bab ii

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hipertensi esensial cenderung diturunkan dan biasanya muncul akibat dari interaksi antara faktor lingkungan dan genetik. Prevalensi hipertensi esensial meningkat sesuai bertambahnya usia, dan individu dengan tekanan darah yang relatif tinggi pada usia muda berisiko untuk berkembang menjadi hipertensi. Hipertensi dapat menimbulkan risiko pada otak, jantung dan ginjal (Franz, 1992). Hipertensi esensial biasanya berhubungan dengan faktor risiko kardiovaskular yang lain seperti usia, obesitas, diabetes, resistensi insulin dan dislipidemia. Kerusakan organ target seperti hipertrofi ventrikel kiri, mikroalbuminuria, sindrom koroner akut, disfungsi kognitif dan stroke terjadi di awal hipertensi saja (Badiger et al, 2011). Mikroalbuminuria dalam hipertensi esensial sering dihubungkan sebagai penyebab meningkatnya angka kematian. Mikroalbuminuria merupakan 4

Upload: lukas-dwiputra-tesan

Post on 05-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ipd

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi esensial cenderung diturunkan dan biasanya muncul akibat dari interaksi antara faktor lingkungan dan genetik. Prevalensi hipertensi esensial meningkat sesuai bertambahnya usia, dan individu dengan tekanan darah yang relatif tinggi pada usia muda berisiko untuk berkembang menjadi hipertensi. Hipertensi dapat menimbulkan risiko pada otak, jantung dan ginjal (Franz, 1992).Hipertensi esensial biasanya berhubungan dengan faktor risiko kardiovaskular yang lain seperti usia, obesitas, diabetes, resistensi insulin dan dislipidemia. Kerusakan organ target seperti hipertrofi ventrikel kiri, mikroalbuminuria, sindrom koroner akut, disfungsi kognitif dan stroke terjadi di awal hipertensi saja (Badiger et al, 2011). Mikroalbuminuria dalam hipertensi esensial sering dihubungkan sebagai penyebab meningkatnya angka kematian. Mikroalbuminuria merupakan faktor risiko independen untuk menjadi penyakit jantung dan serebrovaskular (Poudel et al, 2012). Selain itu, mikroalbuminuria telah digambarkan sebagai tanda awal kerusakan ginjal dan untuk penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) dan penyakit kardiovaskular (Duran et al, 2010).

A. Definisi Hipertensi Esensial dan MikroalbuminuriaHipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara menetap 140/90 mmHg, hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi non esensial (hipertensi sekunder) (Raymond et al, 2012). Hipertensi yang menurut definisi tidak diketahui penyebab pastinya atau hipertensi yang idiopatik disebut hipertensi esensial atau hipertensi primer (Yugiantoro et al, 2009). Jenis hipertensi ini ditemukan pada 90%-95% dari seluruh kasus hipertensi (Carretero, 2000). Beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan hipertensi primer (esensial) ialah faktor genetik, kelebihan asupan natrium, obesitas, dislipidemia, asupan alkohol yang berlebih, aktifitas fisik yang kurang, dan defisiensi vitamin D (Raymond et al, 2012).Pasien dengan hipertensi esensial memiliki prevalensi proteinuria dari 4% sampai 16% (Kannel et al, 1984). prevalensi mikroalbuminuria sangat bervariasi antara studi yang berbeda, dengan hasil berkisar antara 5% dan 37% (Gerber et al, 1992). Dalam sebuah penelitian terhadap 11.343 pasien hipertensi tanpa diabetes dengan usia rata-rata 57 tahun, terdapat mikroalbuminuria 32% pada laki-laki dan 28% pada perempuan dan meningkat sesuai bertambahnya usia, tingkat keparahan dan lamanya riwayat hipertensi (Mahesh, 2012).Mikroalbuminuria yang didefinisikan sebagai peningkatan ekskresi albumin urin di bawah tingkat proteinuria, telah lama dianggap sebagai penanda nefropati dini dan peningkatan risiko kardiovaskular pada pasien diabetes (Parving, 2001). Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara mikroalbuminuria dan faktor risiko kardiovaskular lainnya, keusakan organ target dan risiko penyakit kardiovaskular, khususnya dalam hipertensi esensial dan bahkan dalam populasi umum (Hillege, 2002). Selain menjadi faktor risiko langsung untuk kerusakan ginjal progresif, mikroalbuminuria juga dapat memprediksi peningkatan kardiovaskular dan risiko ginjal pada pasien diabetes dan hipertensi (Polonia et al, 2007).Pada keadaan normal albumin urin tidak melebihi 30 mg/hari. Pada mikroalbuminuria terdapat albumin urin 30-300 mg/hari atau 30-350 mg/hari. Biasanya terdapat pada pasien diabetes dan hipertensi esensial dan beberapa penyakit glomerulonefritis. Mikroalbuminuria merupakan marker untuk proteinuria klinis yang disertai penurunan faal ginjal dan penyakit kardiovaskular sistemik (Lucky, 2009).

