bab ii

33
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Konsep Peran Suami 2.1.1. Defenisi Peran Suami Peran suami adalah orang yang berperan penuh merawat, terlibat sebagai ayah, dan pemberi nafkah sebagai respons tekanan masyarakat (Salmah, 2006). Peran suami adalah pemegang keputusan utama dalam keluarga, termasuk keputusan dalam meningkatkan kesehatan isteri selama hamil dan melahirkan guna menurunkan angka kematian ibu dan anak (Bria, 2011). Peran suami adalah nahkoda bahtera kehidupan keluarga sehingga ia bisa menjadi motivator ulung dan pendamping spiritual selama ibu hamil dan melewati detik- detik mendebarkan selama proses kelahiran (Bria, 2011). 2.1.2. Bentuk Peran Suami Dalam Kehamilan

Upload: regar-ziyek

Post on 30-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

peran suami

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Peran Suami

2.1.1. Defenisi Peran Suami

Peran suami adalah orang yang berperan penuh merawat, terlibat

sebagai ayah, dan pemberi nafkah sebagai respons tekanan

masyarakat (Salmah, 2006).

Peran suami adalah pemegang keputusan utama dalam keluarga,

termasuk keputusan dalam meningkatkan kesehatan isteri selama hamil dan

melahirkan guna menurunkan angka kematian ibu dan anak (Bria, 2011).

Peran suami adalah nahkoda bahtera kehidupan keluarga sehingga ia

bisa menjadi motivator ulung dan pendamping spiritual selama ibu hamil dan

melewati detik-detik mendebarkan selama proses kelahiran (Bria, 2011).

2.1.2. Bentuk Peran Suami Dalam Kehamilan

Bentuk peran suami dalam kehamilan adalah sebagai berikut :

1. Menyimak Informasi Tentang Kehamilan

Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam

mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Jika suami

menginginkan jenis perawatan yang diinginkan selama hamil, suami perlu

mencari informasi dan mendiskusikan kehamilan dengan tenaga

kesehatan. Berbagai informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari

Page 2: BAB II

buku, majalah, koran, tabloid, tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di

internet. Dengan mengetahui akar masalah yang terjadi maka ibu bisa

lebih tenang dalam menjalani kehamilan yang sehat. Ibu jadi tahu mana

yang sesuai dengan kondisinya atau tidak. Sebaliknya, jika tidak

berusaha mencari tahu tentang kehamilan, tidak mustahil akan timbul

berbagai perasaan yang mungkin saja sangat mengganggu

kondisi psikis (Suparyanto, 2011).

Para suami yang memiliki pendidikan tinggi (termasuk beberapa

diantaranya yang memiliki ijazah kedokteran) harus banyak belajar dalam

soal kehamilan dan kelahiran. Hadiri kursus melahirkan bersama ibu,

hadiri kursus untuk ayah. Bicaralah dengan teman-teman yang baru

menjadi ayah atau bicaralah dengan mereka melalui

internet (Murkoff, 2006).

2. Kontrol / Periksa Kehamilan

Kontrol bisa dilakukan pada dokter atau bidan. saat konsultasi, ibu

bisa menanyakan tentang kondisi dirinya dan bayi dalam kandungan.

Biasanya, bila ibu perlu penanganan lebih serius, dokter atau bidan akan

menganjurkan ibu untuk menemui psikolog atau psikiater yang dapat

membantu kestabilan emosi. Mengantar ibu kontrol ke dokter, ini penting

karena suami harus tahu apa yang terjadi pada istri. Kalau ada keluhan-

keluhan dan informasi-informasi penting seputar kehamilan suami juga

harus tahu, agar lebih memahami apa yang dirasakan oleh sang istri.

Page 3: BAB II

Antenatal care merupakan salah satu tindakan skrining pada ibu hamil

untuk mencegah komplikasi selama kehamilan dan

persalinan nanti (Suparyanto, 2011).

Setiap dokter akan mendorong para suami untuk menghadiri

pemeriksaan pralahir. Jika jadwal anda tidak memungkinkan kunjungan

bulanan, mungkin suami bisa mengatur untuk ikut datang pada saat-saat

perkembangan penting (misalnya, ketika denyut jantung janin akan bisa

didengar untuk pertama kalinya) dan tes-tes pralahir (termasuk

pemeriksaan USG, ketika suami akan bisa melihat citra diri bayi).

