bab ii

25
BAB II ISI Kepribadian ganda disebut dengan istilah Dissociative identity disorder (DID) atau biasa juga disebut dengan multiple personality disorder. DID adalah bentuk parah dari sebuah proses mental yang terbelah dan menghasilkan kurangnya koneksi dalam pikiran seseorang, ingatan, perasaan, tindakan atau identitas. Penyebab umum DID adalah karena trauma parah selama usia dini pada anak. Trauma tersebut biasanya sangat ekstrem seperti kekerasan fisik, seksual atau kekerasan emosional secara berulang. Penderita MPD seringkali bingung secara tak terduga diantara berbagai kepribadian, dimana penderita MPD tidak dapat mengontrol hal tersebut (3). A. DEFINISI Gangguan kepribadian ganda adalah gangguan mental yang diklasifikasikan sebagai salah satu gangguan 4

Upload: 04lubna869632400

Post on 23-Oct-2015

5 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

JIWA

TRANSCRIPT

Page 1: bab II

BAB II

ISI

Kepribadian ganda disebut dengan istilah Dissociative identity disorder

(DID) atau biasa juga disebut dengan multiple personality disorder. DID adalah

bentuk parah dari sebuah proses mental yang terbelah dan menghasilkan

kurangnya koneksi dalam pikiran seseorang, ingatan, perasaan, tindakan atau

identitas. Penyebab umum DID adalah karena trauma parah selama usia dini pada

anak. Trauma tersebut biasanya sangat ekstrem seperti kekerasan fisik, seksual

atau kekerasan emosional secara berulang. Penderita MPD seringkali bingung

secara tak terduga diantara berbagai kepribadian, dimana penderita MPD tidak

dapat mengontrol hal tersebut (3).

A. DEFINISI

Gangguan kepribadian ganda adalah gangguan mental yang

diklasifikasikan sebagai salah satu gangguan disosiatif dalam edisi keempat

Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders (DSM-IV). Telah berganti

nama menjadi gangguan identitas disosiatif (DID). MPD atau DID didefinisikan

sebagai suatu kondisi di mana "dua atau lebih identitas atau kepribadian yang

berbeda menyatakan" alternatif dalam mengendalikan kesadaran dan perilaku

pasien. Catatan: "Split personality" bukan istilah yang akurat untuk DID dan tidak

boleh digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia (3).

Menurut Fiona Angelina (2007), Dissociative Identity Disorder adalah

kelainan mental di mana seorang individu memiliki lebih dari satu kepribadian

4

Page 2: bab II

berbeda. Sebelumnya Dissociative Identity Disorder diberi nama Multiple

Personality Disorder. Penderita Dissociative Identity Disorder memiliki

kepribadian lebih dari satu dan berbeda. Masing-masing kepribadian ini bisa

saling mengenal, bisa juga tidak saling mengenal. Kepribadian ini memiliki latar

belakang dan sifat masing-masing (3).

Menurut American Textbooks, Dissosiative Identity Disorder adalah suatu

mekanisme pertahanan diri oleh seseorang dengan cara memisahkan diri. Salah

satu bentuk kronis dari gejala tersebut adalah berpisahnya kepribadian seseorang

menjadi beberapa kepribadian yang berbeda. Hal tersebut didorong oleh

ketidakmampuan, penolakan dan sebagai pertahanan diri oleh otak terhadap

masalah yang diterima dalam tingkat stres yang tinggi (3).

B. DESKRIPSI

Sifat yang tepat dari MPD serta hubungannya dengan gangguan mental

lainnya masih menjadi subyek perdebatan. Beberapa peneliti berpikir bahwa MPD

mungkin perkembangan yang relatif baru di masyarakat barat. MPD sebuah

sindrom budaya khusus yang ditemukan di masyarakat barat, terutama disebabkan

oleh penyalahgunaan masa kanak-kanak dan perubahan jangka panjang bagi

masyarakat yang tidak ditentukan. Tidak seperti depresi atau gangguan kecemasan

yang telah diakui dalam beberapa bentuk selama berabad-abad, kasus-kasus awal

dari orang-orang yang melaporkan gejala MPD tidak dicatat sampai 1790-an.