B. Hipertensi EsensialHipertensi menyerang sekitar 50 juta orang di Amerika Serikat dan sekitar 1 miliar di seluruh dunia. Prevalensi hipertensi akan meningkat lebih jauh kecuali diimplementasikan pencegahan yang luas dan tindakan yang efektif (David et al, 2003). Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Kementerian Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia diatas 18 tahun mencapai 29,8%. Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun, masing-masing mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3%. Riset ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 76% kasus hipertensi dalam masyarakat belum terdiagnosis (Raymond, 2012).Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preassure (JNC7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa di atas usia 18 tahun dibagi atas kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 bisa dilihat pada gambar 2.1. (David et al, 2003).

Gambar 2.1. Klasifikasi dan manajemen tekanan darah pada usia di atas 18 tahun.

Banyak faktor risiko yang mendorong timbulnya peningkatan tekanan darah diantaranya diet cairan dan asupan garam, stres, kondisi ginjal, sistem saraf, atau pembuluh darah, tingkat hormon tubuh yang berbeda. Tekanan darah semakin tinggi seiring bertambahnya usia, hal ini karena pembuluh darah menjadi kaku. Tekanan darah tinggi meningkatkan kesempatan untuk mengalami stroke, serangan jantung, gagal jantung, penyakit ginjal, dan kematian dini (Aram, 2011). Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi endotel pembuluh darah berperan penting. Pengaruh otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron (Yogiantoro, 2009).Hal yang meningkatan faktor risiko hiperensi diantaranya ras (Afrika-Amerika), obesitas, sering stres atau cemas, minum terlalu banyak alkohol (lebih dari satu gelas per hari untuk wanita dan lebih dar dua minuman per hari untuk pria), makan terlalu banyak garam dalam diet, memiliki riwayat keluarga tekanan darah tinggi, memiliki diabetes dan merokok (Aram, 2011).Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer, yang mempengaruhi curah jantung diantaranya adalah asupan garam berlebih, jumlah nefron yang berkurang, stres yang mengaibatkan aktivitas saraf simpatis yang berlebih, dan sistem renin angiotensin. Sedangkan yang mempengaruhi tahanan perifer adalah perubahan genetik dari perubahan membran sel, obesitas menyebabkan hiperinsulinemia, bahan-bahan yaang mempengaruhi endotel seperti rokok, alkohol dan lain-lain (Yugiantoro, 2009).

Gamar 2.2. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Hipertensi dapat meningkatkan tekanan kapiler dan elevasi akut pada perfusi sistemik. Tekanan darah tinggi dapat mempercepat hiperfiltrasi, makromolekul transportasi transkapiler dan dapat merusak masing-masing beberapa jalur yang berbeda, seperti difusi melalui sel endotel membran, menembus melewati celah intraselular, saluran transendothelial organ dan jaringan dengan permeabilitas yang berbeda dan produk permukaan. Sehingga, pada hipertensi esensial terdapat perubahan permeabilitas kapiler (Badiger et al, 2011).

Tabel 2.1. Kerusakan organ target pada hipertensi.

