bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan bagian yang penting artinya bagi kehidupan
manusia, karena bila tubuh sehat maka seseorang dapat menjalani kehidupan
secara produktif dan berkualitas. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36
Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.5
Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa No. 18 Tahun
2014 adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.5 Pengertian kesehatan jiwa
menurut WHO bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dimana seseorang
mampu memahami potensi dirinya, mampu menghadapi tantangan hidup, dapat
bekerja secara produktif dan mampu untuk berkontribusi terhadap
lingkungannya.6
Kondisi kesehatan seseorang dapat terganggu, baik secara fisik maupun
mental. Gangguan dalam kondisi mental seseorang disebut dengan gangguan jiwa.
Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam pikiran, perasaan dan perilaku yang
menimbulkan hendaya atau disabilitas dalam kehidupan dan menyebabkan
penderitaan bagi seseorang.6
3
4
Salah satu gangguan jiwa berat yang paling banyak menimbulkan
disabilitas atau hendaya yaitu skizofrenia.7 Pasien skizofrenia sering mengalami
kegagalan dalam menjalankan fungsi sosial, menghadapi masalah yang
berhubungan dengan keterampilan interpersonal, memiliki keterampilan sosial
yang buruk, dan mengalami defisit fungsi kognitif, sehingga akhirnya mereka
mengalami isolasi sosial yang menyebabkan kualitas hidup mereka menjadi
buruk.8
Ruang lingkup pelayanan kesehatan jiwa tidak hanya gangguan jiwa saja
tetapi juga meliputi masalah yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup dan
masalah psikososial yang sering terjadi.9 Orang yang mempunyai masalah dengan
kesehatan jiwanya membutuhkan dukungan psikososial disamping bantuan
profesional kesehatan jiwa.10
Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan
upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari rasa takut, tekanan dan gangguan lain
yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.5 Rumah Sakit Jiwa memberikan
pelayanan yang komprehensif untuk orang dengan gangguan jiwa, meliputi
pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rehabilitasi adalah
serangkaian usaha yang terkoordinasi yang terdiri dari upaya medis, sosial,
edukasional dan vokasional, untuk melatih kembali seseorang yang handycap
untuk dapat mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi mungkin.7
Pelayanan rehabilitatif untuk orang dengan gangguan jiwa berat termasuk
skizofrenia adalah rehabilitasi psikiatrik atau rehabilitasi psikososial.9
5
B. REHABILITASI PSIKOSOSIAL
Rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu “re” yang berarti kembali dan
“habilitasi” yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti
mengembalikan kemampuan.10 Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang
ditujukan pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki
seoptimal mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi.10
Rehabilitasi didefinisikan sebagai ”satu program holistik dan terpadu atas
intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional yang
memberdayakan seorang (individu penyandang cacat) untuk meraih pencapaian
pribadi, kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang fungsional dengan
dunia”.11
Rehabilitasi psikososial merupakan kegiatan pelayanan yang bertujuan
membantu individu dengan gangguan jiwa untuk mengembangkan keterampilan
emosional, sosial dan intelektual yang diperlukan untuk menjalani kehidupan
sehari-hari di lingkungan tempat tinggalnya.11 Rehabilitasi psikososial adalah
upaya pemulihan kesehatan mental dan peningkatan keterampilan hidup agar
orang dengan gangguan jiwa mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari serta
upaya proses integrasi sosial, peran sosial yang aktif dan peningkatan kualitas
hidup.12
Rehabilitasi psikososial dimaksudkan agar orang dengan gangguan jiwa
yang berat dapat beradaptasi kembali dengan lingkungan sosial disekitarnya,
mampu mandiri, dan dapat melakukan perawatan diri serta tidak menjadi beban
bagi keluarga dan masyarakat.13
6
Rehabilitasi psikososial merupakan kegiatan pelayanan yang bertujuan
membantu individu dengan gangguan jiwa untuk mengembangkan keterampilan
emosional, sosial dan intelektual yang diperlukan untuk menjalani kehidupan
sehari-hari di lingkungan tempat tinggalnya.11 Rehabilitasi psikososial adalah
upaya pemulihan kesehatan mental dan peningkatan keterampilan hidup agar
orang dengan gangguan jiwa mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari serta
upaya proses integrasi sosial, peran sosial yang aktif dan peningkatan kualitas
hidup. Rehabilitasi psikososial dimaksudkan agar orang dengan gangguan jiwa
yang berat dapat beradaptasi kembali dengan lingkungan sosial disekitarnya,
mampu mandiri, dan dapat melakukan perawatan diri serta tidak menjadi beban
bagi keluarga dan masyarakat.12
Upaya rehabilitasi psikosial bertujuan untuk mencapai perbaikan fisik dan
mental sebesar-besarnya, penempatan/penyaluran dalam pekerjaan dengan
kapasitas maksimal, penyesuaian diri dalam hubungan perorangan dan sosial
secara memuaskan, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
yang berswadaya, swasembada atau mandiri dan berguna.9 Kegiatan proses
rehabilitasi psikososial dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu: tahap persiapan, tahap
penempatan/penyaluran dan tahap pengawasan, serta kegiatan sosioterapi. Adapun
jenis rehabilitasi yang dilaksanakan diantaranya yaitu latihan keterampilan
kognitif, latihan keterampilan sosial dan latihan vokasional.10
7
C. JENIS PROGRAM REHABILITASI
1. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan
kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai
menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau
bekerja.5
2. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang
semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap
dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya.
Rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual
maupun secara kelompok.5 Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu
memang tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6
bulan (program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk
psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk
rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat
dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga broken home. Gerber
menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat
memahami aspek-aspek kepribadian keluarganya.6
8
3. Rehabilitasi Komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam
satu tempat. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih
keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam
kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan
narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.6 Dalam program ini
semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan
dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung
jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan
hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.7
4. Rehabilitasi Keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena dalam waktu
rehabiltasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan
ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.5 Pendalaman,
penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan
kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko
seminimal untuk relaps.7
D. PELAKSANAAN REHABILITASI PSIKOSOSIAL
Rehabilitasi sosial psikologis adalah suatu proses rehabilitasi yang
berusaha menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi semaksimal mungkin
dampak negatif dari kelainan terhadap mental anak, serta melatih mempersiapkan
mental mereka agar siap melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.14
9
Cakupan rehabilitasi sosial psikologis meliputi: (a) aspek keagamaan, (b)
budi pekerti, (c) rehabilitasi sosial yang meliputi: pengenalan diri pribadi, bantu
diri pribadi, bantu diri umum, sosialisasi, (d) aspek pengembangan akademik, (e)
aspek psikologis, dan (f) bantuan sosial.15
Pelaksanaannya ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyusun program rehabilitasi sosial psikologis sesuai dengan kebutuhan
anak dan menurut aspek rehabilitasinya (agama, budi pekerti, sosialisasi,
dst).
2. Konsultasikan program rehabilitasi kepada ahlinya bila memungkinkan.
Atau diskusikan dengan teman-teman guru/anggota tim rehabilitasi lainnya.
3. Pelaksanaan rehabilitasi sosial psikologis pada prinsipnya menjadi satu
kesatuan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar bidang studi yang ada
di sekolah.
4. Pendekatan pelaksanaan rehabilitasi dapat secara individual, kelompok kecil
dan atau kelompok kelas.
5. Melakukan evaluasi dan pencatatan seperlunya.
a. Pelayanan Terapi Khusus
Beberapa layanan terapi khusus yang termasuk dalam rehabilitasi sosial
psikologis, diantaranya adalah: play therapy, music therapy, behavior
therapy, orientasi dan mobilitas.
b. Behavioral Therapy
Behavioral therapy adalah pemberian stimulasi psikososial secara individu
dan atau kelompok anak yang bertingkah laku kurang laras (penyimpangan
10
tingkah laku) agar yang bersangkutan mengembangkan pemahaman sikap
dan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Pelaksanaan perubahan tingkah
laku pada dasarnya terpadu dengan PBM dalam berbagai bidang studi di
sekolah. Contohnya:16
1) Teori Perubahan Tingkah Laku ”Unfreezing to Refreezing” dari Lewin
(1975) Bahwa perubahan tingkah laku seseorang melalui 5 fase, yaitu:
fase pencarian, diagnosa masalah, penentuan tujuan, fase tingkah laku
baru, dan fase pembekuan ulang. Cara mengadakan perubahan tingkah
laku dengan:
a) Memperkuat driving forces, melalui kegiatan pendidikan,
penyuluhan, pengarahan, dsb.
b) Mereduksi restraining forces, lewat mengikutsertakan anak dalam
suatu kegiatan tertentu.
c) Keterpaduan dari kedua cara tersebut di atas.
2) Teori Adopsi dari Rogers dan Shoemaker
Bahwa untuk memodifikasi tingkah laku dapat ditempuh dengan:
a) Memberikan pengetahuan mengenai tingkah laku yang kurang
laras, serta akibat-akibatnya, baik dari pandangan agama, etika,
dsb.
b) Bila anak mulai memikirkan tingkah lakunya, maka dilanjutkan
dengan pendekatan dan penguatan.
