bab ii
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI TELINGA
Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah , dan telinga dalam.
2.1.1 TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamr angkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2 ½ - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada dua per tiga bagian dalam hanya sedikit ditemukan kelenjar serumen.
2.1.2 TELINGA TENGAH
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas :
- Luar : membran timpani
- Depan : tuba eustachius
- Bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- Dalam :berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat
oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan
bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis
yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan serta bawah-belakang.
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes
melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang merupakan
persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum,
yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam
telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
2.1.3 TELINGA DALAM
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi sirkularis. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam
yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran
vestibuli (membran Reissner) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak membran corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus berhubungan dengan sakulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus silia, yang disebut kupula, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang berat jenisnya lebih berat daripada endolimfe. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista.
2.2 FISIOLOGI TELINGA2.2.1 FISIOLOGI PENDENGARAN
Getaran suara pertama kali ditangkap oleh daun telinga dan dihantarkan melalui liang telinga dan
diteruskan ke membrana timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang-tulang
pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membrana timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan
potensial aksi pada saraf auditorius.
Serabut-serabut saraf koklearis berjalan menuju inti koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut dari inti melintasi garis tengah dan berjalan naik menuju kolikulus inferior kontralateral, namun sebagian serabut tetap berjalan ipsilateral. Penyilangan selanjutnya terjadi pada inti lemniskus lateralis dan kolikulus inferior. Dari kolikulus inferior , jaras pendengaran berlanjut ke korpus genikulatum dan kemudian ke korteks pendengaran pada lobus temporalis (area 39-40).
2.2.2 FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada
input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan propioseptif. Gabungan informasi
ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada
saat itu. Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin
membrane yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang.
Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat
pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat Krista ampularis
yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang
disebut kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di
labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia akan menyebabkan permeabilitas
membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya
proses depolarisasi dan akan merangsang penglepasan neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan
meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia
terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat rangsangan
otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat
memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut.
Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang berlangsung.
2.3 DEFENISIPenyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis bernama Prospere
Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada tahun 1861. Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada telinga dalam.
2.4 EPIDEMIOLOGIDari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari 100.000 orang di dunia
menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita adalah yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti antara antara jumlah penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere di beberapa negara berbeda-beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari 100.000 penduduk, di Jepang
terdapat 36 penderita dari 100.000 penduduk, dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di Italia.
2.5 ETIOLOGIPenyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum diketahui secara pasti, banyak ahli
mempunyai pendapat yang berbeda. Sampai saat ini dianggap penyebab dari penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media, sakulus, dan utrikulus. Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai saat ini belum dapat dipastikan.
Ada beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya hidrops, antara lain :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri
2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler
3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan endolimfa
5. Infeksi telinga tengah
6. Infeksi traktus respiratorius bagian atas
7. Trauma kepala
8. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi
9. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan
10. Infeksi virus golongan herpesviridae
11. Herediter
Berikut akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat mencetuskan penyakit Meniere:
· Virus Herpes (HSV).
Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada laporan bahwa 12 dari 16
pasien Meniere terdapat DNA virus herpes simpleks pada sakus endolimfatikusnya. Selain itu pernah
dilaporkan juga pada pasien Meniere yang diberi terapi antivirus terdapat perbaikan. Tetapi anggapan ini
belum dapat dibuktikan seluruhnya karena masih perlu penelitian yang lebih lanjut.
· Herediter.
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang tua yang menderita penyakit
Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis saluran
endolimfatikus atau kelainan dalam sistem imunnya.
· Alergi.
Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai alergi terhadap makanan.
Hubungan antara alergi dengan panyakit Meniere adalah sebagai berikut :
1. Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target dari mediator yang dilepaskan pada saat tubuh
mengadakan reaksi terhadap makanan tertentu.
2. Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari kemampuan filtrasi dari sakus endolimfatikus
3. Ada hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan hidrops dari sakus endolimfatikus.
· Trauma kepala.
Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat menggangu aliran hidrodinamik
dari endolimfatikus. Anggapan ini diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat
fraktur tulang temporal.
· Autoimun.
Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops endolimfe bukan merupakan penyebab dari penyakit Meniere. Ini dikatakan oleh Honrubia pada tahun 1999 dan Rauch pada tahun 2001 bahwa pada penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari orang yang tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang banyak dilakukan sekarang difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus endolimfatikus. Beberapa ahli berpendapat penyakit Meniere diakibatkan oleh gangguan autoimun. Brenner yang melakukan penelitian pada tahun 2004 mengatakan bahwa pada sekitar
25 % penderita penyakit Meniere didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid. Selain itu Ruckenstein pada tahun 2002 juga mendapatkan pada sekitar 40 % pasien penderita penyakit Meniere didapatkan hasil yang positif pada pemeriksaan autoimun darah seperti Rheumatoid factor, Antibodi antiphospholipid dan Anti Sjoegren.
