bab ii

19
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku individu. Slameto (1991: 78) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Gredler dalam Djaafar (2001: 82) “Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku baik itu kecakapan, keterampilan dan sikap. Suatu proses pembelajaran dapat dikatakan efektif bila proses pembelajaran tersebut dapat mewujudkan sasaran atau hasil belajar tertentu. Cagne dan Bigs dalam Djaafar (2001: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah rangkaian peristiwa yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika seorang siswa perlu mengetahui tentang bagaimana belajar matematika. 8

Upload: viona-irda

Post on 24-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bab 2 skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

8

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. KAJIAN TEORI

1. Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan proses yang ditandai dengan adanya

perubahan tingkah laku individu. Slameto (1991: 78) mengemukakan

bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi

dengan lingkungannya. Menurut Gredler dalam Djaafar (2001: 82)

“Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan,

keterampilan dan sikap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh perubahan tingkah laku baik itu kecakapan, keterampilan

dan sikap.

Suatu proses pembelajaran dapat dikatakan efektif bila proses

pembelajaran tersebut dapat mewujudkan sasaran atau hasil belajar

tertentu. Cagne dan Bigs dalam Djaafar (2001: 2) mengemukakan

bahwa pembelajaran adalah rangkaian peristiwa yang mempengaruhi

siswa sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung

dengan mudah. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika

seorang siswa perlu mengetahui tentang bagaimana belajar matematika.

8

Page 2: BAB II

9

Belajar matematika berkaitan dengan apa dan bagaimana

menggunakannya dalam membuat keputusan untuk menyelesaikan

masalah. Belajar matematika akan lebih bermakna jika proses

pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang

terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan

yang terkait antar konsep-konsep dan struktur, Bruner dalam

Suherman,dkk, (2003: 43).

Pembelajaran Matematika sebaiknya lebih banyak melibatkan

siswa dalam mengkontruksi pengetahuan bagi dirinya sendiri.

Pengetahuan itu bukan hasil proses transformasi dari guru semata, guru

hanya berperan mendorong dan memfasilitasi siswa belajar, seperti

yang dikatakan Nikson dalam Muliyardi (2002: 3) bahwa:

Pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkrontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali. Transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep atau prinsip baru. Transformasi tersebut dapat mudah terjadi bila terjadi pemahaman karena terbentuknya schemata dalam benak siswa.

Jadi pembelajaran matematika hendaknya diarahkan pada

konsep-konsep tertentu yang berkaitan dengan apa dan bagaimana

menggunakannya dalam menyelesaikan masalah sehingga siswa

mampu untuk mengkrontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip

matematika dengan kemampuannya sendiri. Oleh karena itu guru harus

Page 3: BAB II

10

bisa menciptakan pembelajaran matematika yang lebih bermakna,

sebagai hasil dari pengalaman sendiri yang dialami siswa.

2. Pendidikan Matematika Realistik

a. Pendidikan Matematika Realistik

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu suatu

pendekatan khusus dalam pembelajaran matematika yang

dikembangkan di Belanda oleh Hans Freudenthal sejak tahun 1971.

PMR menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika,

bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika

harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh

dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics

(penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan

harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan

kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara

mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi

(konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar.

Pada proses pembelajaran dengan pendekatan PMR, siswa

belajar matematisasi soal-soal kontekstual (horizontal matematisasi)

yaitu proses menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata. Pada awal

proses pembelajaran, siswa memecahkan masalah secara informal

(menggunakan bahasa sendiri) dan setelah siswa familiar dengan

proses pemecahan yang serupa, barulah siswa menggunakan bahasa

yang lebih formal dan di akhir proses siswa akan menemukan suatu

Page 4: BAB II

11

Pengetahuan Formal matematika

algoritma (vertikal matematisasi) yaitu proses formalisasi konsep

matematika Gravemeijer dalam Fauzan (2002: 40) menggambarkan

proses matematisasi sebagai berikut:

Vertikal

matematisasi Horizontal

Matematisasi

Menurut Freudenthal dalam Windayana (2007: 2), matematika

sebagai aktivitas manusia atau mathematics as a human activity.

Pandangan ini mengharuskan matematika dipelajari secara aktif.

