bab ii
DESCRIPTION
kesehatanTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori Lansia
1. Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis maupun psikologis.Memasuki masa tua berarti mengalami
kemuduran secara fisik maupun psikis.Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran,
penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ
vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ,
tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus
sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
a. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
b. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
c. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan –
perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus –
menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang
berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip
3
4
oleh Munandar Ashar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah
yang menyertai lansia yaitu:
a. Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang
lain,
b. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam
pola hidupnya,
c. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,
d. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang
bertambah banyak dan
e. Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa.
Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa
perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah.Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang.Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung
menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut
untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik.
Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan
bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi
minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola
hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak
memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan
pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia
adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan,
ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992
5
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri –
ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar,
1994) adalah:
a. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
b. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
c. Selalu mengingat kembali masa lalu
d. Selalu khawatir karena pengangguran,
e. Kurang ada motivasi,
f. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
g. Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain
adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial
luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan
saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
3. Teori Proses Menua
a. Teori – teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
– spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap
sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas
adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel)
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
6
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ
tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh.Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein.Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
b. Teori kejiwaan sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
a) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.
b) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia.
c) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
7
2) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut
usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a) kehilangan peran
b) hambatan kontak sosial
c) berkurangnya kontak komitmen
4. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
a. Permasalahan umum
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
8
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia
5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
a. Hereditas atau ketuaan genetik
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres
6. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito
urinaria, endokrin dan integumen.
b. Perubahan mental.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep dir.
9
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,
1970)
B. Konsep Katarak
1. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau akibat keduanya (Ilyas, 2008).
Katarak adalah kekeruhan lensa mata atau kapsul lensa yang
mengubah gambaran yang di proyeksikan pada retina. Katarak merupakan
penyebab umum kehilangan pandangan secara bertahap (Istiqomah, 2003).
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut
atau bahan lensa didalam kapsul lensa. Umumnya terjadi akibat proses
penuaan yang terjadi pada semua orang yang berusia lebih dari 65 tahun.
(Muttaqin, 2008).
2. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan pada usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Katarak congenital, katarak yang sudah terlihatpada usia kurang dari 1
tahun.
b. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
c. Katarak senile, katarak setelah usia 50 tahun
Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat dibedakan menjadi :
a. Katarak traumatik
Katarak terjadi akibat rudapaksa atau trauma baik karena trauma tumpul
maupun tajam. Rudapaksa ini dapat mengakibatkan katarak pada satu
mata (katarak monokular). Penyebab katarak ini antara lain karena
radiasi sinar - X, Radioaktif, dan benda asing.
10
b. Katarak toksika
Merupakan katarak yang terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan
kimia tertentu. Selain itu, katarak ini juga dapat terjadi karena
penggunaan obat seperti kortikosteroid dan chlorpromazine.
c. Katarak komplikata
Katarak terjadi akibat adanya pajanan dengan bahan kimia tertentu. Selai
itu, katarak ini juga dapat terjadi karena penggunaan obat seperti diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, atau akibat kelainan local seperti uveitis,
glaucoma, dan miopia atau proses degenerasi pada satu mata lainnya.
Berdarakan stadium, katarak senile dapat dibedakan menjadi :
a. Katarak insipient
Merupakan stadium awal katarak yaitu kekeruhan lensa masih berbentuk
bercak – bercak kekeruhan yang tidak teratur.
b. Katarak imatur
Lensa mulai menyerap cairan sehingga lensa agak cembung,
menyebabkan terjadinya myopia, dan iris terdorong kedepan serta bilik
mata depan menjadi dangkal.
c. Katarak matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini, terjadi
kekeruhan lensa.
d. Katarak hipermatur
Pada stadium ini, terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa
dapat mencair sehingga nucleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa
(Tamsuri, 2008).