Memastikan ibu mendapatkan perawatan medis yang baik sejak awal.

Memastikan ibu memenuhi jadwal kunjungan ke dokter / bidandan

mengikuti nasihat dokter / bidan. Catat apa yang didiskusikan untuk ibu

dan bicaralah jika suami dan ibu hamil mempunyai

kekhawatiran (Murkoff, 2006).

3. Perhatian Suami

Perhatian yang diberikan oleh suami bisa membangun kestabilan

emosi ibu. Misalnya, ibu bisa saja meminta suami untuk menemaninya

berkonsultasi ke dokter atau bidan agar merasa lebih nyaman karena ada

perhatian dari pasangan. Suami dapat memberikan perhatian terhadap

keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil. Perhatian suami dapat

dilihat dari membantu ibu dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga,

mengelus dan memijat punggung ibu. Mengelus perut yang menunjukkan

Page 4: BAB II

perhatian pada ibu dan bayi yang dapat membangun

kestabilan emosi (Suparyanto, 2011).

Lakukan latihan relaksasi bersama, dukung ibu untuk mengurangi

beban kerjanya jika kesibukan sosialnya cukup tinggi. Belanja keperluan

bayi bersama-sama (Murkoff, 2006).

4. Jalin Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan untuk membantu hubungan dengan ibu

hamil. Komunikasi yang baik yaitu dengan dua arah dimana suami tidak

mendominan semua pembicaraan. Setiap ada masalah suami meminta

pendapat ibu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jangan pernah

menutupi perubahan dan keluhan yang terjadi pada saat kehamilan,

tetapi komunikasikan dengan suami. Dengan begitu diharapkan suami

bisa berempati dan mampu memberi dukungan psikologis yang

dibutuhkan. Dukungan dari lingkungan, terutama suami, sangat

berpengaruh terhadap kekhawatiran ibu dalam menjalani kehamilan.

Sebaliknya, perasaan ibu yang dipendam sendiri tidak akan membawa

perubahan. Suami tetap tidak acuh dan masalah ibu

jadi berkepanjangan (Suparyanto, 2011).

5. Perhatian Kesehatan

Tubuh yang sehat akan lebih kuat menghadapi berbagai perubahan,

termasuk perubahan psikis. Kondisi ini bisa terwujud dengan berolahraga

ringan dan memperhatikan asupan gizi. Suami siaga harus siap ketika

Page 5: BAB II

sewaktu-waktu istri mengalami keluhan sehubungan dengan

kehamilannya. Suami yang tenang bisa membuat istri jadi ikut tenang.

Suami siaga harus lebih perhatian mengingatkan dan membantu istrinya

untuk kontrol teratur, mengingatkan waktu untuk

kunjungan ulang (Suparyanto, 2011).

Ajak ibu untuk makan denganbaik yaitu mengurangi makanan yang

tidak sehat. Jika ibu mengalami kesulitan menghentikan alkohol, obat-

obatan, atau tembakau, bantulah ibu. Riset menunjukkan bahwa suami

akan sangat bisa meyakinkan ibu jika suami sendiri melakukannya,

paling sedikit ketika bersamanya misalnya tidak merokok dihadapan ibu.

Dianjurkan untuk suami untuk membantu ibu dalam mengatur waktu

beristirahat (Murkoff, 2006).

6. Berkontak Dengan Bayi

Seorang ibu yang hamil memiliki kesempatan yang lebih besar untuk

berkontak dengan bayinya yang belum lahir karena ia tinggal dengan

nyaman di dalam rahimnya, tetapi ini tidak berarti bahwa suami tidak bisa

mulai berkenalan dengan anggota keluarga yang baru ini. Sering-

seringlah bicara, membacakan cerita, bernyayi dengan dan untuk bayi,

janin bisa mendengar suara pada sekitar akhir bulan keenam. Jika sejak

sekarang ia sering mendengar suara ayahnya, maka ia akan terbantu

untuk mengenali anda sesudah ia lahir. Nikmati tendangan dan gerakan

bayi dengan menempatkan tangan atau pipi anda pada perut ibu selama

Page 6: BAB II

beberapa menit setiap malam, ini juga cara yang baik untuk membina

keakraban dengannya (Murkoff, 2006).

