bab ii
DESCRIPTION
bab 2 skripsiTRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. KAJIAN TEORI
1. Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan proses yang ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku individu. Slameto (1991: 78) mengemukakan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Menurut Gredler dalam Djaafar (2001: 82)
“Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan,
keterampilan dan sikap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh perubahan tingkah laku baik itu kecakapan, keterampilan
dan sikap.
Suatu proses pembelajaran dapat dikatakan efektif bila proses
pembelajaran tersebut dapat mewujudkan sasaran atau hasil belajar
tertentu. Cagne dan Bigs dalam Djaafar (2001: 2) mengemukakan
bahwa pembelajaran adalah rangkaian peristiwa yang mempengaruhi
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung
dengan mudah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika
seorang siswa perlu mengetahui tentang bagaimana belajar matematika.
8
9
Belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana
menggunakannya dalam membuat keputusan untuk menyelesaikan
masalah. Belajar matematika akan lebih bermakna jika proses
pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang
terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan
yang terkait antar konsep-konsep dan struktur, Bruner dalam
Suherman,dkk, (2003: 43).
Pembelajaran Matematika sebaiknya lebih banyak melibatkan
siswa dalam mengkontruksi pengetahuan bagi dirinya sendiri.
Pengetahuan itu bukan hasil proses transformasi dari guru semata, guru
hanya berperan mendorong dan memfasilitasi siswa belajar, seperti
yang dikatakan Nikson dalam Muliyardi (2002: 3) bahwa:
Pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkrontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali. Transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atau prinsip baru. Transformasi tersebut dapat mudah terjadi bila terjadi pemahaman karena terbentuknya schemata dalam benak siswa.
Jadi pembelajaran matematika hendaknya diarahkan pada
konsep-konsep tertentu yang berkaitan dengan apa dan bagaimana
menggunakannya dalam menyelesaikan masalah sehingga siswa
mampu untuk mengkrontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip
matematika dengan kemampuannya sendiri. Oleh karena itu guru harus
10
bisa menciptakan pembelajaran matematika yang lebih bermakna,
sebagai hasil dari pengalaman sendiri yang dialami siswa.
2. Pendidikan Matematika Realistik
a. Pendidikan Matematika Realistik
Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu suatu
pendekatan khusus dalam pembelajaran matematika yang
dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal sejak tahun 1971.
PMR menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,
bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika
harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh
dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics
(penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan
harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan
kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara
mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi
(konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar.
Pada proses pembelajaran dengan pendekatan PMR, siswa
belajar matematisasi soal-soal kontekstual (horizontal matematisasi)
yaitu proses menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata. Pada awal
proses pembelajaran, siswa memecahkan masalah secara informal
(menggunakan bahasa sendiri) dan setelah siswa familiar dengan
proses pemecahan yang serupa, barulah siswa menggunakan bahasa
yang lebih formal dan di akhir proses siswa akan menemukan suatu
11
Pengetahuan Formal matematika
algoritma (vertikal matematisasi) yaitu proses formalisasi konsep
matematika Gravemeijer dalam Fauzan (2002: 40) menggambarkan
proses matematisasi sebagai berikut:
Vertikal
matematisasi Horizontal
Matematisasi
Menurut Freudenthal dalam Windayana (2007: 2), matematika
sebagai aktivitas manusia atau mathematics as a human activity.
Pandangan ini mengharuskan matematika dipelajari secara aktif.
Gagasan kunci dari matematika realistik adalah memberi kesempatan
kepada siswa menemukan kembali konsep-konsep matematika melalui
bimbingan guru (guide reinvention ). Melalui pengetahuan informal
siswa, guru membimbing siswa sampai menemukan konsep-konsep
matematika sebagai pengetahuan formal. Melalui memecahkan
contextual problem yang dipahami, siswa menggunakan pengetahuan
informal untuk menemukan konsep-konsep matematika. Proses seperti
Masalah kontekstual
Analisa
Pemecahan
Algoritma Bahasa Matematika
12
ini mendorong siswa belajar secara interaktif, karena guru hanya
berperan membangun ide dasar siswa.
b. Prinsip-Prinsip Pendidikan Matematika Realistik
Menurut Gravemeijer dalam Fauzan (2002: 35), Prinsip-prinsip
pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah sebagai berikut:
1. Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization).