Gagasan kunci dari matematika realistik adalah memberi kesempatan

kepada siswa menemukan kembali konsep-konsep matematika melalui

bimbingan guru (guide reinvention ). Melalui pengetahuan informal

siswa, guru membimbing siswa sampai menemukan konsep-konsep

matematika sebagai pengetahuan formal. Melalui memecahkan

contextual problem yang dipahami, siswa menggunakan pengetahuan

informal untuk menemukan konsep-konsep matematika. Proses seperti

Masalah kontekstual

Analisa

Pemecahan

Algoritma Bahasa Matematika

Page 5: BAB II

12

ini mendorong siswa belajar secara interaktif, karena guru hanya

berperan membangun ide dasar siswa.

b. Prinsip-Prinsip Pendidikan Matematika Realistik

Menurut Gravemeijer dalam Fauzan (2002: 35), Prinsip-prinsip

pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah sebagai berikut:

1. Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresif (progressive mathematization).

2. Fenomenologi didaktis (didactical phenomenology) 3. Mengembangkan model-model sendiri (self-developed

model)

Penjelasan dari ketiga prinsip di atas menurut Dhoruri (2010:3)

sebagai berikut:

1. Prinsip reinvention, dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi.

2. Fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata.

3. Mengembangkan model adalah dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara penyelesaian masalah, tetapi

Page 6: BAB II

13

siswa sendiri yang menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri.

c. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik

Menurut Treffers dalam Wijaya (2011: 21), karakteristik

Pendidikan Matematika Realistik yaitu :

1. Penggunaan Konteks 2. Penggunaan model untuk matematisasi progresif 3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa 4. Interaktivitas 5. Keterkaitan (interwinement)

Penjelasan dari kelima karektistik PMR diatas sebagai berikut :

1) Penggunaan Konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal

pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah

dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan

alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan

bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan

konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan

eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya

bertujuan untuk menemukan jawaban akhir siswa dari

permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk

mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang

bisa digunakan.

Page 7: BAB II

14

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam

melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model

berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan

matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan mateatika tingkat

formal. Model merupakan suatu alat “vertikal” dalam

matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi.

3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak

diberikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai

tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka

dalam pendidikan matematika realistik siswa ditempatkan sebagai

subjek belajar. Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan

strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh

strategi bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya

digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.

4) Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu

melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial.

Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna

ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan

mereka.

Page 8: BAB II

15

5) Keterkaitan

Pendidikan matematika realistik menempatkan keterkaitan

(interwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang

harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui

keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa

mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep

matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang

dominan). Dalam hal ini pokok bahasan dalam materi

pelajaran tidak berdiri sendiri tetapi terintegrasi dengan

yang lainnya, misalnya mengkaitkan antar penjumlahan

dengan perkalian, perkalian dengan pengukuran, dan

sebagainya.

d. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Secara umum langkah-langkah pembelajaran matematika

realistik dapat dijelaskan sebagai berikut (Zulkardi, 2002):

1. Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

2. Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.

3. Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan

Page 9: BAB II

16

siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

4. Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

Berdasarkan uraian diatas, langkah-langkah dalam pembelajaran

PMR dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap seperti

berikut:

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Tahap 4

Salah satu contoh penggunaan model pembelajaran dengan

pendekatan PMR dalam pembelajaran matematika (Fadillah, 2006:

351-353) sebagai berikut:

Memahami masalah kontekstual

Menyelesaikan masalah kontekstual

Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Menyimpulkan

Page 10: BAB II

17

Materi : Pecahan Senilai Tujuan Pembelajaran : Siswa mampu memahami konsep pecahan senilai

Kelengkapan : Gunting dan kertas yang berfungsi sebagai model coklat. Kegiatan pembelajaran a) Guru menghubungkan pelajaran dengan materi sebelumnya,

memotivasi/mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan meminta siswa untuk duduk sesuai kelompoknya

b) Guru meminta siswa untuk membaca masalah kontekstual Contoh masalah kontekstual:

Enaknya makan coklat! Di atas meja ada 2 buah coklat yang sama besar (seperti pada

gambar) Coklat pertama terdiri dari 4 bagian sama besar.

Ani memakan ଷସ bagian coklat

Coklat kedua terdiri dari 8 bagian yang sama besar

Jika kamu ingin makan coklat sama banyaknya dengan yang dimakan Ani, Berapa bagian coklat yang harus kamu ambil?

c) Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang belum

memahami soal. d) Guru meminta siswa secara individual untuk menyelesaikan soal

dengan cara mereka sendiri dengan mengisi LKS yang telah disediakan.

e) Guru berjalan keliling kelas untuk melihat pekerjaan siswa. Jika ada siswa yang tidak dapt menemukan cara untuk menjawab soal, maka guru memotivasi dengan cara: 1. Mengajukan pertanyaan seperti : Apa yang diketahui dari soal?

