bab ii

23
BAB II DASAR TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak tidak terlepas dari masyarakat umum, setiap masyarakat diwajibkan untuk membayar pajak yang dikenakan terhadap masing-masing masyarakat itu sendiri tergantung dari jenis pajak yang dikenakan. Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Soemitro “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (dalam Agus dan Trisnawati, 2008, p.3). Sedangkan menurut Markus (2005, p.1) “Pajak adalah sebagian harta kekayaan rakyat (swasta) yang berdasarkan undang-undang, wajib diberikan oleh rakyat kepada negara tanpa mendapat kontra prestasi secara individual dan langsung dari negara.” Kemudian menurut Diana dan Setiawati (2010, p.1) “Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pajak 5 Politeknik Aceh

Upload: muharraran-haq

Post on 27-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tentang pajak

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pajak

2.1.1. Pengertian Pajak

Pajak tidak terlepas dari masyarakat umum, setiap masyarakat diwajibkan

untuk membayar pajak yang dikenakan terhadap masing-masing masyarakat itu

sendiri tergantung dari jenis pajak yang dikenakan. Membahas mengenai

perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Soemitro

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat timbal balik (kontra prestasi) yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum” (dalam Agus dan Trisnawati, 2008, p.3).

Sedangkan menurut Markus (2005, p.1) “Pajak adalah sebagian harta

kekayaan rakyat (swasta) yang berdasarkan undang-undang, wajib diberikan oleh

rakyat kepada negara tanpa mendapat kontra prestasi secara individual dan

langsung dari negara.” Kemudian menurut Diana dan Setiawati (2010, p.1) “Pajak

adalah konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pajak sangat berpengaruh di dalam

sebuah negara, dengan adanya pajak maka rakyat semakin makmur. Walaupun

pajak bersifat memaksa, tetapi hasil dari pajak tersebut digunakan hanya untuk

kemakmuran rakyat.

Dari ketiga definisi di atas terdapat persamaan dan perbedaan pandangan

atau prinsip mengenai pajak. Perbedaan mengenai ketiga definisi tersebut hanya

penggunaan gaya bahasa atau kalimatnya saja, sedangkan persamaan pendapat

tersebut mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.

2. Tidak ada timbal jasa (kontra prestasi) secara langsung.

3. Dapat dipaksakan.

4. Hasilnya untuk membiayai pembangunan.

5 Politeknik Aceh

Page 2: BAB II

6

Dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran masyarakat kepada negara

(yang dapat dipaksakan) yang dibayarkan oleh wajib pajak sesuai dengan

peraturan undang-undang yang berlaku dan tidak mendapatkan timbal jasa (kontra

prestasi) secara langsung. Pajak digunakan sebagai dana untuk membiayai

pembangunan negara, misalnya jalan, jembatan, sekolah dan sebagainya.

2.1.2. Fungsi Pajak

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang mempunyai dua fungsi

(Mardiasmo, 2005, p.1), yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur

(regulerend). Dimana fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi

pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, sedangkan fungsi

mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah dalam

bidang sosial ekonomi.

Menurut (Resmi, 2008, p.3) pajak juga mempunyai dua fungsi, yaitu

fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).

Dimana fungsi budgetair (sumber keuangan negara) merupakan salah satu sumber

penerimaan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan,

sedangkan fungsi regularend (pengatur) merupakan alat ukur mengatur atau

melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta

mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh (Rahayu, 2010, p.25) pajak

mempunyai dua fungsi, diantaranya fungsi budgetair (anggaran) dan fungsi

regulerend. Fungsi budgetair (anggaran) berfungsi mengisi kas negara atau

anggaran pendapatan negara, yang digunakan untuk keperluan pembiayaan umum

pemerintah baik rutin maupun untuk pembangunan, sedangkan fungsi regulerend

berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau alat untuk melaksanakan kebijakan

yang ditetapkan negara dalam bidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan

tertentu.

