bab ii

28
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat hewan berdarah panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan. 1,2 II. Epidemiologi Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak. Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan

Upload: ida-bagus-deny-prayudi

Post on 27-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus,

bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat hewan berdarah panas dan manusia. Rabies

bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan

menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies

dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau

jilatan.1,2

II. Epidemiologi

Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak.

Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia

ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies. Rabies bisa terjadi

disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan

usia, kelamin atau ras.3

Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi,

meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah,

Page 2: BAB II

Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi

adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).1

Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case Fatality

Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi (99,4%) diikuti kucing (0,29%) dan

hewan lain, kera dan hewan peliharaan atau liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh manusia yang

digigit meliputi kepala (5%), tangan (28%), kaki (57%), lain-lain (10%).4

Insidens tinggi pada anak agaknya disebabkan oleh karena adanya hubungan akrab

antara anak dengan hewan peliharaan dan rendahnya kemampuan untuk membela diri

terhadap serangan gigitan hewan tersebut.2

III. Etiologi

Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus

Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut

dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau lonjong. Virus tersusun dari

ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membran selubung (amplop) dibagian luarnya

yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah.

Pada membran selubung terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180

nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm. Virus peka

terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70%, yodium, fenol dan klorofrom.

Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600°C

virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) dan tidak

adanya CO2 atau pada suhu 40°C dapat tahan selama bebarapa tahun.2,5

4

Page 3: BAB II

Virus rabies memiliki lima jenis partikel protein yang berbeda yakni glikoprotein (G),

matrik protein (M), RNA polymerase (L), nukleoprotein (N), dan phosphoprotein (P). Virus

rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan ditularkan melalui gigitan,

cakaran atau melalui kulit yang terluka.6

Gambar 1. Bagian-bagian virus rabies

IV. Masa Inkubasi

Masa inkubasi dan gejala klinis rabies bervariasi pada spesies satu dengan lainnya.

Menurut Hiswani, masa inkubasi rabies pada anjing dan kucing berkisar antara 10 hari

sampai 8 minggu. Pada sapi, kambing, kuda, dan babi berkisar antara 1 sampai 3 bulan.

Peneliti lain mengemukan bahwa massa inkubasi anjing penderita rabies kurang dari 10 hari.

Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama

beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada

dewasa.1,7

Masa inkubasi sangat tergantung pada tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat

kaitannya dengan kepadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak, dan

tergantung pula dengan jumlah dan strain virus yang masuk, serta tergantung dari

perlindungan oleh pakaian dan faktor-faktor lain. Masa inkubasi bisa tergantung pada umur

5

Page 4: BAB II

pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus yang terlibat, lamanya pergerakan

virus dari luka sampai ke otak karena luasnya persarafan yang berbeda-beda pada setiap

bagian tubuh. Pada gigitan di kaki masa inkubasi kira-kira 60 hari, pada gigitan di tangan

masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari.6

V. Patogenesis

Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak

dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Cakaran oleh kuku

hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang

ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksius. Ekskreta

kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada

mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh

kelelawar.6,8

Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi

dan jarang terjadi. Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus

tidak bisa masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka

selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak

mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan

fungsinya.9

Bagian otak yang terserang adalah batang otak dan medula. Hipokampus, thalamus

dan ganglia basalis memperlihatkan kerusakan saraf dan infiltrasi sel glia. Kerusakan paling

berat terjadi di pons dan dasar ventrikel IV.2

6

Page 5: BAB II

Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam

semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,

hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus

kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf

otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan di dalam

tubuh dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal, otot dan

sebagainya.2,6

Virus bereplikasi di dalam sel-sel otot dan menginfeksi serabut otot. Virus kemudian

menginfeksi saraf yang mempersarafi serabut otot dan berpindah secara sentral di dalam axon

neuron-neuron ini. Replikasi terjadi pada neuron perifer, tetapi dapat juga di glia, baik perifer

maupun sentral. Virus berada di radix dorsal dalam 60-72 jam inokulasi.2,8,9

Badan Negri (Negri body) merupakan tanda patologi yang patognomonik pada rabies,

berupa benda inklusi dalam sitoplasma sel saraf, terdiri dari nukleokapsid virus yang

bergumpal. Tidak ditemukannya badan Negri tidak menyingkirkan adanya penyakit rabies.2

Spasme otot inspirasi mengakibatkan gejala hidrofobia yang disebabkan oleh adanya

kerusakan batang otak saraf penghambat nucleus ambigus yang mengendalikan inspirasi.

