bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rimpang kunyit ( Curcuma domestica Val.)
2.1.1 Morfologi dan Klasifikasi
Kunyit dikenal dengan nama ilmiah Curcuma domestica. Di berbagai
daerah, kunyit mempunyai nama yang berbeda-beda, seperti runyit untuk daerah
Aceh, kunyir di daerah Palembang, koneng temcu di daerah Jawa Barat, kunyit
atau kunir di daerah Jawa Timur, konyek di Madura, janar di Kalimantan Selatan,
lawahu di Gorontalo, uni di daerah Toraja, nikwai di daerah Irian Jaya, kunidi di
Sulawesi Utara, kumino di daerah Ambon, dan rame di daerah Riau (Hayati,
2003)
Klasifikasi rimpang kunyit (Curcuma domestica L.) menurut Cronquist
(1981) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica val.
6
7
Gambar 1. Rimpang Kunyit
2.1.2 Khasiat dan Kegunaan Kunyit
Produk farmasi berbahan baku kunyit, mampu bersaing dengan berbagai
obat paten, misalnya untuk peradangan sendi ( arthritis- rheumatoid ) atau osteo-
arthritis berbahan aktif natrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason dengan
harga yang relatif mahal atau suplemen makanan (Vitamin-plus) dalam bentuk
kapsul. Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu jenis tanaman obat
yang banyak memiliki manfaat, di antaranya sebagai bumbu masak (terutama
kare), pewarna makanan, minuman, tekstil dan kosmetik. Tanaman ini telah di-
kenal sejak lama di Indonesia dan penggunaannya cukup banyak dalam kehidupan
sehari-hari. Penggunaan tanaman ini biasanya berupa bubuk atau tepung kunyit
yang diracik ke dalam bumbu masak. Rimpang kunyit sangat bermanfaat sebagai
antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat cacing, abat asma, penambah
darah,obat sakit perut, diare, usus buntu dan rematik (Sudarsono dkk, 1996).
8
2.1.3. Kandungan Kimia Rimpang Kunyit
Setiap 100 g bagian rimpang kunyit mengandung : 11-13 g air, 6-8 g
protein, 5-10 g lemak, 60-70 g karbohidrat (unsur utamanya ialah tepung), 2-7 g
serat, 3-6 g abu (25 g K, 180 mg Ca, 40 mg Fe, 190 mg Mg, 270 mg P) dan 25 mg
asam askorbik. Kandungan energinya rata-rata 1500 KJ per 100 g.
Dalam penyulingan uap rimpang kunyit mengandung minyak atsiri kira-
kira 2-7% yang berwarna merah-orange dan sedikit mengkilat serta berbau khas.
Unsur pokok di dalam minyak atsiri kunyit ialah 35% tumerone, 25% zingiberen
dan 12% artumeron,keton sesquiterpen, turmeron, felandrena, sabinen, borneol
dan sineol. Oleoresin kunyit mengandung zat warna kurkumin, minyak atsiri,
minyak lemak, resin dan senyawa ekstraktif lainnya. Kurkumin memberikan
warna kunyit orange kekuning-kuningan. Minyak atsiri kunyit sebagian besar
adalah monoterpena (Sutarno, 2001). Struktur zat kurkumin yang terkandung
dalam rimpang kunyit dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Struktur kandungan kurkumin rimpang kunyit
9
2.2. Lengkuas (Alpinia galanga L.)
2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi Tumbuhan
Morfologi tanaman lengkuas adalah habitus semak, menahun, tinggi ± 2
m. batang semu, terdiri dari pelepah yang menyatu, membentuk rimpang, hijau
keputih-putihan. Daun tunggal, lonjong, memanjang, tepi rata, pangkal tumpul,
ujung lancip, pertulangan menyirip, tangkai pendek, pelepah 15-30 cm, beralur,
hijau, benang sari 1, tegak, panjang kepala sari 2-2,5 cm, putik kuning, kehijauan,
mahkota bentuk tabung, putih. Akar serabut, coklat muda (Backer and Van Den
Brink, 1968).
