bab ii

19
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan  Pen get ahu an mer upa kan has il dar i “ta hu” dan ini ter jadi sete lah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui  panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 202!. Pen get ahu an ("no#l edg e! jug a dia rtik an seba gai has il pen gin der aan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (ma ta, hid ung dan seb agai nya!, den gan sendir iny a pad a #aktu pen gin draa n sehing ga men gha sil kan pen geta hua n. $al ters ebut sangat dip engaruhi ole h intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo. 200%.hlm. &0!. 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Penget ahuan seseorang ter hadap objek mempunyai inten sitas at au tin gka tan yan g ber bed a'be da. Sec ara gar is bes arny a dib agi dal am tin gka t  pengetahuan ) a. *ahu (know) *ahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil! memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatus (Notoatmodjo. 200.hlm. 2%!. +leh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. "ata kerja untuk mengukur bah#a orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain ) menyeb utk an, men gur aika n, mende eni sikan, menyat aka n, dan sebaga iny a (Notoatmodjo. 200%.hlm. &0'&!.

Upload: filho-obmar

Post on 07-Oct-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

karies balita

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengetahuan2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar, pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).Pengetahuan (Knowledge) juga diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo. 2007.hlm. 140).2.1.2 Tingkat Pengetahuan Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan : a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatus (Notoatmodjo. 2010.hlm. 27). Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo. 2007.hlm. 140-141).

b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut (Notoatmodjo. 2010.hlm. 27-28). c. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo. 2010.hlm. 28 ).

d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo. 2010.hlm. 28).

e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo. 2010.hlm. 28).

f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri. (Notoatmodjo. 2010.hlm. 29).2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang anatara lain pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan, dan informasi (Mubarak, dkk.,2007 hlm. 30). 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru diperkenalkan.2. PekerjaanLingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. UmurDengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.4. Minat Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dab menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

5. Pengalaman Adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif. 6. Kebudayaan Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. 7. InformasiKemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.2 Kesehatan GigiKesehatan gigi dan mulut merupakan upaya mempertahankan kebersihan, kenyamanan, dan kesehatan gigi yang dilakukan seorang indvidu. Tujuan kesehatan gigi dan mulut meningkatkan kesadaran sikap dan perilaku seseorang dalam kemampuan memelihara diri dibidang dikesehatan gigi dan mulut dan mampu mencapai pengobatan sedini mungkin dengan jalan memberikan pengertian pada seseorang/masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. (ircham machfud, 2005).