Hipertensi dapat menimbulkan keruskan organ tubuh, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi (tabel 2.1.) adalah (David, 2003):1. Jantung Hipertofi ventrikel kiri Angina atau infark miokard Gagal jantung2. Otak Stroke atau transient ischemic attack (TIA)3. Penyakit ginjal kronis4. Penyakit arteri perifer5. Retinopati

C. Mikroalbuminuria

Mikroalbuminuria umumnya didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg/hari dan dianggap sebagai predikor penting untuk timbulnya suatu komplikasi (Lucky, 2009). Ekskresi albumin normal bervariasi antara 1-22 mg/hari. Variasi harian berkisar antara 31-52% yang dipengaruhi oleh sikap tubuh, latihan dan tekanan darah. Variabilitas terkecil adalah urin yang diambil pada pagi hari yaitu urin yang pertama kali keluar (Bianchi et al, 1999). Oleh karena ekskresi albumin melalui urin tidak konsisten maka bisa digunakan pengukuran rasio albumin-kreatinin urin (albumin creatinin ratio = ACR) dari sampel urin pagi hari. Batasan mikroalbuminuria untuk ACR adalah 1,9-28 mg/mmol untuk pria dan 2,8-40 mg/mmol untuk wanita (Krolewski et al, 1997).

Tabel 2.2. Laju ekskresi albumin urin.KondisiLaju Ekskresi Albumin UrinPerbandingan Albumin Urin

24 jam (mg/hari)Sewaktu (g/menit)Kreatinin (g/mg)

Normoalbuminuria< 30< 20< 30

Mikroalbuminuria30 30020 20030 300 (299)

Makroalbuminuria> 300> 200> 300

Protein dalam urin berasal dari ultrafiltrasi plasma dan dari traktus urinarius sendiri. Protein dengan berat molekul rendah (< 40.000) akan melewati barrier filtrasi glomerolus dan diabsorpsi. Protein serum orang normal mengandung sekitar 60% albumin. Konsentrasi albumin di dalam plasma yang tinggi, berat molekul yang sedang dan kemampuan filtrasi barrier yang tebatas menyebabkan hanya sejumlah kecil albumin yang berada dalam urin normal. Sebanyak 0,1% albumin dalam plasma difiltrasi sebagai filtrat urat dan 95-99% dari semua protein yang difiltrasi akan diresorbsi. Protein dengan berat molekul tinggi (> 90.000) tidak mampu melewati barrier filtrasi glomerolus orang normal (Nancy, 1994). Kemampuan ginjal dalam menyaring tergantung beberapa faktor yaitu tekanan filtrasi, ukuran pori, muatan listrik membran basal glomerolus dan reabsorpsi protein dalam tubulus proksimal (Schernthaner, 1991).Proteinuria sebenarnya tidaklah sealu menunjukkan kelainan pada ginjal. Beberapa keadaan fisiologis pada individu yang sehat juga dapat menyebabkan proteinuria. Pada keadaan fisiologis sering ditemukan proteinuria ringan yang jumlahnya kurang dari 200 mg/hari dan bersifat sementara. Misalnya pada demam tinggi, latihan fisik yang kuat, pasien dalam keadaan tranfusi darah, pasien kedinginan, proteinuria juga terjadi pada masa remaja (Lucky, 2009).Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerolus tetapi tidak memasuki urin. Muatan dan selektivitas dinding glomerulus mencegah transportasi albumin, globulin dan protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus dinding glomerulus. Jika sawar ini rusak terjadi kebocoran protein plasma ke dalam urin (Lucky, 2009). Mikroalbuminuria sangat terkait dengan kekakuan arteri, penebalan, dan peradangan pada diabetes yang tidak diobati atau pasien hipertensi. Menariknya, hubungan antara mikroalbuminuria dan kekakuan arteri lebih jelas dalam diabetes dibandingkan pada pasien hipertensi. Pada pasien dengan diabetes, tingkat mikroalbuminuria lebih sangat berkorelasi dengan kekakuan arteri daripada ketebalan arteri (Dong et al, 2012).

D. Patofisiologi Mikroalbuminuria pada Hipertensi EsensialAda dua mekanisme utama terjadinya mikroalbuminuria pada beberapa pasien dengan hipertensi esensial, yaitu faktor hemodinamik (tekanan hidrostatik glomerolus) dan non-hemodinamik (permeabilitas membran basalis glomerolus) (Edward et al, 1983).Mekanisme hemodinamik tekanan hidrostatik glomerulus diatur oleh vasokonstriksi dan vasodilatasi relatif dari arteriol glomerolus aferen dan eferen. Arteriol ini diatur oleh berbagai mekanisme, seperti pada arteriol aferen lebih dipengaruhi oleh atrial natriuretic peptide dan calsium channel blocker dan arteriol eferen lebih dipengaruhi oleh angiotensin II. ACE inhibitor biasanya menyebabkan vasodilatasi pada artriol eferen (Raji et al, 1985). Sebagai respon homeostasis normal, naiknya tekanan darah sistemik akan diikuti oleh vasokonstriksi arteriol aferen glomerolus sehingga tekanan hidrostatik intraglomerolus dapat dipertahankan sehingga melindungi glomerolus dari kerusakan akibat hipertensi. Bila mekanisme ini terganggu atau bila terjadi vasokonstriksi di arteriol eferen walaupun tekanan darah normal, maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intraglomerolus yang memudahkan terjadinya ekskresi protein dan glomerulosklerosis (Mahesh et al, 2012).