2.1.3. Peran Suami Per Semester Kehamilan

Menurut Putri (2010), dalam trimester kehamilan ibu, suami dapat

melakukan beberapa hal berikut :

1. Trimester pertama : masa penuh gejolak emosi

Selama hamil, ada begitu banyak perubahan pada tubuh ibu, dan yang

paling menonjol adalah perubahan keadaan emosinya. Hal ini

disebabkan oleh kadar hormon estrogen dan progesteron di dalam

tubuhnya berubah. Tak mengherankan bila mood-nya berubah-ubah

terus. Saat seperti inilah suami sangat berperan untuk membantu ibu

melalui masa-masa ini.

Yang dialami ibu :

1. Sering mual-mual muntah, terutama pada pagi hari, karena ibu

mengalami morning sickness.

2. Menjadi cepat lelah dan mudah mengantuk.

3. Mungkin tiba-tiba memminta atau menginginkan sesuatu yang “aneh”.

Misalnya, makan rujak jam 2 pagi, dll.

4. Emosinya cepat kali berubah. Semula tampak gembira, namun dalam

beberapa detik bisa mendadak menangis tersedu-sedu, merasa

tertekan dan sedih, tanpa sebab yang jelas atau karena masalah

sepele.

Page 7: BAB II

Yang dapat suami lakukan :

1. Bawakan krekers dan air putih atau jus buah ke tempat tidur.

Sehingga, bgitu dia bangun dan morning sickness mendera, keluhan

yang dirasakan langsung “hilang” berkat perhatian dan kasih sayang

anda.

2. Buatlah ibu merasa nyaman, sehingga dia dapat beristirahat dan

cukup tidur. Misalnya, memutar lagu-lagu lembut.

3. Bersiaplah menghadapi “ujian” untuk mengukur seberapa besar cinta

anda. Jangan kaget apabila ibu menginginkan sesuatu yang “aneh” di

tengah malam. Ibu kan sedang ngidam, bila mampu tak ada salahnya

memenuhi permintaannya. Siapa tahu anda “lulus ujian” dengan nilai

cemerlang nantinya.

4. Tunjukkan rasa bahagia dan antusias terhadap janin dalam

kandungan. Sapaan yang ekspresif terhadap si kecil, misalnya “hallo,

lagi ngapain di situ?” atau seruan “woa....” sudah merupakan

dukungan mental yang menyenangkan hati. Juga, ungkapkan

perasaan cinta anda pada ibu karena pada saat-saat seperti ini ibu

membutuhkan perhatian dan kasih sayang anda lebih dari biasanya.

2. Trimester kedua : masa –masa bahagia

Inilah saatnya pasangan ibu hamil merasakan nikmati masa-masa

kehamilan. Makanya, suami tidak sebegitu “tersiksanya” ketimbang

Page 8: BAB II

semester lalu. Mulai ikut merasakan gerakan janin sehingga sekarang

suami baru bisa merasakan peran baru sebagai calon ayah.

Yang dialami ibu :

1. Emosi cenderung lebih stabil dan keluhan morning sickness juga jauh

berkurang.

2. Si kecil sudah mulai “beraksi”.

3. Merasa bahagia dengan kehamilannya sehingga lebih bersemangat

melakukan latihan (olahraga ringan sesuai anjuran dokter ) serta

beraktivitas.

4. Cukup nyaman dengan keadaannya, sehingga mulai timbul keinginan

untuk menikmati hubungan seks.

Yang dapat suami lakukan :

1. Tetap menunjukkan kalau suami mengerti dan memahami benar

perubahan emosi yang cepat serta perasaan lebih peka yang

dialaminya, sebab ini wajar dan alami terjadi apad ibu hamil.

2. Dampingi dan antarlah selalu pasangan setiap kali berkunjung ke

dokter kandungan untuk memeriksakan kandungannya.

3. Dampingi dan berpartisipasilah secara aktif di kelas senam hamil

bersamanya.

4. Ajaklah ibu untuk kembali menikmati hubungan seks.

Page 9: BAB II

3. Trimester ketiga : takut dan cemas menghadapi hari persalinan

Masa ini merupakan masa-masa penantian yang “melelahkan”.

