Download - BAB II
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat
listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Pada umumnya radio menggunakan
gelombang elektromagnetis untuk mengirim dan menerima masuknya sinyal
listrik tanpa kawat koneksi antara pengirim dan penerimanya. Gelombang radio
merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi
radio, yang sebenarnya efek dari aliran listrik yang bergetar dan akibat getaran
tersebut menyebabkan adanya gaya. Jadi bentuk getaran yang dihasilkan itu
memiliki daya tempuh secara tertentu pula, dan kecepatannya selalu tetap.
Kecepatan geraknya gelombang radio ini disebut velocity. Dan kecepatan rambat
gelombang radio adalah 300.000.000 per detik, dan velocity disingkat V dalam
perhitungan gelombang radio. Velocity tersebut merupakan satu bentuk besaran
yang menyatakan arah dan juga kecepatan suatu gerak yang linier. Untuk
menghitung panjang gelombang dengan menggunakan rumus berikut ini:[1]
λ = c / f (1)
Dimana: λ = Panjang gelombang (m)
c = kecepatan cahaya (m/s)
f = frekuensi (Hz)
Panjang gelombang dihitung dalam satuan meter, kemudian V (velocity)
atau kecepatan gelombang 300.000.000 meter per detik, frekuensi pemancar yang
6
7
dipakai dalam hitungan cycles/s. Untuk mengetahui panjang gelombang suatu
radio dapat dilihat pada tabel di bawah ini.[1]
Tabel 1. Spectrum frekuensi radio.[6]
NAMA GELOMBANG JALUR FREKUENSI (Hz)
Very Low Frequency (VLF)
Low Frequency (LF)
Medium Frequency (MF)
High Frequency (HF)
Very High Frequency (VHF)
Ultra High Frequency (UHF)
Super High Frequency (SHF)
Extremely High Frequency (EHF)
3 – 30 KHz
30 – 300 KHz
300 KHz – 3 MHz
3 – 30 MHz
30 MHz – 300 MHz
300 MHz – 3 GHz
3 – 30 GHz
30 – 300 GHz
Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang
tergantung pada frekuensi.[6]
L = λ/2 (2)
Kecepatan (v) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa
udara (free space), maka:
V = c = 3 x 108 m/s (3)
2.2 Pengertian Antena
Sistem Telekomunikasi radio terdiri dari perangkat tramsmitter dan
receiver. Transmitter berfungsi membangkitkan sinyal RF. Setelah sinyal RF
dibangkitkan selanjutnya diradiasikan melalui ruang bebas menuju receiver.
Perangkat yang melakukan proses radiasi ini disebut Antena. Energi sinyal dari
Transmitter dikirimkan melalui media udara dengan menggunakan Antena
8
pengirim, dan energi sinyal akan di tangkap pada receiver menggunakan antena
penerima.
Energi RF dikirimkan melalui media udara dalam bentuk medan
elektromagnetik. Medan Elektromagnetik tersebut menuju antena penerima, dan
selanjutnya menginduksikan tegangan pada antena (berupa konduktor) di
penerima. Induksi tersebut diteruskan ke receiver dan dikembalikan kedalam
bentuk informasi.
Antena mempunyai fungsi mengubah sinyal listrik menjadi sinyal
elektromagnetik, kemudian meradiasikan ke udara atau ruang bebas, Dan
sebaliknya, antena dapat berfungsi untuk menerima sinyal listrik. Contoh pada
radar atau sistem komunikasi satelit sering kita jumpai kedua fungsi tersebut.
Sedangkan pada radio, antena hanya menjalankan fungsi penerima saja.[ 1]
Gambar 1. Antena sebagai Pengirim dan Penerima.[1]
Sistem Antena terdiri dari 3 bagian utama yaitu perangkat kopling, feeder,
antena. Antena dapat didefenisikan sebagai suatu alat yang merubah sinyal
gelombang tertuntun menjadi gelombang ruang bebas dan sebaliknya merubah
9
sinyal gelombang bebas menjadi gelombang tertuntun. Sehubungan dengan
pengertian diatas, kita sudah mengenal saluran transmisi dan resonator.[1]
Saluran transmisi adalah suatu perangkat untuk mengirimkan atau menuntun
sinyal dari suatu titik ke titik lain dengan redaman sekecil mungkin. Contoh
saluran transmisi tidak hanya kabel koaksial atau twisted pair tetapi bisa juga
berupa pipa atau waveguide. Saluran transmisi yang menghubungkan antena
dengan kopling pada receiver disebut feeder.[3]
2.3 Parameter Antena
Performa antena dapat diamati berdasarkan parameter-parameter yang
dimilikinya. Parameter-parameter antena akan dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1 Return Loss
Return loss didefinisikan sebagai perbandingan antara amplitude dari
gelombang yang dipantulkan terhadap amplitude gelombang yang dikirimkan.
