bab ii

39
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENUAAN 2.1.1 PROSES PENUAAN Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari(Mayfirra , 2008). Proses menua dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan mengalami infeksi dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Proses menua merupakan proses alamiah yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan yang ditandai adanya perubahan anatomik, fisiologik, dan biomekanik dalam sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel dan organ tubuh. proses menua memiliki tanda-tanda(Mayfirra , 2008), antara lain : 1 Terjadi kemunduran biologis, yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik, misalnya mulut mulai mengendor, kehilangan gigi.

Upload: araaliffia

Post on 24-Nov-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

atropi

TRANSCRIPT

9

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 PENUAAN 2.1.1 PROSES PENUAANLansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari(Mayfirra , 2008).Proses menua dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan mengalami infeksi dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Proses menua merupakan proses alamiah yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan yang ditandai adanya perubahan anatomik, fisiologik, dan biomekanik dalam sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel dan organ tubuh. proses menua memiliki tanda-tanda(Mayfirra , 2008), antara lain :1 Terjadi kemunduran biologis, yang terlihat sebagai gejala kemunduran fisik, misalnya mulut mulai mengendor, kehilangan gigi.2 Terjadi kemunduran kemampuan kognitif, misalnya penurunan fungsi stomatognathi sehingga tidak bisa mengunyah dengan baik.Lansia dikelompokkan dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkat usia. Menurut DEPKES RI, lansia dibagi dalam 3 kelompok(Mayfirra , 2008), yaitu :1 3Kelompok usia dalam masa virilitas (45-54 tahun)2 Kelompok usia dalam masa prasenium ( 55-64 tahun)3 Kelompok usia masa senescrus (>65tahun) dan usia lanjut dengan resiko tinggi (>70tahun)Sementara itu, WHO mengelompokkan lansia atas kelompok middle age(45-59 tahun), kelompok elderly(60-74tahun) dan kelompok aged( 75 tahun ke atas) (www.medl

2.1.2 TEORI PROSES PENUAANAda beberapa teori yang dikemukakan mengenai proses menua(Mayfirra , 2008), antara lain1 . Teori stochastikProses menua disebabkan oleh penimbunan sisa-sisa dari lingkungan, contohnya adalah mutasi somatik yang disebabkan oleh radiasi dan kemungkinan bahan-bahan radioaktif yang tertimbun. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan sintesis protein, kegagalan fungsi dan berakhir kematian(Mayfirra , 2008)2 . Teori cross linking Adanya saling silang antara kolagen dan elastin yang menyebabkan serabut tersebut kurang lentur, lebih rapuh, mudah terkoyak dan akhirnya degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem vital tubuh mengalami kemunduran fungsional dan meyebabkan gejala penuaan(Mayfirra , 2008)3 . Teori neuroendokrinTeori ini menempatkan hormon sebagai pusat dari proses menua. Proses menua tergantung peranan kelenjar hypofisis yang mengeluarkan hormon DECO ( decreasing Oxygen Consumption) yang menstimulir pengurangan konsumsi oksigen dan mengurangi usaha hormon tiroid proses menua(Mayfirra , 2008).4 . Teori imunologiKapasita fungsional sistem imun menyebabkan kemunduran dengan bertambahnya umur, mereduksinya fungsi sel limfosit dan turunnya resistensi terhadap infeksi penyakit(Mayfirra , 2008)5 . Teori nutritional componentKekurangan makanan menyebabkan perubahan fisiologis dan anatomis yang selanjutnya menyebabkan kerusakan dan terbatasnya regenerasi sel sehingga terjadi proses menua(Mayfirra , 2008).6 . Teori sintesa proteinProses ini disebabkan karena ganggua mekanisme sintesa protein, dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Perubahan akivitas enzim menyebabkan gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein abnormal(Mayfirra , 2008)7 . Teori radikal bebasRadikal bebas bersifat sangat reaktif ini dapat merusak komponen sel dan inti sel sehingga terjadi degenerasi(Mayfirra , 2008)

2.2 Perubahan pada LanjutUsia2.2.1 Perubahan fisiologis Proses umum penuaan tidak dapat diterangkan dengan jelas. Hal ini sering dijabarkan sebagai gabungan dari fenomena fisiologis normal dan degenerasi patologis. Penuaan dapat didefinisikan sebagai suatu hal biologis di mana proses tersebut merupakan hal yang genetik, suatu terminasi yang tak terelakkan dari pertumbuhan normal. Segi patologis dari penuaan termasuk proses destruksi, yang kemungkinan berkaitan dengan reaksi autoimun, atau akumulasi dari pengaruh trauma-trauma minor yang terjadi sepanjang hidup. Berbagai penyakit tertentu yang pernah dialami sepanjang kehidupan cenderung memperkuat besarnya perubahan degeneratif yang terjadi pada usia lanjut. Usia lanjut juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan perubahan patologis. Terjadinya perubahan fisiologis yangnormal pada pasien lanjut usia sepertinya sukar dijelaskan. Mungkin tidak pernah terjadi suatu perubahan fisiologis yang benar-benar murni pada usia lanjut tanpa dipengaruhi adanya penyakit sama sekali. Meskipun demikian beberapa kecenderungan perubahan sesuai dengan pertambahan usia dapat diprediksi. Regresi pada fungsi tubuh secara umummulai terjadi pada usia 25 hingga 30 tahun dan berlanjut terus sampai akhir hayat. Penurunan metabolisme selular menyebabkan berkurangnya kemampuan sel untuk bertumbuh dan reparasi. Laju pembelahan sel (mitosis) menurun sehingga pada usia 65 tahun deplesi selular mendekati 30%. Karena semua jaringan, organ dan sistem tidak bergeser dengan kecepatan yang sama, struktur komposit tubuh dan fungsinya juga berbeda pada pasien usia lanjut dibandingkan dengan pasien muda. Temuan sistemik dan temuan pada rongga mulut hendaknya diinterpretasikan dalam kaitan dengan bagaimanakah seharusnya hal itu didapati pada pasien sehat yang berusia sama. Secara umum kondisi fisiologis pasien lanjut usia akan ditemui kemunduran pertumbuhan tulang dan tulang rahang. Resorbsi terjadi merata pada rahang atas dan rahang bawah. Kemampuan menjaga kebersihan rongga mulut menurun dan terjadi osteoporosis.