Gambar 2.3. Mekanisme hemodinamik menyebabkan mikroalbuminuria.

Reabsorpsi protein yang berlebih pada tubulus akan mengakibatkan tubulus menjadi reaktif dan mensekresikan sitokin dan kemokin yang akan mengaktifkan makrofag. Kemokin juga meangsang fibroblas, matriks protein dan meningkatkan deposit kolagen. Semuanya bersama-sama akan menyebabkan fibrosis intersitial, inflamasi dan kerusakan ginjal progresif (Pedrinelli, 2002).Mekanisme adaptif pada kekacauan sistemik penting untuk penentu kerentanan terhadap perkembangan penyakit ginjal progresif. Fungsi ginjal menurun lebih cepat dalam hipertensi sensitif garam (salt-sensitive) dibandingkan hipertensi tahan garam (salt-resistant), karena mikroalbuminuria lebih tinggi pada salt-sensitif dibandingkan salt-resistant. Pada hipertensi salt-sensitif terdapat mekanisme retensi natrium dan kekacauan hemodinamik, meliputi peningatan aktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, hiperinsulinemia dan penurunan produksi hormon vasodilator (Campese et al, 1994). Pada kelainan hemodinamik ini, mungkin ditentukan secara genetik, karena kelainan hemodinamik ini juga terjadi pada banyak orang yang normotensi yang memiliki riwayat keluarga hipertensi (Mahesh et al, 2012).Selain mekanisme hemodinamik juga terdapat mekanisme nonhemodinamik mikroalbumnuria tidak hanya tergantung pada ginjal, tetapi juga pada rejeksi dari membran basal glomerulus, dan mikroalbuminuria bisa juga menjadi konsekuensi dari hilangnya jumlah anionik dari membran basal glomerulus. Peningkatan permeabilitas membran basal glomerulus untuk albumin bisa disebabkan oleh peningkatan produksi sel mesangial atau faktor endotel seperti vaskular endotel growth faktor dan faktor permeabilitas pembuluh darah (Mahesh, 2012).Sejauh ini semua penelitian menemukan adanya kecenderungan tekanan darah yang lebih tinggi pada mereka dengan mikroaluminuria dari pada yang normoalbuminuria. Bukti ini didapatkan pada semua stadium hipertensi, pada berobat yang teratur, kadang-kadang atau yang tidak pernah berobat (Pedrinelli, 2002). Secara keseluruhan data yang ada mendukung konsep adanya suatu hubungan antara mikroalbuminuria dengan transmisi kenaikan tekanan glomerolus akibat kenaikan tekanan kapiler menyeluruh pada hipertensi (Charles, 2003). E. Diagnosis Mikroalbuminuria dan Hipertensi EsensialMikroalbumiuria adalah peningkatan ekskresi albumin dalam urin yang lebih besar dari batas atas nilai normal, tetapi masih lebih rendah dari albuminuria klinis. Ekskresi albumin normal bervariasi antara 1-22 mg/hari. Variasi harian berkisar antara 31-52% yang dipengaruhioleh sikap tubuh, latihan dan tekanan darah. Variabilitas terkecil adalah urin yang diambil pada pagi hari yaitu urin yang pertama kali keluar (Bianchi et al, 1999). Oleh karena ekskresi albumin melaalui urin tidak konsisten maka bisa diukur dengan Urinary Albumin Excretion Rate (UAER) dengan nilai bekisar antara 20-199 g /menit pada urin sewaktu atau setara dengan 30-299 mg/24 jam dari urin tampung 4 jam, akan tetapi karena sulitnya menampung urin 24 jam maka dapat digunakan pengukuran ratio albumin-kreatinin urin ACR dari sampel urin pagi hari. Batasan mikroalbumiuria untuk ACR adalah 1,9-28 mg/mmol untuk pria dan 2,8-40 mg/mmol untuk wanita (Krolewski, 1997).Hal yang mempengaruhi kadar albumin urin seperti variasi harian, cara pengumulan urin, juga variabilitas dalam metodelogi dan biologinya, termasuk bias saat seleksi pasien maupun kriteria inklusi/eksklusi, berat-ringannya hipertensi, usia, ras, penyakit ginjal yang menyertai dan teknik yang digunakan untuk mendeteksi mikroalbuminuria (Garg, 2002).Beberapa faktor lain yang mempegauhi kadar mikroalbuminuria ialah olahraga/aktivitas berat, infeksi saluran kemih, infeksi ginjal, batu ginjal, glomerulosklerosis, obat/zat nefrotoksik, demam, gagal jantung, perokok, peminum alkohol, posisi badan, diet, kehamilan dan hematuria (Charles, 2003).Tabel 2.3 Tingkatan pada protein dpstick Protein dipstick grading