Hidrofobia tidak muncul pada penyakit lain oleh karena rabies merupakan kelainan batang

otak, sedangkan ensefalon dengan korteks tidak dirusak dan penderita tetap dalam keadaan

sadar.8,9

VI. Gejala Klinis

Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium:1,5,7

7

Page 6: BAB II

1. Stadium Prodromal

Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan

gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan,

kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. Umumnya

berlangsung sampai 4 hari, tetapi dapat 10 hari.

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian

disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.

Terdapat pula perubahan ringan kepribadian dan kognisi.

3. Stadium Eksitasi (mengamuk/furious)

Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau

ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin

(aerofobia) atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita

menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi

semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, ingin memberontak, halusinasi, dan selalu

ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang. Nyeri menelan dan dapat timbul suara serak

yang disebabkan oleh spasme laring. Gejala patognomonik stadium ini adalah hidrofobia.

Keinginan untuk menelan cairan berakibat spasme nyeri otot faring dan laring yang bisa

menyebabkan adanya aspirasi cairan ke dalam trakea.

4. Stadium Paralis (dumb)

Gejala awal berupa ascending paralisis, menyerupai polineuropati inflamasi akut (sindrom

Guillain-Barre), atau kuadriparesis simetris. Kelemahan dapat lebih berat pada ekstremitas

8

Page 7: BAB II

dimana virus masuk. Gejala meningeal (sakit kepala, kekakuan leher) dapat menonjol

walaupun kesadarannya normal. Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium

eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis

otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang

memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

VII. Diagnosis

Meningismus merupakan kelainan yang sering muncul. Gejala yang sering timbul

biasanya adalah gejala saraf kranial, terutama kelumpuhan otot palatum dan pita suara. Suara

menjadi serak, dapat pula timbul batuk yang hebat.2

Cairan serebrospinal tampak abnormal pada sebagian kecil penderita, terutama

mereka yang menunjukkan gejala meningismus. Bila terjadi kelainan, cairan serebrospinal

menunjukkan pleiositosis ringan, terutama mononuklear. Darah tepi menunjukkan

peningkatan sel mononuklear.8

Diagnosa rabies secara laboratorium didasarkan atas :7

a. Penemuan badan Negri (negri body)

b. Penemuan antigen

c. Penemuan virus (isolasi)

Antigen, badan Negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf sedangkan kelenjar

ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan Negri tidak selalu dapat ditemukan

pada kelenjar ludah anjing.

9

Page 8: BAB II

Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hipokampus, korteks serebri

dan serebelum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila badan Negri tidak

ditemukan, supensi otak (hipokampus) atau kelenjar ludah submaksila diinokulasikan

intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus atau kelinci.7

Cara diagnosis rabies secara laboratoris dapat dilakukan dengan:7

a. Mikroskopis untuk melihat dan menemukan badan Negri, yakni pewarnaan cepat Sellers,

FAT (Fluorescence Antibody Technique) dan histopatologik pada sediaan apus sel epitel

kornea atau sayatan kulit dari kulit pada batas rambut. Hasil uji yang positif disebabkan

oleh karena adanya virus yang bermigrasi ke bawah dari otak ke susunan saraf pusat,

disebabkan kornea dan folikel rambut kaya akan persarafan.

b. Pada pasien yang tidak diberikan pengobatan pencegahan setelah digigit, akan tampak

kenaikan cepat reaksi antigen-antibodi dengan uji virus nertralisasi yang akan muncul 6-10

haari sesudah awaitan gejala.

Virus dapat diisolasi pada hari ke-4 dan 24 setelah awitan penyakit. Virus dapat

diisolasi pada beberapa kasus dari LCS, jaringan otak dan sedimen urin pada 2 minggu

pertama penyakit. Pada penderita yang hidup lebih lama maka isolasi virus dari jaringan

tubuh atau cairan tidak dimungkinkan, oleh karena virus dinetralkan oleh antibodi humoral.

Diagnosis postmortem dapat ditegakkan dengan adanya inklusi sitoplasma (badan Negri)

pada jaringan otak, tetapi penemuan ini ditemukan pada kurang dari 80% kasus. Antigen

rabies dapat dideteksi dengan pemeriksaan antibodi fluoresens, dengan menggunakan

frekuensi tinggi pada jaringan otak dari penderita yang mati akibat perjalanan penyakit yang

akut.5.6

10

Page 9: BAB II

VIII. Penatalaksanaan

Penderita gigitan anjing, kucing, kera segera:1,5,10

a. Cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10-15 menit dan beri

anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)

b. Segera ke Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit untuk mencari pertolongan selanjutnya.