2.2.2 Perubahan mental pada pasien lanjut usiaPola kemampuan mental dan sikap pasien lanjut usia merupakan hasil interaksi kompleks dari pengalaman masa lalu, ketuaan fisiologis dan perubahan sosial ekonomi pasien. Perubahan dalam kemampuan fisik, penampilan serta peranan pasien tersebut di dalam kehidupan keluarga dan di masyarakat sering menimbulkan stres yang sangat besar pada pasien lanjut usia. Kemampuan untuk menerima kenyataan dan mengatasi stres Pasien Prostodonsia Lanjut Usia: Beberapa Pertimbangan dalam Perawatan yang timbul menentukan apakah seseorang itu bertumbuh dengan sukacita atau merana. Berkaitan dengan perubahan usia terjadi perubahan pada indera tertentu dan sistem syaraf pusat, terjadi kemunduran kemampuan untuk menerima serta menyimpan informasi. Fungsi seperti pengertian logika dan persepsi spasial berkurang atau bisa hilang sama sekali. Bagaimana mengantisipasi dan melakukan tindakan (problem solving) atas sesuatu hal sudah lebih sulit dilakukan dan informasi yang tidak relevan sering menjadikannya lebih membingungkan. Sebaliknya, kemampuan atau ilmu yang dulunya dia peroleh sepertinya tetap bertahan; karena itu, pada pasien lanjut usia, pola sikap fisiologis dan psikologis yang konstan tidak dapat terlalu ditekankan. Perawatan prostodonsi terhadap kasus kerusakan/kehilangan gigi merupakan salah satu faktor untuk mendukung adaptasi mental yang dapat dilakukan pada pasien lanjut usia. Sewaktu pembuatan gigi tiruan, ada berbagai faktor lain yang perlu diperhatikan agar pembuatan gigi tiruan yang dilakukan dapat lebih berhasil dalam membantu kemampuan adaptasi mental pasien. Perubahan dalam penampilan dan kapasitas fisik dapat menimbulkan tekanan mental. Hilangnya atau memutihnya rambut, rusak atau tercabutnya gigi serta kekuatan fisik yang menurun mengarah kepada self imageyang buruk. Pasien tersebut memandang dirinya seperti sudah tidak berguna atau hanya menyusahkan orang saja! Berkurangnya pendengaran dan kemunduran fisik dapat pula menyebabkan orang tersebut tidak dapat diterima bekerja di pekerjaan yang dia tekuni sebelumnya sehingga akibatnya dia lebih banyak tergantung pada orang lain (teman atau keluarga) dan hal ini kembali menambah beban mental baginya.2.2.3 Perubahan sistemik dan degradasi yang terjadi pada pasien lanjut usiaSistem syaraf pusat terutama sangat peka terhadap ketuaan karena sel-sel otak tidak direproduksi. Meskipun sitoplasma sel-sel individu memang terlibat dalam proses destruksi parsialis dan replacement, sel-sel yang dihasilkan sewaktu kelahiran harus tetap dipertahankan seumur hidup. Karena sel-sel syaraf juga relatif sangat peka terhadap cukupnya suplai oksigen, fungsinya sangat berkaitan dengan kondisi sirkulasi darah. Diperkirakan bahwa 20% neuron tubuh hilang pada usia 70 tahun. Kecepatan transmisi rangsang sepanjang serat syaraf juga menurun sebesar 15 s.d. 20%.Aktivitas random neuron menurun sesuai dengan pertambahan usia sehingga mempengaruhi proses sensor perasa dan kontrol otot-otot. Perubahan pada sel-sel sistem syaraf pusat merupakan faktor yang melatarbelakangi terjadinya penurunan sensor taktik dan sensitivitas persepsi serta peningkatan ambang sakit. Pembelajaran menjadi lebih sukar, terutama apabila pola baru yang dikemukakan bertolak belakang dengan kebiasaan atau pola lama yang dia anut. Analisis situasional menjadi lebih lambat dan sulit memberi respons secara cepat. Perubahan pada otot-otot terjadi baik disebabkan oleh sel-sel otot dan juga karena perubahan pada sistem syaraf pusat. Terjadi pergantian serat-serat kontraktil otot-otot oleh jaringan ikat kolagen. Akibatnya terjadi kemunduran kekuatan, stamina, kelenturan dan tonus otot. Perubahan pada kontrol syaraf dan proprioseptif menyebabkan kekenyalan otot, kaku dan tidak begitu terkendali. Puncak kemampuan pengendalian rentang otototot terjadi pada usia 20 30 tahun dan pada usia 60 tahun kurang lebih sama dengan pada anak usia 6 tahun. Selama masa tersebut kekuatan otot berkurang sebesar 20%.2.2.4 Perubahan pada rongga mulut dan jaringan sekitar rongga mulut Perubahan yang terjadi pada rongga mulut mirip dengan yang terjadi pada kulit dan wajah. Dijumpai keadaan atropi, pengurangan ketebalan mukosa dan submukus, demikian juga dengan kelenturan jaringan ikat. Berkurangnya vaskularisasi menyebabkan memburuknya nutrisi dan pemberian oksigen ke jaringan. Mukosa menjadi peka terhadap iritasi mekanis, kemis dan bakteri. Waktu penyembuhan penyakit melambat. Perubahan mukosa secara normal bisa menjadi patologis karena pengaruh masalah dan kondisi sistemik. Atropi umum dapat dikaitkan dengan merosotnya output estrogen karena menopause. Radang mukosa dapat dikaitkan dengan kekurangan vit. B12, riboflavin dan zat besi pada diet pasien lanjut usia. Kekurangan vit. C dapat menyebabkan lambatnya penyembuhan luka, kerapuhan kapiler dan perdarahan serta pembangkakan pada gingiva. Perubahan pada lidah dan pengecapan sangat umum dijumpai pada pasien lanjut usia. Diprediksi bahwa pada usia 80 tahun sekitar 65% test budslidah telah hilang. Penyakit diabetes yang tak terkontrol pada pasien lanjut usia dapat sebagai penyebab utama terjadinya lesi gingiva, xerostomia, hiperaemia mukosa, palatum dan lidah terasa kering/terbakar, hilangnya papila lidah dan masalah vaskularisasi dini. Kelainan oral dan perioral selain disebabkan oleh usia, banyak berkaitan dengan kondisi penyakit kronis dan malnutrisi. Penampilan sianosis dan pallor bisa disebabkan karena penyakit pada paru-paru atau polycythemia. Pada wanita, peningkatan pertumbuhan rambut pada muka mungkin sesuatu yang normal atau dapat berkaitan dengan Cushings syndromeatau sindrom pascamenopause.