2.2.1 Manfaat Gigi Bersih dan Sehat1. Pengunyahan, sudah pasti gigi-geligi berperan mengolah makanan dalam masa aktif pertumbuhan dan perkembangan.jika gigi sakit atau rusak, maka anak-anak akan malas makan dan tentu berpengaruh pada kesehatannya secara keseluruhan.2. Penyedia atau pemelihara tempat bagi geligi permanen pengganti. Coba dibayangkan, kalau gigi sulung tanggal sebelum waktunya, maka gigi permanen pengganti akan tumbuh tidak teratur karena kehilangan dan berkurang tempatnya tumbuh akibat menyempitnya rahang.3. Merangsang pertumbuhan rahang melalui pengunyahan. Jika anak dibiasakan mengunyah makanan yang sesuai dengan usianya, maka rahangnya akan tumbuh normal. Gigi berdesakan akibat kekurangan tempat bisa dicegah.4. Membantu perkembangan bicara. Gigi, lidah, dan bibir saling berinteraksi atau bersinergi dalam pengucapan huruf atau kata. Contohnya, pada anak-anak yang kehilangan gigi sulung anterior akan mengalami kesulitan pengucapan huruf f, v, s, z, dan th.5. Secara kosmetik akan meempengaruhi penampilan anak. Pengucapan anak dapat terpengaruh bila tidak mau membuka mulut saatt bicara (Tampubolon, 2006).2.2.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kebersihan Gigi Faktorfaktor yang mempengaruhi kebersihan gigi menurut Machfoedz (2005) diantaranya adalah:a. Jenis makanan Jenis makanan, makanan yang mudah lengket dan menempel digigit seperti permen dan coklat, makanan ini sangat disukai oleh anak-anak. Hal ini yang mengakibatkan gangguan. Makanan tadi mudah tertinggal dan melekat pada gigi dan bila terlalu sering dan lama akan berakibat tidak baik. Makanan yang manis dan lengket tersebut akan bereaksi di mulut dan asam yang merusak email gigi (Machfoedz, 2005).b. Cara melakukan gosok gigi Menyikat gigi adalah suatu cara yang umum diajurkan untuk membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi. Menyikat gigi adalah salah satu peosedur terhadap terjadinya penyakit gigi, karena dengan menyikat akan bisa menghilangkan plag yang merupakan salah satu faktor penyakit gigi. Tindakan menyikat gigi atau kontrol plak merupakan kunci keberhasilan untuk mempunyai rongga mulut yang sehat dalam upaya pencegahan dan emeliharaan mulut yang optimal. Cara menggosok gigi yang dianjurkan dengan cara gerakan gerakan yang pendek, yakni menggosok gigi berulang-ulang pada satu tempat dahulu, sebelum pindah ke tempat lain (Machfoedz, 2005).c. Frekuensi gosok gigi Frekuensi gosok gigi sebagai bentuk perilaku yang akan mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga gigi. Frekuensi melakukan gosok gigi setiap orang berbeda, menurut beberapa ahli menyebutkan frekuensi menggosok gigi yang baik adalah empat kali sehari yaitu setiap sesudah makan dan waktu hendak mau tidur karena setengah jam setelah selesai makan, maka sisa makanan akan segera diubah oleh kuman menajdi asam yang dapat melunakkan email gigi. Sedangkan jika menjelang tidur pada sela waktu antara makan malam dan mau tidur mungkin saja masih makan makanan kecil (Machfoedz, 2005).d. Keteraturan pergi ke dokter gigi Kunjungan ke dokter gigi sebaiknya dilakukan secara rutin 6 bulan sekali. Pada saat berkunjung, dokter bisa menemukan keadaan yang perlu diberikan tindakan. Berkunjung ke dokter gigi seharusnya sebelum terjadi kerusakan dalam rongga mulut. Atau sebelum keadaan menjadi parah sehingga memerlukan perawatan yang bersifat invasive (lebih dalam), yang biasanya menimbulkan keengganan untuk melanjutkan (Machfoedz, 2005).2.2.3 Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku dapat mempengaruhi faktor lingkungan maupun pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya (Anitasati, 2005).Dalam konsep ini yang dimaksudkan dengan kesehatan gigi adalah gigi dan semua jaringan yang ada di dalam mulut termasuk gusi. Sikap dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk merespons atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif dan negatif. Sikap tentang kesehatan gigi atau gusi merupakan hasil dari proses sosialisasi. Seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang berupa objek kesehatan gigi yaitu konsep gigi atau gusi sehat dan sakit serta upaya pemeliharaannya melalui proses sosialisasi (Angela, 2005).Notoadmojdo cited Fankari menjelaskan bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut. (Angela, 2005).2.2.4 Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak Pertumbuhan gigi pada manusia dimulai pada saat bayi berusia 6-9 bulan dengan tumbuhnya dua gigi seri rahang bawah disusul dengan gigi seri rahang atas. Pada usia 7-10 bulan tumbuh dua gigi seri depan kedua (di samping gigi seri pertama) rahang atas maupun bawah. Kadang-kadang gigi seri kedua di rahang bawah tumbuh lebih dulu sebelum gigi seri kedua rahang atas. Lalu, satu gigi geraham depan tumbuh pada usia 16-20 bulan. Gigi taring juga mulai muncul pada usia yang sama. Gigi geraham kedua tumbuh pada usia 23-30 bulan. Biasanya, anak akan punya gigi susu lengkap (20) pada usia 3 tahun (PDGI, 2009).Pada masa balita (2-5 tahun), perkembangan anak berubah dari otonomi ke inisiatif, timbul keinginan-keinginan yang baru dalam diri anak. Pada masa akhir anak, ia sudah mulai mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri. Perkembangan motorik dan keterampilan anak diperoleh melalui proses kematangan dan latihan. Masa balita dikaitkan dengan masa kemandirian atau disebut sikap kepala batu. Anak akan mulai membantah apa yang tidak sesuai dengan keinginannya. Sikap kepala batu ini dapat diubah bila orangtua atau pendidik konsisten memperlihatkan kewibawaan dan peraturan yang telah ditetapkan. Pada anak akan terlihat kemiripan dengan orangtua, ini disebut proses identifikasi. Proses identifikasi adalah proses mengadopsi sifat, sikap, pandangan orang lain dan dijadikan sifat, sikap dan pandangannya sendiri. Oleh karena itu, pada masa ini perlu ketegasan dari orangtua untuk membiasakan anak dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Pada usia ini adalah saat yang paling baik untuk mulai menggunakan sikat gigi (Yulia, 2000).Perilaku anak akan menentukan status kesehatan gigi mereka termasuk pola makan dan kebiasaan membersihkan gigi. Anak yang mengkonsumsi makanan yang manis di luar jam makan akan meningkatkan risiko karies. Keadaan ini diperburuk dengan anak yang malas untuk menyikat gigi (Eka, dkk. 2009).Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat dilaksanakan dan merupakan peran dari orangtua terutama ibu pada usia ini adalah:a. Membersihkan gigi Membersihkan gigi anak dapat dilakukan dengan penyikatan gigi. Penyikatan gigi bertujuan untuk menghindari plak. Plak dapat menyebabkan kerusakan gigi, misalnya gigi berlubang. Anak di atas dua tahun sudah dapat mulai diajarkan cara menyikat gigi. Pertama sekali orangtua memberikan contoh pada anak cara menyikat gigi setelah itu anak diminta untuk mengikutinya (Riyanti, 2008).Mulai dari usia 2 tahun, anak sudah dapat diajarkan menyikat gigi dengan metode Schrob. Metode ini adalah suatu metode menyikat gigi yang mudah dan sederhana untuk diajarkan pada anak. Caranya, menyikat gigi bagian atas dan bawah dengan arah ke samping kanan dan kiri, kemudian seluruh gigi bagian samping dan seluruh gigi bagian belakang disikat, lalu anak berkumur dengan air bersih beberapa kali.Pemilihan sikat gigi pada anak balita sebaiknya dipilih sikat gigi yang ukurannya kecil dengan tangkai yang mudah digenggam. Bulu sikatnya halus (soft). Bagian kepala sikat menyempit agar mudah menjangkau bagian dalam rongga mulut anak. Anak usia 1-5 tahun bisa memakai sikat dengan 3 deret bulu. American Dental Association menganjurkan ukuran maksimal kepala sikat gigi balita adalah 18x7 mm. Gantilah sikat gigi kalau bulunya sudah tidak beraturan lagi atau mekar, karena dapat melukai gusi (Sondang, 2008).b. Pemakaian pasta gigi.Menurut Standar Nasional Indonesia kadar fluor dalam pasta gigi yang baik untuk anak adalah 500-1000 ppm (SNI 16-4767-1998). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.445/Menkes/Per/V/1998 Lampiran 1#34 disebutkan bahwa batas maksimum garam fluorida dan turunannya dalam sediaan higiene mulut adalah 0,15% (setara dengan 1500 ppm), jumlah ini sesuai dengan aturan Asean Cosmetic Directive 76/768/EEC Annex III Bagian 1, aturan FDA Amerika Serikat, serta ISO 11609 (PDGI, 2014).Pemakaian pasta sudah dapat dimulai pada usia dua tahun (Riyanti, 2005). Pada anak terutama usia dibawah 2 tahun refleks menelan tinggi sehingga sering menelan pasta gigi juga karena pasta gigi anak memiliki rasa. Untuk menghindari fluorosis, banyaknya pasta yang diberikan pada anak-anak dianjurkan sebesar biji kacang polong (Sondang, 2008).Pasta akan memberi kesegaran pada mulut dan kebersihan gigi dan mulut