“perjalanan” menuju persalinan tinggal hitungan hari saja. Itu sebabnya,

suami akan lebih banyak berperan.

Yang dialami ibu :

1. semakin dekat dengan hari-H, biasanya ibu merasa semakin takut

dan cemas.

2. Merasa penampilannya tidak menarik karena perubahan bentuk

fisiknya.

3. Sering mengeluh sakit, pegal, ngilu, dan berbagai rasa tidak nyaman

apada tubuhnya, terutama pada punggung dan panggul, karena bayi

sudah semakin besar dan sudah mulai menyiapkan diri untuk lahir.

4. Mengeluh sulit tidur karena perutnya yang semakin membesar itu

akan membuatnya tidak nyaman ketika berbaring.

Yang dapat suami lakukan :

1. Bantu ibu untuk mengatasi rasa cemas dan takut dalam menghadapi

proses persalinan. Misalnya, dengan mengalihkan perhatiannya

dengan cara mengajaknya berbelanja keperluan si kecil.

2. Pujilah kalau dia tetap cantik dan menarik. Berbagai perubahan fisik

tidak sedikit pun mengurangi kadar cinta anda padanya.

3. Bantulah meringankan berbagai keluhan. Misalnya, dengan memijat

pegal-pegal dibelakang tubuhnya.

Page 10: BAB II

4. Bersiaplah untuk membantu dan menemaninya saat dia sulit tidur.

2.1.4. Adaptasi Suami

Menurut Sulistyawati (2009), Selama masa kehamilan suami juga

mengalami adaptasi peran yang cukup menimbulkan stress tersendiri.

1. Sumber Stress suami

a. Masalah keuangan.

b. Kondisi yang tidak diinginkan selama hamil.

c. Cemas bayinya tidak sehat / tidak normal.

d. Khawatir tentang nyeri istrinya saat melahirkan.

e. Peran setelah melahirkan.

f. Perubahan hubungan dengan istri, keluarga, dan teman-temannya.

g. Kemampuan sebagai orang tua.

h. Hilangnya respon seksual.

2. Perubahan Psikologis suami

Perubahan psikologis yang dialami oleh suami dalam rangka

pencapaian penerimaan peran barunya sejalan dengan fase-fase yang

dialami ibu. Secara umum suami yang stress menyukai anak-anak,

senang berperan sebagai ayah, dan senang mengasuh anak, percaya

diri dan mampu menjadi ayah, serta senang membagi pengalamannya

tentang kehamilan dan melahirkan dengan pasangannya.

Perkembangan pengalaman suami dibagi sesuai fase-fase dalam

kehamilan istrinya :

Page 11: BAB II

Trimester I

a. Memberitahu keluarga, teman, dan relasi.

b. Sering bingung terhadap perubahan istrinya, meliputi perubahan

perasaan dan tubuhnya. Ia memperhatikan kebutuhan istrinya yang

mudah lelah dan menurunnya keinginan untuk berhubungan seksual.

c. Saat ini, anaknya adalah bayi yang “potensial”. Suami sering

dibayangkan berinteraksi dengan anaknya yang sudah berusia 5 atau

6 tahun, walaupun kehamilan istrinya belum kelihatan.

Trimester II

a. Peran suami saat ini masih samar-samar, tetapi kebingungan atas

keterbatasannya menurun dengan melihat dan merasakan gerakan

fetus.

b. Merasa lebih nyaman dengan dapat melihat anaknya pada USG.

c. Khawatir tentang pembagian peran antara mencari nafkah dan

membantu istri mengurus anak. Pada tahap ini kadang timbul konflik

pada pasangan mengenai bagaimana ia akan menjadi ayah.

Trimester III

a. Persiapan yang nyata terlihat untuk kelahiran bayinya.

b. Terlibat dalam kelas bersama, mendampingi istri saat memeriksakan

kehamilannya.

c. Timbul rasa takut.

Page 12: BAB II

d. Timbul pertanyaan dalam benak, “Seperti apa menjadi orang tua?”

atau “Dapatkah ia membantu istrinya selama proses persalinan?”

e. Timbul rasa tidak percaya, “Seperti apakah ia akan benar-benar

mempunyai anak?”.