Return loss dapat terjadi karena adanya ketidaksesuain antara impedansi saluran
transmisi dengan impedansi masukan beban.[1]
Pada rangkaian gelombang mikro yang memiliki diskontinuitas
(mismatched), besarnya return loss bervariasi tergantung dari frekuensi. Nilai
dari return loss yang baik adalah di bawah – 10 dB, sehinnga dapat dikatakan nilai
gelombang yang direfleksikan tidak terlalu besar dibandingkan dengan gelombang
yang dikirimkan atau dengan katan lain, saluran transmisi sudah matching. Nilai
parameter ini menjadi salah satu acuan untuk melihat apakah antena sudah dapat
bekerja pada frekuensi yang diharapkan atau tidak.[1]
2.3.2 Polaradiasi Antena
10
Radiasi dari suatu antena akan membentuk pola tertentu yang disebut pola
radiasi. Polaradiasi dapat didefenisikan sebagai gambaran kekuatan
pancaran/penerimaan sinyal suatu antena dalam fungsi sudut.
Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan
oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima
oleh sebuah antena. Polaradiasi antena dibentuk oleh dua buah polaradiasi
berdasarkan bidang irisan, yaitu polaradiasi pada bidang irisan arah elevasi (pola
elevasi) dan polaradiasi pada bidang irisan arah azimuth (pola azimuth). Kedua
pola di atas akan membentuk pola 3-dimensi.[2]
Polaradiasi dalam bentuk penggambaran pancaran energi antena sebagai
fungsi koordinat ruang seperti pada gambar 2. Antena terletak pada titik asal
koordinat ruang (0,0,0). Pancaraan energi tersebut adalah intensitas medan listrik
dan daya.
Gambar 2. Polaradiasi Antena.[2]
Pola radiasi dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
11
1. Pola radiasi Omnidirectinal
Pola radiasi omndirectional merupakan pola radiasi yang memiliki kekuatan
pancaran yang sama ke segala arah. Contoh: antena isotropis.
Gambar 3. Pola Radiasi Omnidirectional.[6]
2. Pola radiasi Bidirectional
Pola radiasi bidirectional merupakan pola radiasi yang memancar ke dua arah
yaitu arah depan dan arah belakang antena. Contohnya antena dipole (antena
dua kutub).
12
Gambar 4. Polaradiasi Bidirectional.[6]
3. Pola radiasi Unidirectional
Pola radiasi unidirectional merupakan pola radiasi antena yang pancaran dan
penerimanya hanya terpaku pada satu arah saja. Contohnya antena antena
yagi, antena array, dan antena helix.
Gambar 5. Polaradiasi Unidirectional.[6]
13
Sebagai variasi pola radiasi dikenal istilah lobe yang menggambarkan pola radiasi
pada antena. Lobe terdiri dari berbagai macam jenisnya, antara lain:[3]
1. Mayor lobe (main lobe), adalah bagian dari pola radiasi yang memiliki nilai
intensitas radiasi paling besar. Mayor lobe merupakan pola radiasi yang
dikehendaki. Pada gambar digambarkan Mayor lobe adalah bagian dari
kurva yang paling besar, Tegak vertikal sejajar sumbu z.
2. Minor lobe, adalah bagian dari pola radiasi yang nilai intensitas radiasinya
kecil. Minor lobe terdiri dari side lobe dan back lobe yang merupakan pola
radiasi yang tidak dikehendaki.
3. Side lobe, adalah bagian dari minor lobe yang terletak disamping mayor
lobe dan merupakan minor lobe yang terbesar.
4. Back lobe, adalah bagian dari minor lobe yang memiliki arah polaradiasi
berlawanan dengan mayor lobe.
5. Titik setengah daya (half power poin) merupakan satu titik pada pancaran
utama yang mempunyai nilai daya separuh dari harga maksimumnya.
6. Half power beam width (HPBW) yaitu lebar sudut yang memisahkan dua
titik setengah daya pada pancaran utama dari pola radiasi.
7. Front to back ratio (FBR) yaitu perbandingan daya maksimum yang
dipancarkan pada lobe utama (main lobe) dan daya pada arah belakangnya.