yang lebih optimal. Pasta gigi sekarang ini memiliki variasi rasa dan warna yang beredar di pasaran, dan ini akan mengundang perhatian anak dan diharapkan anak lebih tertarik dan rajin untuk menyikat gigi (Riyanti, 2005).c. Diet sehat pada anak Makanan dan minuman manis dapat memperburuk kesehatan gigi, seperti biskuit, coklat, permen, kue, susu dan cemilan-cemilan yang mengandung gula. Makanan yang bersifat lengket dan mengandung gula yang sering dikonsumsi di luar jam makan berbahaya bagi kesehatan gigi anak. Frekuensi pemberian makanan manis yang sering atau di luar jam makan ini akan meningkatkan risiko terjadinya karies pada anak. Cara untuk mengatasi hal ini, orangtua atau ibu dapat melakukan:18 1. Tidak membiasakan memberikan makanan atau minuman yang mengandung gula sebagai hadiah kepada anak. 2. Cemilan manis dapat diganti dengan memberi cemilan dari buah atau sayuran.3. Sehabis makan makanan yang manis, anak dibiasakan berkumur dengan air putih. 4. Tidak memberikan makanan atau minuman manis di luar jam makan, sebaiknya dibiasakan untuk memberi air putih matang yang telah didinginkan terutama saat anak mau tidur. d. Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi American Academy of Pediatric Dentistry menyarankan agar kunjungan pertama ke dokter gigi dimulai pada erupsi gigi pertama atau dimulai saat anak usia 12 bulan. Walaupun demikian, anak-anak yang mempunyai kelainan sistemik dan menderita trauma pada gigi sebaiknya melakukan kunjungan ke dokter gigi lebih awal agar perawatan dapat segera dilakukan (Riyanti, 2005). Dokter gigi pada kunjungan pertama akan melakukan beberapa tindakan, seperti pemeriksaan gigi geligi dan jaringan periodontal anak, memberikan sediaan fluor misalnya tablet fluor, memberikan penyuluhan mengenai cara pemberian makanan dan minuman yang baik yang dapat menghindari terjadinya kerusakan gigi, memberikan beberapa penjelasan mengenai pemeliharaan kesehatan secara umum dan kesehatan gigi khususnya. Dengan mendapatkan pendidikan kesehatan gigi dari dokter gigi, pengetahuan orangtua atau biasanya seorang ibu terhadap pemeliharaan kesehatan gigi semakin baik. Kunjungan ke dokter gigi yang dimulai sejak usia dini juga akan mengurangi kecemasan dan ketakutan anak kelak karena sudah diperkenalkan sejak awal. Pada kunjungan pertama dokter gigi akan mengupayakan cara untuk memperkenalkan anak lingkungan dokter gigi dengan upaya yang tidak menimbulkan rasa takut dan cemas pada anak (Riyanti, 2005).Pemeriksaan rutin 3-6 bulan sekali sangat berguna terutama dalam memonitor pertumbuhan dan perkembangan gigi anak serta mendeteksi kelainan gigi anak sejak dini. Memeriksakan gigi mulai dari usia dini sangatlah penting, akan tetapi banyak orangtua mengangap hal ini tidak perlu karena gigi susu akan diganti dengan gigi permanen sehingga sering membiarkan gigi susu anaknya berlubang. Gigi susu yang berlubang dapat menimbulkan beberapa masalah. Gigi susu yang berlubang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau sakit, akibatnya anak menjadi rewel dan susah makan. Hal ini disebabkan gigi yang berlubang mengganggu fungsi pengunyahan dan apabila terganggu dapat mempengaruhi nutrisi anak. Gigi susu yang berlubang juga dapat menyebabkan gigi tersebut goyang dan tanggal prematur atau terpaksa dicabut sebelum waktunya. Gigi susu berfungsi sebagai penuntun bagi pertumbuhan gigi permanen. Bila gigi susu tanggal prematur, pertumbuhan gigi permanen menjadi tidak teratur (PDGI, 2014).2.2.5 Penyakit Gigi Balita Pada usia anak penyakit gigi dan mulut yang paling sering adalah karies atau gigi berlubang (Riyanti, 2005).Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies adalah suatu proses kronis regresif yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara gigi dan lingkungan dalam rongga mulut. Walaupun terdapat komponen genetik terhadap pembentukan karies, namun faktor hereditas hanya memainkan peran kecil. Karies gigi secara garis besar adalah penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan. Empat faktor utama harus berinteraksi secara terus menerus untuk menciptakan lesi karies. Faktor-faktor tersebut adalah gigi yang rentan, plak, substrat dan waktu (Pertiwi, 2008). Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh 4 faktor etiologi atau penyebab utama terjadinya karies, yang terdiri atas (Riyanti, 2008) :

