bab ii
DESCRIPTION
tentang pajakTRANSCRIPT
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak
Pajak tidak terlepas dari masyarakat umum, setiap masyarakat diwajibkan
untuk membayar pajak yang dikenakan terhadap masing-masing masyarakat itu
sendiri tergantung dari jenis pajak yang dikenakan. Membahas mengenai
perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Soemitro
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat timbal balik (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum” (dalam Agus dan Trisnawati, 2008, p.3).
Sedangkan menurut Markus (2005, p.1) “Pajak adalah sebagian harta
kekayaan rakyat (swasta) yang berdasarkan undang-undang, wajib diberikan oleh
rakyat kepada negara tanpa mendapat kontra prestasi secara individual dan
langsung dari negara.” Kemudian menurut Diana dan Setiawati (2010, p.1) “Pajak
adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pajak sangat berpengaruh di dalam
sebuah negara, dengan adanya pajak maka rakyat semakin makmur. Walaupun
pajak bersifat memaksa, tetapi hasil dari pajak tersebut digunakan hanya untuk
kemakmuran rakyat.
Dari ketiga definisi di atas terdapat persamaan dan perbedaan pandangan
atau prinsip mengenai pajak. Perbedaan mengenai ketiga definisi tersebut hanya
penggunaan gaya bahasa atau kalimatnya saja, sedangkan persamaan pendapat
tersebut mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.
2. Tidak ada timbal jasa (kontra prestasi) secara langsung.
3. Dapat dipaksakan.
4. Hasilnya untuk membiayai pembangunan.
5 Politeknik Aceh
6
Dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang dibayarkan oleh wajib pajak sesuai dengan
peraturan undang-undang yang berlaku dan tidak mendapatkan timbal jasa (kontra
prestasi) secara langsung. Pajak digunakan sebagai dana untuk membiayai
pembangunan negara, misalnya jalan, jembatan, sekolah dan sebagainya.
2.1.2. Fungsi Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang mempunyai dua fungsi
(Mardiasmo, 2005, p.1), yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur
(regulerend). Dimana fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, sedangkan fungsi
mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah dalam
bidang sosial ekonomi.
Menurut (Resmi, 2008, p.3) pajak juga mempunyai dua fungsi, yaitu
fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).
Dimana fungsi budgetair (sumber keuangan negara) merupakan salah satu sumber
penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan,
sedangkan fungsi regularend (pengatur) merupakan alat ukur mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh (Rahayu, 2010, p.25) pajak
mempunyai dua fungsi, diantaranya fungsi budgetair (anggaran) dan fungsi
regulerend. Fungsi budgetair (anggaran) berfungsi mengisi kas negara atau
anggaran pendapatan negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum
pemerintah baik rutin maupun untuk pembangunan, sedangkan fungsi regulerend
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan kebijakan
yang ditetapkan negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan
tertentu.
Berdasarkan fungsi pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak
terbagi kepada 2 fungsi, yang fungsinya adalah fungsi budgetair dan fungsi
regularend. Dimana pengertian dari fungsi anggaran adalah sebagai sumber dana
bagi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang dananya
Politeknik Aceh
7
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan dalam
pemerintah. Sedangkan fungsi mengatur adalah sebagai alat untuk mengatur dana-
dana pajak yang masuk maupun dana pajak yang keluar, sehingga dana yang
digunakan terkendali dengan baik.
2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem yaitu sebagai
berikut:
1. Official Assessment system
Menurut (Mardiasmo, 2005, p.7), Official Assessment system adalah suatu
sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Sedangkan menurut
(Resmi, 2008, p.9), Official Assessment system yaitu sistem pemungutan yang
memberi kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri
jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur pajak.
2. Self Assessment System
Menurut (Mardiasmo, 2005, p.7), Self Assessment System adalah suatu
sistem pemungutan yang memberi wewenang sepenuhnya kepada wajib pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak terutang. Sedangkan menurut (Resmi, 2008, p.9), Self Assesment
System yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak
dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
3. With Holding System
Menurut (Mardiasmo, 2005, p.7), With holding System adalah suatu sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan
bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak. With Holding System yaitu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perpajakan
yang berlaku.
Politeknik Aceh
8
Berdasarkan uraian sistem pemungutan pajak di atas, dapat disimpulkan
bahwa sistem pemungutan pajak terbagi kepada tiga macam, yaitu Official
Assessment System, Self Assessment System dan With Holding System. Dimana
Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang dihitung
dan dipungut oleh kantor pajak, kemudian Self Assessment System merupakan
sistem pemungutan pajak yang menghitung dan melaporkan sendiri pajak terutang
ke kantor pajak, sedangkan With Holding System merupakan sistem pemungutan
pajak yang pajaknya dihitung maupun dilaporkan oleh pihak ketiga, selain
pengusaha kena pajak dan kantor pajak.