Di Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit dilakukan:1,5,10

1. Penanganan luka gigitan :

a. Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10-15 menit

dan beri anti septik (betadine, alkohol 70%, obat merah dll)

b. Anamnesis apakah didahului tindakan provokatif, hewan yang menggigit menunjukkan

gejala rabies, penderita gigitan hewan pernah divaksinasi dan kapan, hewan penggigit

pernah divaksinasi dan kapan.

2. Identifikasi luka gigitan. Terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja. Yang termasuk

luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet (erosi,

ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki. Luka resiko tinggi: Jilatan/luka pada

mukosa, luka diatas daerah bahu (mukosa, leher, kepala), luka pada jari tangan, kaki,

genetalia, luka lebar/dalam dan luka yang banyak (multiple wound). Terhadap luka resiko

tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Luka sebaiknya tidak dijahit kecuali dengan alasan

kosmetik yang tidak dapat dihindarkan atau untuk alasan dukungan jaringan. Bila diperlukan

jahitan, dilakukan setelah pemberian infiltrasi lokal antiserum; jahitan tidak boleh terlalu erat

dan tidak menghalangi pendarahan dan drainase. Untuk kontak (dengan air liur atau saliva

11

Page 10: BAB II

hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak

langsung, tidak ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR.

Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak berbahaya, maka

diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur pada

luka berbahaya.

Pencegahan imunologis terhadap rabies pada manusia adalah dengan memberikan

Human Rabies Immunoglobulin (HRIG) secepat mungkin setelah terpajan untuk menetralisir

virus pada luka gigitan, kemudian berikan vaksin pada tempat yang berbeda untuk

mendapatkan imunitas aktif.7,11

Beberapa jenis dari VAR (Vaksin Anti Rabies) antara lain : 1,7,11

1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV), Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab)

Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment). Dosis

dewasa/anak sama yaitu: dilakukan 4 kali pemberian. Hari ke-0 (pertama berkunjung ke

Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit) diberikan 2 dosis pemberian sekaligus @ 0,5 ml

diberikan deltoideus kanan dan kiri. Hari ke-7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara intra

muskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila VAR Verorab + SAR perlu diberikan booster

pada hari ke-90.

2. Suckling Mice Brain Veccine (SMBV), Produksi Bio Farma Bandung.

Dosis: Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap hari sub cutan di daerah sekitar pusar.

Ulangan 0,25 ml diberikan hari ke-11, 15, 30 dan 90 secara intra cutan dibagian fleksor

lengan bawah. Anak-anak 3 tahun ke bawah, dasar 1 ml diberikan 7x setiap hari subcutan

disekitar daerah sekitar pusar. Ulangan 0,1 ml diberikan hari ke-11, 15, 30, dan 90 secara

12

Page 11: BAB II

intra cutan dibagian fleksor lengan bawah. Pemberian SMBV + SAR (Serum Anti Rabies)

Jadwal pemberian VAR dasar sama, ulangan boostar jadwalnya hari ke-11, 15, 25, 35 dan

90.

SAR Heterolog (serum kuda) produksi Bio Farma Bandung, dosis 40 IU/kgBB, harus

dilakukan skin test, positif tidak boleh diberikan, kemasan vial = 20 ml (1 ml = 100 IU).

Untuk menghindari reaksi serum sickness pada pemberian serum heterolog, maka dibuat

gama globulin dari plasma penderita yang dihipoimunisasikan dengan vaskin rabies. Selain

lebih aman, serum homolog bertahan lebih lama di dalam sirkulasi. Serum homolog, misal

IMDGAM produksi Pasteur Merieux Perancis, dosis 20 IU/Kg kemasan Vial 2 ml (1ml = 150

IU). Cara pemberian disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin sisanya

intra muskuler di gluleus/pantat.1,7,12

IX. Tipe-tipe Vaksin

Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung virus rabies yang telah diinaktifkan,

antara lain: 7,11,12

A. Vaksin sel diploid manusia (HDCV/ Human Diploid Cell Rabies Vaccine)

Untuk mendapatkan suspensi virus rabies yang bebas dari protein asing dan protein

sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam jalur sel fibroblas normal manusia

WI-38. Sediaan virus rabies dipekatkan melalui ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan β-

propiolakton. Bahan ini cukup antigenik sehingga hanya perlu diberikan lima dosis HDCV

untuk mendapatkan respons antibodi substansial pada sebagian besar resipien. Reaksi lokal

(eritema, gatal, bengkak pada tempat suntikan) terjadi pada 30-70% resipien, dan reaksi

13

Page 12: BAB II

sistemik ringan (sakit kepala, mual, mialgia, pusing) terjadi pada sekitar seperlima resipien.