2.3.3 Polarisasi Antena
Polarisasi antena merupakan polarisasi gelombang yang diradiasikan oleh
antena pada arah yang diberikan. Elemen aktif (elemen yang tersambung pada
feeder/saluran transmisi) antena pengirim harus berada pada posisi yang sama
14
terhadap permukaan bumi. Polarisasi antena dapat dibedakan atas tiga macam
yaitu [6]:
1. Polarisasi Horizontal
Polarisasi horizontal dihasilkan jika elemen antena sejajar (paralel) dengan
permukaan pumi. Contoh antena yang memiliki polarisasi horizontal adalah
antena dipole.
2. Polariasi Vertical
Polarisasi vertical dihasilkan jika antena diposisikan tegak lurus dengan
permukaan bumi yang menghasilkan cakupan yang universal (sama ke segala
arah).
3. Polarisasi Melingkar (circular polarization)
Polarisasi melingkar merupakan polarisasi yang menghasilkan gelombang
melingkar. Contoh antena yang memiliki polarisasi melingkar yaitu antena
helix.
Gambar 6. Antena Helix
Polarisasi pada gelombang teradiasi didefinisikan sebagai suatu keaadaan
gelombang elektromagnetik yang menggambarkan arah yang bervariasi menurut
waktu. Selain itu, polarisasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu gelombang
yang juga diradiasikan dan diterima oleh suatu antena pada suatu arah tertentu.
15
Polariasi dapat diklasifikasikan sebagai polarisasi linear, polarisasi circular, dan
polarisasi ellips. Polariasi melingkar terjadi ketika suatu gelombang yang berubah
menurut waktu pada suatu titik memiliki vektor bidang elektrik pada titik tersebut
berada pada suatu lingkaran pada fungsi waktu.
Kondisi yang harus dipenuhi pada kondisi polarisasi ini adalah:
1. Medan harus memiliki komponen yang saling tegak lurus linear
2. Kedua komponen tersebut harus mempunyai magnitude yang sama
3. Kedua komponen tersebut harus memiliki perbedaan fasa waktu pada
kelipatan ganjil 90 derajat.
Polarisasi antena adalah polarisasi dari gelombang yang ditransmisikan
oleh antena. Jika arah tidak ditentukan maka polarisasi merupakan polarisasi pada
arah gain maksimum.
2.3.4 HPBW Antena
Half power beamwidth ( HPBW) adalah sudut antara dua vektor, berasal
dari pola dasar dan melewati titik major lobe dimana intensitas radiasi setengah
dari maksimum. Yang dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :[5]
HPBW= ƟHPBW left - ƟHPBW right (4)
Dengan ƟHPBW left - ƟHPBW right : titik-titik pada kiri dan kanan dari main lobe
dimana pola daya mempunyai harga ½. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 7 berikut :[5]
16
Gambar 7. Pola Beamwidth. (sumber: Belania,1982 : 31 ).[5]
2.3.5 Bandwidth Antena
Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu
dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena
dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau
memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu. Bandwidth antena dapat
ditunjukkan seperti pada gambar berikut. [6]
Gambar 8. Bandwidth Antena.[6]
17
Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan
baik dinamakan bandwidth antena . Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi
tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada
frekuensi f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena
tersebut adalah :[2]
BW=f 2−f 1
f c (5)
Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya
digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit
(narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broadband) biasanya
digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.[2]
2.3.6 Gain Antena
Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan
antena mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah
tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisik
pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk
perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel.
[2]
Gain antena yaitu perbandingan daya pancar suatu antena terhadap daya
pancar antena referensi atau pertambahan daya yang dihasilkan pada arah tertentu
dari suatu antena dibandingkan dengan daya yang diradiasikan pada arah yang
sama oleh suatu antena referensi. Gain disebut juga dengan power gain.[2]
18
Antena penerima dengan daya terima misalkan sebesar PS (watt) dan daya
yang diterima dimisalkan sebesar Pt (Watt), sehingga Gain dari antena ynag di
test tersebut adalah:[5]
G = PtPs
( kali)
(6)
Atau
G = 10 log PtPs
( dB)
(7)
Atau gain juga bisa ditentukan dengan
G (dB) = P1 (dBw) – P2 (dBw) (8)
2.3.7 Bandwidth Frekuensi ( FBW )
Bandwidth adalah jangkauan dari frekuensi,yang termasuk karakteristik
antena ( impedansi input) tergantung dari spesifikasi tertentu. Bandwidth adalah
jangkauan dari antena broadband di eksperesikan sebagai rasio dari frekuensi
tertinggi ke frekuensi terendah, dimana performa antena masih di terima.[2]
FBW= Fmax / F min (9)
Pada saat ini, antena narrowband dengan FBW 40 :1 atau lebih telah dapat
dibuat. Seperti antena yang termasuk golongan frequency independent anntena.
