pensiun adalah kesehatan, pandang n terhadap pensiun, kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam kehidupannya, kemampuan menghadapi kehilangan pekerjaan, penghasilan, pendidikan, jaringan sosial yang dimiliki, dan penerimaan diri dalam menghadapi masa pensiun.Sementara Palmore (Brill dan Haye s, 1981) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan ketika menghadapi pension yaitu:a. Tidak mempunyai sejumlah aktivitas yang berarti seperti organisasi keagamaan, politik, atau organisasi sosial.b. Kurang menjaga kesehatan seperti berolahraga dan pola makan yang burukc. Tidak mempunyai perencanaan keuangan sejak usia 50 tahun.d. Mempunyai sikap pesimis.Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi masa pensiun adalah pensiun secara sukarela atau terpaksa, sikap pribadi, perencanaan serta kesiapan individu dalam menghadapai masa pensiun, keuangan, keluarga, dukungan sosial, religiusitas, kematangan emosi, situasi lingkungan, kesehatan, dan, pandangan terhadap pensiun, penyesuaian diri saat menghadapi masa, pensiun, penerimaan diri, dan aktivitas individu menjelang pensiun.2.2 Pensiun2.4.1 Pengertian Pensiun

Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai penghargaan atas jasa-jasa pegawai negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas pemerintahan,dasar penyelenggaraan program pensiun adalah Undang-undang No 11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1979 tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.

2.4.2 Jenis-Jenis Pensiun PNS :

- Pensiun sendiri

- Pensiun janda/duda

- Tunjangan anak yatim/piatu/yatim piatu

- Pensiun yang telah mencapai batas usia pensiun

- Pensiun yang telah mencapai batas masa kerja pensiun

- Diberhentikan dengan hormat oleh pemerintahan yang berwenang karena adanya suatu hal.

Beberapa orang yang berhak menerima Pensiun :

- Pegawai negeri

- Orang tua pegawai negeri

- Janda/duda pegawai negeri

2.4.3 Masa Pensiun

Berakhirnya masa pensiun bagi PNS adalah tidak mendapatkan lagi fasilitas pemensiunan dari pemerintah yang diakibatkan karena :

1. Penerima pensiun pegawai/janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia

2. Janda/duda yang bersangkutan menikah lagi

3. Tidak terdapat lagi anak yang memenuhi syarat untuk menerimanya

Adapun Masa kerja yang dihitung untuk pensiun

1. Pegawai negeri termasuk bulanan, harian, dan CPN

2. Pegawai otonom termasuk bulanan,harian dan CPN

3. Pegawai Perusahaan/Bank negara termasuk bulanan,harian dan CPN

4. Pegawai badan yang dilebur menjadi jawatan pemerintah

5. Pegawai badan (bukan jawatan pemerintah) yang diselenggarakan pemerintah maksimum 10 tahun. Syarat saat PNS berhenti sekurang-kurangnya bekerja sebagai PNS 30 tahun2.5 Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan Pada PensiunanSetiap organisme hidup harus menjaga keseimbangan dengan lingkungan sekitar dan jika lingkungan itu berubah, maka organismenya harus menyesuaikan diri dengan situasi baru tersebut. Semakin besar perubahan, semakin rumit dan berat penyesuaian yang harus dilakukan (Lucas dan Wilson,1992). Salah satu peristiwa yang membawa perubahan dalam hidup manusia adalah pensiun. Mengalami pensiun merupakan hal yang tidak bisa dihindari lagi. Dengan memasuki masa pensiun, mau tidak mau seseorang karyawan harus meninggalkan atau berhenti dari instansi atau lembaga tempat bekerja.

Menurut Lucas dan Wilson (1992), berhenti bekerja atau kehilangan jabatan kurang lebih sama pentingnya dengan pernikahan atau persatuan kembali dengan suami atau istri yang berdiam ditempat jauh.Pensiun sebagai tanda berakhirnya masa kerja menjadi tahap kritis seseorang dalam memasuki masa usia lanjut. Konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti pensiun seperti berkurangnya pendapatan, perubahan status, hilangnya kekuasaan seringkali menimbulkan kecemasan. Orang yang memasuki pensiun perlu untuk mengadakan penyesuaian psikologis dan sosial.Penyesuaian dalam mendekati masa pensiun semakin bertambah sulit apabila perilaku keluarga tidak menyenangkan (Hurlock, 1994).

Seseorang dapat mengendalikan emosinya apabila dirinya dapat melakukan pengaturan diri dengan baik, sehingga berdampak positif pada apa yang dikerjakannya. Seseorang yang mempunyai pengaturan diri yang baik peka terhadap kata hati, sanggup mengelola emosi dengan baik sebelum tercapai suatu kekhawatiran pada dirinya. Orang yang mampu mengendalikan emosinya dengan baik akan memahami diri sendiri yang pada akhirnya dapat mencegah ketegangan atau kecemasan dalam diri sendiri. Pensiun sebagai suatu masa peralihan hidup dapat mendatangkan ketegangan dan kecemasan.Berdasarkan penjelasan diatas bahwa ada hubungan negatif antara individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi akan mampu mengenali emosinya,mengendalikan diri, memiliki empati dan dapat menjalin hubungan sosial yang baik. Yang berarti menunjukkan kemungkinan yang kecil untuk mengalami kecemasan ketika akan menghadapi masa pensiun.2.6Kerangka Konsep

Keterangan :: variabel yang diteliti: variabel yang tidak ditelitiGambar 2.4 Kerangka Konsep Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan Pada Pensiunan di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil Singosari.2.7Hipotesis Penelitian

H1 : Ada Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecemasan Pada Pensiun di Persatuan Wirdatama Pensiunan Sipil SingosariDampak Kecemasan :

Gangguan pola tidur

Gangguan konsentrasi dan daya ingat

sakit kepala

Kecemasan

Cemas ringan

Cemas sedang

Cemas berat

panik

Kecerdasan Emosi

Tinggi

Cukup

Rendah

Sangat Rendah

Faktor faktor penyebab kecemasan :

Situasi

Meturasional

Tingkat Pendidikan

Karakter Stimulus

Karakter Individu

Faktor faktor yang mempengaruhi emosi :

Faktor psikologis

Faktor pelatihan emosi

Faktor pendidikan

8

7