bab ii

35
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Pada umumnya radio menggunakan gelombang elektromagnetis untuk mengirim dan menerima masuknya sinyal listrik tanpa kawat koneksi antara pengirim dan penerimanya. Gelombang radio merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi radio, yang sebenarnya efek dari aliran listrik yang bergetar dan akibat getaran tersebut menyebabkan adanya gaya. Jadi bentuk getaran yang dihasilkan itu memiliki daya tempuh secara tertentu pula, dan kecepatannya selalu tetap. Kecepatan geraknya gelombang radio ini disebut velocity. Dan kecepatan rambat gelombang radio adalah 300.000.000 per detik, dan velocity disingkat V dalam perhitungan gelombang radio. Velocity tersebut merupakan satu bentuk besaran yang menyatakan arah dan 6

Upload: era-pablo-frances

Post on 02-Feb-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab II

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat

listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Pada umumnya radio menggunakan

gelombang elektromagnetis untuk mengirim dan menerima masuknya sinyal

listrik tanpa kawat koneksi antara pengirim dan penerimanya. Gelombang radio

merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi

radio, yang sebenarnya efek dari aliran listrik yang bergetar dan akibat getaran

tersebut menyebabkan adanya gaya. Jadi bentuk getaran yang dihasilkan itu

memiliki daya tempuh secara tertentu pula, dan kecepatannya selalu tetap.

Kecepatan geraknya gelombang radio ini disebut velocity. Dan kecepatan rambat

gelombang radio adalah 300.000.000 per detik, dan velocity disingkat V dalam

perhitungan gelombang radio. Velocity tersebut merupakan satu bentuk besaran

yang menyatakan arah dan juga kecepatan suatu gerak yang linier. Untuk

menghitung panjang gelombang dengan menggunakan rumus berikut ini:[1]

λ = c / f (1)

Dimana: λ = Panjang gelombang (m)

c = kecepatan cahaya (m/s)

f = frekuensi (Hz)

Panjang gelombang dihitung dalam satuan meter, kemudian V (velocity)

atau kecepatan gelombang 300.000.000 meter per detik, frekuensi pemancar yang

6

7

dipakai dalam hitungan cycles/s. Untuk mengetahui panjang gelombang suatu

radio dapat dilihat pada tabel di bawah ini.[1]

Tabel 1. Spectrum frekuensi radio.[6]

NAMA GELOMBANG JALUR FREKUENSI (Hz)

Very Low Frequency (VLF)

Low Frequency (LF)

Medium Frequency (MF)

High Frequency (HF)

Very High Frequency (VHF)

Ultra High Frequency (UHF)

Super High Frequency (SHF)

Extremely High Frequency (EHF)

3 – 30 KHz

30 – 300 KHz

300 KHz – 3 MHz

3 – 30 MHz

30 MHz – 300 MHz

300 MHz – 3 GHz

3 – 30 GHz

30 – 300 GHz

Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang

tergantung pada frekuensi.[6]

L = λ/2 (2)

Kecepatan (v) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa

udara (free space), maka:

V = c = 3 x 108 m/s (3)

2.2 Pengertian Antena

Sistem Telekomunikasi radio terdiri dari perangkat tramsmitter dan

receiver. Transmitter berfungsi membangkitkan sinyal RF. Setelah sinyal RF

dibangkitkan selanjutnya diradiasikan melalui ruang bebas menuju receiver.

Perangkat yang melakukan proses radiasi ini disebut Antena. Energi sinyal dari

Transmitter dikirimkan melalui media udara dengan menggunakan Antena

8

pengirim, dan energi sinyal akan di tangkap pada receiver menggunakan antena

penerima.

Energi RF dikirimkan melalui media udara dalam bentuk medan

elektromagnetik. Medan Elektromagnetik tersebut menuju antena penerima, dan

selanjutnya menginduksikan tegangan pada antena (berupa konduktor) di

penerima. Induksi tersebut diteruskan ke receiver dan dikembalikan kedalam

bentuk informasi.