2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology) 3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed
model)
Penjelasan dari ketiga prinsip di atas menurut Dhoruri (2010:3)
sebagai berikut:
1. Prinsip reinvention, dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi.
2. Fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata.
3. Mengembangkan model adalah dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara penyelesaian masalah, tetapi
13
siswa sendiri yang menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri.
c. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik
Menurut Treffers dalam Wijaya (2011: 21), karakteristik
Pendidikan Matematika Realistik yaitu :
1. Penggunaan Konteks 2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif 3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa 4. Interaktivitas 5. Keterkaitan (interwinement)
Penjelasan dari kelima karektistik PMR diatas sebagai berikut :
1) Penggunaan Konteks
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah
dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan
alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan
bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan
konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan
eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya
bertujuan untuk menemukan jawaban akhir siswa dari
permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk
mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang
bisa digunakan.
14
2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam
melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model
berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan
matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan mateatika tingkat
formal. Model merupakan suatu alat “vertikal” dalam
matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi.
3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak
diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai
tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka
dalam pendidikan matematika realistik siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan
strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh
strategi bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya
digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.
4) Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu
melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.
Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna
ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan
mereka.
15
5) Keterkaitan
Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan
(interwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang
harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui
keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa
mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep
matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang
dominan). Dalam hal ini pokok bahasan dalam materi
pelajaran tidak berdiri sendiri tetapi terintegrasi dengan
yang lainnya, misalnya mengkaitkan antar penjumlahan
dengan perkalian, perkalian dengan pengukuran, dan
sebagainya.
d. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Secara umum langkah-langkah pembelajaran matematika
realistik dapat dijelaskan sebagai berikut (Zulkardi, 2002):
1. Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan
16
siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Berdasarkan uraian diatas, langkah-langkah dalam pembelajaran
PMR dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap seperti
berikut:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Salah satu contoh penggunaan model pembelajaran dengan
pendekatan PMR dalam pembelajaran matematika (Fadillah, 2006:
351-353) sebagai berikut:
Memahami masalah kontekstual
Menyelesaikan masalah kontekstual
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Menyimpulkan
17
Materi : Pecahan Senilai Tujuan Pembelajaran : Siswa mampu memahami konsep pecahan senilai
Kelengkapan : Gunting dan kertas yang berfungsi sebagai model coklat. Kegiatan pembelajaran a) Guru menghubungkan pelajaran dengan materi sebelumnya,
memotivasi/mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan meminta siswa untuk duduk sesuai kelompoknya
b) Guru meminta siswa untuk membaca masalah kontekstual Contoh masalah kontekstual:
Enaknya makan coklat! Di atas meja ada 2 buah coklat yang sama besar (seperti pada
gambar) Coklat pertama terdiri dari 4 bagian sama besar.
Ani memakan ଷସ bagian coklat
Coklat kedua terdiri dari 8 bagian yang sama besar
Jika kamu ingin makan coklat sama banyaknya dengan yang dimakan Ani, Berapa bagian coklat yang harus kamu ambil?
c) Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang belum
memahami soal. d) Guru meminta siswa secara individual untuk menyelesaikan soal
dengan cara mereka sendiri dengan mengisi LKS yang telah disediakan.
e) Guru berjalan keliling kelas untuk melihat pekerjaan siswa. Jika ada siswa yang tidak dapt menemukan cara untuk menjawab soal, maka guru memotivasi dengan cara: 1. Mengajukan pertanyaan seperti : Apa yang diketahui dari soal?
Apa yang ditanya dari soal? Selanjutnya cara apa yang kamu tempuh dalam menyelesaikan soal?