DesignationApprox. amount

ConcentrationDaily

Trace520mg/dL

1+30mg/dLLess than 0.5 g/day

2+100mg/dL0.51 g/day

3+300mg/dL12 g/day

4+More than 2000mg/dLMore than 2 g/day

Metode yang dipakai untuk mengukur proteinuria saat ini saangat bervariasi dan bermakna. Metode dipstik mendeteksi sebagian besar albumin dan memberikan hasil positif palsu bila pH > 7.0 dan bila urin sangat pesat atau terkontaminasi darah. Urin yang sangat encer menutupi proteinuria pada pemeriksaan dipstik. Jika proteinuria yang tidak mengandung albumin dalam jumlah cukup banyak akan menjadi negatif palsu. Ini terutama sangat penting untuk menentukan protein Bence Jones pada urin pasien dengan multiple mieloma. Tes untuk mengukur konsentrasi urin total secara benar seperti pada presipitasi dengan asam sulfosalisilat atau asam triklorasetat (Lucky, 2009).Tekanan darah harus diukur secara akurat dan reliabel. Diagnosis HT harus berdasarkan pada paling sedikit 3 pengukuran TD yang berbeda, di ambil pada 2 kunjungan pasien yang terpisah untuk menghitung variabilitas alami TD dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi TD. Untuk memastikan validitas dan reliabilitas pengukuran, pada sedikitnya 2 kali pengukuran pasien harus dikondisikan agar merasa nyaman secara menetap selama paling sedikit 5 menit. TD harus diukur pada posisi duduk dengan punggung yang bersandar, kaki di lantai, lengan ditopang pada posisi horizontal dan manset berada pada setinggi jantung. TD juga harus diukur setelah pasien berdiri selama 1 sampai 3 menit untuk mengevaluasi hipotensi atau hipertensi postural. Hal ini sangat penting pada lansia karena arteri besar yang kaku, penurunan yang berhubungan dengan usia pada penyangga baroreflex, dan disregulasi otonom (Chobanian et al, 2003).Tes laboratorium rutin dianjurkan sebelum memulai terapi termasuk elektrokardiogram, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, kalium serum,kreatinin (atau estimasi laju filtrasi glomerulus [GFR]), kalsium dan profil lipid, setelah 9 - 12 jam cepat, yang mencakup highdensity lipoprotein kolesterol dan low-density lipoprotein kolesterol, dan trigliserida. Tes opsional termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau albumin / kreatinin. Pengujian yang lebih luas untuk penyebab diidentifikasi tidak diindikasikan pada umumnya kecuali kontrol BP tidak tercapai (David et al, 2003).

F. TatalaksanaTujuan dari pengobatan pasien dengan hipertensi terutama hipertensi esensial adalah (Yugiantoro, 2009):1. Target tekanan darah: < 140/90 mmHg, dan untuk pasien beresiko tinggi (DM, Penyakit ginjal proteinuri) < 130/80 mmHg2. Penurunan morbiditas dan mortalitas peny kardiovaskuler 3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuri 4. Pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lainnya Tujuan kesehatan masyarakat utama terapi antihipertensi adalah penguranganmorbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal. Karena kebanyakan orang dengan hipertensi, terutama mereka yang berusia> 50 tahun, akan menormalkan tekanan darah diastol dan sistol, fokus utama harus pada pencapaian tujuan SBP. Mengobati SBP dan DBP dengan target yang