Antena mempunyai fungsi mengubah sinyal listrik menjadi sinyal

elektromagnetik, kemudian meradiasikan ke udara atau ruang bebas, Dan

sebaliknya, antena dapat berfungsi untuk menerima sinyal listrik. Contoh pada

radar atau sistem komunikasi satelit sering kita jumpai kedua fungsi tersebut.

Sedangkan pada radio, antena hanya menjalankan fungsi penerima saja.[ 1]

Gambar 1. Antena sebagai Pengirim dan Penerima.[1]

Sistem Antena terdiri dari 3 bagian utama yaitu perangkat kopling, feeder,

antena. Antena dapat didefenisikan sebagai suatu alat yang merubah sinyal

gelombang tertuntun menjadi gelombang ruang bebas dan sebaliknya merubah

9

sinyal gelombang bebas menjadi gelombang tertuntun. Sehubungan dengan

pengertian diatas, kita sudah mengenal saluran transmisi dan resonator.[1]

Saluran transmisi adalah suatu perangkat untuk mengirimkan atau menuntun

sinyal dari suatu titik ke titik lain dengan redaman sekecil mungkin. Contoh

saluran transmisi tidak hanya kabel koaksial atau twisted pair tetapi bisa juga

berupa pipa atau waveguide. Saluran transmisi yang menghubungkan antena

dengan kopling pada receiver disebut feeder.[3]

2.3 Parameter Antena

Performa antena dapat diamati berdasarkan parameter-parameter yang

dimilikinya. Parameter-parameter antena akan dijelaskan sebagai berikut:

2.3.1 Return Loss

Return loss didefinisikan sebagai perbandingan antara amplitude dari

gelombang yang dipantulkan terhadap amplitude gelombang yang dikirimkan.

Return loss dapat terjadi karena adanya ketidaksesuain antara impedansi saluran

transmisi dengan impedansi masukan beban.[1]

Pada rangkaian gelombang mikro yang memiliki diskontinuitas

(mismatched), besarnya return loss bervariasi tergantung dari frekuensi. Nilai

dari return loss yang baik adalah di bawah – 10 dB, sehinnga dapat dikatakan nilai

gelombang yang direfleksikan tidak terlalu besar dibandingkan dengan gelombang

yang dikirimkan atau dengan katan lain, saluran transmisi sudah matching. Nilai

parameter ini menjadi salah satu acuan untuk melihat apakah antena sudah dapat

bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau tidak.[1]

2.3.2 Polaradiasi Antena

10

Radiasi dari suatu antena akan membentuk pola tertentu yang disebut pola

radiasi. Polaradiasi dapat didefenisikan sebagai gambaran kekuatan

pancaran/penerimaan sinyal suatu antena dalam fungsi sudut.

Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan

oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima

oleh sebuah antena. Polaradiasi antena dibentuk oleh dua buah polaradiasi

berdasarkan bidang irisan, yaitu polaradiasi pada bidang irisan arah elevasi (pola

elevasi) dan polaradiasi pada bidang irisan arah azimuth (pola azimuth). Kedua

pola di atas akan membentuk pola 3-dimensi.[2]

Polaradiasi dalam bentuk penggambaran pancaran energi antena sebagai

fungsi koordinat ruang seperti pada gambar 2. Antena terletak pada titik asal

koordinat ruang (0,0,0). Pancaraan energi tersebut adalah intensitas medan listrik

dan daya.

Gambar 2. Polaradiasi Antena.[2]

Pola radiasi dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:

11

1. Pola radiasi Omnidirectinal

Pola radiasi omndirectional merupakan pola radiasi yang memiliki kekuatan

pancaran yang sama ke segala arah. Contoh: antena isotropis.

Gambar 3. Pola Radiasi Omnidirectional.[6]

2. Pola radiasi Bidirectional

Pola radiasi bidirectional merupakan pola radiasi yang memancar ke dua arah

yaitu arah depan dan arah belakang antena. Contohnya antena dipole (antena

dua kutub).