2. Mengarahkan siswa untuk menentukan pecahan yang senilai dengan pecahan ଷ
ସ dengan menggunakan cara mereka sendiri
3. Jika siswa masih mengalami kesulitan, maka guru memotivasi mereka untuk menggambarkan model pecahan yang sesuai dengan soal dan jika siswa masih juga mengalami kesulitan maka guru dapat memberikan kelengkapan dan menjelaskan kepada siswa bahwa mereka dapat menggunakan kelengkapan tersebut dalam menyelesaikan masalah.
18
f) Guru meminta siswa untuk mendiskusikan/membandingkan jawaban mereka dengan teman sekelompoknya
g) Guru memfasilitasi diskusi dalam kelompok dengan mengarahkan siswa untuk memilih jawaban yang benar dan palaing efektif (yang di anggap siswa mudah dalam menjawab soal serta yang akan ditampilkan di depan kelas.
h) Guru berjalan keliling kelas untuk melihat kelompok-kelompok mana yang ditunjuk untuk menampilkan hasil pekerjaannnya di depan.
i) Guru meminta beberapa siswa mewakili kelompoknya mana yang ditunjuk untuk menampilkan hasil pekerjaannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibandingkan.
j) Guru membantu siswa menganalisa dan mengevaluasi hasil pekerjaannya.
Dari contoh di atas nampak bahwa dalam pembelajaran dengan
PMR dimulai dengan masalah kontekstual, masalah nyata yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kemudian dilanjutkan
dengan langkah-langkah pengembangan model sendiri, interwining
dan interaktifitas yang pada akhirnya sampai pada kesimpulan suatu
materi atau konsep matematika.
3. Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman konsep terdiri dari 2 kata yaitu pemahaman dan
konsep. Menurut Herdian (2010), pemahaman merupakan terjemahan
dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu
materi yang dipelajari. Sedangkan Konsep adalah ide abstrak yang
memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh
dan non contoh (Suherman, 2003: 33). Kata matematis dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 2002, memiliki arti yang
19
bersangkutan dengan matematika. Dengan kata lain matematis disini
berarti konsep matematika yang sudah jelas wujudnya. Dengan
demikian pemahaman konsep matematis adalah penyerapan suatu
konsep matematika yang sudah jelas wujudnya sesuai dengan konsep
yang akan dipelajari sehingga kita dapat mengelompokkan objek
kedalam contoh dan non contoh.
Menurut Gagne dalam Suherman (2003: 33), terdapat dua objek
yang diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung.
Objek tak langsung yaitu kemampuan menyelidiki dan memecahkan
masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan
tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa
fakta, keterampilan, konsep dan prinsip seperti uraian berikut:
a. Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol- simbol matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta. Contoh lainnya fakta : “+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri.
b. Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian pecahan.
c. Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari adalah merupakan konsep dalam matematika.
d. Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan di antara konsep-konsep tersebut.
Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen
Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004
20
(dalam Wardhani 2008: 10), indikator siswa memahami konsep
matematika adalah mampu:
a. Menyatakan ulang sebuah konsep b. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai
dengan konsepnya c. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematis e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu
konsep f. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur
atau operasi tertentu g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan
masalah
Pemahaman konsep yang dicapai siswa akan lebih baik jika
siswa dapat menunjukkan indikator-indikator seperti di atas. Sesuai
dengan materi yang akan dilaksanakan pada penelitian nanti yaitu
perbandingan maka dalam penelitian indikator pemahaman konsep
yang akan dicapai yaitu:
a. Menyatakan ulang sebuah konsep.
b. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.
c. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur
atau operasi tertentu
d. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan
masalah.
4. Pembentukan Kelompok
Pembelajaran dengan berkelompok akan dapat membantu para
siswa untuk berkomunikasi, berdiskusi dan menyampaikan idenya
dengan teman lainnya. Inti dari pengelompokan ini adalah agar setiap
21
siswa dapat menghargai perbedaan, bekerjasama, memanfaatkan
kelebihan dan mengisi kekurangan masingg-masing. Keberhasilan
kelompok adalah hal yang utama, maka secara tidak langsung siswa
yang pandai ikut bertanggung jawab membantu siswa yang lemah
dalam kelompok masing-masing. (Yumaharnita, 2011: 13).