Untuk antena narrowband, FBW diekspresikan sebagai persentase dari beda
frekuensi dibagi dengan frekuensi tengah :[6]
FBW ¿fmax−Fmin
F 0.100%
(10)
19
Biasanya , f0 = ( fmax + f min ) /2
2.3.8 Impedansi dan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) Antena
Impedansi antena diperoleh dari adanya arus dan tegangan sepanjang
antena. Arus dan tegangan tidak sama disepanjang konduktor. Pada ujung antena
dengan panjang setengah lamda terdapat impedansi maksimum, sedangkan di titik
tengah antena tersebut terdapat impedansi minimum. Perbandingan tegangan dan
arus pada terminal–terminal tanpa beban, memberikan impedansi masukan antena
sebesar:[1]
Zin=Rin+ jXi(11)
dengan:
Zin = impedansi antena (Ω)
Rin = resistansi antena (Ω)
Xin = reaktansi antena (Ω)
Harga impedansi antena perlu dikenali dalam rangka penyesuaian
impedansi (impedansi matching) terhadap saluran transmisi yang digunakan. Bila
energi RF dari radio pemancar disalurkan melalui saluran transmisi dengan
impedansi karakteristik 50 ohm maka titik catu pada antena dicari pada impedansi
yang mendekati 50 ohm.[1]
Resistansi input menyatakan tahanan disipasi. Daya dapat terdisipasi
melalui dua cara, yaitu karena panas pada struktur antena yang berkaitan dengan
perangkat keras dan daya yang meninggalkan antena dan tidak kembali (teradiasi).
Reaktansi input menyatakan daya yang tersimpan pada medan dekat dari antena.
[1]
20
Untuk memaksimumkan perpindahan daya dari antena ke penerima, maka
impedansi antena haruslah conjugate match (besarnya resistansi dan reaktansi
sama tetap berlawanan tanda). Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan terjadi
pemantulan energi yang dipancarkan atau diterima, sesuai dengan persamaan
sebagai berikut:[2]
L=|Vr||Vr|
=VSWR−1VSWR+1
(12)
L==
(13)
VSWR=1+||1−|| (14)
Dengan:
e-L = tegangan pantul
e+L = tegangan datang
ZL = impedansi beban
Zin = impedansi input
L = Koefisien refleksi pada beban
Untuk mempermudah mengevaluasi dari parameter saluran transmisi kita
dapat menggunakan smith chart. Smith chart adalah sebuah alat komputasi
grafikal yang dikemukakan oleh Dr. P. H. Smith pada tahun 1939. Adapun
parameter yang dapat dicari pada smith chart adalah:[3]
a. VSWR yang dihasilkan oleh beban
b. Koefisien refleksi, jika karakteristik impedansi dan impedansi beban
diketahui
c. Impedansi beban jika VSWR diketahui.
21
VSWR adalah pengukuran dasar dari impedansi matching antara transmitter
dan antena . Semakin tinggi nilai VSWR maka semakin besar pula mismatch, dan
semakin minimum VSWR maka antena semakin matching. Dalam perancangan
antena biasanya memiliki nilai impedansi masukan sebesar 50 Ω atau 75 Ω.[3]
2.4 Antena Array
Di bab ini diperkenalkan beberapa antena yang disusun menurut
konfugarasi geomatris dan elektris tertentu. Susunan antena ini disebut Array
(grup antena). Antena-antena yang di susun menjadi grup / kelompok ini biasanya
antena yang sejenis (misal array dipol,array waveguide,array mikrostrip), hal ini
diprioritaskan untuk mempermudah analisis,sintesis dan juga fabrikasi.[5]
Medan listrik/magnet total dari array adalah secara vektoral medan yang
dihasilkan dari masing- masing antena. Dalam menghasilkan suatu diagram
radiasi tertentu, ke arah pancar yang di prioritaskan untuk mendapat direktivitas
yang tinggi, di upayakan medan vektornya saling bersupperposisi secara
konstruktif (saling menjumlahkan), sedangkan ke arah pancar lain yang
diinginkan memiliki direktivitas rendah, superposisisnya diupayakan berlangsung
secara destruktif (saling mengurangi /menghilangkan).[5]
Ada lima parameter yang bisa digunakan untuk mengontrol diagram
radiasi dari array yaitu sebagi berikut:[5]
1. Konfigurasi geometris array
a. Linier : antena disusun pada suatu garis tertentu
b. Cicular : disusun diatas suatu lingkaran
c. Planar : tersususn pada suatu bidang dua dimensi
d. Secara tiga dimensi di ruang
22
2. Jarak dari suatu elemen antena ke elemen yang lain
3. Amplitudo arus atau tegangan yang dipasang pada feding elemen
antena.