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peran Suami

2.2.1. Pendidikan

Tingkat pendidikan turut pula menemtukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada

umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula

pengetahuannya (Hendra, 2008).

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan

suami sebagai kepala rumah tangga. Semakin rendah pendidikan suami

maka pengetahuan kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan

kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif. Dengan pengetahuan

yang baik akan menimbulkan kesadaran suami, dan akhirnya akan

menyebabkan suami berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang

dimilikinya itu (Notoatmodjo, 2010).

Para suami yang memiliki pendidikan tinggi juga harus banyak belajar

dalam soal kehamilan dan kelahiran. Hadiri kursus melahirkan bersama ibu,

hadiri kursus untuk ayah. Bicaralah dengan teman-teman yang baru menjadi

ayah atau bicaralah dengan mereka melalui internet (Murkof, 2006)

Page 13: BAB II

2.2.2. Pekerjaan

Ketika mengalami kehamilan, usaha menjaga kesehatan selama

kehamilan bukan hanya urusan istri. Suami juga harus lebih peduli dan tidak

banyak keluar rumah dengan alasan mencari nafkah tambahan menjelang

kelahiran anak (Anneahira, 2008).

Menurut Murkof (2006), pada pekerjaan tergantung jadwal kerjanya.

Jika sekarang ini jam kerjanya panjang dan hanya sedikit waktu libur,

mungkin suami perlu melakukan beberapa perubahan untuk menjalankan

perannya sebagai suami dalam masa kehamilan istrinya. Ambillah waktu

luang sekarang untuk menemani istri berkunjung ke Bidan serta membantu

istri yang lelah dalam menyiapkan kedatangan bayi. Mulailah mengurangi

pekerjaan lembur sampai tengah malam dan hindari untuk melanjutkan

pekerjaan kantor dirumah. Hindari perjalanan dan beban kerja yang berat

selama dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran bayi, dan jika mungkin,

pertimbangkan untuk cuti di minggu-minggu awal kehidupan bayi.

Setiap bidan akan mendorong para suami untuk menghadiri

pemeriksaan pralahir. Jika jadwal anda tidak memungkinkan kunjungan

bulanan, mungkin suami bisa mengatur untuk ikut datang pada saat-saat

perkembangan penting (misalnya : ketika denyut janyung janin akan bisa

didengar untuk pertama kalinya) dan tes-tes pralahir (termasuk pemeriksaan

USG, ketika suami akan bisa melihat citra diri bayi). memastikan ibu

mendapatkan perawatan medis yang baik sejak awal. Memastikan ibu

Page 14: BAB II

memenuhi jadwal kunjungan ke bidan dan mengikuti nasihat bidan. Catat apa

yang akan didiskusikan untuk ibu dan bicaralah jika suami dan ibu hamil

mempunyai kekhawatiran (Murkof, 2006).

Kewajiban suami juga untuk menyediakan semua kebutuhan pangan

ibu demi pertumbuhan janin seperti kebutuhan tambahan vitamin, penambah

darah, serta kalsium bagi ibu. Suami bijaksana akan rajin mengontrol pola

makan ibu hamil, menyediakan makanan ekstra berkualitas dan memberikan

motivasi kepada istrinya untuk rajin mengonsumsi makanan-makanan bergizi

tersebut. Suami juga bertanggung jawab menyediakan biaya persalinan,

kebutuhan hidup calon bayi, pemulihan kesehatan ibu, hingga persiapan

aqiqah calon bayi (Mira, 2009).

2.2.3. Sumber Informasi

Menurut Azwar (2009), sumber informasi atau media massa

mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan

orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa

membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan

opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-

pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan

memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah

sikap tertentu.

Page 15: BAB II

Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi

individual secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan

perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya salah satu bentuk

informasi sugestif dalam media massa yaitu iklan.

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang,

meskipun seseorang memiliki pendidikan rendah, tetapi jika ia mendapatkan

informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat

kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan

seseorang (Hendra, 2008)

Menyimak informasi tentang kehamilan dapat membantu suami dalam

mengontrol perubahan fisik dan psikologis ibu selama hamil. Berbagai

informasi mengenai kehamilan bisa didapat dari buku, majalah,

koran, tabloid, tenaga kesehatan, atau situs kehamilan di

internet (Suparyanto, 2011).