Pembelajaran dengan berkelompok sangat bermanfaat bagi
siswa yang heterogen. Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-
ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif. Kelompok
heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman
gender, latar belakang agama sosio-ekonomi dan etnik serta
kemampuan akademis. Menurut Lie (2002: 41) dalam hal kemampuan
akademis, kelompok pembelajaran cooperative learning biasanya
terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang
dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok akademis
kurang.
Dengan demikian, pengelompokan berdasarkan kemampuan
akademis dapat melatih diri untuk bekerja sama dimana siswa yang
berkemampuan tinggi bisa bekerja sama dan berbagi dengan mereka
yang berkemampuan kurang. Adapun langkah-langkah dalam
pengelompokan berdasarkan kemampuan akademis menurut Lie
(2002: 41) yaitu: langkah I, mengurutkan siswa berdasarkan
kemampuan akademis, langkah II, membentuk kelompok pertama
22
yang terdiri dari satu orang siswa berkemampuan tinggi, dua orang
berkemampuan sedang dan satu orang berkemampuan kurang,
Langkah III, membentuk kelompok selanjutnya dengan ketentuan
yang sama.
Pengelompokan secara heterogen mempunyai beberapa
keunggulan. Keunggulan tersebut menurut Lie (2002:43) adalah:
a. Memberikan kesempatan aling mengajar dan mendukung b. Meningkatkan relasi dan interaksi antara ras, etnik dan gender. c. Memudahkan pengelolaan kelas karena adanya satu orang
dengan kemampuan tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk tiap tiga orang.
5. Lembar Diskusi Siswa
Lembar kerja siswa menurut Indrianto 1998 dalam
http://pirdauslpmp.wordpress.com adalah lembar kerja siswa yang
berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan yang
mencerminkan keterampilan proses agar siswa memperoleh
pengetahuan atau keterampilan yang perlu dikuasainyaPada penelitan
ini lembar kerja yang dipakai berbentuk Lembar Diskusi Siswa (LDS).
Lembar diskusi siswa merupakan salah satu alat yang menjadi
pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan PMR
ini.
Lembar diskusi pada penerapan PMR ini merupakan lembar
diskusi yang berbasis kontekstual yaitu lembaran diskusi yang berisi
masalah kontekstual atau fenomena-fenomena matematika yang ada
23
dilingkungan siswa. Siswa diminta menjawab pertanyaan tersebut
untuk menemukan konsep matematika dari masalah kontekstual yang
dikemukakan. Jadi dengan adanya lembar diskusi ini siswa dapat
mengembangkan ide-ide siswa dalam menyelesaikan masalah yang
terkait pada suatu konsep yang akan dipelajari.
6. Pembelajaran Konvensional
Menurut Djaafar (2001: 3) strategi belajar konvensional
merupakan strategi yang berorientasi pada guru (teacher oriented),
dimana hampir seluruh kegiatan belajar mengajar dikendalikan oleh
guru. Secara umum penerapan pembelajaran konvensional dilakukan
memlalui komunikasi satu arah. Sehingga situasi belajarnya terpusat
pada guru. Ini berarti bahwa pengajar memberikan penjelasan kepada
seluruh siswa secara lisan. Dalam strategi ini siswa sekaligus
mengerjakan dua hal, yaitu mendengar dan mencatat.
Menurut Percival dan Elington dalam Djaafar (2001:4) strategi
belajar konvensional dilakukan dengan cara:
a. Guru mengkomunikasikan pengetahuannya kepada siswa dalam bentuk pokok bahasan sesuai silabus.
b. Biasanya sekolah/kelas berlangsung dan selesai dalam waktu tertentu sesuai jadwal.
c. Metode mengajar yang dipakai tidak beragam bentuknya, metode mengajar yang banyak digunakan adalah ceramah secara tatap muka
d. Tanpa adanya usaha untuk mencari dan menerapkan strategi pembelajaran yang berbeda sesuai dengan tingkat kesulitan setiap siswa.