Berdasarkan fungsi pajak di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi pajak

terbagi kepada 2 fungsi, yang fungsinya adalah fungsi budgetair dan fungsi

regularend. Dimana pengertian dari fungsi anggaran adalah sebagai sumber dana

bagi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang dananya

Politeknik Aceh

Page 3: BAB II

7

digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan dalam

pemerintah. Sedangkan fungsi mengatur adalah sebagai alat untuk mengatur dana-

dana pajak yang masuk maupun dana pajak yang keluar, sehingga dana yang

digunakan terkendali dengan baik.

2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem yaitu sebagai

berikut:

1. Official Assessment system

Menurut (Mardiasmo, 2005, p.7), Official Assessment system adalah suatu

sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Sedangkan menurut

(Resmi, 2008, p.9), Official Assessment system yaitu sistem pemungutan yang

memberi kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri

jumlah pajak terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perpajakan yang

berlaku dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur pajak.

2. Self Assessment System

Menurut (Mardiasmo, 2005, p.7), Self Assessment System adalah suatu

sistem pemungutan yang memberi wewenang sepenuhnya kepada wajib pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri

besarnya pajak terutang. Sedangkan menurut (Resmi, 2008, p.9), Self Assesment

System yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak

dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai

dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

3. With Holding System

Menurut (Mardiasmo, 2005, p.7), With holding System adalah suatu sistem

pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan

bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak. With Holding System yaitu sistem pemungutan pajak

yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perpajakan

yang berlaku.

Politeknik Aceh

Page 4: BAB II

8

Berdasarkan uraian sistem pemungutan pajak di atas, dapat disimpulkan

bahwa sistem pemungutan pajak terbagi kepada tiga macam, yaitu Official

Assessment System, Self Assessment System dan With Holding System. Dimana

Official Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang dihitung

dan dipungut oleh kantor pajak, kemudian Self Assessment System merupakan

sistem pemungutan pajak yang menghitung dan melaporkan sendiri pajak terutang

ke kantor pajak, sedangkan With Holding System merupakan sistem pemungutan

pajak yang pajaknya dihitung maupun dilaporkan oleh pihak ketiga, selain

pengusaha kena pajak dan kantor pajak.

2.2. Pajak Daerah

Pajak secara umum terbagi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak

pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pusat sedangkan pajak daerah adalah

pajak yang dipungut oleh daerah. Dalam hal ini, pajak daerah memiliki hal-hal

penting yang akan diuraikan lebih jelasnya, yaitu pengertian pajak daerah, jenis-

jenis pajak daerah dan dasar hukum pajak daerah.

2.2.1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah menurut Prakosa (2005, p.2):

“Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.

Sedangkan menurut Resmi (2008, p.9) “Pajak daerah adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun

daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah

tangga daerah masing-masing.” Pendapat lainnya dikemukakan oleh Marsyahrul

(2006, p.5) “Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah

(baik pemerintah Tk.I, maupun pemerintah daerah Tk.II) dan hasil dipergunakan

untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah.” Pajak daerah

dipungut dan digunakan untuk kesejahteraan daerah masing-masing. Semakin

tinggi pajak daerah, maka semakin tinggi pendapatan daerah. Tingginya

Politeknik Aceh

Page 5: BAB II

9

pendapatan daerah akan mensejahterakan daerah, salah satunya dalam hal

pembangunan daerah.

Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, pajak daerah adalah

pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik pemerintah Tk.I maupun

pemerintah daerah Tk.II berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

di daerah masing-masing. Hasil dari pajak digunakan untuk membiayai

pembangunan daerah.

2.2.2. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah dibagi

menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pajak Provinsi, terdiri dari:

a. Pajak Kendaraan Bermotor; adalah pajak atas kepemilikan dan/atau

penguasaan kendaraan bermotor.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; adalah pajak atas penyerahan hak

milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau

perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar,

hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; adalah pajak atas penggunaan

bahan bakar kendaraan bermotor.

d. Pajak Air Permukaan; adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan

air permukaan.

e. Pajak Rokok; adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh

pemerintah.