Apa yang ditanya dari soal? Selanjutnya cara apa yang kamu tempuh dalam menyelesaikan soal?

2. Mengarahkan siswa untuk menentukan pecahan yang senilai dengan pecahan ଷ

ସ dengan menggunakan cara mereka sendiri

3. Jika siswa masih mengalami kesulitan, maka guru memotivasi mereka untuk menggambarkan model pecahan yang sesuai dengan soal dan jika siswa masih juga mengalami kesulitan maka guru dapat memberikan kelengkapan dan menjelaskan kepada siswa bahwa mereka dapat menggunakan kelengkapan tersebut dalam menyelesaikan masalah.

Page 11: BAB II

18

f) Guru meminta siswa untuk mendiskusikan/membandingkan jawaban mereka dengan teman sekelompoknya

g) Guru memfasilitasi diskusi dalam kelompok dengan mengarahkan siswa untuk memilih jawaban yang benar dan palaing efektif (yang di anggap siswa mudah dalam menjawab soal serta yang akan ditampilkan di depan kelas.

h) Guru berjalan keliling kelas untuk melihat kelompok-kelompok mana yang ditunjuk untuk menampilkan hasil pekerjaannnya di depan.

i) Guru meminta beberapa siswa mewakili kelompoknya mana yang ditunjuk untuk menampilkan hasil pekerjaannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa dibandingkan.

j) Guru membantu siswa menganalisa dan mengevaluasi hasil pekerjaannya.

Dari contoh di atas nampak bahwa dalam pembelajaran dengan

PMR dimulai dengan masalah kontekstual, masalah nyata yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kemudian dilanjutkan

dengan langkah-langkah pengembangan model sendiri, interwining

dan interaktifitas yang pada akhirnya sampai pada kesimpulan suatu

materi atau konsep matematika.

3. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman konsep terdiri dari 2 kata yaitu pemahaman dan

konsep. Menurut Herdian (2010), pemahaman merupakan terjemahan

dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu

materi yang dipelajari. Sedangkan Konsep adalah ide abstrak yang

memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh

dan non contoh (Suherman, 2003: 33). Kata matematis dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 2002, memiliki arti yang

Page 12: BAB II

19

bersangkutan dengan matematika. Dengan kata lain matematis disini

berarti konsep matematika yang sudah jelas wujudnya. Dengan

demikian pemahaman konsep matematis adalah penyerapan suatu

konsep matematika yang sudah jelas wujudnya sesuai dengan konsep

yang akan dipelajari sehingga kita dapat mengelompokkan objek

kedalam contoh dan non contoh.

Menurut Gagne dalam Suherman (2003: 33), terdapat dua objek

yang diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung.

Objek tak langsung yaitu kemampuan menyelidiki dan memecahkan

masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan

tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa

fakta, keterampilan, konsep dan prinsip seperti uraian berikut:

a. Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol- simbol matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta. Contoh lainnya fakta : “+” adalah simbol dari operasi penjumlahan dan sinus adalah nama suatu fungsi khusus dalam trigonometri.

b. Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya pembagian cara singkat, penjumlahan pecahan dan perkalian pecahan.

c. Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Himpunan, segitiga, kubus, dan jari-jari adalah merupakan konsep dalam matematika.

d. Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah sederetan konsep beserta dengan hubungan di antara konsep-konsep tersebut.

Pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen

Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004

Page 13: BAB II

20

(dalam Wardhani 2008: 10), indikator siswa memahami konsep

matematika adalah mampu:

a. Menyatakan ulang sebuah konsep b. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai

dengan konsepnya c. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

matematis e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu

konsep f. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur

atau operasi tertentu g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan

masalah

Pemahaman konsep yang dicapai siswa akan lebih baik jika

siswa dapat menunjukkan indikator-indikator seperti di atas. Sesuai

dengan materi yang akan dilaksanakan pada penelitian nanti yaitu

perbandingan maka dalam penelitian indikator pemahaman konsep

yang akan dicapai yaitu:

a. Menyatakan ulang sebuah konsep.

b. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.

c. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur

atau operasi tertentu

d. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan

masalah.

