bab ii
DESCRIPTION
WABAH DIARETRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Wabah
1. Pengertian
Diare merupakan salah satu jenis penyakit menular yang berpotensi untuk
terjadi wabah. Ancaman wabah dinyatakan ada jika keadaan yang dihadapi
sedemikian rupa sehingga wabah penyakit tertentu diperkirakan akan
berlangsung. Hal ini perlu didukung oleh adanya populasi manusia yang rentan,
adanya atau kemungkinan datangnya penyebab penyakit, dan adanya
mekanisme yang memungkinkan penularan penyakit secara besar-besaran
(Rajab, 2009).
2. Langkah Investigasi Wabah
Menurut Rajab (2009), dalam melakukan investigasi wabah, perlu mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Persiapan Investigasi di Lapangan
Persiapan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu:
1) Investigasi : pengetahuan ilmiah perlengkapan dan alat
2) Administrasi : prosedur administrasi termasuk izin dan pengaturan
perjalanan
3) Konsultasi : peran masing – masing petugas yang turun ke lapangan
4
5
b. Memastikan adanya wabah
Dalam menentukan apakah suatu penyakit/peristiwa termasuk wabah atau
bukan, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah
beberapa minggu atau bulan sebelumnya.
2) Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah
yang diharapkan.
3) Sumber informasi bervariasi bergantung pada situasinya, meliputi:
Catatan hasil surveilans, catatan keluar dari rumah sakit (statistik
kematian, register, dan lain-lain), bila data lokal tidak ada dapat
digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau data nasional, atau survey di
masyarakat menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada.
4) Pseudo endemik (jumlah kasus yang dilaporkan belum tentu suatu
wabah), meliputi: perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita,
adanya cara diagnosis baru, bertambahnya kesadaran penduduk untuk
berobat, adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa, dan
bertambahnya jumlah penduduk yang rentan
c. Memastikan diagnosis
Semua temuan secara klinis harus dapat memastikan diagnosis wabah, hal
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Temuan secara klinis digunakan untuk memastikan bahwa masalah
tersebut telah didiagnosis dengan benar.
6
2) Temuan secara klinis digunakan untuk menyingkirkan kesalahan
laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan.
3) Semua temuan klinis harus disimpulkan dalam distribusi frekuensi.
4) Temuan secara klinis dilakukan melalui kunjungan terhadap satu atau dua
penderita.
d. Membuat definisi kasus
Pembuatan definisi kasus adalah seperangkat kriteria untuk menentukan
apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis
dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang. Penyelidikan sering membagi kasus
menjadi pasti (compirmed), mungkin (probable), meragukan (possible),
sensivitas dan spefsifitas.
e. Menemukan dan menghitung kasus
Metode untuk menemukan kasus harus sesuai dengan penyakit dan
kejadian yang diteliti di fasilitas kesehatan yang mampu memberikan
diagnosis. Informasi yang harus dikumpulkan dari setiap kasus, meliputi:
data identifikasi ( nama, alamat, nomor telepon ), data demografi ( umur,
jenis kelamin, ras, dan pekerjaan ), data klinis, faktor risiko (yang harus
dibuat khusus untuk tiap penyakit), informasi pelapor untuk mendapatkan
informasi tambahan atau member umpan balik
f. Epidemiologi deskriptif
Memberikan gambaran terjadinya wabah berdasarkan variabel waktu,
tempat, dan orang.
7
g. Membuat hipotesis
Dalam membuat hipotesis suatu wabah, hendaknya petugas
memformulasikan hipotesis dengan memperhatikan sumber agens
penyakit, cara penularan, dan pemaparan yang mengakibatkan sakit.
1) Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu:
a) Apa reservoir utama agen penyakitnya?
b) Bagaimana cara penularannya?
c) Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan?
d) Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular?
2) Wawancara dengan beberapa penderita
3) Mencari kesamaan pemaparan. mengumpulkan beberapa penderita
4) Kunjungan rumah penderita
5) Wawancara dengan petugas kesehatan setempat
6) Epidemiologi diskriptif
h. Menilai hipotesis
Dalam penyelidikan lapangan, hipotesis dapat dinilai dengan salah satu
dari tiga cara berikut :
1) Dengan membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada
2) Dengan analisis epidemiologi untuk mengkuantifikasikan hubungan dan
menyelidiki peran kebetulan.