Tidak ada reaksi neuroparalitik, ensefalitik ataupun anafilaktik serius yang pernah dilaporkan.

WHO menyarankan pemberian sebanyak 6 kali, yaitu pada hari ke-0, 3, 7, 14, 30, dan 90 di

berikan daerah deltoid.

Berdasarkan atas jaringan asalnya, HDCV terdiri atas:

a. Nerve Tissue Vaccine (NTV)

NTV adalah vaksin yang terbuat dari jaringan saraf melalui vaksin yang berasal dari otak

hewan dewasa seperti kelinci, kambing, domba, kera dan tikus.

b. Non-nerve tissue vaccine

Merupakan vaksin yang terbuat dari jaringan bukan saraf, yang meliputi vaksin yang berasal

dari telur itik bertunas serta Tissue Culture Vaccine (TCV) yang merupakan vaksin yang

terbuat dari biakan jaringan.

TCV (Tissue Culture Vaccine) berguna untuk:

a. Untuk pencegahan sebelum digigit anjing (pre-exposure)

1. Vaksinisasi pencegahan terhadap kemungkinan rabies, diberikan pada mereka yang

karena tugasnya berhubungan dengan hewan ternak atau hewan percobaan, misalnya

dokter hewan, ahli bologi, petugas karantina, petugas pada kandang hewan percobaan,

petugas rumah gotong dan lain-lain, terutama pada daerah endemis rabies.

2. Pada anak-anak dapat juga diberikan vaksinasi pencegahan oleh karena resiko

tertular virus rabies secara statistik besar sekali.

b. Untuk pengobatan setelah digigit (post-exposure)

Gunakanlah rekomendasi WHO jika ada kemungkinan ditulari dengan virus rabies.

14

Page 13: BAB II

Cara pemakaian vaksin ini dengan menggunakan jarum besar, vaksin beku-kering

yang tersedia dilarutkan dalam botolnya dengan 1 ml pelarut khusus yang ada di dalam

disposible syringe yang tersedia dalam kemasan. Kocok perlahan-lahan kemudian isap

kembali seluruhnya (dosis untuk orang dewasa). Kemudian vaksin rabies tersebut disuntikan

secara subkutan atau secara intra-muskuler dengan menggunakan jarum kecil. Vaksin beku-

kering ini berwarna putih kelabu tapi setelah dilarutkan berwarna merah jambu.

B. Vaksin Rabies Terabsorbsi (RVA/ Rabies Vaccine Adsorbed)

Suatu vaksin yang dibuat dalam jalur sel diploid yang berasal dari sel-sel paru janin

kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh β-propiolakton dan

dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat.

C. Vaksin sel embrio ayam yang dimurnikan (PCEC/ Purified Chick Embryo Cell Vaccine )

Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies fixed flury LEP yang tumbuh dalam

fibroblast ayam. Diinaktivasi oleh β-propiolakton dan dimurnikan lebih lanjut oleh

sentrifugasi zonal.

D. Vaksin jaringan saraf

Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di banyak

bagian dunia termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Menimbulkan sensitisasi pada

jaringan saraf dan menghasilkan ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit alergi) dengan

frekuensi yang tinggi (0,05%). Perkiraan efektivitasnya pada orang yang digigit oleh hewan

buas/gila bervariasi dari 5 sampai 50%.

E. Vaksin embrio bebek

15

Page 14: BAB II

Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah ensefalitis pasca vaksinasi.

Virus rabies ditanam dalam telur bebek berembrio. Secara teratur vaksin ini menimbulkan

reaksi setempat dan reaksi sistemik (demam, malaise, mialgia) pada sepertiga resipien.

Reaksi neuroparalitik (<0,001%) dan anafilaktik (<1%), jarang terjadi, tetapi antigenitas

vaksin rendah. Karena itu harus diberikan banyak dosis (16-25) untuk menimbulkan respon

antibodi pascapemaparan yang memuaskan. Vaksin ini digunakan di AS di masa lalu tetapi

sekarang tidak lagi digunakan.

F. Virus hidup yang dilemahkan

Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh pada embrio ayam

(misalnya, strain Flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang

vaksin demikian bisa menyebabkan kematian oleh rabies pada kucing atau anjing yang

disuntik. Virus rabies yang tumbuh pada biakan sel hewan yang berlainan telah dipakai

sebagai vaksin untuk hewan piaraan.