2.3 Penuaan Jaringan Rongga Mulut2.3.1 Jaringan GigiGigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan bertambahnya usia perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi disebabkan oleh refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan kebiasaan. Email mengalami perubahan yang nyata karena pertambahan usia, termasuk kenaikan konsetrasi nitrogen dan fluoride sejalan usia. Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia menyebabkan reduksi secara bertahap pada ukuran kamar pulpa (Dinayanti,2009).Umur mengakibatkan perubahan penting pada pulpa. Pulpa, seperti halnya jaringan ikat lain, juga akan berubah sesuai dengan perjalanan usianya. Deposisi terus menerus jaringan dentin selama kehidupan pulpa dan deposisi dentin reparative terhadap stimuli mengurangi ukuran kamar pulpa dan saluran akar, disamping itu mengurangi volume pulpa. Penyusutan pulpa ini disebut atrofi pulpa Soeno menunjukan bahwa jarak atara dasar pulpa dengan atap pulpa pada umur 10-19 tahun adalah 1,72 mm, sedangkan pada umur 50-59 tahun adalah 0,72 mm. secara rata-rata menyempit sampai 50%. Dari penelitian histology, ternyata hal ini terjadi disebabkan oleh pembentukan dentin skunder pada dasar kamar pulpaPerubahan pada pulpa ada yang bersifat alamia ( kronologik ) ada pula yang akibat cedera ( patofisiologik ) seperti akibat karies dan penyakit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Marmasse (1974) mengenai skema menurunya atap pulpa yang umumnya dimulai pada usia 45 tahun, namun proses penuaan pulpa dapat terjadi juga pada orang muda karena atrisi yang berat dan karies.

Degenerasi pada emailDengan bertambahnya umur, email menjadi lebih tipis karena abrasi atau erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena deposisi dentin sekunder dan reparatif, yang menghasilkan perubahan warna pada gigi selama hidup seseorang. Gigi orang orang tua biasanya lebih kuning atau keabu abuan atau abu abu kekuning kuningan daripada gigi orang muda(Grossman, 1995). Diskolorisasi enamelWarna gigi sulung adalah putih kebiru biruan. Warna normal gigi permanen adalah kuning keabu abuan, putih keabu abuan, atau putih kekuning kuningan. Warna gigi ditentukan oleh translusensi dan ketebalan email, ketebalan dan warna dentin yang melapisi dibawahnya, dan warna pulpa. Perubahan dalam warna dapat bersifat fisiologik dan patologik atau eksogenus dan endogenus (Grossman, 1995). Klasifikasi Diskolorisasi Gigi1. Diskolorisasi EkstrinsikDitemukan diluar permukaan gigi yang biasanya berasal dari local, seperti stain tembakau. Beberapa diskolorisasi hijau yang dihubungkan dengan membran Nasmyth pada anak anak, dan noda teh serta tembakau, dapat dihilangkan dengan scaling dan pemolesan pada waktu profilaksis gigi(Grossman, 1995). 2. Diskolorisasi IntrinsikDiskolorisasi intrinsic adalah noda yang ada pada email dan dentin disebabkan oleh pemupukan atau penggabungan bahan di dalam struktur struktur ini seperti stain tetracycline. Bila masuk ke dalam dentin menjadi kelihatan karena translusensi email(Grossman, 1995).

Sebab sebab diskolorisasi gigi Dekomposisi jaringan pulpa Perdarahan yang berlebihan setelah pengambilan pulpa Trauma Obat obatan Bahan pengisi (Grossman, 1995).