12

Gambar 4. Polaradiasi Bidirectional.[6]

3. Pola radiasi Unidirectional

Pola radiasi unidirectional merupakan pola radiasi antena yang pancaran dan

penerimanya hanya terpaku pada satu arah saja. Contohnya antena antena

yagi, antena array, dan antena helix.

Gambar 5. Polaradiasi Unidirectional.[6]

13

Sebagai variasi pola radiasi dikenal istilah lobe yang menggambarkan pola radiasi

pada antena. Lobe terdiri dari berbagai macam jenisnya, antara lain:[3]

1. Mayor lobe (main lobe), adalah bagian dari pola radiasi yang memiliki nilai

intensitas radiasi paling besar. Mayor lobe merupakan pola radiasi yang

dikehendaki. Pada gambar digambarkan Mayor lobe adalah bagian dari

kurva yang paling besar, Tegak vertikal sejajar sumbu z.

2. Minor lobe, adalah bagian dari pola radiasi yang nilai intensitas radiasinya

kecil. Minor lobe terdiri dari side lobe dan back lobe yang merupakan pola

radiasi yang tidak dikehendaki.

3. Side lobe, adalah bagian dari minor lobe yang terletak disamping mayor

lobe dan merupakan minor lobe yang terbesar.

4. Back lobe, adalah bagian dari minor lobe yang memiliki arah polaradiasi

berlawanan dengan mayor lobe.

5. Titik setengah daya (half power poin) merupakan satu titik pada pancaran

utama yang mempunyai nilai daya separuh dari harga maksimumnya.

6. Half power beam width (HPBW) yaitu lebar sudut yang memisahkan dua

titik setengah daya pada pancaran utama dari pola radiasi.

7. Front to back ratio (FBR) yaitu perbandingan daya maksimum yang

dipancarkan pada lobe utama (main lobe) dan daya pada arah belakangnya.

2.3.3 Polarisasi Antena

Polarisasi antena merupakan polarisasi gelombang yang diradiasikan oleh

antena pada arah yang diberikan. Elemen aktif (elemen yang tersambung pada

feeder/saluran transmisi) antena pengirim harus berada pada posisi yang sama

14

terhadap permukaan bumi. Polarisasi antena dapat dibedakan atas tiga macam

yaitu [6]:

1. Polarisasi Horizontal

Polarisasi horizontal dihasilkan jika elemen antena sejajar (paralel) dengan

permukaan pumi. Contoh antena yang memiliki polarisasi horizontal adalah

antena dipole.

2. Polariasi Vertical

Polarisasi vertical dihasilkan jika antena diposisikan tegak lurus dengan

permukaan bumi yang menghasilkan cakupan yang universal (sama ke segala

arah).

3. Polarisasi Melingkar (circular polarization)

Polarisasi melingkar merupakan polarisasi yang menghasilkan gelombang

melingkar. Contoh antena yang memiliki polarisasi melingkar yaitu antena

helix.

Gambar 6. Antena Helix

Polarisasi pada gelombang teradiasi didefinisikan sebagai suatu keaadaan

gelombang elektromagnetik yang menggambarkan arah yang bervariasi menurut

waktu. Selain itu, polarisasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu gelombang

yang juga diradiasikan dan diterima oleh suatu antena pada suatu arah tertentu.

15

Polariasi dapat diklasifikasikan sebagai polarisasi linear, polarisasi circular, dan

polarisasi ellips. Polariasi melingkar terjadi ketika suatu gelombang yang berubah

menurut waktu pada suatu titik memiliki vektor bidang elektrik pada titik tersebut

berada pada suatu lingkaran pada fungsi waktu.

Kondisi yang harus dipenuhi pada kondisi polarisasi ini adalah:

1. Medan harus memiliki komponen yang saling tegak lurus linear

2. Kedua komponen tersebut harus mempunyai magnitude yang sama

3. Kedua komponen tersebut harus memiliki perbedaan fasa waktu pada

kelipatan ganjil 90 derajat.