Dikenal ada dua jenis tumbuhan lengkuas, yaitu varietas dengan rimpang
umbi (akar) berwarna putih dan varietas berimpang umbi merah yang ukurannya
lebih besar. Lengkuas berimpang umbi putih umumnya digunakan sebagai
penyedap masakan, sedangkan lengkuas berimpang umbi merah banyak
digunakan sebagai obat. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga
mempunyai aroma yang khas. Nama daerah rimpang lengkuas (Alpinia galanga
L.) yaitu : lengkueueh (Aceh); lengkueus (Gayo); kelawas, halawas (Batak);
lakuwe (Nias); lengkuas (Melayu); laos (Jawa); laja (Sunda); laos (Madura); isen
(Bali); ringkuwas (Minahasa).
Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991), sistematika tanaman
lengkuas (Alpinia galanga L.) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
10
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Alpinia
Spesies : Alpinia galanga L.
Gambar 3. Rimpang Lengkuas
2.2.2 Khasiat dan Kegunaan Lengkuas
Rimpang lengkuas di masyarakat digunakan untuk penyembuhan penyakit
eksem, koreng, masuk angin, kurang nafsu makan, gangguan pernafasan pada
anak, dan sebagai anti jamur (Soedarsono dkk, 1996).
Di samping itu, lengkuas bila dimasak dengan cuka encer, dapat dijadikan
minuman untuk wanita yang baru melahirkan karena dapat mempercepat
pembersihan rahim. Bila dicampur dengan bawang putih yang telah dilumatkan
dengan perbandingan 4 – 5 : 1 dan dimasak dengan sedikit cuka, lengkuas bisa
menjadi obat kurap dengan cara dioleskan pada kulit yang terserang kurap,
11
bahkan bila diremas-remas dengan cuka dan dioleskan seperti lulur, lengkuas
mampu menyingkirkan bercak-bercak kulit dan tahi lalat.
2.2.3 Kandungan Kimia Rimpang Lengkuas
Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1 % minyak atsiri berwarna
kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48 %, sineol 20 % -
30%, eugenol, kamfor 1 %, seskuiterpen, α -pinen, galangin, dan lain-lain. Selain
itu rimpang juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna
kuning yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat,
kuersetin, amilum, beberapa senyawa flavonoid, dan lain-lain. Penelitian yang
lebih intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang
dapat menghambat enzim xanthin oksidase sehingga bersifat sebagai antitumor,
yaitu trans-p-kumari diasetat, transkoniferil diasetat, asetoksi chavikol asetat,
asetoksi eugenol setat, dan 4-hidroksi benzaidehida (Sudarsono dkk, 1988).
Beberapa struktur dari minyak atsiri rimpang lengkuas dapat dilihat pada gambar
4.
12
Gambar 4. Struktur kandungan kimia rimpang lengkuas
2.3 Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau minyak eteris adalah minyak yang mudah menguap,
yang terdiri dari campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik
didih yang berbeda-beda. Minyak atsiri secara umum banyak digunakan untuk
wangi-wangian, pemberi aroma pada makanan dan minuman,juga dipakai dalam
dunia pengobatan seperti antiseptic, antimikroba, dan antifungi (Guenther, 1987).
13
2.4 Cara Memperoleh Minyak Atsiri
Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang
sangat kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk
memperoleh minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Isolasi minyak
atsiri dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 1) penyulingan
(distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap
(solvent extraction).
2.4.1 Metode Penyulingan
Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah sebagai berikut: uap
menembus jaringan tanaman dan menguapkan dan menguapkan semua senyawa
yang mudah menguap. Penyulingan dengan air terhadap tanaman meliputi
beberapa proses. Penyulingan minyak atsiri dibedakan menjadi tiga tipe
hidrodestilasi, yaitu : penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap dan
air,dan penyulingan dengan uap langsung. Pada dasarnya ketiga tipe penyulingan
tersebut memiliki kesamaan yaitu suatu pengertian penyulingan dari system dua-
fasa. Perbedaannya terutama terletak pada cara penanganan bahan tanaman yang
akan diproses.
