bab ii

13
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan mengenai pustaka dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang memiliki hubungan erat dengan penelitian yang akan dilakukan. Beberapa laporan dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan indeks risiko bencana gempa akan diuraiakan sebagai berikut. 2.1 Indeks Risiko Bencana Alam Angka indeks atau sering disebut indeks saja, pada dasarnya merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor, hasil penjualan, jumlah uang beredar, dll) dalam waktu yang berbeda. Dari angka indeks dapat diketahui maju mundurnya atau naik turunnya suatu usaha atau kegiatan. Jadi tujuan pembuatan angka indeks sebetulnya adalah untuk mengukur secara kuantitatif terjadinya perubahan dalam dua waktu yang berlainan misalnya indeks harga untuk mengukur perubahan harga (berapa kenaikannya atau penurunannya), indeks produksi untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam kegiatan produksi, indeks biaya hidup untuk mengukur tingkat inflasi, dll (http://google.co.id/). Risiko secara umum berarti peluang untuk rugi, kemungkinan kehilangan, ketidakpastian (uncertainty), kejadian yang merugikan (Sunarto, 2009). Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (UURI 24/2007). Pengurangan risiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan: (1)

Upload: muhammadguntur-basyarah-st

Post on 27-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hazard assessment

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan mengenai pustaka dan hasil-hasil penelitian terdahulu

yang memiliki hubungan erat dengan penelitian yang akan dilakukan. Beberapa

laporan dan hasil penelitian yang berkaitan dengan pengembangan indeks risiko

bencana gempa akan diuraiakan sebagai berikut.

2.1 Indeks Risiko Bencana Alam

Angka indeks atau sering disebut indeks saja, pada dasarnya merupakan

suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk

melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor, hasil

penjualan, jumlah uang beredar, dll) dalam waktu yang berbeda. Dari angka

indeks dapat diketahui maju mundurnya atau naik turunnya suatu usaha atau

kegiatan. Jadi tujuan pembuatan angka indeks sebetulnya adalah untuk mengukur

secara kuantitatif terjadinya perubahan dalam dua waktu yang berlainan misalnya

indeks harga untuk mengukur perubahan harga (berapa kenaikannya atau

penurunannya), indeks produksi untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam

kegiatan produksi, indeks biaya hidup untuk mengukur tingkat inflasi, dll

(http://google.co.id/).

Risiko secara umum berarti peluang untuk rugi, kemungkinan kehilangan,

ketidakpastian (uncertainty), kejadian yang merugikan (Sunarto, 2009). Risiko

bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu

wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa

terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan

gangguan kegiatan masyarakat (UURI 24/2007).

Pengurangan risiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk

yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi

bencana. Kegiatan pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan: (1)

Page 2: BAB II

11

Pengenalan dan pemantauan risiko bencana; (2) Perencanaan partisipatif

penanggulangan bencana; (3) Pengembangan budaya sadar bencana; (4)

Peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; (5) Penerapan

upaya fisik, non fisik, dan pengaturan penanggulangan bencana (Sunarto, 2009).

Dari beberapa definisi mengenai indeks dan risiko di atas maka dapat

disimpulkan indeks risiko bencana gempa merupakan suatu angka untuk

mengukur potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana gempa pada suatu

wilayah. Indeks risiko dalam penelitian ini diukur berdasarkan beberapa

komponen risiko, yaitu bahaya/ancaman, eksposur, kerentanan dan kapasitas.

Pengukuran indeks risiko bencana gempa merupakan salah satu upaya

pengurangan risiko bencana.

Penelitian yang terkait dengan indeks risiko bencana telah cukup banyak

dilakukan dan dikembangkan oleh para peneliti di berbagai negara. Beberapa

penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

penelitian yang dilakukan oleh Davidson (1996, 1997), Pribadi (1998), Kannami

dan Takeuchi (2008), Shaw (2009).

Davidson (1996, 1997) melakukan penelitian mengenai indeks risiko

bencana gempa dengan menggunakan metode Earthquake Disaster Risk Index

(EDRI) pada beberapa kota di dunia, diantaranya adalah Boston (USA), Istanbul

(Turki), Jakarta (Indonesia), Lima (Peru), Manila (Filipina), Mexico City

(Mexico), San Fransisco (USA), Santiago (Chili), St. Louis (USA) dan Tokyo

(Jepang). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan risiko bencana gempa

secara keseluruhan dari kota-kota tersebut.