Degenerasi pada dentinDentin merupakan lapisan dibawah enamel dan menyusun sebagian beserta gigi. Dentin dilapisi odontoblas. Pembentukan dentin dikenal dengan dentinogenesis.dentin terdiri dari 70% Kristal hidroksiapatit inorganic, sisanya 30% persen merupakan organic yang tersusun dari kolagen, substansi dasar mukopolisakarida dan air karena itu dentin lebih lunak daripada enamel, dan lebih rentan untuk terjadinya karies. Walaupun demikian dentin masih berperan sebagai lapisan pelindung dan pendukung mahkota gigi. Tipe modifikasi dentin dikenal sebagai reparative dentin atau dentin sekunder. Reparative dentin sebagi respon terhadap atrisi, karies, produser operatif, atau stimulus kerusakan lain biasanya mempunyai beberapa atau lebih tubulus dentin irregular dari pada dentin yang dihasilkan sebagai akibat penuaan(Grossman, 1995).Perubahan-Perubahan Pada DentinogenesisDentinogenesis adalah suatu proses pembentukan. dan maturasi dentin. Dentinogenesis dimulai sebelum amelogenesis dan berlangsung sepanjang bidup. Setelah sel-sel epitelium enamel dalam berubah menjadi ameloblas, sel-sel ektomesenkim papila dental yang berbatasan dengannya berdifferensiasi menjadi odontoblas yaitu sel-sel yang berperan dalam pembentukan dentin. Sel-sel odontoblas awalnya membentuk matriks organik berisi serat kolagen dan substansi dasar yaitu predentin. Kemudian terjadi mineralisasi pada matriks tersebut dan menghasilkan struktur jaringan yang disebut dentin matur. Perubahan dan kelainan selama dentinogenesis dapat (Grossman, 1995). mempengaruhi struktur dentin yang terbentuk. Perubahan pada dentin karena faktor usia seperti terlihatnya dentin sekunder dan tersier. Sedangkan kelainan pada dentin dapat berupa displasia dentin dan dentinogenesis imperfekta yang disebabkan oleh faktor herediter ataupun berkurangnya komponen-komponen pembentuk dentin selama dentinogenesis(Grossman, 1995).Degenerasi pada pulpaUmur mengakibatkan perubahan penting pada pulpa. Deposisi terus menerus jaringan dentin selama kehidupan pulpa dan deposisi dentin reparative terhadap stimuli mengurangi ukuran kamar pulpa dan saluran akar dan disamping itu mengurangi volume pulpa. Penyusutan pulpa ini disebut atrofi. Bersamaan dengan ini terjadi juga pengurangan dalam diameter tubuli dentin oleh deposisi dentin peritubular yang terus-menerus. Beberapa dari tubuli ini menutup sama sekali dan membentuk dentin sklerotik. Terlihat juga pengurangan kandungan cairan tubuli dentin. Semua perubahan ini menyebabkan dentin kurang permeable dan lebih resisten terhadap stimuli luar (Grossman, 1995).Pengurangan isi pulpa ini mereduksi kandungan selular, vascular, dan neural pulpa. Odontoblas rupa-rupanya mengalami atrofi dan mungkin menghilang sama sekali di bawah daerah dentin sklerotik (Grossman, 1995).Fibroblas berkurang dalam ukuran dan jumlah, tetapi serabut kolagen bertambah dalam jumlah dan ukuran yang mungkin disebabkan karena berkurangnya daya larut dan pergantian kolagen dengan bertambahnya umur. Perubahan ini disebut fibrosis. Fibrosis ini lebih jelas pada bagian akar pulpa daripada tempat lain (Grossman, 1995).Pembuluh darah berkurang dalam jumlah, dan arteri mengalami perubahan arteri-sklerotik. Bahan kapur di timbun dalam tunika advensia dan tunika media. Perubahan-perubahan ini mengurangi persediaan darah ke pulpa. Jumlah urat saraf juga berkurang. Substansi dasar mengalami perubahan metabolic yang memberi kecenderungan untuk mineralisasi. Perubahan pada pembuluh darah, urat saraf dan substansi dasar memberi kecenderungan pulpa pada kalsifikasi distrofik (Grossman, 1995)AtrisiAtrisi yang dianggap sebagai proses fisiologis adalah hilangnya struktur oklusal atau insisal gigi akibat dari gesekan gigi kegigi yang kronis meskipun keadaan tersebut terjadi paling sering pada orang tua, gigi sulung dari anak muda juga dapat mengalami. Atrisi biasanya merupakan keadaan yang menyeluurh yang di percepat oleh bruksisme atau penggunaan yang abnormal dari gigi tertentu. Perataan dari daerah interproksimal adalah akibat umum, sedangkan terbukanya pulpa merupakan komplikasi yang jarang, karena deposisi dari dentin sekunder dan resesi pulpa terjadi secara bersama sama dengan proses tersebut. Pemeriksaan yang teliti akan menunjukkan permukaan gigi yang terpoles halus dan mengkilap, garis peprtemuan dentin email dan kamar pulpa yang mengecil. Restorasi dari gigi aus merupakan tantangan, karena adanya perubahan dimensi vertical (Langlais, 2000).Abrasi Abrasi adalah hilangnya struktur gigi secara patologis akibat dari keausan mekanis yang abnormal. Berbagai hal dapat menyebabkan abrasi, tetapi bentuk yang paling umum adalah abrasi sikat gigi yang membuat lekuk berbentuk V dibagian servikal dari permukaan vasial suatu gigi. Daerah abrasi biasanya mengkilat dan kuning karena dentin yang terbuka sering kali bagian yang terdalam dari alur peka terhadap ujung sonde. Sebagai tambahan pada kepekaan dentin, maka komplikasi komplikasi abrasi pada akhirnya adalah terbukanya atau patahnya gigi (Langlais, 2000).Takik abrasi pada gigi dapat terjadi karena gigi tiruan sebagian, jepit jepit atau kuku kuku atau pipa rokok yang digigit diantara gigi-gigi. Abrasi dari permukaan insisal dan oklusal sering kali berakibat dari terpajan bahan bahan abrasive dalam diet dan keausan oklusal dari restorasi porselen yang terletak di oklusal. Proses abrasi adalah lambat dan kronis, memerlukan bertahun tahun sebelum menimbulkan gejala gejala. Restorasi dari kontur gigi yang normal mungkin tidak berasil jika pasien tidak di beri tahu factor factor penyebanya (Langlais, 2000).