a. Penyulingan dengan air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air mendidih. Bahan yang akan disuling kemungkinan
mengambang atau mengapung di atas air atau terendam seluruhnya, tergantung
pada berat jenis dan kuantitas bahan yang akan diproses. Air dapat dididihkan
dengan api secara langsung. Sejumlah bahan tanaman adakalanya harus diproses
14
dengan penyulingan air seperti : bunga mawar dan bunga jeruk sewaktu terendam
dan dan bergerak bebas dalam air mendidih. Sedangkan bila bahan tersebut
diproses dengan penyulingan uap maka akan menyebabkan terjadinya
pengumpulan hingga uap tidak dapat menembusnya. Penyulingan air ini tidak
ubahnya bahan tanaman direbus secara langsung.
b. Penyulingan dengan uap dan air
Penyulingan dengan uap dan air disebut juga penyulingan tak langsung.
Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air ditempatkan
dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlubang-lubang yang
ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan diisi air
sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan. Air dipanaskan dengan api seperti
pada penyulingan air diatas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya terkena uap
dan tidak terkena air yang mendidih.
c. Penyulingan dengan uap
Penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan alat-alatnya mirip
dengan kedua alat penyuling sebelumnya hanya saja tidak ada air dibagian bawah
alat. Uap yang digunakan lacim memiliki tekanan yang lebih besar daripada
tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil penguapan air yang berasal dari suatu
pembangkit uap air. Uap air yang dihasilkan kemudian dimasukkan kedalam alat
penyulingan (Sastrohamidjojo, 2004).
2.4.2 Metode Pengepresan
Sistem pengepresan (cold pressing) biasanya dilakukan untuk bahan baku
minyak atsiri berupa biji dan buah. Teknik pengepresan menggunakan alat pres
15
atau mesin pengepres yang disebut expeller pressing. Alat ini akan menekan
bahan baku senhingga sel-sel di dalam bahan akan pecah dan mengeluarkan
minyak atsiri. Minyak atsiri dari buah jeruk melupakan salah satu jenis minyak
atsiri yang dihasilkan menggunakan metode ini (Rusli, 2010)
2.4.3 Ekstraksi dengan Pelarut Menguap
Ekstraksi ini merupakan sistem pembuatan minyak atsiri yang bahan
bakunya memiliki rendemen yang kecil, rusak pada suhu tinggi, dan rata-rata larut
dalam air. Cara ekstraksi biasanya digunakan untuk bahan baku minyak atsiri
berupa bunga.
Prinsip metode ekstraksi dengan pelarut menguap adalah melarutkan
minyak atsiri di dalam bahan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut yang
dapat digunakan diantaranya adalah alkohol , heksana, benzen, dan toluen (Rusli,
2010).
2.5 Penyimpanan Minyak Atsiri
Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang
diakibatkan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika.
Biasanya kerusakan disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi,
resinifikasi, polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses
tersebut dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya udara (oksigen, kelembaban,
serta dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh
logam (Guenther, 1987).
16
Minyak atsiri yang mengandung kadar terpen tinggi mudah mengalami
kerusakan oleh proses oksidasi terutama oleh proses esterifikasi. Terpen dan
turunannya biasanya mengandung atom karbon tidak jenuh, karena itu dengan
adanya oksigen bisa menyebabkan pemecahan atau rearrangemen dari terpen.
2.6 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS
Analisa komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit
karena minyak atsiri mengandung campuran senyawa dan sifatnya yang mudah
menguap pada suhu kamar. Setelah ditemukannya kromatografi gas (GC), kendala
dalam analisis komponen minyak atsiri mulai dapat diatasi. Pada penggunaan GC,
efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan
teknologi instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu alat yang
merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama
lain tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan
spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai
campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi
untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada
kromatografi gas (Agusta, 2000).
2.7 Nyamuk Aedes aegypti
2.7.1 Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk A. aegypti
Nyamuk A. aegypti memiliki metamorfosis sempurna. Stadium telur larva
dan pupa hidup di dalam air sedangkan stadium dewasa hidup berterbangan.