Metode ini dikembangkan menggunakan enam langkah prosedur, yaitu: (1)

membuat kerangka konseptual dari semua faktor yang memberikan kontribusi

pada risiko bencana gempa – faktor geologi, faktor teknik, faktor ekonomi, faktor

sosial, faktor politik dan faktor budaya; (2) identifikasi yang sederhana, terukur,

indikator skalar untuk mewakili masing-masing faktor pada kerangka konseptual

(misalnya populasi, Gross Domestic Product (GDP) per kapita, persentase area

perkotaan yang merupakan tanah lunak, dll.); (3) mengkombinasikan indikator-

indikator secara metematika ke dalam EDRI gabungan; (4) menggabungkan data

Page 3: BAB II

12

dan mengevaluasi EDRI untuk masing-masing kota tersebut; (5) menampilkan

analisis yang sensitif untuk menentukan kekuatan hasil; (6) menginterpretasikan

penemuan numerik (angka) untuk mengkaji kelayakan dan implikasinya, serta

menampilkan hasil dalam bermacam bentuk grafik yang mudah dipahami.

Ada tiga cara untuk menggunakan EDRI, masing-masingnya memberikan

manfaat. Pertama, EDRI memberikan perbandingan langsung dari keseluruhan

risiko relatif bencana gempa dari berbagai kota di dunia, maupun untuk tingkat

wilayah lainnya. Banyak faktor (seperti frekuensi gempa, kerentanan struktur,

kualitas dari kegiatan tanggap darurat dan perencanaan pemulihan) memberikan

kontribusi pada keseluruhan risiko suatu kota. Suatu kota dapat memiliki risiko

yang relatif tinggi karena faktor-faktor tertentu, dan memiliki risiko rendah karena

faktor lainnya. Dengan membuat indeks gabungan yang mengkombinasikan

seluruh faktor yang terkait, keseluruhan risiko bencana dari kota-kota yang

berbeda dapat dibandingkan secara langsung.

Perbandingan tersebut dapat berguna untuk pemerintah dan organisasi

bantuan internasional saat mereka akan mengalokasikan sumberdaya dan bantuan

ke bermacam kota. Perusahaan multinasional akan dapat mengacu pada indeks

untuk penempatan fasilitas pabrikasi. Perusahaan asuransi dan reasuransi dapat

menggunakannya pada saat mereka merencanakan diversifikasi portfolio dan

menetapkan premi untuk kebijakan asuransi gempa. Orang yang memiliki

ketertarikan pada bidang ini akan dapat menggunakan EDRI untuk meningkatkan

pemahaman mereka mengenai risiko pada kota-kota yang berbeda di dunia

dengan membandingkan suatu kota tersebut dengan kota lainnya. Studi penilaian

risiko telah dilakukan untuk banyak wilayah di seluruh dunia, sebagian besar tiap

proyek terfokus pada komponen tunggal dari risiko atau pada satu wilayah.

Kedua, pengujian lebih dalam mengenai pemisahan komponen EDRI dapat

memberikan wawasan pada risiko bencana gempa di beberapa kota tersebut.

Karena setiap kota memiliki keunikan - dalam hal pembentukan alam,

infrastruktur, aktivitas-aktivitas yang mendukung dan hubungannya dengan

wilayah-wilayah lain, kontrubusi relatif dari faktor-faktor pembentuk indeks risiko

di setiap kota tidak sama. Oleh karena itu, strategi mitigasi yang optimal juga

Page 4: BAB II

13

tidak akan sama pada tiap kota. Pemahaman faktor-faktor penyebab dari risiko

bencana gempa mendasari langkah awal dalam hal merancang strategi yang paling

efektif untuk memitigasi risikonya. Melihat komponen dari EDRI akan membantu

untuk menggambarkan, pada tingkat yang lebih luas, faktor apa saja yang paling

penting dari tiap kota.

Pemisahan komponen EDRI juga dapat digunakan sebagai alat edukasi

umum untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap faktor-faktor yang lebih luas

yang bergantung pada risiko bencana gempa sebuah kota. Frekuensi dari gempa-

gempa yang pernah terjadi bukan hanya merupakan faktor penentu dari risiko

bencana gempa sebuah kota dan EDRI yang komprehensif akan menyoroti poin

penting tersebut. Kontribusi ini terutama bernilai pada wilayah kota dengan

frekuensi gempa yang jarang serta kewaspadaan terhadap bencana gempa yang

diabaikan. Pada saat orang-orang tidak dapat menghentikan ataupun memprediksi

suatu kejadian gempa, mereka akan mampu mempengaruhi beberapa faktor

lainnya (seperti sumber yang tersedia untuk respon darurat dan pemulihan,

kerentanan dari infrastruktur), dengan demikian hal ini dapat mengurangi dampak

dari risiko bencana gempa. Dengan mengevaluasi ulang indeks secara periodik,

kecendrungan pada risiko bencana gempa dari waktu ke waktu dapat dipantau

dengan EDRI.