Sebagian besar dianggap keanehan medis atau keingintahuan sampai akhir 1970-

an, ketika peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan di Amerika Serikat psikiater

masih memperdebatkan apakah MPD sebelumnya didiagnosa dan dilaporkan, atau

5

Page 3: bab II

apakah itu hanya overdiagnosis. Karena trauma masa kanak-kanak merupakan

faktor dalam pengembangan MPD, beberapa dokter berpikir mungkin variasi dari

gangguan stres pasca -trauma ( PTSD ). MPD dan PTSD adalah kondisi di mana

disosiasi adalah mekanisme menonjol. Perempuan terhadap laki-laki untuk MPD

adalah sekitar 9:10 , tetapi alasan untuk ketidakseimbangan gender tidak jelas.

Beberapa telah dikaitkan ketidakseimbangan dalam kasus yang dilaporkan kepada

tingkat yang lebih tinggi dari penyalahgunaan anak-anak perempuan, dan

beberapa kemungkinan bahwa pria dengan MPD yang dilaporkan karena mereka

mungkin di penjara untuk kejahatan kekerasan (4).

Tanda yang paling khas dari MPD adalah pembentukan dan munculnya

satu kepribadian alternatif, atau "alter." Pasien dengan MPD mengalami alter

mereka sebagai individu yang berbeda memiliki nama yang berbeda, sejarah, dan

kepribadian. Hal ini tidak biasa bagi pasien MPD memiliki alter dari jenis kelamin

yang berbeda, orientasi seksual, usia, atau kebangsaan. Beberapa pasien telah

dilaporkan dengan alter yang bahkan bukan manusia; alter berupa hewan, atau

bahkan alien dari luar angkasa. Rata-rata pasien MPD memiliki antara dua sampai

10 alter, tetapi beberapa telah dilaporkan dengan lebih dari seratus (4).

C. PENYEBAB

Menurut DSM IV-TR disebutkan bahwa terdapat fluktuasi usia penderita

dalam penelitian psikiatri. Sehingga sangat dimungkinkan penelitian terkini akan

menghasilkan angka yang berbeda. Namun, sampai tahun 2000, angka usia rata-

rata munculnya gejala pertama MPD adalah 6 sampai 7 tahun. Gangguan ini

6

Page 4: bab II

mungkin akan berkurang intesitasnya pada usia 40an, tetapi bisa muncul kembali

sepanjang episode trauma atau dengan mengalami penganiayaan (4).

1. Biologis

Seperti pada PTSD, di mana bukti-buktinya lebih solid, hampir dapat

dipastikan adanya kerentanan biologis tertentu dalam Dissociative identity

disorder, tetapi sulit untuk dipastikan. Sebagai contoh, dalam sebuah studi besar

terhadap orang-orang kembar tidak ada varians atau faktor hereditas atau

keturunan semuanya bersifat lingkungan. Ciri-ciri keturunan seperti ketegangan

dan responsivitas terhadap stres akan mungkin meningkatkan kerentanan. Pada

beberapa observasi tentang aktivitas otak selama terjadinya disosiasi, individu

dengan gangguan neurologis tertentu, terutama gangguan seizure mengalami

banyak gejala dissosiatif. Devinsky, Feldman, et.al melaporkan bahwa sekitar 6%

pasien dengan epilepsy lobus temporal melaporkan pengalaman “out of body”

(keluar dari tubuh). Sekitar 50% kelompok pasien lain yang menderita epilepsi

lobus temporal menyebabkan gejala-gejala dissosiatif tertentu (3).

Untuk membedakan orang yang mengalami MPD dengan orang yang

hanya berpura-pura mengalaminya dapat dilakukan dengan menggunakan

prosedur magnetic resonance imaging (MRI) mutakhir, perubahan perubahan

dalam fungsi otak seorang pasien ketika berpindah dari satu kepribadian ke

kepribadian lain dapat diobservasi. Secara spesifik, pasien ini menunjukkan

perubahan pada aktivitas hipokampus dan medial-temporal setelah perubahan

terjadi.

7

Page 5: bab II

Sedangkan dalam penelitian Bethesda Nimh, seorang di bidang clinical

Psychopsychology, ditemukan bahwa hipokampus penderita MPD (yang juga

memilki trauma pada masa kanak-kanak) mengecil akibat semburan hormon

berulang kali sehingga mengakibatkan memori yang terpecah, tertekan bahkan

terpisah (3).