4. Phase arus atau tegangan pada feeding
5. Diagram radiasi dari masing-masing elemen
2.5 Antena LPDA ( log periodic dipole Array )
Antena log periodik memiliki kemiripan dengan antena Yagi-Uda.
Perbedaanya adalah, direktivitas/gain yang mencapai antena log periodik lebih
kecil, tetapi memiliki lebar pita kerja yang lebih besar, dan besaran geometri
antena Yagi- Uda tidak mengikuti aturan tertentu sedangkan pada antena log
periodik mengikuti suatu perbandingan tertentu. Dibawah ini gambar antena
susunan log periodik :[4]
Gambar 9. Struktur antena log periodik.[4]
2.5.1 Jenis Antena Log Periodic array
23
Adapun beberapa format dimana antena log periodik dapat direalisasikan.
Jenis yang tepat yang paling berlaku untuk setiap yang diberikan akan tergantung
pada persyaratan. Jenis utama dari array log periodik termasuk :[4]
Zig zag log periodic array
Trapezoidal log periodic
Slot log periodic
V log periodic
Log periodic dipole array, LPDA
Jenis yang paling banyak dihunakan adalah log periodic dipole array,
LPDA.[4]
2.5.2 Susunan LPDA ( Log Periodic Dipole Array )
Susunan log periodik dipole (log periodik dipole array,LPDA) terdiri dari
sebuah sistem dari elemen driven, tetapi tidak semua elemen dalam sistem
tersebut aktif pada sebuah frekuensi operasi. Bergantung pada parameter desain,
LPDA dapat beroperasi pada rentang frekuensi yang memiliki perbandingan 2 : 1
atau lebih tinggi.[5]
Susunan log periodik terdiri dari beberapa elemen dipol yang masing-
masing memiliki panjang yang berbeda serta jarak relatif yang berbeda pula. Tipe
distributif dari sistem feeder digunakan untuk membangkitkan elemen secara
individual. Panjang elemen dan jarak relatif, diawali dari feed point untuk
susunannya, sehingga ukurannya terlihat membesar dengan halus, susunan tiap
elemen membesar dibanding dengan elemen sebelumya.[5]
LPDA yang baik dapat didesain untuk banyak band (frekuensi), high
frequency (HF) hingga ultra high frequency (UHF), serta dapat dibuat untuk
24
kebutuhan pemula pada nilai nominal : forward gain yang tinggi, rasio front-to-
back yang baik, VSWR rendah dan panjang ekivalen boom hingga ukuran penuh
tiga elemen Yagi. LPDA memperlihatkan relatif SWR rendah ( biasanya tidak
lebih dari 2:1) pada frekuensi pita lebar.
2.5.3 LPDA
Yang paling umum adalah Log periodic dipole array pada dasarnya terdiri
dari sejumlah elemen dipol. Ini mengurangi ukuran dari belakang ke arah depan.