2.6 PATOFISIOLOGI
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan pada kompartemen
endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi ruptur membran Reissner sehingga endolimfe
bercampur dengan perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan pendengaran sementara yang kembali pulih
setelah membrana kembali menutup dan cairan endolimfe dan perilimfe kembali normal. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya ketulian yang dapat sembuh bila tidak terjadinya serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel disebabkan oleh distorsi
yang besar pada daerah yang luas dari membrana basiler pada saat duktus koklear membesar ke arah
skala vestibuli dan skala timpani.
Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo kemungkinan disebabkan terjadinya
penonjolan-penonjolan keluar dari labirin membranasea pada kanal ampula. Penonjolan kanal ampula
secara mekanis akan memberikan gangguan terhadap krista.
Tinitus dan perasaan penuh di dalam telinga pada saat serangan mungkin disebabkan tingginya
tekanan endolimfatikus.
2.7 MANIFESTASI KLINIS
Terdapat trias Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan pendengaran. Biasanya terdapat suatu
periode rasa penuh atau tertekan pada telinga yang dirasakan penderita selama berjam-jam, berhari-hari,
atau berminggu-minggu. Namun sensasi ini terlupakan karena adanya serangan vertigo yang hebat yang
timbul tiba-tiba disertai mual dan muntah. Terdapat adanya kurang pendengaran yang hampir tidak
dirasakan pada telinga yang bersangkutan karena genuruh tinitus yang timbul bersamaan dengan vertigo.
Episode awal biasanya berlangsung selama 2-4 jam, setelah itu vertigo mereda, meskipun pusing
(dizziness) pada gerakan kepala menetap selama beberapa jam. Pendengaran membaik dan titnitus
berkurang, tetapi tidak menghilang dengan redanya vertigo.
Kemudian ada periode bebas vertigo. Selama periode ini penderita mungkin hanya merasakan
tinitus yang bergemuruh. Gejala-gejala ini kemudian diselingi oleh episode vertigo spontan lain yang
mirip dengan yang pertama dengan derajat yang lebih ringan. Frekuensi serangan ini bervariasi, tetapi
biasanya timbul sebanyak satu atau dua kali dalam seminggu, atau sekurang-kurangnya satu kali dalam
satu bulan. Pada kasus-kasus berat dapat timbul serangan setiap hari.
Biasanya setelah periode tersebut, yang dapat berlangsung beberapa minggu, terjadi remisi
spontan atau akibat pengobatan, yang pada waktu itu gejala hilang sama sekali, kecuali gangguan pada
pendengaran pada telinga yang bersangkutan. Namun fase remisi tersebut ternyata tidak permanen, dapat
terjadi pengulangan fase akut seperti sebelumnya yang timbul dalam beberapa bulan. Sementara pola
aktif dan remisi berjalan, gejala pada periode akut melemah oleh karena hilangnya secra bertahap
kemampuan organ akhir dalam memberikan respon akibat degenerasi elemen-elemen sensorik.
2.8 PEMERIKSAAN
Tes yang mendukung untuk pemeriksaan penyakit meniere yaitu :
1. Tes Pendengaran (tes penala)
Pada tes penala didapatkan kesan tuli sensorineural pada penyakit meniere
2. Tes Gliserin
Pasien diberikan minum gliserin 1,2 ml/kgBB setelah diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah
2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan. Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hydrops
endolimfe.
3. Electronystamography
Tes ini untuk menilai fungsi keseimbangan
4. Tes Romberg’s
Untuk menilai prosioseptif/defisit sensorik apakah masih
dapat mempertahankan keseimbangan dengankemampuan
system vestibular dan penglihatan. Positif apabila pasien
terjatuh saat menutup matanya. Pasien diminta untuk berdiri
dengan kaki rapatatau saling menempel lalu pasien disuruh
menutup mata. Pemeriksa harus berada didekat pasien untuk
mengawasi bila tiba-tiba pasien terjatuh.
2.9 DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit meniere ditegakkan berdasarkan kombinasi dari gejala yang ada, tes
pendengaran dimana terdapat gangguan pendengaran setelah serangan yang berangsur-angsur membaik
lagi, serta setelah pengeliminasian dari penyakit lain.
Diagnosis dipermudah dengan dibakukan kriteria diagnosis yaitu :
1. Vertigo hilang timbul
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral
Bila gejala khas dari penyakit meniere pada anamnesis ditemukan maka diagnosis penyakit
meniere dapat ditegakkan.