2. PsikoSosial

Keadaan-keadaan yang mendorong berkembangnya MPD tampak cukup

jelas jika dilihat dari satu hal. Hampir setiap pasien yang menunjukkan gangguan

ini melaporkan bahwa pada masa kanak-kanak mereka mengalami penganiayaan

berat yang sering kali tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Pasien terlalu belia

untuk melarikan diri, atau untuk meminta tolong kepada yang berwajib. Meskipun

sakitnya tak tertahankan, pasien sama sekali tidak tahu bahwa hal itu bukan

sesuatu yang tidak lazim atau sesuatu yang salah. Satu-satunya hal yang dpat

dilakukan adalah melarikan diri dan masuk ke alam khayalan. Di sana pasien

dapat menjadi siapa pun, yang bukan dirinya sendiri. Jika tindakan ini dapat

mengalihkan penderitaan fisik maupun emosional untuk satu menit saja atau dapat

membuat satu jam berikutnya dapat dilewati dengan ringan, kemunginan besar

pasien akan lari lagi. Sebagian besar survey melaporkan angka trauma masa

kanak-kanak yang tinggi pada masa kasus Dissociative Identity Disorder (3).

Kurang atau tidak adanya dukungan sosial juga berpengaruh. Sebuah studi

terhadap 428 remaja kembar menunjukkan bahwa 33% sampai 50% varians dalam

8

Page 6: bab II

pengalaman disosiatif dapat diartibusikan pada keluarga yang penuh perselisihan

dan tidak saling mendukung. Varians sisanya berhubungan dengan faktor-faktor

kepribadian (3).

3. Spiritual

Dalam perspektif islam, pada hakikatnya setiap manusia memiliki nafs

yang menghasilkan tingkah laku. Dalam pandangan Al Quran, nafs diciptakan

Allah Swt dakam keadaan sempurna untuk menampung serta mendorong manusia

berbuat kebaikan dan keburukan. Al Quran menganjurkan untuk memberi

perhatian lebih besar (3).

D. PERSPEKTIF ALIRAN – ALIRAN

1. Sudut Pandang Psikoanalitik.

Perspektif psikoanalisa sempat tidak mempercayai gangguan ini karena

Freud tidak pernah mendiagnosa MPD. Kemudian pada tahun 1970 kasus Sybil

menjadi sorotan karena masyarakat saat itu mulai menyadari adanya

penganiayaan pada anak. Para terapis psikoanalisa meyakini gangguan ini

merupakan produk dari salah satu mekanisme pertahanan diri yaitu represi yang

terjadi pada masa anak-anak dan terus dikembangkan saat dia tumbuh sehingga

membentuk suatu figur yang nyata bagi penderita yang akhirnya menjadi salah

satu alternya (5).

2. Sudut Pandang Belajar.

Teori ini mengatakan bahwa Dissosiative Identity Disorder disebabkan

oleh pembelajaran reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional pada masa anak-

9

Page 7: bab II

anak, dengan cara mengimitasi orang tua yang juga memiliki masalah emosional

yang signifikan (5).

3. Sudut Pandang Vulnerability Stress

Kasus dissosiative identity disorder biasanya selalu terkait dengan adanya

trauma berat di masa anak-anak. Sebagai contoh, pada sebuah survey yang

dilakukan oleh seorang terapis pada kliennya yang mengalami gangguan ini, 80%

kliennya mengalami penyiksaan fisik semasa anak-anak dan 70% diantaranya

mengalami incest. Sebagian besar individu, cenderung memilih hidup dalam

repres dari pada harus terus menerus mengalami pengalaman yang traumatik dan

menyakitkan. Lama-kelamaan fantasi tersebut menjadi kenyataan bagi mereka

karena mereka merasa hal tersebut dapat membantunya menghindari pengalaman

yang menyakitkan dan menakutkan, hal tersebutlah yang memperkuat munculnya

gejala yang nampak pada gangguan ini (5).

4. Sudut Pandang tentang Keluarga

Dissosiative Identity Disorder disebabkan oleh hubungan keluarga yang

patologis, yang secara signifikan meningkatkan stres emosional. Hubungan

patologis ini antara lain dapat berupa (5):

a. Double-Bind : yaitu keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak

belakang dari orang tua berkaitan dengan perilaku, sikap, maupun

perasaannya.