3) Uji kemaknaan statistik, Chi kuadrat.
8
i. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan
Dalam hal ini penelitian tambahan akan mengikuti Penelitian
Epidemiologi (epidemiologi analitik), Penelitian Laboratorium (pemeriksaan
serum, dan Lingkungan (pemeriksaan tempat pembuangan tinja )
j. Melaksanakan pengendalian dan pencegahan
Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin upaya
penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah
diketahui Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai
yang terlemah dalam penularan penyakit. Upaya pengendalian mungkin
diarahkan pada agen penyakit, sumbernya, atau reservoirnya.
k. Menyampaikan hasil penyelidikan
Penyampaian hasil dapat dilakukan melalui aporan lisan pada pejabat
setempat di hadapan pejabat setempat dan mereka yang bertugas
mengadakan pengendalian dan pencegahan atau melalui laporan tertulis.
Penyampaian penyelidikan harus memperhatikan hal berikut:
1) Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang tepat dan
beralasan
2) Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah, kesimpulan dan
saran harus dapat dipertahankan secara ilmiah
3) Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis, bentuknya sesuai
dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar belakang, metodologi, hasil,
diskusi, kesimpulan, dan saran)
9
4) Merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan
5) Merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan
merupakan bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa datang
B. Diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya,
lebih dari 200 gram atau 200 ml per 24 jam (Sudoyo, 2007).
Menurut Asnil (2003), diare adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan
bentuk dan konsistensi tinja menjadi cair atau setengah cair dan frekuensi
buang air besar encer lebih dari 3x/hari dengan/tanpa disertai lendir dan darah.
2. Klasifikasi Diare
Rudolph (2006) menyebutkan bahwa secara garis besar penyakit diare dapat
diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare dengan durasi kurang dari 14 hari
b. Diare kronik, memiliki durasi lebih dari 14 hari
3. Etiologi
Diare disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada
anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang saluran pencernaan
adalah sebagai berikut :
10
1) Infeksi bakteri oleh kuman E.coli, Salmonella, Vibri cholerae (kolera),
dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik
(memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti
pseudomonas.
2) Infeksi basil (disentri)
3) Infeksi virus enterovirus dan adenovirus
4) Infeksi parasit oleh cacing (askaris)
5) Infeksi jamur (candidiasis)
6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan.
7) Keracunan makanan
b. Faktor Malabsorpsi
1) Malabsorpsi karbohidrat
Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, sakit di daerah
perut. Jika sering terkena diare ini, pertumbuhan anak akan terganggu.
2) Malabsorpsi lemak
Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida.
Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi
micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi
kerusakan mukosa usus, diare dapat terjadi karena lemak tidak terserap
dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak.
c. Faktor Makanan
11
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang.
d. Faktor Psikologis
Rasa takut, cemas dan tegang. Jika terjadi pada anak, dapat
mengakibatkan diare kronis.
(Widjaja, 2002)
4. Patofisiologi
Suraatmaja (2007) menjelaskan bahwa sebagai akibat dari diare akut yaitu
akan terjadi kehilangan air (dehidrasi), gangguan keseimbangan asam-basa
(metabolik asidosis), hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi.
5. Cara Penularan
Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan
melalui jalur fecal-oral, terutama karena :
a. Menelan makanan yang terkontaminasi (terutama makanan sapihan) atau air.
b. Kontak dengan tangan yang terkontaminasi.
c. Beberapa faktor dikaitkan dengan bertambahnya penularan kuman
enteropatogen perut
d. Tidak memadainya penyediaan air bersih (jumlah tidak cukup).
e. Air tercemar oleh tinja.
f. Kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis).
g. Kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek.
h. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.
12
i. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlaiu dini, susu
botol, pemberian ASI yang diselang-seling dengan susu botol pada 4-6 bulan
pertama)
(Depkes, 2002).