Polarisasi antena adalah polarisasi dari gelombang yang ditransmisikan

oleh antena. Jika arah tidak ditentukan maka polarisasi merupakan polarisasi pada

arah gain maksimum.

2.3.4 HPBW Antena

Half power beamwidth ( HPBW) adalah sudut antara dua vektor, berasal

dari pola dasar dan melewati titik major lobe dimana intensitas radiasi setengah

dari maksimum. Yang dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :[5]

HPBW= ƟHPBW left - ƟHPBW right (4)

Dengan ƟHPBW left - ƟHPBW right : titik-titik pada kiri dan kanan dari main lobe

dimana pola daya mempunyai harga ½. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 7 berikut :[5]

16

Gambar 7. Pola Beamwidth. (sumber: Belania,1982 : 31 ).[5]

2.3.5 Bandwidth Antena

Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu

dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena

dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau

memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu. Bandwidth antena dapat

ditunjukkan seperti pada gambar berikut. [6]

Gambar 8. Bandwidth Antena.[6]

17

Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan

baik dinamakan bandwidth antena . Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi

tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada

frekuensi f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena

tersebut adalah :[2]

BW=f 2−f 1

f c (5)

Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya

digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit

(narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broadband) biasanya

digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.[2]

2.3.6 Gain Antena

Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan

antena mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah

tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisik

pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk

perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel.

[2]

Gain antena yaitu perbandingan daya pancar suatu antena terhadap daya

pancar antena referensi atau pertambahan daya yang dihasilkan pada arah tertentu

dari suatu antena dibandingkan dengan daya yang diradiasikan pada arah yang

sama oleh suatu antena referensi. Gain disebut juga dengan power gain.[2]

18

Antena penerima dengan daya terima misalkan sebesar PS (watt) dan daya

yang diterima dimisalkan sebesar Pt (Watt), sehingga Gain dari antena ynag di

test tersebut adalah:[5]

G = PtPs

( kali)

(6)

Atau

G = 10 log PtPs

( dB)

(7)

Atau gain juga bisa ditentukan dengan

G (dB) = P1 (dBw) – P2 (dBw) (8)

2.3.7 Bandwidth Frekuensi ( FBW )

Bandwidth adalah jangkauan dari frekuensi,yang termasuk karakteristik

antena ( impedansi input) tergantung dari spesifikasi tertentu. Bandwidth adalah

jangkauan dari antena broadband di eksperesikan sebagai rasio dari frekuensi

tertinggi ke frekuensi terendah, dimana performa antena masih di terima.[2]

FBW= Fmax / F min (9)

Pada saat ini, antena narrowband dengan FBW 40 :1 atau lebih telah dapat

dibuat. Seperti antena yang termasuk golongan frequency independent anntena.

Untuk antena narrowband, FBW diekspresikan sebagai persentase dari beda

frekuensi dibagi dengan frekuensi tengah :[6]

FBW ¿fmax−Fmin

F 0.100%

(10)

19

Biasanya , f0 = ( fmax + f min ) /2

2.3.8 Impedansi dan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) Antena

Impedansi antena diperoleh dari adanya arus dan tegangan sepanjang

antena. Arus dan tegangan tidak sama disepanjang konduktor. Pada ujung antena

dengan panjang setengah lamda terdapat impedansi maksimum, sedangkan di titik

tengah antena tersebut terdapat impedansi minimum. Perbandingan tegangan dan

arus pada terminal–terminal tanpa beban, memberikan impedansi masukan antena

sebesar:[1]

Zin=Rin+ jXi(11)

dengan:

Zin = impedansi antena (Ω)

Rin = resistansi antena (Ω)

Xin = reaktansi antena (Ω)

Harga impedansi antena perlu dikenali dalam rangka penyesuaian

impedansi (impedansi matching) terhadap saluran transmisi yang digunakan. Bila

energi RF dari radio pemancar disalurkan melalui saluran transmisi dengan

impedansi karakteristik 50 ohm maka titik catu pada antena dicari pada impedansi

yang mendekati 50 ohm.[1]

Resistansi input menyatakan tahanan disipasi. Daya dapat terdisipasi

melalui dua cara, yaitu karena panas pada struktur antena yang berkaitan dengan

perangkat keras dan daya yang meninggalkan antena dan tidak kembali (teradiasi).