Pada penelitian ini terdapat lima faktor utama yang memberikan kontribusi

pada risiko bencana gempa dari sebuah kota, yaitu: bahaya (Hazard), eksposur

(Exposure), kerentanan (Vulnerability), konteks eksternal (External Context),

serta kapabilitas tanggap darurat dan pemulihan (Emergency Response and

Recovery Capability). Masing-masing faktor utama kemudian dipisahkan menjadi

faktor-faktor yang lebih spesifik. Dilakukan pemilihan indikator-indikator dari

tiap faktor-faktor spesifik. Kemudian dilakukan pengembangan model matematika

untuk menggabungkan indikator-indikator tersebut ke dalam EDRI gabungan.

Hasil penelitian Davidson seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa Tokyo merupakan kota yang memiliki nilai

indeks risiko gempa tertinggi di antara kota-kota lainnya. Hal ini disebabkan

tingginya nilai komponen konteks eksternal di Tokyo. Meskipun beberapa kota

Page 5: BAB II

14

memiliki nilai indeks risiko yang hampir sama namun nilai faktor pembentuk

indeks risiko dari masing-masing kota berbeda-beda seperti yang ditunjukkan

pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3. San Fransisco dan Santiago memiliki nilai

indeks risiko yang sama, namun faktor pembentuk indeks risikonya berbeda. Di

San Fransisco, nilai indeks risiko lebih disebabkan oleh nilai komponen bahaya

yang tinggi, sedangkan di Santiago lebih disebabkan oleh tingginya nilai

komponen kerentanan.

Tabel 2.1 Hasil evaluasi EDRI

EDRI

Five main factors that contribute to EDRI

Hazard Exposure Vulnerability External

Context

Emerg. Resp.

&Recovery

Boston 39 40 42 39 35 33

Istanbul 38 43 30 41 32 45

Jakarta 39 29 33 49 36 51

Lima 45 68 31 46 35 36

Manila 44 43 32 53 35 59

Mexico City 38 26 45 42 38 39

San

Fransisco

37 46 44 26 36 30

Santiago 37 29 28 46 35 54

St. Louis 36 37 35 39 32 35

Tokyo 54 46 86 24 93 23

Page 6: BAB II

15

Gambar 2.1 Nilai EDRI dari sepuluh kota (Davidson, 1996, 1997)

Gambar 2.2 Nilai relatif dari lima faktor utama yang memberikan kontribusi pada

EDRI untuk analisis sampel sepuluh kota (Davidson, 1996, 1997)

Page 7: BAB II

16

Gambar 2.3 Kontribusi relatif dari lima faktor utama (Davidson, 1996, 1997)

Pribadi, dkk (1998) melakukan penelitian mengenai aplikasi teknologi

informasi pada manajeman risiko bencana: studi kasus proyek mitigasi gempa di

wilayah Bandung. Paper ini menampilkan suatu studi kasus pada aplikasi

Geographic Information System (GIS) dan penggunaan fasilitas teknologi

informasi untuk kegiatan mitigasi bencana gempa di perkotaan. Metode

pengkajian risiko yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Earthquake

Disaster Risk Index (EDRI) yang diusulkan oleh Davidson (1996, 1997) yang

mudah digunakan, terukur, menggunakan skalar indikator dari lima faktor utama

(hazard, exposure, vulnerability, external context, emergency response and

recovery) untuk menghasilkan indeks risiko gabungan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa program mitigasi

gempa yang berhasil dapat diimplementasikan pada proses pembangunan kota,

berdasarkan pada kajian risiko seismik di area tersebut dengan langkah: (1)

identifikasi, analisis dan pemetaan seismic hazard di area studi terkait dengan

zona sumber gempa, percepatan tanah maksimum, dan dampak sekundernya

Page 8: BAB II

17

seperti likuifaksi, tanah longsor, kebakaran dan banjir; (2) identifikasi kerentanan

terhadap gempabumi terkait dengan kondisi fisik infrastruktur, eksposur kota,

kondisi sosial dan ekonomi, serta kesiapsiagaan institusi; (3) identifikasi dan

merumuskan strategi mitigasi yang mudah untuk dilakukan untuk wilayah

tersebut; (4) menyebarkan pengetahuan atau pembelajaran dari pelaksanaan

proyek ini melalui jejaring yang terkait dengan mitigasi bencana.