Nyamuk dewasa betina biasanya menghisap darah manusia dan binatang. Pada
17
antena nyamuk jantan terdapat rambut yang lebat (plumose) sedangkan nyamuk
betina lebih jarang (pilose). Pada sayap nyamuk panjang dan langsing,
mempunyai vena dipermukannya ditumbuhi sisik-sisik sayap (wing scales) yang
letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat sederetan rambut yang
disebut fringe. Nyamuk mempunyai tiga pasang kaki (hexapoda) yang melekat
pada toraks dan tiap kaki terdiri dari satu ruas femur, satu ruas tibia dan lima ruas
tarsus. Ukuran warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung
dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama
perkembangan. Ciri-ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Gandahusada
dkk, 2000).
Nyamuk jantan hidup dari menghisap madu dan cairan dan tumbuh-
tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menghisap darah agar memperoleh zat
makanan konsentrat yang diperlukan dalam pembentukan telur. Nyamuk dewasa
mampu hidup beberapa minggu. Nyamuk memiliki tubuh yang kecil dan langsing,
biasanya panjangnya 3-6 mm. Nyamuk Aedes aegypti L. merupakan nyamuk
demam kuning. Selain itu nyamuk ini juga membawa virus dengue. Nyamuk
Aedes aegypti L hidup pada kondisi tropis dan subtropis dan berkembangbiak
dalam genangan air kecil. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti secara sempurna
yaitu melalui 4 stadium, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa (Sudarto, 1972).
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut (Gandahusada, S
dkk, 2000) :
Divisi : Arthropoda
Kelas : Insecta
18
Ordo : Diptera
Sub-Ordo : Nematocera
Superfamili : Culicoidea
Famili : Culicidae
Sub-Famili : Culicinae
Genus : Aedes
Species : Aedes Aegypti
Gambar 5. Nyamuk Aedes aegypti dewasa
2.7.2 Larva Aedes aegypti
Setelah menetas, telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik).
Pada stadium ini, kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air perindukan,
ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup, serta adanya
predator.
19
Gambar 6. Larva Aedes Aegypti
Berikut ini adalah ciri-ciri dari larva Aedes aegypti (Iskandar, 1985) :
1. Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir. Pada corong udara
tersebut memiliki gigi pecten serta sepasang rambut dan jumbai.
2. Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut
berbentuk kipas (palmate hairs).
3. Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21
atau berjejer 1-3.
4. Bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada sisi thorax terdapat duri
yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala.
Larva Aedes aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan aktif, dengan
memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah
secara berulang. Larva mengambil makanan di dasar wadah, oleh karena itu larva
20
Aedes aegypti disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Makanannya
terdiri dari mikroorganisme, detritus, alga, protista, daun, dan invertebrata hidup
dan mati.
Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan corong
udara (siphon) pada permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi
membentuk sudut dengan permukaan air sekitar 30o-45o (Soegijanto, 2006). Larva
Aedes aegypti mempunyai tubuh memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu
sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan
perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang
terbentuk berturut-turut disebut instar I, II, III, dan IV. Larva instar I , tubuhnya
sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada
(thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam.
Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan
corong pernapasan sudah berwarna hitam. Pada saat larva instar II mengambil
oksigen dari udara, larva instar II menempatkan corong udara (siphon) pada
permukaan air seolah-olah badan larva berada pada posisi membentuk sudut
dengan permukaan air sekitar 30o, larva instar II dalam bergerak tidak terlalu aktif.
Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi
menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Larva ini
tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan
waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus sekitar 45o dengan bidang
permukan air (Soegijanto, 2006).
21
Temperatur optimal untuk perkembangan larva ini adalah 25oC – 30oC.
larva berubah menjadi pupa memerlukan waktu 4-5 hari. Perkembangan dari
instar I ke instar II berlangsung dalam 2-3 hari, kemudian dari instar II ke instar
III dalam waktu 2 hari, dan perubahan dari instar III ke instar IV dalam waktu 2-3
hari.