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:

a. Pajak Hotel; adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

b. Pajak Restoran; adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

c. Pajak Hiburan; adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.

d. Pajak Reklame; adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.

e. Pajak Penerangan Jalan; adalah pajak atas penggunaaan tenaga listrik, baik

yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

Politeknik Aceh

Page 6: BAB II

10

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; adalah pajak atas kegiatan

pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di

dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

g. Pajak Parkir; adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan

jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang

disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan

kendaraan bermotor.

h. Pajak Air Tanah; adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air

tanah.

i. Pajak Sarang Burung Walet; adalah pajak atas kegiatan pengambilan

dan/atau pengusahaan sarang burung wallet.

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; adalah pajak atas bumi

dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh

orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan

usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; adalah pajak atas perolehan

hak atas tanah dan/atau bangunan.

2.2.3. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah

Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah

Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.34 Tahun 2000 dan

kemudian diubah lagi yang terakhir dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2009.

2.3. Pajak Hotel

Pajak hotel merupakan salah satu pajak daerah untuk kapubaten/kota. Hal-

hal penting yang akan dijelaskan dalam pajak hotel diantaranya adalah pengertian

pajak hotel, dasar hukum pajak hotel, objek pajak hotel, bukan objek pajak hotel,

subjek dan wajib pajak hotel, dasar pengenaan, tarif dan tata cara perhitungan

pajak hotel, pembayaran pajak hotel serta pelaporan pajak dan surat

pemberitahuan pajak daerah (SPTPD).

Politeknik Aceh

Page 7: BAB II

11

2.3.1. Pengertian Pajak Hotel

Sebelum kita mengetahui pengertian dari pajak hotel, terlebih dahulu kita

mengetahui pengertian dari hotel itu sendiri. Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011

(2011):

“Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).”

Menurut pendapat lainnya (Sulastiyono, 2006, p.5):

“Hotel adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus.”

Sedangkan menurut Siahaan (2006, p.245) “Hotel adalah penginapan atau

rumah penginapan yang memungut bayaran.” Dengan demikian, pengertian pajak

hotel adalah pajak atas pelayanan hotel (Siahaan, 2006, p.245). Hal yang sama

juga dijelaskan dalam Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011, p.4), pajak hotel adalah

pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel yang dimaksud disini

adalah tempat menginap atau tempat peristirahatan lainnya, seperti motel, losmen,

gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan

sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) yang

dipungut bayaran sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan. Semua tempat

penginapan seperti yang disebutkan di atas diwajibkan untuk membayar pajak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.3.2. Dasar Hukum Pajak Hotel

Adapun dasar hukum tentang pajak hotel antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang sebelumnya diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi.

Politeknik Aceh

Page 8: BAB II

12

2. Qanun Kota Banda Aceh Nomor 6 Tahun 2011 yang mengatur tentang pajak

hotel sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak hotel pada

kabupaten/kota Banda Aceh.

2.3.3. Objek Pajak Hotel

Pajak hotel mempunyai objek yang dapat dikenakan pajak hotel dan juga

mempunyai objek yang tidak dapat dikenakan pajak hotel. Tidak semua objek

yang ada di hotel dapat dikenakan pajak hotel.

2.3.3.1.Objek Pajak Hotel

Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011), objek pajak hotel adalah

pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa

penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan

kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang yang

dimaksud adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotocopy, pelayanan

cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau

dikelola hotel.

Menurut Siahaan (2006, p.247), objek pajak hotel adalah pelayanan yang

disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk pelayanan sebagaimana di

bawah ini:

a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Dalam pengertian

rumah penginapan termasuk rumah kos dengan sepuluh kamar atau lebih yang

menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas

tinggal jangka pendek antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma

pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen, dan rumah penginapan.

b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat

tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan

kenyamanan. Pelayanan penunjang, antara lain telepon, faksimile, teleks,

fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang

disediakan atau dikelola hotel.

c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel,

bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain pusat kebugaran

Politeknik Aceh

Page 9: BAB II

13

(fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang

disediakan atau dikelola hotel.

d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

2.3.3.2.Objek Bukan Pajak Hotel

Pada pajak hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh penginapan

dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak,

yaitu (Siahaan, 2006, p.248):

a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan atau fasilitas tempat tinggal

lainnya yang tidak menyatu dengan hotel;

b. Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren;

c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang digunakan oleh

bukan tamu hotel dengan pembayaran;

d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, dan salon yang digunakan oleh umum di

hotel; dan

e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat

dimanfaatkan oleh umum.

Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011) yang bukan merupakan objek

pajak adalah:

a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau

pemerintah daerah;

b. Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya;

c. Jasa di tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;

d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan

dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan

e. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel

yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

2.3.4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel

Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau

badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Secara sederhana yang

menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan

Politeknik Aceh

Page 10: BAB II

14

yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak

adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun

yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang

jasa penginapan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak hotel

tidak sama. Konsumen yag menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak

yang membayar (menangggung) pajak, sedangkan pengusaha hotel bertindak

sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari

konsumen (subjek pajak) dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya

(Siahaan, 2006, p.248).

2.3.5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel

Menurut Siahaan (2006, p.249), Dasar pengenaan pajak hotel adalah

jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi

oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga

pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa

adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha

hotel, baik langsung atau tidak langsung, berada di bawah kepemilikan atau

penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.

Contoh pembayaran, misalnya seseorang menginap di hotel “ABC” dan

melakukan pembayaran atas:

Jasa sewa kamar Rp xxx

Jasa binatu Rp xxx

Jasa telepon Rp xxx

Jumlah Rp xxx

Service Charge 10% Rp xxx

Jumlah pembayaran Rp xxx

Pembayaran yang dimaksud adalah pembayaran sebelum dikenakan pajak hotel,

yaitu sebesar Rp xxx.

Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan

ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota

untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-

Politeknik Aceh

Page 11: BAB II

15

masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota

diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda

dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen (Siahaan,

2005, p.250). Secara umum, perhitungan pajak hotel adalah dengan rumus sebagai

berikut:

Pajak Terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak

= Tarif pajak X Jumlah pembayaran yang dilakukan

kepada hotel…………………………...….…(2.1)

Keterangan:

Pajak terutang : Jumlah pembayaran pajak yang harus dibayarkan oleh

wajib pajak kepada aparatur pajak.

Tarif pajak : Tarif pajak hotel yang ditentukan oleh pemerintah

daerah.

Dasar pengenaan pajak : Jumlah pembayaran yang dibayarkan kepada hotel

Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011), dasar pengenaan pajak hotel

adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Tarif pajak

hotel adalah sebesar 10% (sepuluh persen). Besaran pokok pajak hotel yang

terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak

hotel. Untuk lebih jelasnya dapat ditulis sebagai berikut:

Pajak Terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak hotel…..(2.2)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perhitungan pajak

hotel secara umum sama dengan perhitungan pajak hotel menurut Qanun nomor 6

tahun 2011 yang berlaku di kota Banda Aceh. Keduanya mempunyai tarif yang

sama, yaitu 10% (sepuluh persen) dan juga sama-sama dikalikan dengan dasar

pengenaan pajak hotel.

Politeknik Aceh

Page 12: BAB II

16

2.3.6. Penetapan dan Pemungutan Pajak Hotel

2.3.6.1 Cara Pemungutan Pajak Hotel

Menurut Qanun nomor 6 tahun 2011 (2011), Wajib pajak wajib membayar

pajak yang terutang dengan dibayar sendiri berdasarkan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Wajib pajak menghitung, memperhitungkan, dan

menetapkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan Surat

Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Wajib pajak yang memenuhi kewajiban

perpajakan dengan membayar sendiri pajak yang terutang berdasarkan Surat

Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang

Bayar (SKPDKB), dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan

(SKPDKBT).

SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan

perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak,

dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan daerah. SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah

kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah

pajak yang masih harus dibayar. SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang

menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (Qanun nomor 6

tahun 2011, 2011).

Berdasarkan Qanun yang ada, kota Banda Aceh telah menerapkan sistem

pemungutan yang dilakukan oleh sendiri, mulai dari menghitung, melaporkan

sampai dengan membayar pajaknya sendiri. Bagi wajib pajak yang telah

menerapkan sistem ini, maka dianggap telah mematuhi peraturan yang berlaku.