Ketika mendampingi istri selama pemeriksaan dan konsultasi itulah

suami bisa belajar mengenal resiko kehamilan sehingga ketika kondisi istri

membutuhkan pertolongan kesehatan segera, ia tidak ragu mengambil

langkah yang perlu. Ketidaktahuan suami terhadap resiko kehamilan,

keterlambatan mengenal bahaya di rumah, keterlambatan ke pelayanan

kesehatan, cukup berakibat fatal. Umumnya suami tidak mengetahui tanda-

tanda bahaya dirumah, walaupun suami dan keluarga mengetahui dan

mendengar rintihan sang istri yang hamil. Suami tidak mengetahui jadwal

Page 16: BAB II

ANC, sehingga terkadang hanya mengantar istri jika kebetulan berada

dirumah. Disamping itu suami tidak mendapat informasi yang memadai

karena tidak mau dan tidak pernah bertanya kepada bidan, dokter, teman

atau orang tua terkait kehamilan istrinya (Bria, 2011).

Suami harus bisa memberikan perhatian penuh kepada masalah

kehamilan istrinya, misalnya saling berdiskusi mengenal perkembangan yang

terjadi pekan demi pekan, bersama-sama mencari informasi mengenai

kehamilan dan pendidikan anak dari media cetak maupun dengan bertukar

pengalaman, menemani istri memeriksakan kehamilan setiap bulan,

mendiskusikan rencan-rencana ke depan bagi calon bayi, hingga

menyempatkan diri secara rutin mengelus perut istrinya sambil mengucapkan

kalimat sayang (Mira, 2009).

2.3. Antenatal Care

2.3.1. Defenisi Antenatal Care

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga

kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai

dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (Depkes RI, 2005).

Asuhan antenatal (antenatal care) adalah pengawasan sebelum

persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin

dalam rahim (Yulaikhah, 2008).

Page 17: BAB II

Antenatal Care adalah suatu program yang terencana berupa

observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk

memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan

memuaskan (Mufdlilah, 2009).

2.3.2. Tujuan Antenatal Care

Menurut Saifuddin (2009) tujuan asuhan antenatal adalah :

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.

2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial

ibu dan bayi.

3. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang

mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,

kebidanan dan pembedahan.

4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu

maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI

ekslusif

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi

agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2.3.3. Manfaat Antenatal Care

Menurut Mufdlilah (2009) manfaat antenatal care yaitu :

Page 18: BAB II

1. memantau kemajuan kehamilan untuk kesehatan ibu dan tumbuh

kembang janin.

2. Meningkatkan dan memeprtahankan kesehatan fisik, mental, social ibu

dan bayi.

3. Mengenal secara dini adanya ketidak normalan komplikasi yang mungkin

terjadi selama masa kehamilan termasuk riwayat penyakit secara umum,

kebidanan, pembedahan atau merencanakan penatalaksanaan yang

optimal.

4. Mempersiapkan persalinan yang cukup, melahirkan dengan selamat

maupun bayinya.

5. Mempersiapkan persalinan ibu agar nifas berjalan dengan normal dan

persiapan pemberian ASI ekslusif.

6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi

agar dapat tumbuh kembang secara optimal.

7. Menurunkan morbilitas dan mortalitas ibu dan bayi.

2.3.4. Kunjungan Antenatal Care

Menurut Saifuddin (2009) frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya

dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu :

1. Satu kali pada triwulan pertama

2. Satu kali pada triwulan kedua

3. Dua kali pada triwulan ketiga

Page 19: BAB II

Menurut Mufdlilah (2009) perencanaan jadwal pemeriksaan (usia

kehamilan dari hari pertama haid terakhir) yaitu :

1. 0 - 28 minggu : 4 minggu sekali

2. 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali

3. Diatas 36 minggu : 1 minggu sekali

kecuali jika ditemukan kelainan / faktro resiko yang memerlukan

penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.