Peran dari GIS pada proses pengkajian risiko adalah mengelola seluruh

informasi spasial yang terkait dengan bahaya (hazard), eksposur (exposure) dan

kerentanan (vulnerability) dari kota. Hasil dari seismic hazard dalam bentuk

mikrozonasi percepatan tanah maksimum (PGA), tanah lunak, potensi likuifaksi

dan tanah longsor dikumpulkan pada GIS. Digunakan indikator risiko yang

diperoleh dengan cara menggabungkan berbagai parameter dari hazard, exposure

dan vulnerability dari tiap kecamatan untuk menghasilkan suatu peta risiko.

Kannami dan Takeuchi (2008) melakukan penelitian untuk mengukur

indeks risiko bencana banjir dari beberapa negara di dunia, yang dinamakan Flood

Risk Index (FDRc). Flood Risk Index terdiri atas lima aspek: Hazard, Exposure,

Basic Vulnerability, Capacity soft countermeasures dan Capacity hard

countermeasure. Pada Gambar 2.4 lima komponen tersebut dikumpulkan sebagai

sub-indeks, dan masing-masing sub-indeks terdiri atas tiga jenis dataset yang

paling mewakili variabel dari masing-masing sub-indeks yang dinamakan

indikator. Beberapa indikator dalam FRIc terlihat pada Tabel 2.2. Persamaan

dasar R = H x V dimodifikasi untuk menghitung indeks risiko banjir:

Flood Risk Index (FRIc)= Hazard × Exposure × Basic Vulnerability

Capacity {=(Soft Countermeasures+Hard Countermeasures)/2} (2.1)

FRIc diaplikasikan untuk mengkaji potensi risiko bencana banjir pada 235

negara dan wilayah di dunia. Hasil analisis secara jelas mengindikasikan bahwa

negara dengan risiko banjir yang tinggi adalah di Asia, seperti Filipina, Myanmar,

Bangladesh, dll. Jepang termasuk dalam kategori negara yang memiliki risiko

Page 9: BAB II

18

rendah, karena rendahnya kerentanan dan tingginya kapasitas. Hasil analisis

berupa peta sebaran Flood Risk Index terlihat pada Gambar 2.5.

Tabel 2.2 Indikator pada FRIc

Sub Indices Indicators Data

Hazard 1. Precipitation Average annual precipitation in

depth

2. Cyclone Proneness Cyclone proneness considering

frequency and magnitude

3. Flood Source Water area ratio to land area

Exposure 1. Basic Population

Density

Population density in the area

where population density is more

than 5 people per sq. km

2. Low Land Area’s

Population Density

Population density in the area

where the elevation is below 200m

3. Population Growth Population in 2005 / in 1985

Basic Vulnerability 1. Governance Corruption index

2. Wealth and Information Life expectancy

3. Instability GINI coefficient

Capacity Hard

Countermeasures

1. Potential Investment GDP per area

2. Infrastructure Paved road density

3. Forestation Forestation ratio in 2005 – in 1990

Capacity Soft

Countermeasures

1. Literacy Adult literacy rate (%)

2. Education Enrolment ratio for education (%)

3. Information Television receivers per one

thousand inhabitants

Page 10: BAB II

19

Gambar 2.4 Struktur dari Flood Risk Index

(Kannami dan Takeuchi, 2008)

Gambar 2.5 Peta sebaran Flood Risk Index

(Kannami dan Takeuchi, 2008)

Shaw, dkk (2009). Penelitian ini terfokus pada pengukuran tingkat

resiliensi bencana iklim di beberapa kota di Asia yang berada di wilayah pantai

Flood Risk

Index (FRIc)

Hazard

Index

Exposure

Index

Basic

Vulnerability

Index

Capacity Soft

Countermeasures

Index

Capacity Hard

Countermeasures

Index

(Sub-Indeces)

Precipitation

Cyclone

Flood Source Pop. density

Pop. in low land

Pop. growth

Literacy

Education

Information

Investment

Infrastructure

Forestation

Governance

Wealth

Instability

(Indicators)