10

Page 8: bab II

b. Schisms and Skewed Families. Schisms yaitu perpecahan yang jelas

antara orang tua sehingga salah satu orang tua menjadi sangat dekat

dengan anak yang berbeda jenis kelamin. Sedangkan Skewed yaitu kelurga

dimana terjadi perebutan kekuasaan dan dominasi dari salah satu orang

tua.

c. Pseudomutual and Pseudohostile Families, yaitu keluarga dimana terjadi

suppress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang

bias makna dan sarat permusuhan.

d. Emotion Expression, yaitu sikap terlalu banyak mengkritik, kejam, dan

sangat ingin ikut campur urusan anak.

E. TANDA DAN GEJALA

Kriteria Diagnosis (3):

Kemampuan bawaan untuk memisahkan diri dengan mudah

Episode berulang dari kekerasan fisik atau seksual yang parah di masa kecil

Kurangnya orang yang mendukung atau menghibur untuk melawan tindakan

kasar yang relatif

Pengaruh kerabat lainnya dengan gejala disosiatif atau gangguan disosiatif

Seseorang dengan dissociative identity disorder akan mengalami simptoms

berikut (Dalam DSM-IV-TR) (4):

1. Muncul gejala Posttraumatic seperti mimpi buruk, kilasan-kilasan

kejadian (flashback) yang tidak nyaman, dan respon-respon yang

berlebihan.

11

Page 9: bab II

2. Mutilasi diri, percobaan bunuh diri dan berlaku agresif pada diri sendiri,

dan orang lain mungkin muncul.

3. Memilki pola hubungan yang melibatkan penganiayaan fisik dan seksual.

4. Mungkin mengalami konversi fisik seperti menjadi tahan terhadap sakit.

5. Muncul gejala-gejala serupa dengan gangguan mood, kecemasan, tidur,

makan, dan seksual.

6. Menjadi impulsive

7. Intensitas yang tinggi dalam perubahan menjalin hubungan.

Hubungan gangguan disosiatif tindakan kasar pada masa kanak-kanak

telah menyebabkan kontroversi intens dan tuntutan hukum mengenai keakuratan

kenangan masa kecil. Ingatan otak, pencarian, dan interpretasi kenangan masa

kecil yang masih belum sepenuhnya dipahami. Gejala disosiatif utama yang

dialami oleh MPD pasien amnesia, depersonalisasi, derealisasi, dan gangguan

identitas (3).

a) Amnesia

Amnesia pada MPD ditandai dengan kesenjangan dalam memori pasien

untuk jangka waktu masa lalu mereka, dalam beberapa kasus, seluruh masa kecil

mereka. Kebanyakan pasien mengalami amnesia MPD, atau "kehilangan waktu,"

untuk periode ketika kepribadian lain "keluar". Mereka dapat melaporkan

menemukan barang-barang di rumah mereka yang mereka tidak bisa ingat bahwa

barang tersebut pernah dibeli, menemukan catatan yang ditulis dengan tulisan

tangan yang berbeda, atau bukti lain kegiatan yang tidak dapat dijelaskan (1).

b) Depersonalisasi

12

Page 10: bab II

Depersonalisasi adalah gejala disosiatif di mana pasien merasa bahwa

tubuhnya tidak nyata, berubah, atau terlarutkan. Beberapa pasien MPD

mengalami depersonalisasi sebagai perasaan berada di luar tubuh mereka, atau

seperti menonton film dari diri mereka sendiri (1).

c) Derelisasi

Derealisasi adalah gejala disosiatif di mana pasien merasakan lingkungan

eksternal seperti nyata. Pasien mungkin melihat dinding, bangunan, atau benda

lain sebagai perubahan dalam bentuk, ukuran, atau warna. Pasien MPD mungkin

gagal untuk mengenali keluarga atau teman dekat (1).

d) Gangguan Identitas

Gangguan identitas pada MPD adalah hasil setelah memisahkan diri dari

seluruh ciri-ciri atau karakteristik kepribadian pasien serta kenangan. Ketika

pengalaman stres atau trauma memicu timbulnya kembali bagian-bagian yang

dipisahkan, pasien biasanya akan berubah dalam hitungan detik ke kepribadian

alternatif. Beberapa pasien memiliki sejarah kinerja yang tidak menentu di

sekolah atau dalam pekerjaan mereka yang disebabkan oleh munculnya

kepribadian alternatif selama pemeriksaan atau situasi stres lainnya. Pasien

bervariasi berkaitan dengan kesadaran alter mereka dari satu sama lain (1).