3. Etiologi Katarak
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Anak bisa
mengalami katarak yang biasanya merupakan penyakit yang diturunkan,
peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak
kongenital. Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa
atau kapsul lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti
11
lensa dengan kapsul lensa. Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek
sedang pada orang tua nukleus ini menjadi keras. Katarak dapat mulai dari
nukleus, korteks, dan subkapsularis lensa.Dengan menjadi tuanya seseorang
maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan
menjadi keras pada bagian tengahnya, sehingga kemampuannya
memfokuskan benda dekat berkurang. Hal ini mulai terlihat pada usia 45
tahun dimana mulai timbul kesukaran melihat dekat (presbiopia). Pada usia
60 tahun hampir 60% mulai mengalami katarak atau lensa keruh. Katarak
biasanya berkembang pada kedua mata akan tetapi progresivitasnya
berbeda. Kadang-kadang penglihatan pada satu mata nyata berbeda dengan
mata yang sebelahnya. Perkembangan katarak untuk menjadi berat
memakan waktu dalam bulan hingga tahun. Berbagai faktor dapat
mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat
mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa seperti diabetes
melitus, obat tertentu, sinar ultra violet B dari cahaya matahari, efek racun
dari merokok, dan alkohol, gizi kurang vitamin E, dan radang menahun di
dalam bola mata. Obat tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak
seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin,
indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.
Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti diabetes melitus dapat
mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak
komplikata (Ilyas, 2006) .
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti
diabetes. Namun kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika
seseorang memasuki dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan
harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-
12
obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan
yangkurang dalam jangka waktu lama (Smeltzer, 2001).
4. Patofisisologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan
refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona
sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi
keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, Nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia
dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak
5. Manifestasi Klinis Katarak
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya
pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena
kehilangan penglihatan. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan
seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop.
13
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada
retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Pupil yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu - abu atau putih.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun - tahun, dan ketika
katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan
mampu memperbaiki penglihatan (Suddarth, 2001).
6. Komplikasi
Adapun komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien yang mengalami
penyakit katarak adalah sebagai berikut :
a. Uveitis, terjadi karena masa lensa merupakan benda asing untuk jaringan
uvea, sehingga menimbulkan reaksi radang / alergi.
b. Glaukoma, terjadi karena masa lensa menyumbat sudut bilik mata
sehingga mengganggu aliran cairan bilik mata depan (Istiqomah, 2003).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji mata
b. Keratometri
c. Pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopis
d. A-scan ultrasound (echography)
e. Dan hitung sel endotel yang sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan (Suddarth,
2001).Darah putih: dibawah 10.000 normal
8. Penatalaksanaan
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan
pembedahan laser. Namun, masih terus dilakukan penelitian mengenai
kemajuan prosedur laser baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa
sebelum dilakukan pengisapan keluar melalui kanula.
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi
kuat sampai ketitik dimana pasien melakukan aktivitas hidup sehari - hari,
maka penanganan biasanya konservatif. Penting dikaji efek katarak terhadap
14
kehidupan sehari - hari pasien. Mengkaji derajat gangguan fungsi sehari -
hari, aktivitas, kemampuan bekerja, ambulasi, dan lain - lain, sangat penting
untuk menentukan terapi mana yang paling cocok bagi masing - masing
penderita.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan
penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan
bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50
atau lebih buruk lagi. Pembedahan katarak adalah pembedahan yang paling
sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun keatas. Kebanyakan
operasi dilakukan dengan anastesia local (retrobulbar atau peribulbar, yang
dapat mengimobilisasi mata). Obat penghilang cemas dapat diberikan untuk
mengatasi perasaan klaustrofobia sehubungan dengan draping bedah.
Ada dua macam teknik pembedahan tersedia untuk pengangkatan
katarak : ekstraksi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi
bedah adalah hilangnya penglihatan yang mempengaruhi aktivitas normal
pasien atau katarak yang menyebabkan glaukoma atau mempengaruhi
diagnosis dan terapi gangguan okuler lain, seperti retinopati diabetika
(Suddarth, 2001).
C. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Katarak
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasarutama
dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masukrumah
sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama,suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
2) Riwayat kesehatan dahulu
15
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk
menemukanmasalah primer pasien, seperti: kesulitan membaca,
pandangan kabur,pandangan ganda, atau hilangnya daerah penglihatan
soliter. Perawatharus menemukan apakah masalahnya hanya
mengenai satu mata ataudua mata dan berapa lama pasien sudah
menderita kelainan ini.Riwayat mata yang jelas sangat penting.