2.3.5. Standar Minimal Pelayanan Antenatal Care

Menurut Saifuddin (2009) pelayanan / asuhan standar minimal dikenal

dengan “7T”. Pelayanan / asuhan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh

tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat diberikan oleh dukun bayi. “7T”

tersebut yaitu :

1. Timbang Berat Badan

Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran

Lingkar Lengan Atas (LILA) secara teratur mempunyai arti klinis penting

karena ada hubungan erat antara pertambahan berat badan selama

kehamilan dengan berat badan lahir anak. Pertambahan berat badan

hanya sedikit menghasilkan rata-rata berat badan lahir anak yang lebih

rendah dan risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya bayi BBLR dan

kematian bayi, pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dapat

digunakan sebagai indikator pertumbuhan janin dalam rahim.

Berdasarkan pengamatan pertambahan berat badan ibu selama

Page 20: BAB II

kehamilan dipengaruhi berat badannya sebelum hamil. Pertambahan

yang optimal adalah kira-kira 20 % dari berat badan ibu sebelum hamil,

jika berat badan tidak bertambah , lingkar lengan atas < 23,5 cm

menunjukkan ibu mengalami kurang gizi (Mufdlilah, 2009).

2. Ukur Tekanan Darah

Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah harus

dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini

terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi. Apabila pada kehamilan

triwulan III terjadi kenaikan berat badan lebih dari 1 kg, dalam waktu 1

minggu kemungkinan disebabkan terjadinya oedema, apabila disertai

kenaikan tekanan darah dan tekanan distolic yang mencapai > 140/90

mmHg atau mengalami kenaikan 15 mmHg dalam 2 kali pengukuran

dengan jarak 1 jam. Ibu hamil dikatakan dalam keadaan preeklamsi yang

mempunyai 2 dari 3 gejala preeklamsi. Apabila preeklamsi tidak dapat

diatasi, amak akan berlanjut menjadi eklamsi. Dimana eklamsi

merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya kematian

maternal (Mufdlilah, 2009).

3. Ukur Tinggi fundus uteri

Pengukuran TFU dilakukan secara rutin dengan tujuan mendeteksi

secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan berat janin

intrauterin, tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini terhadap

Page 21: BAB II

terjadinya molahidatidosa, janin ganda atau hidramnion dimana ketiganya

dapat mempengaruhi terjadi kematian maternal (Mufdlilah, 2009).

4. Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap

Pemberian imunisasi tetanus toksoid kepada ibu hamil diharapkan

dpat menghindari terjadinya tetanus neonatorum dan tetanus pada ibu

bersalin dan nifas (Mufdlilah, 2009).

Menurut Saifuddin (2009) jadwal pemberian imunisasi tetanus toksoid

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid

Antigen Interval(selang waktu minimal)

Lamaperlindungan

%perlindungan

TT1 Pada kunjungan antenatal pertama

_ _

TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun * 80TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 99TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun /

seumur hidupKeterangan : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS tersebut

melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terlindung dari TN (Tetanus Neonatorum

5. Pemberian Tablet zat besi

Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin

setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat

besi 60 mg) dan Asam Folat 500 g, minimal masing-masing 90 tablet.

Tablet zat besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena

Page 22: BAB II

akan mengganggu penyerapan (Saifuudin, 2009). Suami / keluarga

hendaknya selalu dilibatkan selama ibu mengkonsumsi zat besi, untuk

meyakinkan bahwa tablet zat besi betul-betul diminum (Mufdlilah, 2009).

6. Tes terhadap PMS (Penyakit Menular Seksual)

Periksa urine jika ada indikasi (tes protein dan glukosa), pemeriksaan

penyakit-penyakit infeksi (HIV / PMS) (Mufdlilah, 2009).

7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

Membicarakan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami / keluarga

pada trimester III, memastikan bahwa persiapan persalinan bersih, aman

dan suasana yang menyenangkan, persiapan transportasi, dan biaya

untuk merujuk (Mufdlilah, 2009).

2.3.6. Tanda-tanda Bahaya Pada Kehamilan

Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi pada

masa kehamilan adalah :

1. Perdarahan Pervaginam

2. Sakit Kepala Yang Hebat

3. Penglihatan kabur

4. Bengkak Di Wajah Dan Jari-jari Tangan

5. Bengkak Pada Muka Dan Jari Tangan

6. Keluar Cairan Pervaginam

7. Gerakan Janin Tidak Terasa