11
c) Bila anak mulai akan mencoba tingkah laku baru yang disarankan,
maka dilanjutkan memberi motivasi dan penguatan agar keputusan
yang diambil dilandasi atas kesadarannya.
d) Bila anak sudah melaksanakan tingkah laku baru yang disarankan
(adapted), maka guru harus memberi penguatan lagi agar tidak
terjadi drop out.
E. PELAKSANAAN REHABILITASI KETERAMPILAN
1. Tujuan
Dimaksudkan sebagai upaya menanamkan, menumbuhkan, dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan agar anak mampu memiliki kesiapan
dasar dan keterampilan kerja tertentu yang dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri
maupun kebutuhan keluarga.17
2. Jenis
a. Orientasi macam/jenis keterampilan
b. Bimbingan keterampilan sederhana
c. Bimbingan keterampilan kejuruan
3. Cara Pelaksanaan
a. Menyusun rencana kegiatan bimbingan setiap minggu.
b. Menyiapkan sarana bimbingan berupa peralatan dsb.
c. Pengelompokan siswa sesuai dengan paket bimbingan dan minat serta bakat
anak.
d. Pelaksanaan bimbingan pada hakekatnya melaksanakan KBM bidang studi
keterampilan dalam kurikulum.
12
e. Pelaksanaan bimbingan dengan cara bimbingan kelompok atau individual.
f. Menentukan tempat bimbingan.
g. Mengumpulkan dan menyimpan kembali sarana/peralatan bimbingan.
F. PEMBINAAN ORANG TUA
Pembinaan orang tua merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari
layanan rehabilitasi.18 Arti pentingnya pembinaan orang tua sebagai penanggung
jawab anak dapat dilihat dari keterkaitannya dengan:19
1. Bahwa tanggung jawab terhadap masa depan anak tidak hanya terletak di
pihak guru/sekolah, tetapi juga orang tua dan masyarakat.
2. Banyak kegiatan rehabilitasi yang sebenarnya mampu dilakukan oleh orang
tua sebagai pelaksananya.
Sedangkan kegiatan pembinaan orang tua meliputi:
a. Memberikan penjelasan kepada orang tua tentang hak dan kewajiban
orang tua selama anak memperoleh layanan rehabilitasi/selama mengikuti
pendidikan di sekolah.
b. Memberikan penjelasan tentang kedudukan, fungsi, dan status sekolah,
kewajiban sekolah, hak sekolah, dsb.
c. Penjelasan tentang kecacatan, macam kecacatan, penyebab kecacatan,
akibat dari kecacatan, pencegahan kecacatan, kebutuhan anak cacat.
d. Penjelasan tentang pelayanan rehabilitasi, macam rehabilitasi, tujuan dan
fungsi, pelaksanaan rehabilitasi, tempat pelaksanaan, peranan orang tua
dan proses rehabilitasinya.
13
e. Kegiatan konsultasi dengan orang tua, terutama dalam hal biaya
pendidikan, asrama, aspek kesehatan, aspek rehabilitasi anaknya, aspek
administrasi, dsb.
f. Memberikan laporan kepada orang tua mengenai kemajuan yang dicapai
anak, hambatan, dan kelebihan tertentu yang dimiliki anak.
Pelaksanaan pembinaan orang tua dapat dilakukan oleh guru/sekolah
secara periodik sesuai dengan kebutuhan, maupun oleh para ahli rehabilitasi yang
ada di sekolah.
G. KERJASAMA INSTANSIONAL
Kerjasama instansional dimaksudkan agar dapat diperoleh dukungan dan
bantuan melalui kerjasama instansional, sehingga dapat memperlancar dan
menuntaskan program rehabilitasi yang dilakukan oleh sekolah.18-19 Adapun tujuan
kerjasama instansional adalah:20
1. Untuk menyebarluaskan informasi tentang penanganan penca oleh sekolah
secara tepat dan benar.
2. Menterpadukan upaya penanganan masalah anak yang terdiri dari berbagai
kemampuan dan keahlian atas dasar pengertian dana dan tanggung jawab
bersama.
3. Terciptanya iklim yang menunjang terselenggaranya upaya penanganan anak,
baik yang bersifat preventif, kuratif, dan promotif.
Instansi yang terkait dengan program kerjasama sangat tergantung pada
kebutuhan masing-masing sekolah.
14
Cara pelaksanaan kerjasama instansional yaitu:19-20
a. Merumuskan secara tertulis kebutuhan/kegiatan yang dapat digunakan
sebagai bahan pembahasan kerjasama instansional.
b. Melakukan penjajagan/pendekatan terhadap instansi terkait terhadap
kemungkinan terjalinnya kerjasama.
c. Menyusun dan membahas konsep kerjasama instansional.
d. Pelaksanaan kerjasama instansional.