Reaktansi input menyatakan daya yang tersimpan pada medan dekat dari antena.

[1]

20

Untuk memaksimumkan perpindahan daya dari antena ke penerima, maka

impedansi antena haruslah conjugate match (besarnya resistansi dan reaktansi

sama tetap berlawanan tanda). Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan terjadi

pemantulan energi yang dipancarkan atau diterima, sesuai dengan persamaan

sebagai berikut:[2]

L=|Vr||Vr|

=VSWR−1VSWR+1

(12)

L==

(13)

VSWR=1+||1−|| (14)

Dengan:

e-L = tegangan pantul

e+L = tegangan datang

ZL = impedansi beban

Zin = impedansi input

L = Koefisien refleksi pada beban

Untuk mempermudah mengevaluasi dari parameter saluran transmisi kita

dapat menggunakan smith chart. Smith chart adalah sebuah alat komputasi

grafikal yang dikemukakan oleh Dr. P. H. Smith pada tahun 1939. Adapun

parameter yang dapat dicari pada smith chart adalah:[3]

a. VSWR yang dihasilkan oleh beban

b. Koefisien refleksi, jika karakteristik impedansi dan impedansi beban

diketahui

c. Impedansi beban jika VSWR diketahui.

21

VSWR adalah pengukuran dasar dari impedansi matching antara transmitter

dan antena . Semakin tinggi nilai VSWR maka semakin besar pula mismatch, dan

semakin minimum VSWR maka antena semakin matching. Dalam perancangan

antena biasanya memiliki nilai impedansi masukan sebesar 50 Ω atau 75 Ω.[3]

2.4 Antena Array

Di bab ini diperkenalkan beberapa antena yang disusun menurut

konfugarasi geomatris dan elektris tertentu. Susunan antena ini disebut Array

(grup antena). Antena-antena yang di susun menjadi grup / kelompok ini biasanya

antena yang sejenis (misal array dipol,array waveguide,array mikrostrip), hal ini

diprioritaskan untuk mempermudah analisis,sintesis dan juga fabrikasi.[5]

Medan listrik/magnet total dari array adalah secara vektoral medan yang

dihasilkan dari masing- masing antena. Dalam menghasilkan suatu diagram

radiasi tertentu, ke arah pancar yang di prioritaskan untuk mendapat direktivitas

yang tinggi, di upayakan medan vektornya saling bersupperposisi secara

konstruktif (saling menjumlahkan), sedangkan ke arah pancar lain yang

diinginkan memiliki direktivitas rendah, superposisisnya diupayakan berlangsung

secara destruktif (saling mengurangi /menghilangkan).[5]

Ada lima parameter yang bisa digunakan untuk mengontrol diagram

radiasi dari array yaitu sebagi berikut:[5]

1. Konfigurasi geometris array

a. Linier : antena disusun pada suatu garis tertentu

b. Cicular : disusun diatas suatu lingkaran

c. Planar : tersususn pada suatu bidang dua dimensi

d. Secara tiga dimensi di ruang

22

2. Jarak dari suatu elemen antena ke elemen yang lain

3. Amplitudo arus atau tegangan yang dipasang pada feding elemen

antena.

4. Phase arus atau tegangan pada feeding

5. Diagram radiasi dari masing-masing elemen

2.5 Antena LPDA ( log periodic dipole Array )

Antena log periodik memiliki kemiripan dengan antena Yagi-Uda.