2.3.2Jaringan PeriodontiumJaringan periodontal meliputi gingiva (epitel dan jaringan ikat), ligamen periodontal, tulang alveolar dan sementum. Jaringan ini secara keseluruhan dipengaruhi oleh perubahan usia.

2.3.2.1 Gingival ephiteliumTerjadi penipisan dan penurunan keratinisasi ( penurunan pembentukan keratin, sehingga bagian permukaan jaringan menjadi tidak bisa keras dan bertanduk)pada gingiva epithelium sesuai bertambahnya umur. Penemuan signifikan ini dapat diartikan sebagai penambahan permeabilitas epitel terhadal antigen bakteri (b.denticola, b. Gingivalis, b. Intermedius, b.loeischeii), penurunan resistensi terhadap fungsional trauma maupun keduanya yang berpengaruh pada terjadinya penyakit periodontal. Selain itu, juga menyebabkan perpindahan epithelium gingiva dari posisi normal lebih ke apikal mendekati permukaan akar bersamaan dengan resesi gingival( Carranza , 2006).Gingival connective tissuePenambahan umur berakibat pada gingival connective tissue yang menjadi kasar dan menebal akibat perubahan kuantitatif dan kualitatif serabut kolagen. Hal ini diakibatkan perubahan stabilitas kolagen karena perubahan struktur makromolekuler. Sehingga, ditemukan adanya serabut kolagen yang lebih besar meskipun terjadi penurunan sintesis kolagen seiring bertambahnya usia(Carranza , 2006)Resesi GingivaResesi gingiva sering dijumpai pada geligi penderita. Prevalensi, luas, dan beratnya meningkat dengan bertambahnya usia, serta lebih banyak ditemukan pada pria. Resesi gingiva dapat terjadi hanya pada satu gigi, sekelompok gigi, bahkan pada hampir seluruh gigi yang ada dalam mulut(Fiorelini JP, 2001).Resesi gingiva didefinisikan sebagai terbentuknya permukaan akar gigi karena migrasi tepi gingiva ke arah apikal, oleh karena itu resesi diukur dengan berpedoman pada posisi tepi gingiva. Penyebabnya bermacam-macam, dapat fisiologis maupun psikologis. Akibat resesi gingiva umumnya adalah ngilu ataupun adanya karies serviko-fasial (Fiorelini JP, 2001) .Keadaan Resesi GingivaSulkus gingiva dapat ditemukan pada posisi mahkota, hubungan semen-email, atau pada akar gigi. Posisi tersebut tergantung pada umur individu dan tahapan erupsi gigi terkait. Resesi atau atropi gingiva merupakan suatu keadaan permukaanakar gigi membuka. Resesi diukur dari posisi tepi gingiva terhadap pertemuan semen-email ( cemento-enamel junction/CEJ). Ada dua posisi tepi gingiva yang dikaitkan dengan ukuran resesi. Pertama adalah posisi sesungguhnya dari tepi gingiva yang membentuk actual recession yaitu terbukanya akar gigi hingga letak perlekatan epitel pada gigi. Kedua adalah posisi tepi gingiva yang tampak secara klinis sehingga terbentuk apparent recession. Seharusnya keparahan resesi ditentukan oleh posisi sesungguhnya, jadi bukan hanya luas permukaan akar yang tampak. Sebagai contoh, dinding poket meradang , menutupi bagian akar gigi yang terbuka, sehingga sebagian resesi tersembunyi dan sebagian dapat terlihat(Fiorelini JP, 2001).Pada orang tua mudah ditemukan resesi gingiva terutama diarea fasial. Pada orang dewasa dengan periodonsium sehat, tepi tulang alveolar berada 1-2 mm apikal dari tepi gingiva, dan berada dekat dengan CEJ. Pada umumnya tulang di sisi fasial memang tipis, makin kearah apikal tulang mulai menebal, pembentukan resesi gingiva umunya akan berhenti spontan. (Fiorelini JP, 2001) .Proses Terjadinyaresesi GingivaResesi gingiva baik secara fisiologis maupun patologis. Secara fisiologis, resesi terbentuk sesuai dengan peningkatan usia seseorang. Pada usia tertentu, resesi gingiva mulai terbentuk dan keadaan ini disebut normal. Telah ditemukan bahwa prevalensi resesi pada anak-anak sebesar 8% dan pada dewasa berusia lebih dari 50 tahun sebesar 100%(Fiorelini JP, 2001). Resesi dapat terjadi hanya pada satu gigi, sekelompok gigi besebelahan, atau hampir pada seluruh gigi. Dengan bertambahnnya usia, terjadi perubahan pada ligamentum periodental. Pada keadaan ini, jumlah sel fibroblas ligamentum periodental menurun, menyebabkan struktur ligamen lebih tidak beraturan. Pada saat yang sama, terjadi perubahan jaringan ikat gingiva yang sejajar. Secara mikroskopik ditemukan penurunan produktif matriks organik dan jumlah sel epitel ( rest cell epitelial), sedangkan serat-serat elastik jumlahnya meningkat. (Fiorelini JP, 2001).