Dari konteks ini dapat dikemukakan bahwa kegiatan guru
dengan menerapkan strategi konvensional, antara lain
24
menginterpretasikan silabus, menyusun isi pelajaran, memilih metode
mengajar, mendiktekan topik bahasan dan membuat keputusan tentang
banyaknya bahan belajar serta tugas-tugas yang perlu dilakukan.
Pembelajaran konvensional yang diterapkan di sekolah tempat
dilaksanakan penelitian ini adalah dengan pemberian informasi dalam
menjelaskan suatu konsep materi pelajaran yang diikuti dengan
pemberian contoh-contoh. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk
bertanya mengenai hal yang belum dimengerti dan menyalin kedalam
buku catatan. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian
soal-soal latihan, dan yang tidak dipahami oleh siswa dibahas secara
klasikal dengan menyuruh satu atau dua orang siswa untuk menjawab
dipapan tulis. Setelah selesai satu pokok bahasan diberi tes kepada
siswa mengenai materi yang terdapat dalam pokok bahasan tersebut.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Fasnita Kurniati (2009) dengan Judul “Penerapan
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dengan Menggunakan
Pembelajaran Kooperatif Pada Siswa kelas VI SDN Air Tabit
Payakumbuh”. Dari hasil penelitiannya menyatakan pendekatan PMR ini
dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Adapun perbedaanya pada penelitian ini yaitu peneliti lebih
melihat pada aspek pemahaman konsep siswa yang dalam
pengukuran/penilaiannya menggunakan rubrik berdasarkan kriteria
25
pemahanan konsep yang ditentukan. Pada penelitian sebelumnya ada
beberapa kendala yang dialami saudari Fasnita, salah satunya yaitu ketika
diskusi kelompok berlangsung masih banyak siswa yang bermain-main
dan tidak aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk
mengatasi hal tersebut peneliti memiliki inisiatif agar dalam presentasi
kelompok nanti guru akan memilih salah seorang siswa secara acak dalam
kelompok untuk mempresentasikan hasil jawabannya. Dengan demikian
diharapkan semua siswa terlibat dalam proses diskusi agar dapat
menyampaikan hasil diskusinya ke depan kelas dengan baik.. Jadi semua
siswa dalam kelompok harus siap ditunjuk untuk presentasi ke depan
kelas.
Selain itu pada penelitian sebelumnya oleh Fasnita Kurniati
dilakukan pada tingkat sekolah dasar sedangkan disini penulis mencoba
melakukan penelitian pada tingkat sekolah menengah pertama.
C. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang disampaikan
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya pemahaman konsep
siswa dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang
diberikan kurang bernmakna bagi siswa serta belum melibatkan siswa
secara aktif untuk menemukan konsep matematika dan mengembangkan
ide siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa yaitu dengan menerapkan
pendekatan PMR. Pendekatan PMR ini dilakukan secara berkelompok
26
yang dibagi berdasarkan kemampuan akademis agar siswa dapat lebih
aktif berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompoknya.
Pendekatan PMR merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep matematika
melalui masalah kontekstual (Contextual Problem) dan memandang siswa
sebagai subyek pembelajaran yang harus banyak berperan dalam proses
pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan ide-
idenya dari sesuatu yang diketahuinya dan berinteraksi dan berdiskusi
dengan anggota kelompoknya dalam menyampaikan idenya tersebut.
Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan akan menjadi lebih
bermakna dan pemahaman konsep siswa terhadap pembelajaran
matematika menjadi lebih baik.
D. Pertanyaan Penelitian dan Hipotesis
1. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana perkembangan pemahaman konsep matematis siswa kelas
VII SMPN 31 Padang selama diterapkan pendekatan pendidikan
matematika realistik?
2. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematis
siswa dengan menggunakan penerapan pendekatan pendidikan
matematika realistik lebih baik dari pemahaman konsep matematis
siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional di kelas VII
SMPN 31 Padang.