2.2. Pajak Daerah
Pajak secara umum terbagi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak
pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pusat sedangkan pajak daerah adalah
pajak yang dipungut oleh daerah. Dalam hal ini, pajak daerah memiliki hal-hal
penting yang akan diuraikan lebih jelasnya, yaitu pengertian pajak daerah, jenis-
jenis pajak daerah dan dasar hukum pajak daerah.
2.2.1. Pengertian Pajak Daerah
Pajak daerah menurut Prakosa (2005, p.2):
“Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.
Sedangkan menurut Resmi (2008, p.9) “Pajak daerah adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun
daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah masing-masing.” Pendapat lainnya dikemukakan oleh Marsyahrul
(2006, p.5) “Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah
(baik pemerintah Tk.I, maupun pemerintah daerah Tk.II) dan hasil dipergunakan
untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah.” Pajak daerah
dipungut dan digunakan untuk kesejahteraan daerah masing-masing. Semakin
tinggi pajak daerah, maka semakin tinggi pendapatan daerah. Tingginya
Politeknik Aceh
9
pendapatan daerah akan mensejahterakan daerah, salah satunya dalam hal
pembangunan daerah.
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, pajak daerah adalah
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik pemerintah Tk.I maupun
pemerintah daerah Tk.II berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di daerah masing-masing. Hasil dari pajak digunakan untuk membiayai
pembangunan daerah.
2.2.2. Jenis-Jenis Pajak Daerah
Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
1. Pajak Provinsi, terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor; adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan kendaraan bermotor.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; adalah pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau
perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar,
hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; adalah pajak atas penggunaan
bahan bakar kendaraan bermotor.
d. Pajak Air Permukaan; adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan
air permukaan.
e. Pajak Rokok; adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
pemerintah.
2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:
a. Pajak Hotel; adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
b. Pajak Restoran; adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
c. Pajak Hiburan; adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
d. Pajak Reklame; adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
e. Pajak Penerangan Jalan; adalah pajak atas penggunaaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
Politeknik Aceh
10
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; adalah pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di
dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
g. Pajak Parkir; adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor.
h. Pajak Air Tanah; adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air
tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet; adalah pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung wallet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; adalah pajak atas bumi
dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; adalah pajak atas perolehan
hak atas tanah dan/atau bangunan.
2.2.3. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah
Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah
Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 dan
kemudian diubah lagi yang terakhir dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2009.
2.3. Pajak Hotel
Pajak hotel merupakan salah satu pajak daerah untuk kapubaten/kota. Hal-
hal penting yang akan dijelaskan dalam pajak hotel diantaranya adalah pengertian
pajak hotel, dasar hukum pajak hotel, objek pajak hotel, bukan objek pajak hotel,
subjek dan wajib pajak hotel, dasar pengenaan, tarif dan tata cara perhitungan
pajak hotel, pembayaran pajak hotel serta pelaporan pajak dan surat
pemberitahuan pajak daerah (SPTPD).
Politeknik Aceh
11
2.3.1. Pengertian Pajak Hotel
Sebelum kita mengetahui pengertian dari pajak hotel, terlebih dahulu kita
mengetahui pengertian dari hotel itu sendiri. Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011
(2011):
“Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).”
Menurut pendapat lainnya (Sulastiyono, 2006, p.5):
“Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus.”
Sedangkan menurut Siahaan (2006, p.245) “Hotel adalah penginapan atau
rumah penginapan yang memungut bayaran.” Dengan demikian, pengertian pajak
hotel adalah pajak atas pelayanan hotel (Siahaan, 2006, p.245). Hal yang sama
juga dijelaskan dalam Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011, p.4), pajak hotel adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel yang dimaksud disini
adalah tempat menginap atau tempat peristirahatan lainnya, seperti motel, losmen,
gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan
sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) yang
dipungut bayaran sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan. Semua tempat
penginapan seperti yang disebutkan di atas diwajibkan untuk membayar pajak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3.2. Dasar Hukum Pajak Hotel
Adapun dasar hukum tentang pajak hotel antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang sebelumnya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi.
Politeknik Aceh
12
2. Qanun Kota Banda Aceh Nomor 6 Tahun 2011 yang mengatur tentang pajak
hotel sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak hotel pada
kabupaten/kota Banda Aceh.