F. DIAGNOSIS

13

Page 11: bab II

Terdapat beberapa jenis alat ukur, skala atau instrumen yang dapat

digunakan untuk pemeriksaan psikologis bagi penderita MPD, yaitu (2):

1. Dissociative Experiences Scale (DES). Instrumen DES ini terdiri dari 28

aitem yang berupa self report mengenai frequensi dari beberapa

pengalaman disosiatif penderita. Skor dalam instrumen ini bergerak dari 0

hingga 100. Reliabilitas dan validitas dari instrument ini telah diakui oleh

masyarakat luas.

2. Dissociative Disorder Interview Schedule (DDIS). Intrumen ini terdiri dari

131 aitem mengenai jadwal interview yang terstruktur yang dihubungkan

dengan DSM-III yang memungkinkan untuk dilakukan diagnosis pada

kelima gangguan disosiatif dan depresi mayor, penyalahgunaan obat dan

BPD.

3. Brief Symptom Inventory (BSI). Intrumen BSI erdiri dari 53 item yang

berbenuk self report inventory yang di desain untuk melakukan diagnosis

terhadap simptom psikologis dari pasien medis dan psikologis.

4. Childhood Trauma Questionnaire (CTQ). CTQ didapat dengan

mengembangkan 70 aitem instrumen self report secara mendalam untuk

melihat pengalaman pelecehan pada masa anak-anak dan juga penolakan

yang diterima.

5. Tellegen Absorption Scale (TAS). Instrumen ini terdiri dari 34 item self

report, skala benar-salah. Semakin tinggi skor yang didapat pada

instrumen ini dikorelasikan dengan kapasitas untuk pengalaman self

altering.

14

Page 12: bab II

6. The Rorschach Test. Instrumen ini digunakan untuk melakukan diagnosis

persepsi, kognitif dan karakteristik emosional yang mempengaruhi

kepribadian dan fungsi sosial penderita.

7. Dissociative-Content Rorschach Scoring System. Intrumen ini digunakan

untuk membedakan antara MPD dengan bukan MPD.

Ketika dokter mengevaluasi pasien untuk MPD, pertama akan

mengesampingkan kondisi fisik yang kadang-kadang menghasilkan amnesia,

depersonalisasi atau derealisasi. Kondisi ini termasuk cedera kepala, penyakit

otak, terutama gangguan kejang, efek samping dari obat, penyalahgunaan zat atau

keracunan, demensia atau periode terakhir dari stres fisik yang ekstrim dan sulit

tidur. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin memeriksa pasien dengan

electroencephalograph ( EEG ) untuk mengecualikan epilepsi atau gangguan

kejang lainnya. Dokter juga harus mempertimbangkan apakah pasien berpura-

pura sakit dan atau menawarkan keluhan fiktif (1).

Jika pasien tampak secara fisik normal, dokter berikutnya akan

mengesampingkan gangguan psikotik, termasuk schizophrenia. Banyak pasien

dengan MPD yang salah didiagnosis sebagai skizofrenia karena mereka mungkin

"mendengar" alter mereka "berbicara" di dalam kepala mereka. Jika dokter curiga

pasien tersangka MPD, ia dapat menggunakan tes skrining yang disebut

Pengalaman disosiatif Skala (DES). Jika pasien memiliki skor tinggi pada tes ini,

ia dapat dievaluasi lebih lanjut dengan Dissociative Disorders Interview Schedule

(DDIS) atau Structured Clinical Interview untuk DSM-IV Gangguan disosiatif

15

Page 13: bab II

(SCID-D). Dokter mungkin juga menggunakan Hypnotic Induction Profile (HIP)

atau tes serupa hypnotizability pasien (4).

G. TERAPI

Pengobatan MPD dapat berlangsung selama lima sampai tujuh tahun pada

orang dewasa dan biasanya membutuhkan beberapa metode pengobatan yang

berbeda (3).

Terapi MPD Terintegrasi, terapi ini menggunakan modal pendekatan

kompreherensif dengan 9 tahapan yang harus dilakukan pada terapi ini yaitu (1):

1. Tahap Psikoterapi

2. Intervensi Preliminary (mendiagnosis alter)

3. Pengumpulan informasi detail mengenai latar belakang masalah klien

4. Menganalis trauma yang dialami klien

5. Analisis resolusi

6. Integrasi resolusi

7. Mempelajari alternatif kemampuan menghadapi masalah

8. Tindak lanjut terapi

9. Follow up

1) Psikoterapi

Idealnya, pasien dengan MPD harus ditangani oleh terapis dengan

pelatihan khusus dalam disosiasi. Pelatihan khusus ini penting karena perubahan

kepribadian pasien dapat membingungkan atau mengejutkan. Selain itu, banyak

pasien dengan MPD memiliki kepribadian alter bermusuhan atau bunuh diri.