Perbedaanya adalah, direktivitas/gain yang mencapai antena log periodik lebih

kecil, tetapi memiliki lebar pita kerja yang lebih besar, dan besaran geometri

antena Yagi- Uda tidak mengikuti aturan tertentu sedangkan pada antena log

periodik mengikuti suatu perbandingan tertentu. Dibawah ini gambar antena

susunan log periodik :[4]

Gambar 9. Struktur antena log periodik.[4]

2.5.1 Jenis Antena Log Periodic array

23

Adapun beberapa format dimana antena log periodik dapat direalisasikan.

Jenis yang tepat yang paling berlaku untuk setiap yang diberikan akan tergantung

pada persyaratan. Jenis utama dari array log periodik termasuk :[4]

Zig zag log periodic array

Trapezoidal log periodic

Slot log periodic

V log periodic

Log periodic dipole array, LPDA

Jenis yang paling banyak dihunakan adalah log periodic dipole array,

LPDA.[4]

2.5.2 Susunan LPDA ( Log Periodic Dipole Array )

Susunan log periodik dipole (log periodik dipole array,LPDA) terdiri dari

sebuah sistem dari elemen driven, tetapi tidak semua elemen dalam sistem

tersebut aktif pada sebuah frekuensi operasi. Bergantung pada parameter desain,

LPDA dapat beroperasi pada rentang frekuensi yang memiliki perbandingan 2 : 1

atau lebih tinggi.[5]

Susunan log periodik terdiri dari beberapa elemen dipol yang masing-

masing memiliki panjang yang berbeda serta jarak relatif yang berbeda pula. Tipe

distributif dari sistem feeder digunakan untuk membangkitkan elemen secara

individual. Panjang elemen dan jarak relatif, diawali dari feed point untuk

susunannya, sehingga ukurannya terlihat membesar dengan halus, susunan tiap

elemen membesar dibanding dengan elemen sebelumya.[5]

LPDA yang baik dapat didesain untuk banyak band (frekuensi), high

frequency (HF) hingga ultra high frequency (UHF), serta dapat dibuat untuk

24

kebutuhan pemula pada nilai nominal : forward gain yang tinggi, rasio front-to-

back yang baik, VSWR rendah dan panjang ekivalen boom hingga ukuran penuh

tiga elemen Yagi. LPDA memperlihatkan relatif SWR rendah ( biasanya tidak

lebih dari 2:1) pada frekuensi pita lebar.

2.5.3 LPDA

Yang paling umum adalah Log periodic dipole array pada dasarnya terdiri

dari sejumlah elemen dipol. Ini mengurangi ukuran dari belakang ke arah depan.

Sinar utama dari antena RF yang datang dari depan lebih kecil. Elemen pada

bagian belakang dari array dimana elemen yang terbesar adalah setengah panjang

gelombang pada frekuensi terendah operasi. Jarak elemen juga menurunkan ke

arah depan dari array di mana elemen-elemen terkecil berada. Dalam operasi

karena perubahan frekuensi ada transisi mulus sepanjang array dari elemen-

elemen yang membentuk daerah aktif. Untuk memastikan bahwa pentahapan dari

unsur-unsur yang berbeda adalah benar ,fase terbalik dari satu elemen ke yang

berikutnya.[4]

Antena log periodic Dipole Array (LPDA) adalah antena unidirectional

yang mempunyai pola radiasi satu arah. LPDA adalah frekuensi indenpenden pada

sifat elektriknya seperti tingkat resistansi rata-rata R0, karakteristik impedansi

saluran Z0, admitansi driving-point, Yo, berubah secara periodik sebagai fungsi

logaritma dari frekuensi.[5]

Sebagai frekuensi f1 berpindah ke frekuensi lainnya f2 dalam passband

antena, hubungannya adalah f2 = f1 /τ dimana :[5]

τ = parameter desain, kontanta ; τ < 1, juga

25

f1 = frekuensi terendah

fn = frekuensi tertinggi

Parameter desain ᴦ adalah konstanta geometrik mendekati 1 yang

digunakan untuk menentukan panjang elemen. 1. Jarak antar elemen d, seperti

yang diperlihatkan pada gambar 7 yaitu:[5]