Apakah pasien pernahmengalami cedera mata atau infeksi mata,
penyakit apa yang terakhirdiderita pasien.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah
iamengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien
mengalamikesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?,
apakah adakeluhan dalam membaca atau menonton televisi?,
bagaimana denganmasalah membedakan warna atau masalah dengan
penglihatan lateralatau perifer?
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama
ataukakek-nenek.
c. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara
keabuanpada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop(Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap
refleks fundusketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.
Pemeriksaanslit lampmemungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci
dan identifikasi lokasiopasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya
terletak didaerahnukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi
steroid umumnyaterletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang
menandakanpenyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain
deposisi pigmenn pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau
kerusakan irismenandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
d. Perubahan pola fungsi
16
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon)
adalahsebagai berikut :
1) Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara kesehatan,adakah
kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol,dan apakahpasien
mempunyai riwayat alergi terhadap obat, makanan atau yanglainnya.
2) Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas
atauperawatan diri, dengan skor : 0 = mandiri, 1= dibantu sebagian,
2=perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan orang lain dan alat,
4=tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui :
Aktifitas ,Mandi, Berpakaian/ berdandan, Eliminasi, Mobilisasi
ditempat tidur, Pindah, Ambulasi, Naik tangga, Belanja, Memasak,
Merapikan rumah
3) Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti
insomnia atau masalah lain. Apakah saat tertidur seringterbangun.
4) Pola nutrisi metabolik
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran dietapa yang
telah diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dansetelah sakit
mengalami perubahan atau tidak, adakah keluhan mualdan muntah,
adakah penurunan berat badan yang drastis dalam 3bulan terakhir.
5) Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguanatau
kesulitan. Untuk BAK kaji warna, bau dan frekuensi sedangkanuntuk
BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi.
6) Pola kognitif perseptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan
bicara,mendengar, melihat, membaca serta kemampuan pasien
berinteraksi.Adakah keluhan nyeri karena suatu hal, jika ada kaji
kualitas nyeri.
17
7) Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan menerimanyaseperti
harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri
dangambaran akan dirinya.
8) Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerimadan
menghadapi perubahan yang terjadi pada dirinya dari sebelumsakit
hingga setelah sakit.
9) Pola seksual reproduksi
Pola seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhirdan
adakah masalh saat menstruasi.
10) Pola peran hubungan
Status perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, system
pendukung dalam menghadapi masalah, dan bagaiman
dukungankeluarga selama pasien dirawat di rumah sakit.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Apa agama pasien, sebagai pendukung untuk lebih mendekatkandiri
kepada Tuhan atas sakit yang diderita.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operatif
1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda
2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan
kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
b. Post Operatif
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur
invasive.
2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan).
18
3) Gangguan sensori – perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ status organ indera, lingkugan secara
terapeutik dibatasi
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, ditandai
dengan klien kurang mengikuti instruksi, sering bertanya terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
3. Perencanaan
a. Pre Operatif
1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.
Kriteria hasil :
Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat
lingkungan semaksimal mungkin.
Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif
Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.
Intervensi Rasional
1.Orientasikan pasien
terhadap lingkungan aktifitas.
2.Bedakan kemampuan
lapang pandang diantara
kedua mata
3.Observasi tanda disorientasi
dengan tetap berada di sisi
pasien.
4.Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sederhana seperti menonton
TV, radio, dll
1. Memperkenalkan pada pasien tentang
lingkungan dam aktifitas sehingga
dapat meninggalkan stimulus
penglihatan.
2. Menentukan kemampuan lapang
pandang tiap mata
3. Mengurangi ketakutan pasien dan
meningkatkan stimulus
4. Meningkatkan input sensori, dan
mempertahankan perasaan normal,
tanpa meningkatkan stress
5. Menurunkan penglihatan perifer dan
19
5.Anjurkan pasien
menggunakan kacamata
katarak, cegah lapang
pandang perifer dan catat
terjadinya bintik buta.
6.Posisi pintu harus tertutup
terbuka, jauhkan rintanga
gerakan
6. Menurunkan penglihatan perifer dan
gerakan.
2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan
kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
Tujuan : kecemasan teratasi
Kriteria hasil :
Mengungkapkan kekhawatirannya dan ketakutan mengenai
pembedahan yang akan dijalani.
Mengungkapkan pemahaman tindakan rutin perioperasi dan
perawatan.