4. Pembentukan Kelompok

Pembelajaran dengan berkelompok akan dapat membantu para

siswa untuk berkomunikasi, berdiskusi dan menyampaikan idenya

dengan teman lainnya. Inti dari pengelompokan ini adalah agar setiap

Page 14: BAB II

21

siswa dapat menghargai perbedaan, bekerjasama, memanfaatkan

kelebihan dan mengisi kekurangan masingg-masing. Keberhasilan

kelompok adalah hal yang utama, maka secara tidak langsung siswa

yang pandai ikut bertanggung jawab membantu siswa yang lemah

dalam kelompok masing-masing. (Yumaharnita, 2011: 13).

Pembelajaran dengan berkelompok sangat bermanfaat bagi

siswa yang heterogen. Pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-

ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif. Kelompok

heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman

gender, latar belakang agama sosio-ekonomi dan etnik serta

kemampuan akademis. Menurut Lie (2002: 41) dalam hal kemampuan

akademis, kelompok pembelajaran cooperative learning biasanya

terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang

dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok akademis

kurang.

Dengan demikian, pengelompokan berdasarkan kemampuan

akademis dapat melatih diri untuk bekerja sama dimana siswa yang

berkemampuan tinggi bisa bekerja sama dan berbagi dengan mereka

yang berkemampuan kurang. Adapun langkah-langkah dalam

pengelompokan berdasarkan kemampuan akademis menurut Lie

(2002: 41) yaitu: langkah I, mengurutkan siswa berdasarkan

kemampuan akademis, langkah II, membentuk kelompok pertama

Page 15: BAB II

22

yang terdiri dari satu orang siswa berkemampuan tinggi, dua orang

berkemampuan sedang dan satu orang berkemampuan kurang,

Langkah III, membentuk kelompok selanjutnya dengan ketentuan

yang sama.

Pengelompokan secara heterogen mempunyai beberapa

keunggulan. Keunggulan tersebut menurut Lie (2002:43) adalah:

a. Memberikan kesempatan aling mengajar dan mendukung b. Meningkatkan relasi dan interaksi antara ras, etnik dan gender. c. Memudahkan pengelolaan kelas karena adanya satu orang

dengan kemampuan tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk tiap tiga orang.

5. Lembar Diskusi Siswa

Lembar kerja siswa menurut Indrianto 1998 dalam

http://pirdauslpmp.wordpress.com adalah lembar kerja siswa yang

berisi pedoman bagi siswa untuk melakukan kegiatan yang

mencerminkan keterampilan proses agar siswa memperoleh

pengetahuan atau keterampilan yang perlu dikuasainyaPada penelitan

ini lembar kerja yang dipakai berbentuk Lembar Diskusi Siswa (LDS).

Lembar diskusi siswa merupakan salah satu alat yang menjadi

pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan PMR

ini.

Lembar diskusi pada penerapan PMR ini merupakan lembar

diskusi yang berbasis kontekstual yaitu lembaran diskusi yang berisi

masalah kontekstual atau fenomena-fenomena matematika yang ada

Page 16: BAB II

23

dilingkungan siswa. Siswa diminta menjawab pertanyaan tersebut

untuk menemukan konsep matematika dari masalah kontekstual yang

dikemukakan. Jadi dengan adanya lembar diskusi ini siswa dapat

mengembangkan ide-ide siswa dalam menyelesaikan masalah yang

terkait pada suatu konsep yang akan dipelajari.

6. Pembelajaran Konvensional

Menurut Djaafar (2001: 3) strategi belajar konvensional

merupakan strategi yang berorientasi pada guru (teacher oriented),

dimana hampir seluruh kegiatan belajar mengajar dikendalikan oleh

guru. Secara umum penerapan pembelajaran konvensional dilakukan

memlalui komunikasi satu arah. Sehingga situasi belajarnya terpusat

pada guru. Ini berarti bahwa pengajar memberikan penjelasan kepada

seluruh siswa secara lisan. Dalam strategi ini siswa sekaligus

mengerjakan dua hal, yaitu mendengar dan mencatat.

Menurut Percival dan Elington dalam Djaafar (2001:4) strategi

belajar konvensional dilakukan dengan cara:

a. Guru mengkomunikasikan pengetahuannya kepada siswa dalam bentuk pokok bahasan sesuai silabus.

b. Biasanya sekolah/kelas berlangsung dan selesai dalam waktu tertentu sesuai jadwal.

c. Metode mengajar yang dipakai tidak beragam bentuknya, metode mengajar yang banyak digunakan adalah ceramah secara tatap muka

d. Tanpa adanya usaha untuk mencari dan menerapkan strategi pembelajaran yang berbeda sesuai dengan tingkat kesulitan setiap siswa.