2.3.2.2 Ligamen periodontalKomponen jaringan ikat pada ligamen periodontal juga mengalami perubahan akibat usia. Komponen serabut dan sel menurun sementara struktur ligamen menjadi lebih tidak teratur. Perubahan lain pada struktur ini termasuk penurunan kepadatan sel dan aktivitas mitosis, penurunan produksi matriks organik, dan hilangnya asam mukopolisakarida.Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dari usia pada lebar ligamen periodontal ternyata bertentangan. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan sejalan dengan usia sementara yang lain melaporkan penurunan. Bagaimanapun, sekarang telah dipastikan bahwa lebar dari ligamen periodontal berhubungan dengan fungsi yang dibutuhkan oleh gigi. Faktor perbedaan beban oklusal mungkin merupakan penyebab hasil penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh sebab itu, semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligamen periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan seperti ini, gigi yang goyang tidak mesti mempunyai pognosis yang buruk. Juga telah dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan menurun sejalan dengan usia, yang ikut berpengaruh pada penurunan lebar ligamen periodontal (Barnes dkk, 2006).

2.3.2.3 Sementum Pembentukan sementum, terutama aselular, terjadi terus-menerus sepanjang hidup dan peningkatan ketebalan yang sejalan dengan usia terlihat paling jelas didaerah apikal gigi. Temuan yang terakhir tersebut diperkirakan merupakan respons terhadap erupsi pasif. Sedikit penambahan pada remodeling sementum juga terjadi sejalan dengan usia dan ditandai dengan area resorpsi serta aposisi, yang mungkin ikut menyebabkan terjadinya peningkatan ketidakteraturan dari permukaan semental gigi lansia(Barnes dkk, 2006).

2.3.2.4 Tulang alveolar Tulang alveolar menunjukkan perubahan sejalan dengan usia yang mencakup meningkatnya jumlah lamela interstitial, menghasilkan septum interdental yang lebih padat, dan menurunnya jumlah sel pada lapisan osteogenik dari fasia kribrosa. Dengan bertambahnya usia permukaan periodontal dari tulang alveolar menjadi tajam dan serabut kolagen menunjukkan insersi yang kurang teratur ke dalam tulang. Resesi gingiva adalah bergeraknya tepi gingiva kearah apikal melewati batas sementum enamel, disertai tersingkapnya permukaan akar gigi(Barnes dkk, 2006). Penuaan Dan Hilangnya PerlekatanPada keadaan sehat, sel apikal dari epitelium jungsinal melekat pada pertautan sement enamel. Tanda dari kerusakan periodontal adalah migrasi apikal dari epitelium jungsional. Meski demikian, masih ada kontroversi mengenai usia turut menyebabkan migrasi apikal dari struktur ini, seperti dibuktikan dengan meningkatnya kerusakan periodontal sejalan dengan usia. Jadi, sewaktu memeriksa pasien lansia dengan perlekatan yang rusak, harus dipertanyakan apakah hilangnya perlekatan akibat penyakit periodontal, atau bagian dari proses penuaan, atau keduanya.Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa penuaan dihubungkan dengan resesi fisiologis dan bertahap dari jaringan gingiva, yang terjadi dengan migrasi apikal dari epitelium jungsional. Ide ini mendukung teori erupsi pasif yang berkelanjutan, yang menyatakan bahwa resesi gingiva terjadi akibat migrasi oklusal dari gigi dengan adanya tinggi tepi gingiva yang stabil. Penelitian berikutnya menjukkan bahwa gerakan ke oklusal dari gigi tidak mesti berhubungan dengan migrasi apikal dari epitelium jungsional, asalkan kesehatan gingiva baik. Telah ditunjukkan bahwa lokasi dari pertautan mukogingiva tidak berubah akibat penuaan dan jika tidak ada resesi gingiva, lebar gingiva cekat bertambah sejalan usia. Pada kesimpulan epitelium jungsional tetap pada pertautan semento email dan lebar gingiva cekat meningkat sejalan dengan usia akibat dari erupsi gigi atau kompleks dentoalveolar (Gbr. 7,Ic, 7. 2). Kejadian ini hanya jika jaringan periodontal dalam keadaan sehat. Ada beberapa bukti yang mendukung adanya migrasi apikal fisiologis dari epitelium jungsional sejalan dengan usia(Barnes dkk, 2006).

2.4. Perawatan jaringan keras gigi1. Mengurangi frekuensi pengaruh makanan atau minuman bersifat asama. Minum anasm harus segera ditelan, jangan dibiarkan berlama-lama dalam mulut, apalagi jika dibuat kumur menggunakan sedotan pada saat minum minuman asam atau soft drink akan mengurangi resiko gigi terkena erosi.b. Apabila memiliki penyakit saluran pencernaan diharap segera konsultasi dengan dokter.c. Pecandu alcohol harus segera mengikuti program rehabilitasi (Riyanti, 2005).2. Meningkatkan mekanisme pertahanan dalam rongga mulut terhadap kerusakan gigi. Air liur dapat menetralisir pengaruh minuman atau makanan yang bersifat asam. Selain itu air liur dapat mencegah gigi berlubang karena secara alami mengandung kalsium dan fosfor. Produksi air liur dapat ditingkatkan dengan cara konsumsi permen bebas gula (Riyanti, 2005).3. Konsumsi makanan yang dapat mengurangi potensi kerusakan gigi akibat bahan kimia. Memakan keju, dan tahan selama beberapa saat dalam mulut setelah makan/minum yang bersifat asam, juga mengandung kalsium dan fosfor, dan baik untuk gigi (Riyanti, 2005).4. Mengurangi resiko abrasi gigi.a. Menggunakan sikat gigi yang seratnya lembut dan menyikat gigi dengan gerakan yang tidak terlalu keras.b. Jangan segera menyikat gigi setelah makan/minum yang bersifat asam, karena gigi akan mudah terkikis sesudahnya. Lebih baik sebelumnya kumur-kumur dulu dengan air lalu diamkan beberapa saat (Riyanti, 2005).5. Meningkatkan proteksi terhadap gigi.Melapisi gigi dengan bahan tumpatan tertentu untuk melapisi bagian gigi yang terkikis (Riyanti, 2005).