Intervensi Rasional
1. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan relaks, berikan
dorongan untuk verbalisasi
dan mendengarkan dengan
penuh perhatian.
2. Yakinkan klien bahwa ansietas
mempunyai respon normal
dan diperkirakan terjadi pada
pembedahan katarak yang
akan dijalani.
3. Tunjukkan kesalahpahaman
yang diekspresikan klien,
berikan informasi yang
akurat.
1. Membantu mengidentifikasi
sumber ansietas.
2. Meningkatkan keyakinan klien
3. Meningkatkan keyakinan klien
4. Meningkatkan proses belajar
dan informasi tertulis
mempunyai sumber rujukan
setelah pulang.
5. Pengetahuan yang meningkat
akan menambah kooperatif
klien dan menurunkan
kecemasan.
6. Pengetahuan yang meningkat
akan menambah kooperatif
20
4. Sajikan informasi
menggunakan metode dan
media instruksional.
5. Jelaskan kepada klien aktivitas
premedikasi yang diperlukan.
6. Diskusikan tindakan
keperawatan pra operatif
yang diharapkan.
7. Berikan informasi tentang
aktivitas penglihatan dan
suara yang berkaitan dengan
periode intra operatif
klien dan menurunkan
kecemasan.
7. Menjelaskan pilihan
memungkinkan klien membuat
keputusan secara benar.
b. Post Operatif
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur
invasive.
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil : klien melaporkan penurunan nyeri secara progresif
dan nyeri terkontrol setelah intervensi.
Intervensi Rasional
1. Bantu klien dalam
mengidentifikasi tindakan
penghilangan nyeri yang
efektif.
2. Jelaskan bahwa nyeri dapat
terjadi sampai beberapa
jam setelah pembedahan.
3. Lakukan tindakan
1. Latihan nyeri dengan
menggunakan tindakan yang
non farmakologi
memungkinkan klien untuk
memperoleh rasa kontrol
terhadap nyeri.
2. Analgesik dapat menghambat
21
mengurangi nyeri dengan
cara:
- Posisi : tinggikan
bagian kepala tempat
tidur, ganti posisi dan
tidur, ganti posisi dan tidur
pada sisi yang tidak
dioperasi
- Distraksi
- Latihan relaksasi
4. Berikan obat analgetik
sesuai program
5. Lapor dokter jika nyeri
tidak hilang setelah ½ jam
pemberian obat, jika nyeri
disertai mual.
6. Membantu pasien
menemukan tindakan yang
dapat menghilangkan atau
mengurangi nyeri yang
efektif.
7. Nyeri dapat terjadi sampai
anestesi local habis,
memahami hal ini dapat
membantu mengurangi
kecemasan yang
berhubungan dengan yang
tidak diperkirakan.
reseptor nyeri.
3. Tanda ini menunjukkan
peningkatan tekanan intra
ocular atau komplikasi lain.
2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
(bedah pengangkatan).
Tujuan : infeksi tidak terjadiKriteria hasil :
22
Tanda-tanda infeksi tidak terjadi
Penyembuhan luka tepat waktu
Bebas drainase purulen , eritema, dan demam
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan penyembuhan
luka dengan :
- Beri dorongan untuk
mengikuti diet seimbang dan
asupan cairan yang adekuat
- Instruksikan klien
untuk tetap menutup mata
sampai hari pertama setelah
operasi atau sampai
diberitahukan.
2. Gunakan tehnik aseptic untuk
meneteskan tetes mata :
- Cuci tangan sebelum
memulai
- Pegang alat penetes
agak jauh dari mata.
- Ketika meneteskan
hindari kontk antara mata
dengan tetesan dan alat
penetes.
3. Gunakan tehnik aseptic untuk
membersihkan mata dari
dalam ke luar dengan tisu
basah / bola kapas untuk tiap
usapan, ganti balutan dan
memasukkan lensa bila
menggunakan.
1. Nutrisi dan hidrasi yang
optimal meningkatkan
kesehatan secara
keseluruhan, meningkatkan
penyembuhan luka
pembedahan.
2. Memakai pelindung mata
meingkatkan penyembuhan
dan menurunkan kekuatan
iritasi kelopak mata
terhadap jahitan luka.
3. Tehnik aseptic menimalkan
masuknya mikroorganisme
dan mengurangi infeksi.