Sinar utama dari antena RF yang datang dari depan lebih kecil. Elemen pada
bagian belakang dari array dimana elemen yang terbesar adalah setengah panjang
gelombang pada frekuensi terendah operasi. Jarak elemen juga menurunkan ke
arah depan dari array di mana elemen-elemen terkecil berada. Dalam operasi
karena perubahan frekuensi ada transisi mulus sepanjang array dari elemen-
elemen yang membentuk daerah aktif. Untuk memastikan bahwa pentahapan dari
unsur-unsur yang berbeda adalah benar ,fase terbalik dari satu elemen ke yang
berikutnya.[4]
Antena log periodic Dipole Array (LPDA) adalah antena unidirectional
yang mempunyai pola radiasi satu arah. LPDA adalah frekuensi indenpenden pada
sifat elektriknya seperti tingkat resistansi rata-rata R0, karakteristik impedansi
saluran Z0, admitansi driving-point, Yo, berubah secara periodik sebagai fungsi
logaritma dari frekuensi.[5]
Sebagai frekuensi f1 berpindah ke frekuensi lainnya f2 dalam passband
antena, hubungannya adalah f2 = f1 /τ dimana :[5]
τ = parameter desain, kontanta ; τ < 1, juga
25
f1 = frekuensi terendah
fn = frekuensi tertinggi
Parameter desain ᴦ adalah konstanta geometrik mendekati 1 yang
digunakan untuk menentukan panjang elemen. 1. Jarak antar elemen d, seperti
yang diperlihatkan pada gambar 7 yaitu:[5]
12 = τ 11 (15)
13 = τ 12
1n = τ 1(n-1)
Dimana 1n = panjang elemen terpendek,dan
d2↔3 = τ d 1↔3 (16)
d3↔4 = τ d 2↔3
d(n-1) ↔ n = τ d (n-2) ↔ (n-1)
dimana d2↔3 = jarak antara elemen 2 dan 3
Gambar 10. Skema diagram LPDA.[5]
26
τ= lnln−1
= dn , n−1dn−2 ,n−1
(17)
σ =dn , n−121 n−1
(18)
Dimana :
l = panjang elemen
h = panjang setengah elemen
d = jarak elemen
τ = konstanta desain
σ = konstanta jarak relatif
s = jarak saluran
Z0 = impedansi karakteristik dari saluran antena
Setiap elemen adalah driven dengan pergesaran fasa sebesar 1800 dengan
merubah atau bertukar hubungan elemen. Hubungan fasa yang berada pada
serangkain dipole, dikenal sebagai “active region “ atau daerah aktif. Jika kita
mengamsimsikan LPDA di desain untuk range frekuensi yang diberikan, desain
tersebut harus memperhitungkan daerah aktif dipol untuk frekuensi tertinggi
terendahnya. Bandwidth tersebut dapat kita sebut sebagai Bar ( bandwidth of the
active region).[5]
Daerah aktif menentukan parameter desain dasar untuk susunan elemen,
dan bandwidth untuk strukturnya Bs. Yaitu untuk cakupan bandwidth frekuensi
desain B, terdapat hubungan bandwidth daerah aktif yang sama.[5]
BS = B x Bar (19)
27
Dimana B = bandwidth operasi fn / f1
F1 = frekuensi terendah dalam Megahertz
Fn = frekuensi tertinggi dalam Megahertz
Gambar 11. Bandwidth daerah aktif.[5]
Bar berubah-ubah dengan τ dan σ . Gain dari LPDA ditentukan oleh
parameter desain τ dan konstanta jarak elemen relatif σ . Terdapat nilai optimum
untuk σ ,σ opt, untuk setiap τ pada rentang 0.8 ≤ τ < 1.0.[5]
28
Gambar 12. Direktivitas vs σ dan τ untuk LPDA.[5]
Tabel Hubungan τ dan σ , Semakin besar τ berarti lebih banyak elemen
dan σ yang optimum berarti semakin panjang boom. Hubungan antara τ , σ dan
α dapat dilihat sebagai berikut:[5]
2.8 Prosedur Perancangan Antena
Perancangan antena dapat kita uraikan di sini, berdasarkan halaman
sebelumnya dan mengaumsikan bahwa direktifitas ( dalam dB ), impedansi
masukan Rin (real), diameter garis pengumpan (d), dan frekwensi yang lebih
rendah atas (B=fmax/fmin) dari bandwidth yang ditentukan dan hasilnya sebagai
berikut :[5]
1. Mengingat D0 (dB), untuk menentukan gain yang di inginkan σ dan τ dar
2. Menentukan konstanta cot α menggunakan :
cotα = 4 σ
1−τ (20)
3. Menentukan bandwidth daerah aktif Bar
29
Bar = 1.1 + 7.7 (1- τ )2 cot α (21)
B bandwith yang diinginkan
Bs = BBar = B [ 1.1 + 7.7 (1 –τ ¿2 cot α (22)
B = f1 / fn
Dimana :
Bs = bandwith yang dirancang
B = Bandwith yang diinginkan
Bar = bandwith daerah aktif
4. Menentukan jumlah elemen N, dan panjang elemen terpanjang 11 dan
panjang boom ( L),
L= λ max
4 (1− 1Bs )cotα (23)
Dimana
λmax =21max =v
fmin (24)
N = 1 + ln (Bs)
ln( 1τ) (23)
I1 = λ max
2 (25)
5. Menentukan terminating stub (Zt)
Zt = λ max
8
(26)