2.4.1 Perawatan pada gigi yang tanggalGigi tiruan didefinisikan sebagai suatu protesa dental yang menggantikan gigi-geligi dan berhubungan dengan struktur rahang atas dan rahang bawah. Pada pasien yang kehilangan sebagian gigi, diindikasikan menggunakan gigi tiruan sebagian, sedangkan pada pasien yang sudah kehilangan seluruh gigi, diindikasikan menggunakan gigi tiruan penuh. Secara garis besar, gigi tiruan penuh dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu gigi tiruan lepasan dan gigi tiruan cekat (Barnes, 2006).Gigi tiruan tersebut harus dapat berfungsi mengembalikan estetik, mastikasi, dan fonetik sehingga diharapkan dapat memperbaiki rasa percayadiri, aktivitas social pasien, dan kualitas hidup pasien (Barnes, 2006).

2.4.2 Perawatan pada Resesi Gingiva Salah satu tujuan dari perawatan periodontal adalah memperbaiki kehilangan perlekatan jaringan pada gigi. Telah terbukti bahwa berbagai cara prosedur regenerasi jaringan periodontal berpotensi memperbaiki resesi gingiva melalui penambahan ukuran lebar dan tinggi gingiva lekat yang berkeratin, serta mencapai penutupan akar, baik secara sempurna maupun sebagian. Sebagian besar prosedur ini ini berupa teknik cangkok (graft) bedah plastik periodontal (mukogingival) (Zubardiah, 2000). Berbagai teknik bedah telah diperkenalkan untuk merawat resesi gingiva, termasuk cangkok jaringan ikat (connective tissue grafting/CTG), berbagai disain flep, ortodontik, dan guided tissueregeneration (GTR).Tindakan bedah diikuti dengan perawatan periodontal konvensional seperti skeling dan penghalusan akar dikombinasi dengan prosedur perawatan kontrol plak dan skeling yang memadai telah menunjukkan pengurangan keradangan. Selain itu berkurangnya warna kemerahan, perdarahan, dan eksudat disertai pengerutan gingiva, dapat meningkatkan estetika gingiva (Zubardiah, 2000).

2.4.3 Penangan Penyakit PeriodontalKarena setiap pasien mempunyai masalah yang berbeda, kita tidak dapat memberikan perawatan yang kaku. Perawatan tidak hanya ditentukan oleh kondisi seperti didefinisikan pada diagnosis tetapi juga oleh usia pasien, kesehatan umum, dan sikap serta aspirasinya. Selain itu, selain itu rencana kerja yang tersusun baik juga harus dibuat dengan mengingat bahwa penyimpangan dari rencana ini mungkin perlu dilakukan ketika perawatan makin berkembang. Tidak ada perawatan selain perawatan darurat yang dapat dimulai sebelum rencana yang pasti dapat dibuat dan dijelaskan kepada pasien (Manson and Eley, 1993).Tujuan perawatan adalah :1. Menghilangkan penyakit2. Restorasi fungsi efisien3. Produksi estetik yang baik