Kebanyakan terapis yang merawat pasien MPD memiliki aturan atau kontrak

16

Page 14: bab II

untuk perawatan yang mencakup isu-isu seperti tanggung jawab pasien untuk

keselamatannya. Psikoterapi untuk pasien MPD biasanya memiliki beberapa

tahap: tahap awal untuk mengungkap dan "pemetaan" alter pasien, sebuah fase

mengobati kenangan traumatis dan "sekering" alter, dan fase konsolidasi

kepribadian baru yang terintegrasi pasien (1).

Kebanyakan terapis yang merawat pasien MPD, merekomendasikan

perawatan lebih lanjut setelah integrasi kepribadian, dengan alasan bahwa pasien

tidak belajar keterampilan sosial yang kebanyakan orang dapatkan pada masa

remaja dan usia dewasa muda. Selain itu, terapi keluarga sering dianjurkan untuk

membantu keluarga pasien memahami MPD dan perubahan yang terjadi selama

reintegrasi kepribadian (1).

Banyak pasien MPD dibantu oleh kelompok serta perawatan individu,

asalkan kelompok terbatas pada orang dengan gangguan disosiatif. Pasien MPD

kadang-kadang mengalami kemunduran dalam kelompok terapi campuran karena

pasien lain terganggu atau takut dengan perubahan kepribadian mereka (1).

2) Obat

Beberapa dokter akan meresepkan obat penenang atau antidepresan untuk

pasien MPD karena kepribadian alter mereka mungkin memiliki gangguan

kecemasan atau suasana hati. Namun, terapis lain yang merawat pasien MPD

lebih memilih untuk menjaga obat minimum karena pasien ini dapat dengan

mudah menjadi secara psikologis tergantung pada obat-obatan. Selain itu, banyak

pasien MPD memiliki setidaknya satu mengubah yang menyalahgunakan obat-

17

Page 15: bab II

obatan atau alkohol, zat-zat yang berbahaya dalam kombinasi dengan obat

penenang (1).

3) Hipnotis

Meskipun tidak selalu diperlukan, hipnosis adalah metode standar

pengobatan untuk pasien MPD. Hypnosis dapat membantu pasien memulihkan ide

direpresi dan kenangan. Selanjutnya, hipnosis juga dapat digunakan untuk

mengontrol perilaku bermasalah banyak pasien MPD, seperti melukai diri sendiri,

atau gangguan makan seperti bulimia nervosa. Pada stadium akhir pengobatan,

terapis dapat menggunakan hipnotis untuk "sekering" alter sebagai bagian dari

proses (1).

4) Pengobatan Alternatif

Pengobatan alternatif yang membantu untuk rileks tubuh sering

direkomendasikan untuk pasien MPD sebagai tambahan untuk psikoterapi dan /

atau obat-obatan. Perawatan ini termasuk hydrotherapy, obat botani (terutama

herbal yang membantu sistem saraf), terapi pijat, dan yoga. Pengobatan

homeopati juga bisa efektif untuk beberapa orang. Terapi seni sering

direkomendasikan sebagai cara bahwa pasien dapat mengintegrasikan masa lalu

mereka ke dalam kehidupan mereka saat ini. Meditasi biasanya dianjurkan sampai

kepribadian pasien telah reintegrasi (1).

H. PROGNOSIS

Beberapa terapis percaya bahwa prognosis untuk pemulihan yang sangat

baik untuk anak-anak dan baik untuk kebanyakan orang dewasa. Walaupun

pengobatan memakan waktu beberapa tahun, sering akhirnya efektif. Sebagai

18

Page 16: bab II

aturan umum, sebelumnya pasien didiagnosis dan diobati, semakin baik prognosis

(1)

I. PENCEGAHAN

Pencegahan MPD memerlukan intervensi dalam keluarga yang biasanya

perlakuannya kasar dan memperlakukan anak-anak dengan gejala disosiatif sedini

mungkin dengan baik. Bila sudah ada gejala, segera bawa ke psikiater (1).

19