6. Faktor Resiko
Menurut Soegijanto (2002), faktor yang mempengaruhi kejadian diare
adalah faktor lingkungan (kebersihan lingkungan dan perorangan), faktor gizi,
faktor kependudukan (kepadatan penduduk), faktor pendidikan (pengetahuan
ibu tentang masalah kesehatan), keadaan sosial ekonomi, perilaku masyarakat
(kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan).
7. Tanda-tanda Klinis
Widoyono (2008) menyebutkan bahwa beberapa gejala dan tanda diare antara
lain :
a. Gejala umum
Berak cair atau lembek dan sering. Muntah, biasanya menyertai diare
pada gastroenteritis akut. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului
gejala diare. Dehidrasi, tanda-tandanya mata cekung, ketegangan kulit
menurun, apatis, bahkan gelisah.
b. Gejala spesifik
Vibrio cholera ditandai dengan diare hebat, warna tinja seperti cucian
beras dan berbau amis. Sedangkan Disenteriform berupa tinja berlendir
dan berdarah.
13
8. Diagnosis
a. Anamnesis. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan yang
khas, yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,
bisa air, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik
(Sudoyo, 2007).
b. Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosis kausal yang tepat. Pemeriksaan laboratorium lengkap
hanya dikerjakan jika diare tidak sembuh dalam 5-7 hari (Suraatmaja, 2007).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi :
1) Pemeriksaan tinja, meliputi pemeriksaan makroskopis meliputi bau,
konsistensi, keberadaan darah, dan parasit dalam tinja. Pemeriksaan
mikroskopis berupa ada atau tidaknya sel epitel, makrophag, lekosit,
eritrosit, kristal, sisa makanan, sel ragi, telur dan jentik cacing, protozoa
(Sutedjo, 2007). Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab
(Mansjoer, 2000).
2) Pemeriksaan darah, meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, analisis
gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang
disertai kejang) (Mansjoer, 2000).
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal (Mansjoer, 2000).
14
9. Penanganan Diare
Menurut Sudoyo (2006), penatalaksanaan pada diare akut meliputi langkah-
langkah di bawah ini:
a. Rehidrasi
Sebelum memberikan terapi rehidrasi kepada pasien, perlu dinilai terlebih
dahulu derajat dehidrasinya, meliputi dehidrasi ringan, sedang, dan berat.
Dehidrasi ringan yaitu apabila pasien mengalami kekurangan cairan 2-5%
dari berat badan, dehidrasi sedang yaitu apabila pasien mengalami
kekurangan cairan 5-8% dari berat badan, dan dehidrasi berat yaitu apabila
pasien mengalami kekurangan cairan 8-10% dari berat badan.
Apabila KU pasien baik dan tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat
dapat diperoleh dari minuman ringan, sari buah, sup, dan keripik asin. Bila
pasien banyak kehilangan cairan dan dehidrasi, pemberian cairan intravena
dan rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan gula
harus diberikan.cairan oral antara lain: pedialit, oralit, dll, sedangkan cairan
oral yang dapat diberikan seperti RL, diberikan 50-200ml/kgBB/24 jam
tergantung kebutuhan dan status dehidrasi.
Pasien dengan dehidrasi ringan sampai sedang masih dapat diberikan
cairan per oral atau selang nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi
saluran cerna atas tidak dapat dipakai. Pemberian oral diberikan larutan
oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa; 3,5 gr NaCl; 2,5 gr
Natrium Bikarbonat; 1,5 gr KCl per liter. Sedangkan pada pasien dengan
dehidrasi sedang sampai berat sebaiknya diberikan cairan melalui infuse
15
pembuluh darah. Prinsip menentukan jumlah cairan yang diberikan yaitu
sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh.
b. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat.
Pasien justru dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman tidak
bergas, makanan yang mudah dicerna. Susu sapi harus dihindarkan karena
adanya defisiensi laktase transien karena inveksi bakteri dan virus. Minuman
berkafein dan beralkohol juga harus dihindarkan karena dapat meningkatkan
motalitas dan sekresi usus.
c. Obat anti diare
Obat yang paling efektif yaitu derivat opioid seperti laperamide,
difenoksilat-atropin, dan tinktur opium.
d. Obat anti mikroba
Pengobatan dengan antimikroba hanya diindikasikan untuk pasien yang
diduga mengalami infeksi bakteri invasif.