12 = τ 11 (15)

13 = τ 12

1n = τ 1(n-1)

Dimana 1n = panjang elemen terpendek,dan

d2↔3 = τ d 1↔3 (16)

d3↔4 = τ d 2↔3

d(n-1) ↔ n = τ d (n-2) ↔ (n-1)

dimana d2↔3 = jarak antara elemen 2 dan 3

Gambar 10. Skema diagram LPDA.[5]

26

τ= lnln−1

= dn , n−1dn−2 ,n−1

(17)

σ =dn , n−121 n−1

(18)

Dimana :

l = panjang elemen

h = panjang setengah elemen

d = jarak elemen

τ = konstanta desain

σ = konstanta jarak relatif

s = jarak saluran

Z0 = impedansi karakteristik dari saluran antena

Setiap elemen adalah driven dengan pergesaran fasa sebesar 1800 dengan

merubah atau bertukar hubungan elemen. Hubungan fasa yang berada pada

serangkain dipole, dikenal sebagai “active region “ atau daerah aktif. Jika kita

mengamsimsikan LPDA di desain untuk range frekuensi yang diberikan, desain

tersebut harus memperhitungkan daerah aktif dipol untuk frekuensi tertinggi

terendahnya. Bandwidth tersebut dapat kita sebut sebagai Bar ( bandwidth of the

active region).[5]

Daerah aktif menentukan parameter desain dasar untuk susunan elemen,

dan bandwidth untuk strukturnya Bs. Yaitu untuk cakupan bandwidth frekuensi

desain B, terdapat hubungan bandwidth daerah aktif yang sama.[5]

BS = B x Bar (19)

27

Dimana B = bandwidth operasi fn / f1

F1 = frekuensi terendah dalam Megahertz

Fn = frekuensi tertinggi dalam Megahertz

Gambar 11. Bandwidth daerah aktif.[5]

Bar berubah-ubah dengan τ dan σ . Gain dari LPDA ditentukan oleh

parameter desain τ dan konstanta jarak elemen relatif σ . Terdapat nilai optimum

untuk σ ,σ opt, untuk setiap τ pada rentang 0.8 ≤ τ < 1.0.[5]

28

Gambar 12. Direktivitas vs σ dan τ untuk LPDA.[5]

Tabel Hubungan τ dan σ , Semakin besar τ berarti lebih banyak elemen

dan σ yang optimum berarti semakin panjang boom. Hubungan antara τ , σ dan

α dapat dilihat sebagai berikut:[5]

2.8 Prosedur Perancangan Antena

Perancangan antena dapat kita uraikan di sini, berdasarkan halaman

sebelumnya dan mengaumsikan bahwa direktifitas ( dalam dB ), impedansi

masukan Rin (real), diameter garis pengumpan (d), dan frekwensi yang lebih

rendah atas (B=fmax/fmin) dari bandwidth yang ditentukan dan hasilnya sebagai

berikut :[5]

1. Mengingat D0 (dB), untuk menentukan gain yang di inginkan σ dan τ dar

2. Menentukan konstanta cot α menggunakan :

cotα = 4 σ

1−τ (20)

3. Menentukan bandwidth daerah aktif Bar

29

Bar = 1.1 + 7.7 (1- τ )2 cot α (21)

B bandwith yang diinginkan

Bs = BBar = B [ 1.1 + 7.7 (1 –τ ¿2 cot α (22)

B = f1 / fn

Dimana :

Bs = bandwith yang dirancang

B = Bandwith yang diinginkan

Bar = bandwith daerah aktif

4. Menentukan jumlah elemen N, dan panjang elemen terpanjang 11 dan

panjang boom ( L),

L= λ max

4 (1− 1Bs )cotα (23)

Dimana

λmax =21max =v

fmin (24)

N = 1 + ln (Bs)

ln( 1τ) (23)

I1 = λ max

2 (25)

5. Menentukan terminating stub (Zt)

Zt = λ max

8

(26)