Sebaliknya bagi yang tidak menerapkan, maka akan dikenakan sanksi

administratif sebesar 2% (dua persen) dari pajak terutangnya seperti yang telah

disebutkan dalam Qanun nomor 6 tahun 2011 pasal 12.

2.3.6.2.Penetapan Pajak Hotel

Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutang pajak, walikota

dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT dan SKPDN. SKPDKB dikeluarkan

dalam beberapa hal, yaitu jika berdasarkan hasil pemeriksaaan atau keterangan

Politeknik Aceh

Page 13: BAB II

17

lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, jika SPTPD tidak disampaikan

kepada walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis

tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran

dan jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung

secara jabatan. SKPDKBT dikeluarkan jika ditemukan data baru dan/atau data

yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang

terutang. SKPDN dikeluarkan jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya

dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak

(Qanun nomor 6 tahun 2011, 2011).

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB akan dikenakan

sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari

pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua

puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak, sehingga jumlah pajak

yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan

25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif

berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang

atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)

bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak (Qanun nomor 6 tahun 2011, 2011).

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT dikenakan

sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah

kekurangan pajak tersebut. Kenaikan 100% tidak akan dikenakan apabila wajib

pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan (Qanun nomor

6 tahun 2011, 2011).

2.3.7. Pembayaran Pajak Hotel

Pembayaran pajak daerah dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran

Pajak Daerah (SSPD) dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam

peraturan daerah, misalnya selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya

dari masa pajak terutang setelah berakhirnya masa pajak. Pembayaran pajak harus

dilakukan sekaligus atau lunas. Kepada wajib pajak yang telah melakukan

pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam

buku penerimaan (Siahaan, 2005, p.259).

Politeknik Aceh

Page 14: BAB II

18

Dalam kondisi tertentu, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat

memberikan persetujuan untuk memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk

mengangsur pembayaran pajak hotel terutang dalam kurun waktu tertentu setelah

memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persetujuan untuk mengangsur

merupakan permohonan dari wajib pajak. Angsuran pembayaran pajak yang

terutang harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut. Selain memberikan

peretujuan untuk mengangsur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat

memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak

dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Pemberian persetujuan untuk mengangsur maupun menunda pembayaran pajak

dikenakan bunga sebesar 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang

bayar (Siahaan, 2005, p.260).

Walikota menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran

pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya

pajak. Pembayaran pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk

oleh walikota. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. Walikota

dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda dan

mengangsur pajak terutang pada kurun waktu tertentu, setelah memenuhi

persyaratan yang ditentukan. Penundaan pembayaran pajak dilakukan sampai

batas waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% perbulan dari

jumlah pajak yang belum atau kurang bayar. Angsuran pembayaran pajak

dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2%

perbulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar (Qanun nomor 6 tahun

2011, 2011, p.12).

2.3.8. Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

Wajib pajak hotel wajib melaporkan kepada bupati/walikota, dalam

praktik sehari-hari adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota,

tentang perhitungan dan pembayaran pajak hotel yang terutang. Wajib pajak yang

telah memiliki NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah) setiap awal masa

pajak wajib mengisi SPTPD. Seluruh data perpajakan yang diperoleh dari daftar

isian tersebut dihimpun dan dicatat atau dituangkan dalam berkas atau kartu data

Politeknik Aceh

Page 15: BAB II

19

yang merupakan hasil akhir yang akan dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan

dan penetapan pajak yang terutang. Keterangan dan dokumen yang harus

dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPTPD ditetapkan oleh bupati/walikota

(Siahaan, 2006, p.255).

Dalam melaporkan pajak hotel, pemerintah memberi waktu dalam batas

waktu selambat-lambatnya 30 hari bulan berikutnya. SPTPD dianggap tidak

dimasukkan jika wajib pajak tidak melaksanakan atau tidak sepenuhnya

melaksanakan ketentuan pengisian dan penyampaian SPTPD yang telah

ditetapkan. Wajib pajak yang tidak melaporkan atau melaporkan tidak sesuai

dengan batas waktu yang telah ditentukan akan dikenakan sanksi administrasi

berupa denda sesuai ketentuan dalam peraturan daerah (Siahaan, 2006, p.255).

Politeknik Aceh