Berikut ini merupakan acuan perawatan :1. Perawatan daruratKontrol rasa sakit harus dilakukan sebelum perawatan lainnya, tetapi agar efektif perlu ditentukan diagnosis yang akurat. Abces alveolar yang berasal dari pulpa dapat salah didiagnosis sebagai lesi periodontal yang menyebabkan kesalahan perawatan dan tetap adanya rasa sakit (Manson and Eley, 1993).2. Pencabutan gigi dengan prognosa yang sangat burukKeputusan untuk mencabut gigi harus didasarkan tdak hanya pada kondisi gigi tersebut tetapi juga pada keadaan jaringan penopang serta akibat yang mungkin terjadi akibat pencabutan. Bila kerusakan periodontal cukup lanjut, pencabutan gigi yang lemah dapat menimbulkan masalah protestik. Perkembangan seperti ini perlu diantisifasi sebelum pencabutan. Pembuatan proteasa lepasan mungkin perlu dilakukanpada saat ini dan desainnya harus diperhatikan walaupun sifatnya sementara (Manson and Eley, 1993).3. Informasi kepada pasienBerikan waktu sebelum melakukan perawatan untuk menjelaskan kepada pasien tentang sifat masalah dan jenis perawatan yang diperlukan. Bila ada beberapa pilihan perawatan, pilihan ini bersama dengan keuntungan dan kerugiannya harus dijelaskan. Seringkali, keputusan harus dirundingkan bersama pasien dan hanya dapat diambil dengan berdasarkan pada informasi yang ada (Manson and Eley, 1993).4. Kontrol plak dan skalingKontrol plak dan skaling merupakan prosedur terpenting pada perawatan periodontal. Bila kondisi ini didiagnosis dan dirawat cukup dini, maka ini adalah bentuk perawatan satu-satunya yang diperlukan. Perawatan ini juga memberikan indikator tentang sokap pasien, kemampuan manual dan kerja sama pasien (Manson and Eley, 1993).5. Modifikasi oklusalPerlu dilakukan untuk menghilangkan lesi periodontal dan dapat dilakukan bersama dengan pengkontrolan plak. Ketidakharmonisan oklusal yang besar harus dihilangkan dan dibuat splint sementara untuk setiap gigi yang sangat goyang. Pada tahap ini, pergerakan gigi minimal perlu dilakukan (Manson and Eley, 1993).6. Pemeriksaan ulangPemeriksaan ulang dari kondisi periodontal harus dilakukan pada tahap ini. Respon jaringan terhadap perawatan dapat lebih baik dari pada yang diperkirakan, sehingga tidak diperlukan atau hanya diperlukan operasi minimal. Poket dapat mengecil dan gigi-gigi goyang menjadi stabil setelah dilakukan perawatan yang sederhana (Manson and Eley, 1993).7. OperasiPerawatan operasi tergantung pada besar masalah dan keadaan sehari-hari serta pekerjaan dari pekerjaan dari pasien serta status fisik dan emosionalnya. Tidak setiap pasien dapat menerima beberapa prosedur operasi dengan anestesi lokal yang berlangsung cukup lama. Selain itu, ada beberapa pasien yang mendapatkesulitan untuk mempertahankan tingkat pengkontrolan plak yang tinggi dengan adanya luka operasi, jahitan dresing didalam tubuhnya. Oleh karena itu, operasi sebaiknya dilakukan sesingkat mungkin, pilihan yang dapat digunakan yaitu anastesi lokal, anastesi umum atau anastesi lokaldan sedasi intravena harus dikonsultasikan dengan pasien dengan disertai penjelasan tentang manfaat dan kekurangannya, sehingga keputusan dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan individu (Manson and Eley, 1993).8. RekonstruksiFase ini mencakup modifikasi oklusi dan pembuatan restorasi permanen serta protesa. Dalam menentukan desain restorasi, hindari preparasi subgingiva kecuali mungkin (minimal) pada aspek labial gigi insisivus atas di mana estetik merupakan faktor yang penting. Ruang embrasur diperlukan agar pembersihan interdental dapat dilakukan dengan mudah (Manson and Eley, 1993).9. PemeliharaanPemeliharaan berkesinambungan merupakan keharusan untuk keberhasilan perawatan periodontal, yang berarti bahwa perawatan periodontal tidak pernah selesai. Pasien memerlukan pemeriksaan ulang, monitoring kebersihan mulutdan skaling setiap 3, 6, 9, atau 12 bulan, tergantung pada penyakit dan kerentanannya. Radiografi indifidual perlu dibuat ulang bila hasil pengukuran poket menunjukkan bahwa penyakit masih terus berlanjut (Manson an Eley, 1993).

2.4.4 Perawatan Gangguan Sendi TemporomandibulaBerbagai terminologi dalam melakukan perawatan gangguan sendi temporomandibula, antara lain terapi Fase I dan fase II. Fase I yaitu perawatan simptomatik, teramsuk perawatan yang reversible seperti perawatan dengan obat, terapi fisik, psikologik, dan perawatan dengan splin. Fase II yaitu perawatan irreversible, termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat, penyesuaian oklusal, dan pembedahan (Erna. 2003).Perawatan fase I terdiri dari:a. Perawatan terapi fisik,Pasien dapat melakukan sendiri kompresdengan lap panas. Serta pemijatan sekitar sendi,sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilatb. Fisioterapi dengan alat:i. Infrared berguna untuk menghilangkan nyeri, relaksasi otot superfisial, menaikan aliran darah superficialii. TENTS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation], untuk mengurangi nyeri.iii. EGS (Electro Galvanie Stimulation) mencegah perlekatan jaringan, menaikan sirkulasi darah, stimulasi saraf sensorik dan motorik, serta mengurangi spasme.c. Perawatan dengan Obat Analgetik, Aspirin, Asetaminophen, Ibuprofen.d. Memakai alat di dalam mulut Splin oklusal. Splin ini terpasangdengan cekat pada seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau rahang bawah.Permukaan yang berkontak dengan gigi lawan datar dan halus.14 Permukaan oklusal splinsesuai dengan gigi lawan, dengan maksud untuk menghindari hipermobilitas rahangbawahSplinoklusal berfungsi :i. Menghilangkan gangguan oklusiii. Menstabilkan hubungan gigi dan sendi; Merelaksasi ototiii. Menghilangkan kebiasaanparafungsiiv. Melindungi abrasi terhadap gigiv. Mengurangi beban sendi temporomandibulavi. Mengurangi rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibulaPerawatan fase II terdiri dari :a. Perawatan ortodontikb. Pembuatan gigi tiruan cekat atau pembuatan gigi tiruan lepasanc. Penyesuaian oklusald. Tindakan bedah tergantung kebutuhan pasien (Erna. 2003).

2.4.5 Perawatan pada gangguan sekresi saliva1. Menghindari faktor-faktor yang dapat meningkatkan kekeringan, seperti lingkungan yang panas dan kering, makanan kering seperti biscuit dan merokok, minuman yang memproduksi diuresis (kopi dan teh).2. Biasakan banyak minum air putih3. Pada kasus ringan gunakan permen mint bebas gula4. Pemberian obat Pilocarpine atau Cevimeline(Sumariyono, 2008).