Page 11: BAB II

20

seperti Banda Aceh (Indonesia), Bangkok (Thailand), Kolombo (Srilangka),

Danang (Vietnam), Hue (Vietnam), Iloilo (Filipina), Mumbai (India), San

Fernando City, La Union (Filipina) dan Yokohama (Jepang). Pengukuran tingkat

resiliensi bencana iklim ini menggunakan metode Climate Disaster Resilience

Index (CDRI). Indeks tersebut dikembangkan berdasarkan lima dimensi: alam,

fisik, sosial, ekonomi dan institusi seperti yang terlihat pada Tabel 2.3. Cakupan

penelitian ini hanya terbatas pada bencana yang terkait dengan iklim seperti

cyclone, banjir, heat wave, kekeringan, dan curah hujan yang tinggi termasuk

tanah longsor. Nilai resiliensi/ketahanan yang tinggi menunjukkan tingginya

kesiapsiagaan untuk mengatasi bencana iklim, dan nilai resiliensi yang rendah

menunjukkan rendahnya tingkat kesiapsiagaan untuk mengatasi bencana iklim.

Keseluruhan proses dari CDRI ini bertujuan agar para pengelola kota (pemerintah

setempat) dan para praktisi untuk siaga dalam menghadapi risiko bencana iklim di

wilayahnya.

Tabel 2.3 Variabel yang dipertimbangkan dari lima dimensi CDRI

Dimensions Variable Considered

Physical Electricity, Water supply, Sanitation, Solid waste disposal,

Internal road network, Housing and land use, Community

assets, Warning system and evacuation

Social Health status, Education and awareness, Social capital

Economic Income, Employment, Household’s assets, Access to financial

service, Savings and insurance, Budget and subsidy

Institutional Internal institutions and development plan, Effectiveness of

internal institutions, External institutions and networks,

Institutional collaboration and coordination

Natural Hazard intensity, Hazard frequency

Tingkat skala yang diberikan adalah dalam bentuk angka: 1 untuk “very

low”; 2 untuk “low”; 3 untuk “high”; 4 untuk “very high”. Untuk kasus dari tiap

kota, informasi tingkat resiliensi yang ditampilkan adalah tingkat resiliensi secara

keseluruhan (kombinasi dari lima dimensi) dan tingkat resiliensi yang terpisah

dari masing-masing dimensi. Faktor resiliensi secara keseluruhan bervariasi antara

Page 12: BAB II

21

0 – 10. Hasil penelitian berupa peta indeks resiliensi terlihat pada Gambar 2.6

berikut ini.

Gambar 2.6 Peta indeks resiliensi (Shaw, dkk., 2009)

Page 13: BAB II

22

2.2 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pengukuran indeks risiko bencana telah cukup banyak

dilakukan oleh para peneliti di seluruh dunia, baik yang terkait dengan bencana

alam secara keseluruhan, bencana gempabumi, bencana banjir, bencana iklim, dan

lain sebagainya. Di Indonesia, berdasarkan studi literatur yang penulis lakukan,

penelitian mengenai pengukuran indeks risiko bencana gempa pernah dilakukan

untuk wilayah Jakarta, namun tidak terpublikasi secara lengkap mengenai metode

penelitiannya. Untuk wilayah Yogyakarta, penelitian mengenai pengukuran

indeks risiko bencana gempabumi belum pernah dilakukan sebelumnya. Dapat

disimpulkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian

sebelumnya adalah bahwa penelitian mengenai kajian indeks risiko bencana

gempabumi di wilayah Bantul, Yogyakarta ini merupakan penelitian dasar awal

yang belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Karena penelitian ini

masih tergolong baru dan belum pernah dilakukan sebelumnya di wilayah Bantul,

Yogyakarta maka penelitian ini dapat dikatakan asli. Perbandingan antara

penelitian Davidson (1996, 1997) dengan penelitian yang akan dilakukan dapat

dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4 Perbandingan penelitian

EDRI (Davidson, 1996, 1997) Penelitian yang akan dilakukan

Komponen pembentuk indeks risiko:

hazard, exposure, vulnerability,

external context, emergency response

and recovery capability.

Komponen pembentuk indeks risiko:

bahaya (hazard), eksposur (exposure),

kerentanan (vulnerability), dan

ketahanan (resilience).

Tingkat wilayah penelitian: kota-kota

metropolitan di beberapa negara di

dunia.

Tingkat wilayah penelitian: kelurahan-

kelurahan di Kecamatan Sewon dan

Piyungan, Bantul, Yogyakarta.

Indikator-indikator yang diukur

disesuaikan dengan skala di tingkat

kota.

Indikator-indikator yang diukur

disesuaikan dengan skala di tingkat

kelurahan dan kecamatan.