2.3.3. Objek Pajak Hotel
Pajak hotel mempunyai objek yang dapat dikenakan pajak hotel dan juga
mempunyai objek yang tidak dapat dikenakan pajak hotel. Tidak semua objek
yang ada di hotel dapat dikenakan pajak hotel.
2.3.3.1.Objek Pajak Hotel
Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011), objek pajak hotel adalah
pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa
penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang yang
dimaksud adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotocopy, pelayanan
cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau
dikelola hotel.
Menurut Siahaan (2006, p.247), objek pajak hotel adalah pelayanan yang
disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk pelayanan sebagaimana di
bawah ini:
a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian
rumah penginapan termasuk rumah kos dengan sepuluh kamar atau lebih yang
menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas
tinggal jangka pendek antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma
pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen, dan rumah penginapan.
b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat
tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan. Pelayanan penunjang, antara lain telepon, faksimile, teleks,
fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang
disediakan atau dikelola hotel.
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel,
bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain pusat kebugaran
Politeknik Aceh
13
(fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang
disediakan atau dikelola hotel.
d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
2.3.3.2.Objek Bukan Pajak Hotel
Pada pajak hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh penginapan
dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak,
yaitu (Siahaan, 2006, p.248):
a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan atau fasilitas tempat tinggal
lainnya yang tidak menyatu dengan hotel;
b. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren;
c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang digunakan oleh
bukan tamu hotel dengan pembayaran;
d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, dan salon yang digunakan oleh umum di
hotel; dan
e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat
dimanfaatkan oleh umum.
Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011) yang bukan merupakan objek
pajak adalah:
a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah;
b. Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya;
c. Jasa di tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan
dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan
e. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel
yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
2.3.4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel
Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Secara sederhana yang
menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan
Politeknik Aceh
14
yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak
adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun
yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang
jasa penginapan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak hotel
tidak sama. Konsumen yag menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak
yang membayar (menangggung) pajak, sedangkan pengusaha hotel bertindak
sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari
konsumen (subjek pajak) dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya
(Siahaan, 2006, p.248).
2.3.5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel
Menurut Siahaan (2006, p.249), Dasar pengenaan pajak hotel adalah
jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi
oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga
pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa
adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha
hotel, baik langsung atau tidak langsung, berada di bawah kepemilikan atau
penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.
Contoh pembayaran, misalnya seseorang menginap di hotel “ABC” dan
melakukan pembayaran atas:
Jasa sewa kamar Rp xxx
Jasa binatu Rp xxx
Jasa telepon Rp xxx
Jumlah Rp xxx
Service Charge 10% Rp xxx
Jumlah pembayaran Rp xxx
Pembayaran yang dimaksud adalah pembayaran sebelum dikenakan pajak hotel,
yaitu sebesar Rp xxx.
Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota
untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-
Politeknik Aceh
15
masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota
diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda
dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen (Siahaan,
2005, p.250). Secara umum, perhitungan pajak hotel adalah dengan rumus sebagai
berikut:
Pajak Terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak
= Tarif pajak X Jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada hotel…………………………...….…(2.1)
Keterangan:
Pajak terutang : Jumlah pembayaran pajak yang harus dibayarkan oleh
wajib pajak kepada aparatur pajak.
Tarif pajak : Tarif pajak hotel yang ditentukan oleh pemerintah
daerah.
Dasar pengenaan pajak : Jumlah pembayaran yang dibayarkan kepada hotel
Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011), dasar pengenaan pajak hotel
adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Tarif pajak
hotel adalah sebesar 10% (sepuluh persen). Besaran pokok pajak hotel yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak
hotel. Untuk lebih jelasnya dapat ditulis sebagai berikut:
Pajak Terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak hotel…..(2.2)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perhitungan pajak
hotel secara umum sama dengan perhitungan pajak hotel menurut Qanun nomor 6
tahun 2011 yang berlaku di kota Banda Aceh. Keduanya mempunyai tarif yang
sama, yaitu 10% (sepuluh persen) dan juga sama-sama dikalikan dengan dasar
pengenaan pajak hotel.
Politeknik Aceh
16
2.3.6. Penetapan dan Pemungutan Pajak Hotel
2.3.6.1 Cara Pemungutan Pajak Hotel
Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011), Wajib pajak wajib membayar
pajak yang terutang dengan dibayar sendiri berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Wajib pajak menghitung, memperhitungkan, dan
menetapkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Wajib pajak yang memenuhi kewajiban
perpajakan dengan membayar sendiri pajak yang terutang berdasarkan Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang
Bayar (SKPDKB), dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan
(SKPDKBT).
SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan daerah. SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah
pajak yang masih harus dibayar. SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (Qanun nomor 6
tahun 2011, 2011).
Berdasarkan Qanun yang ada, kota Banda Aceh telah menerapkan sistem
pemungutan yang dilakukan oleh sendiri, mulai dari menghitung, melaporkan
sampai dengan membayar pajaknya sendiri. Bagi wajib pajak yang telah
menerapkan sistem ini, maka dianggap telah mematuhi peraturan yang berlaku.
Sebaliknya bagi yang tidak menerapkan, maka akan dikenakan sanksi
administratif sebesar 2% (dua persen) dari pajak terutangnya seperti yang telah
disebutkan dalam Qanun nomor 6 tahun 2011 pasal 12.
2.3.6.2.Penetapan Pajak Hotel
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutang pajak, walikota
dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN. SKPDKB dikeluarkan
dalam beberapa hal, yaitu jika berdasarkan hasil pemeriksaaan atau keterangan
Politeknik Aceh
17
lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, jika SPTPD tidak disampaikan
kepada walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran
dan jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan. SKPDKBT dikeluarkan jika ditemukan data baru dan/atau data
yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang
terutang. SKPDN dikeluarkan jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
(Qanun nomor 6 tahun 2011, 2011).
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB akan dikenakan
sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari
pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak, sehingga jumlah pajak
yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan
25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak (Qanun nomor 6 tahun 2011, 2011).
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT dikenakan
sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
kekurangan pajak tersebut. Kenaikan 100% tidak akan dikenakan apabila wajib
pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan (Qanun nomor
6 tahun 2011, 2011).
2.3.7. Pembayaran Pajak Hotel
Pembayaran pajak daerah dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak Daerah (SSPD) dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam
peraturan daerah, misalnya selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya
dari masa pajak terutang setelah berakhirnya masa pajak. Pembayaran pajak harus
dilakukan sekaligus atau lunas. Kepada wajib pajak yang telah melakukan
pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam
buku penerimaan (Siahaan, 2005, p.259).
Politeknik Aceh
18
Dalam kondisi tertentu, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat
memberikan persetujuan untuk memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur pembayaran pajak hotel terutang dalam kurun waktu tertentu setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persetujuan untuk mengangsur
merupakan permohonan dari wajib pajak. Angsuran pembayaran pajak yang
terutang harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut. Selain memberikan
peretujuan untuk mengangsur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat
memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak
dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Pemberian persetujuan untuk mengangsur maupun menunda pembayaran pajak
dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang
bayar (Siahaan, 2005, p.260).
Walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya
pajak. Pembayaran pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk
oleh walikota. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. Walikota
dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda dan
mengangsur pajak terutang pada kurun waktu tertentu, setelah memenuhi
persyaratan yang ditentukan. Penundaan pembayaran pajak dilakukan sampai
batas waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% perbulan dari
jumlah pajak yang belum atau kurang bayar. Angsuran pembayaran pajak
dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2%
perbulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar (Qanun nomor 6 tahun
2011, 2011, p.12).
2.3.8. Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
Wajib pajak hotel wajib melaporkan kepada bupati/walikota, dalam
praktik sehari-hari adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota,
tentang perhitungan dan pembayaran pajak hotel yang terutang. Wajib pajak yang
telah memiliki NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah) setiap awal masa
pajak wajib mengisi SPTPD. Seluruh data perpajakan yang diperoleh dari daftar
isian tersebut dihimpun dan dicatat atau dituangkan dalam berkas atau kartu data
Politeknik Aceh
19
yang merupakan hasil akhir yang akan dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan
dan penetapan pajak yang terutang. Keterangan dan dokumen yang harus
dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPTPD ditetapkan oleh bupati/walikota
(Siahaan, 2006, p.255).
Dalam melaporkan pajak hotel, pemerintah memberi waktu dalam batas
waktu selambat-lambatnya 30 hari bulan berikutnya. SPTPD dianggap tidak
dimasukkan jika wajib pajak tidak melaksanakan atau tidak sepenuhnya
melaksanakan ketentuan pengisian dan penyampaian SPTPD yang telah
ditetapkan. Wajib pajak yang tidak melaporkan atau melaporkan tidak sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi
berupa denda sesuai ketentuan dalam peraturan daerah (Siahaan, 2006, p.255).
Politeknik Aceh