4. Tehnik aseptic
menurunkan resiko
penyebaran infeksi/.bakteri
dan kontaminasi silang.
5. Mencegah kontaminasi dan
kerusakan sisi operasi.
6. Deteksi dini infeksi
memungkinkan
penanganan yang cepat
untuk meminimalkan
keseriusan infeksi.
7. Ketegangan pada jahitan
dapat menimbulkan
23
4. Tekankan pentingnya tidak
menyentuh / menggaruk mata
yang dioperasi.
5. Observasi tanda dan gejala
infeksi seperti : kemerahan,
kelopak mata bengkak,
drainase purulen, injeksi
konjunctiva (pembuluh darah
menonjol), peningkatan suhu.
6. Anjurkan untuk mencegah
ketegangan pada jahitan
dengan cara : menggunakan
kacamata protektif dan
pelindung mata pada malam
hari.
7. Kolaborasi obat sesuai
indikasi :
- Antibiotika (topical,
parental atau sub
conjunctiva)
- Steroid
interupsi, menciptakan jala
masuk untuk
mirkoorganisme
8. Sediaan topical digunakan
secara profilaksis, dimana
terapi lebih agresif
diperlukan bila terjadi
infeksi
9. Menurunkan inflamasi
3) Gangguan sensori – perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ status organ indera, lingkugan secara
terapeutik dibatasi
Kriteria hasil :
Menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan.
Perubahan respo biasanya terhadap rangsang.
24
Hasilnya yang diharapkan : Meningkatkan ketajaman penglihatn
dalam batas situasi individu dan Mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi Rasional
1. tentukan ketajaman
penglihatan, catat
apakah satu atau kedua
mata terlibat
2. orientasi pasien
terhadap lingkungan,
staf/ orang lain di area
3. observasi tanda-tanda
dan gejala-gejala
disorientasi,
pertahankan
pengamanan tempat
tidur sampai benar-
benar sembuh dari
anesthesia.
4. ingatkan klien
menggunakan kacamata
katarak yang tujuannya
memperbesar ± 25%,
penglihatan perifer
hilang.
1. Kebutuhan individu dan
pilihan intervensi dan pilihan
intervensi bervariasi sebab
kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progresif.
2. Memberikan peningkatan
kenyamanan dan
kekeluargaaan, menurunkan
cemas dan disorientasi pasca
operasi.
3. Terbangun dalam lingkungan
yang tak dikenal dan
mengalami keterbatasan
penglihatan dapat
mengakibatkan bingung pada
orangtua.
4. Perubahan ketajaman dan
kedalaman persepsi dapat
menyebabkan bingung /
meningkatkan resiko cedera
sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, ditandai
25
dengan klien kurang mengikuti instruksi, sering bertanya terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan berupa HE
diharapkan klienmengerti dengan kondisi, prognosis,dan pengobatan.
Kriteria hasil :
Dapat melakukan perawatan dengan prosedur yang benar
Dapat menyembuhkan kembali apa yang telah dijelasakan
26
Intervensi Rasional
1. Kaji informasi tentang
kondisi individu
prognosis tipe prosedur,
tipe prosedur lensa.
2. Tekankan pentingnya
evaluasi perawatan.
Beritahu untuk
melaporkan penglihatan
berawan.
3. Informasikan kepada
klien untuk menghindari
tetes mata yang dijual
bebas.
4. Dorong pemasukan cairan
yang adekuat, makan
terserat.
5. Anjurkan klien untuk
menghindari membaca,
berkedip, mengangkat
yang berat, mengejar saat
defekasi, membongkok
pada panggul, meniup
hidung penggunaan
spray, bedak bubuk,
merokok.
6. Meningkatkan
pemahaman dan
kerjasama dengan
program pasca operasi
1. Pengawasan periodic
menurunkan resiko komplikasi
serius.
2. Dapat bereaksi silang / campur
dengan obat yang diberikan.
3. Memertahankan konsistensi
faeces untuk menghindari
mengejan
4. Aktifitas yang menyebabkan
mata lelah tegang, manuver
valsava atau meningkatkan TID
dapat mempengaruhi hasil
operasi dan mencetuskan
perdarahan.
5. Catatan : iritasi pernapasan yang
menyebabkan batuk / bersih
dapat meningkatkan TID.