X. Indikasi Vaksinasi

Sebaiknya yang dipakai adalah HDCV (atau RVA) dalam 5 dosis 1,0 cc IM pada

daerah deltoid. Dosis pertama diberikan segera setelah gigitan (pada saat yang sama

diberikan dosis tunggal HRIG, dan dosis lainnya pada hari ke-3, 7, 14 dan 28-35 hari setelah

dosis pertama. Bila orang tersebut sebelumnya telah mendapatkan dosis lengkap imunisasi

rabies dengan vaksin yang telahmendapat lisensi, atau timbul antibodi neutralisasi setelah

imunisasi prapajanan, atau setelah pemberian regimen pasca pajanan, maka hanya 2 dosis

vaksin yang diperlukan, satu dosis diberikan segera dan satu dosis lagi diberikan 3 hari

16

Page 15: BAB II

kemudian. Dengan pajanan yang hebat (misalnya gigitan di kepala) dosis ketiga diberikan

pada hari ke-7.4,5

Apabila seseorang digigit binatang/anjing dan bukan karena provokasi, dan binatang

tersebut tidak tertangkap dan di daerah tersebut rabies menyerang spesies binatang tersebut,

maka kepada korban gigitan diberikan HRIG dan vaksin. Gigitan oleh karnivora liar dan

kelelawar orang tersebut dianggap potensial terpajan dengan rabies, kecuali dibuktikan

negatif dengan pemeriksaan laboratorium. Apabila fasilitas pemeriksaan laboratorium

tersedia, maka anjing yang menggigigt tersebut harus dibunuh segera (dihadiri oleh pemilik

dan petugas kesehatan) dan diambil otaknya untuk diperiksa dengan teknik FA. Hasil

pemeriksaan laboratorium ini akan menentukan apakah seseorang memerlukan pengobatan

anti rabies ataukah tidak. Keputusan untuk memberikan HRIG atau vaksin segera setelah

terpajan dengan anjing atau kucing, atau selama dilakukan pengawasan terhadap binatang

tersebut didasarkan kepada: perilaku binatang tersebut selama dilakukan observasi; apakah di

daerah tersebut ada rabies dan kondisi gigitan.1

Vaksin sel diploid manusia mempunyai efektifitas yang tinggi diantara vaksin yang

dikenal dalam merangsang pembentukan antibodi, dan beberapa efek tambahan yang

berkaitan dengan hal ini. Terdapat lebih sedikit reaksi terhadap globulin imun rabies manusia

(khususnya penyakit serum yang jarang, anaflaksis) dibandingkan terhadap serum antirabies

kuda. Bila kejadian tersebut terjadi di daerah bebas rabies, maka pengobatan sebaiknya

menunggu hasil observasi hewan yang bersangkutan oleh Dinas Peternakan setempat.11

Jika terjadinya gigitan didahului oleh suatu tindakan provokatif terhadap hewan yang

menggigit, maka berlaku masa observasi dulu. Apabila terjadi gigitan tanpa provokasi, maka

17

Page 16: BAB II

segera lakukan tindakan pengobatan khusus. Apabila hewan sudah divaksinasi, maka berlaku

pula masa observasi, sedangkan bila masa vaksinasi sudah kadaluwarsa, maka segera lakukan

pengobatan khusus.

Pengobatan dengan vaksin anti rabies sekaligus bersama dengan serum antirabies

dilakukan pada kasus gigitan hewan rabies/tersangka rabies yang apabila luka gigitan tersebut

berada pada daerah atas bahu, daerah yang banyak persarafannya (ujung jari, genitalia) dan

pada luka yang banyak dan dalam.

XI. Pencegahan

a. Pencegahan Primer4

1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera

dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.

2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin

ke daerah bebas rabies.

3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah

bebas rabies.

4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi

yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah

divaksinasi.

6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atau anjing tak bertuan dengan jalan

pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.

18

Page 17: BAB II

7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke

Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.

8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.

Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih

dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).

9. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama

10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh,

maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk

diagnosa.

10. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya

yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.

11.Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-

kurangnya 1 meter.

b. Pencegahan Sekunder

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya

rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit

dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture.

Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan

pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan. Resiko yang

dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit

oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemik rabies harus sedini

19

Page 18: BAB II

mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa

tidak benar adanya infeksi rabies.

c. Pencegahan Tersier

Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi

perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke

tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap

ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata

menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari Dinas Perternakan,

maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus

(Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies

dengan lengkap.

20