Dari konteks ini dapat dikemukakan bahwa kegiatan guru

dengan menerapkan strategi konvensional, antara lain

Page 17: BAB II

24

menginterpretasikan silabus, menyusun isi pelajaran, memilih metode

mengajar, mendiktekan topik bahasan dan membuat keputusan tentang

banyaknya bahan belajar serta tugas-tugas yang perlu dilakukan.

Pembelajaran konvensional yang diterapkan di sekolah tempat

dilaksanakan penelitian ini adalah dengan pemberian informasi dalam

menjelaskan suatu konsep materi pelajaran yang diikuti dengan

pemberian contoh-contoh. Kemudian siswa diberi kesempatan untuk

bertanya mengenai hal yang belum dimengerti dan menyalin kedalam

buku catatan. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan pemberian

soal-soal latihan, dan yang tidak dipahami oleh siswa dibahas secara

klasikal dengan menyuruh satu atau dua orang siswa untuk menjawab

dipapan tulis. Setelah selesai satu pokok bahasan diberi tes kepada

siswa mengenai materi yang terdapat dalam pokok bahasan tersebut.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan oleh Fasnita Kurniati (2009) dengan Judul “Penerapan

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik dengan Menggunakan

Pembelajaran Kooperatif Pada Siswa kelas VI SDN Air Tabit

Payakumbuh”. Dari hasil penelitiannya menyatakan pendekatan PMR ini

dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

Adapun perbedaanya pada penelitian ini yaitu peneliti lebih

melihat pada aspek pemahaman konsep siswa yang dalam

pengukuran/penilaiannya menggunakan rubrik berdasarkan kriteria

Page 18: BAB II

25

pemahanan konsep yang ditentukan. Pada penelitian sebelumnya ada

beberapa kendala yang dialami saudari Fasnita, salah satunya yaitu ketika

diskusi kelompok berlangsung masih banyak siswa yang bermain-main

dan tidak aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk

mengatasi hal tersebut peneliti memiliki inisiatif agar dalam presentasi

kelompok nanti guru akan memilih salah seorang siswa secara acak dalam

kelompok untuk mempresentasikan hasil jawabannya. Dengan demikian

diharapkan semua siswa terlibat dalam proses diskusi agar dapat

menyampaikan hasil diskusinya ke depan kelas dengan baik.. Jadi semua

siswa dalam kelompok harus siap ditunjuk untuk presentasi ke depan

kelas.

Selain itu pada penelitian sebelumnya oleh Fasnita Kurniati

dilakukan pada tingkat sekolah dasar sedangkan disini penulis mencoba

melakukan penelitian pada tingkat sekolah menengah pertama.

C. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang disampaikan

bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya pemahaman konsep

siswa dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang

diberikan kurang bernmakna bagi siswa serta belum melibatkan siswa

secara aktif untuk menemukan konsep matematika dan mengembangkan

ide siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

pemahaman konsep matematika siswa yaitu dengan menerapkan

pendekatan PMR. Pendekatan PMR ini dilakukan secara berkelompok

Page 19: BAB II

26

yang dibagi berdasarkan kemampuan akademis agar siswa dapat lebih

aktif berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompoknya.

Pendekatan PMR merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep matematika

melalui masalah kontekstual (Contextual Problem) dan memandang siswa

sebagai subyek pembelajaran yang harus banyak berperan dalam proses

pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan ide-

idenya dari sesuatu yang diketahuinya dan berinteraksi dan berdiskusi

dengan anggota kelompoknya dalam menyampaikan idenya tersebut.

Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan akan menjadi lebih

bermakna dan pemahaman konsep siswa terhadap pembelajaran

matematika menjadi lebih baik.

D. Pertanyaan Penelitian dan Hipotesis

1. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana perkembangan pemahaman konsep matematis siswa kelas

VII SMPN 31 Padang selama diterapkan pendekatan pendidikan

matematika realistik?

2. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep matematis

siswa dengan menggunakan penerapan pendekatan pendidikan

matematika realistik lebih baik dari pemahaman konsep matematis

siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional di kelas VII

SMPN 31 Padang.