Pemeriksaan fisik hanya diperlukan untuk menguatkan diagnosis penyakit ini. Bila dalam
anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada pemeriksaan terdapat tuli saraf, maka
kita sudah dapat mendiagnosa penyakit meniere. Sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan
perbaikan dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit meniere. Dalam hal yang meragukan kita dapat
membuktikan adanya hydrops dengan tes gliserin. Selain itu tes gliserin ini berguna untuk menentukan
prognosis tindakan operatif pada pembuatan “ shunt “. Bila terdapat hydrops, maka operasi diduga akan
berhasil dengan baik.
2.10 PENATALAKSANAAN
Selama masa serangan, pasien dianjurkan untuk berbaring pada tempat datar. Menggerakkan
anggota badan sesedikit mungkin, dengan mata terbuka dan melihat suatu fokus tempat secara tetap. Hal
ini dapat membantu untuk mengurangi perasaan berputar. Tetaplah pada posisi ini sampai serangan
vertigo hilang, kemudian bangun secara perlahan – lahan. Setelah serangan pasien merasa sangat
kelelahan dan buth tidur untuk beberapa jam.
Jika perasaan mual dan berputar tetap muncul dalam jangka waktu lebih dari 24 jam, maka yang
dilakukan pertama adalah pemberian obat – obat simtomatik, seperti sedative, dan bila terdapat mual
dapat diberikan anti muntah. Setelah diagnosis telah ditemukan, baru diobati penyebabnya Untuk
mengurangi tekanan hydrops endolimfa, maka diberikan obat – obatan vasodilator. Tekanan endolimfa
juga dapat dikurangi dengan cara disalurkan ketempat lain dengan jalan operasi, yaitu dengan membuat
shunt. Untuk memperkuat saraf pada penyakit meniere, dapat diberikan obat- obatan neurotonik dan obat
– obatan anti iskemik.
Rehabilitasi penting diberikan, sebab dengan melatih system vestibuler, terapi ini sangat
menolong. Kadang – kadang vertigo dapat diatasi dengan latihan teratur dan baik. Orang – oramng yang
kerena profesinya menderita vertigo servikal dapat diatasi dengan latihan yang intensif, sehingga gejala
yang timbul tidak lagi menggangu pekerjaan sehari – harinya. Misalnya pada pilot, pemain sirkus, dan
olahragawan.
-Diet
Banyak pasien dapat mengontrol gejala dengan mematuhi diet rendah garam (2000 mg/hari).
Jumlah natrium merupakan salah satu faktor yang mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Retensi
natrium dan cairan dapat memutuskan keseimbangan halus antara endolimfe dan perilimfe di dalam
telinga dalam.
-Farmakologis
Tindakan pengobatan untuk vertigo terdiri atas antihistamin, seperti meklizin (antivert), yang
menekan sistem vestibuler. Tranquilizer seperti diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut
untuk membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai pengobatan
jangka panjang. Antiemetik seperti supositoria prometazin (phenergan) tidak hanya mengurangi mual
dan muntah tapi juga vertigo karena efek antihistaminnya. Diuretik seperti Dyazide atau hidroklortiazid
kadang dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalam sistem
endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk makan-makanan yang mengandung kalium, seperti pisang,
tomat, dan jeruk ketika menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
-Penatalaksanaan Bedah
Jika serangan-serangan vertigo tidak terkontrol secara medis dan melumpuhkan, satu dari
prosedur-prosedur operasi berikut mungkin direkomendasikan tergantung pada situasi perorangan
pasien:
1. Endolymphatic shunt. Prosedur operasi dimana tabung ditempatkan pada kantong endolymphatic yang
mengalirkan cairan yang berlebihan dari telinga.
2. Dekompresi sakus endolimfatikus/pintasan secara teoritis akan menyeimbangkan tekanan ruangan
endolimfe. Drain dipasang di dalam sakus endolimfatikus melalui insisi postaurikuler.
3. Prosedur labirinektomi dengan pendekatan transkanal dan transmastoid juga berhasil sekitar 85%
dalam menghilangkan vertigo, namun fungsi auditorius telinga dalam juga hancur.
4. Selective vestibular neurectomy. Pemotongan nervus nervus vestibularis memberikan jaminan tertinggi
sekitar 98% dalam menghilangkan serangan vertigo. Dapat dilakukan translabirin (melalui mekanisme
pendengaran) atau dengan cara yang dapat mempertahankan pendengaran (suboksipital atau fosa kranialis
medial), bergantung pada derajat hilangnya pendengaran. Pemotongan saraf sebenarnya mencegah otak
menerima masukan dari kanalis semisirkularis.