a. Faktor host (gigi geligi) Gigi geligi sebagai tuan rumah terhadap karies dipengaruhi oleh faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Gigi susu lebih mudah terkena karies dibanding gigi permanen. Hal ini disebabkan enamel gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi permanen. Secara kristalografis kristal-kristal gigi permanen lebih padat daripada gigi susu. b. Faktor agen (mikroorganisme) Yang paling berperan penting dalam menyebabkan terjadinya karies adalah plak gigi. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas matriks yang terbentuk dan melekat erat pada gigi dengan oral higiene jelek (gigi yang tidak dibersihkan). c. Faktor substrat atau diet Diet atau makanan terutama golongan karbohidrat seperti gula, roti atau makanan sejenis lemak yang mudah lengket di gigi akan mempengaruhi pembentukan plak dimana akan membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan gigi. Sisa makanan yang melekat pada gigi dapat diubah oleh kuman menjadi asam yang dapat melarutkan email gigi sehingga terjadi karies. Pada anak usia di bawah 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum air susu ibu, susu botol ataupun cairan bergula secara terus menerus sampai anak tertidur dan atau di luar jam makan biasanya akan memiliki karies, yang dikenal dengan Nurshing Mouth Caries (Yulia, 2013).d. Faktor waktu Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Faktor yang paling menentukan terjadinya Nurshing Bottle Caries adalah lamanya gigi kontak dengan larutan gula atau seringnya anak mengkonsumsi larutan gula (Yulia, 20013). Penelitian yang dilakukan Yuyus, dkk terhadap 1000 bayi di bawah lima tahun di 5 wilayah Jakarta (Utara, Barat, Timur, Selatan dan Pusat) menunjukkan 14,1% anak bebas karies dan 27,5% mempunyai karies 1-4 gigi dan mempunyai lebih dari 4 gigi yang karies 58,1%. Anak yang mempunyai oral higiene buruk 61,7 %.Usia balitaPertumbuhan gigi pada manusia dimulai pada saat bayi berusia 6-9 bulan dengan tumbuhnya dua gigi seri rahang bawah disusul dengan gigi seri rahang atas. Pada usia 7-10 bulan tumbuh dua gigi seri depan kedua (di samping gigi seri pertama) rahang atas maupun bawah. Kadang-kadang gigi seri kedua di rahang bawah tumbuh lebih dulu sebelum gigi seri kedua rahang atas. Lalu, satu gigi geraham depan tumbuh pada usia 16-20 bulan. Gigi taring juga mulai muncul pada usia yang sama. Gigi geraham kedua tumbuh pada usia 23-30 bulan. Biasanya, anak akan punya gigi susu lengkap (20) pada usia 3 tahun (PDGI, 2009).Pada masa balita (2-5 tahun), perkembangan anak berubah dari otonomi ke inisiatif, timbul keinginan-keinginan yang baru dalam diri anak. Pada masa akhir anak, ia sudah mulai mempertanggung jawabkan perbuatannya sendiri. Perkembangan motorik dan keterampilan anak diperoleh melalui proses kematangan dan latihan. Masa balita dikaitkan dengan masa kemandirian atau disebut sikap kepala batu. Anak akan mulai membantah apa yang tidak sesuai dengan keinginannya. Sikap kepala batu ini dapat diubah bila orangtua atau pendidik konsisten memperlihatkan kewibawaan dan peraturan yang telah ditetapkan. Pada anak akan terlihat kemiripan dengan orangtua, ini disebut proses identifikasi. Proses identifikasi adalah proses mengadopsi sifat, sikap, pandangan orang lain dan dijadikan sifat, sikap dan pandangannya sendiri. Oleh karena itu, pada masa ini perlu ketegasan dari orangtua untuk membiasakan anak dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Pada usia ini adalah saat yang paling baik untuk mulai menggunakan sikat gigi (Yulia, 2000).Perilaku anak akan menentukan status kesehatan gigi mereka termasuk pola makan dan kebiasaan membersihkan gigi. Anak yang mengkonsumsi makanan yang manis di luar jam makan akan meningkatkan risiko karies. Keadaan ini diperburuk dengan anak yang malas untuk menyikat gigi (Eka, dkk. 2009).Beberapa teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang dapat dilaksanakan dan merupakan peran dari orangtua terutama ibu pada usia ini adalah:1. Membersihkan gigi Membersihkan gigi anak dapat dilakukan dengan penyikatan gigi.Penyikatan gigi bertujuan untuk menghindari plak.Plak dapat menyebabkan kerusakan gigi, misalnya gigi berlubang. Anak di atas dua tahun sudah dapat mulai diajarkan cara menyikat gigi. Pertama sekali orangtua memberikan contoh pada anak cara menyikat gigi setelah itu anak diminta untuk mengikutinya (Riyanti, 2008).Mulai dari usia 2 tahun, anak sudah dapat diajarkan menyikat gigi dengan metode Schrob. Metode ini adalah suatu metode menyikat gigi yang mudah dan sederhana untuk diajarkan pada anak.Caranya, menyikat gigi bagian atas dan bawah dengan arah ke samping kanan dan kiri, kemudian seluruh gigi bagian samping dan seluruh gigi bagian belakang disikat, lalu anak berkumur dengan air bersih beberapa kali.Pemilihan sikat gigi pada anak balita sebaiknya dipilih sikat gigi yang ukurannya kecil dengan tangkai yang mudah digenggam.Bulu sikatnya halus (soft).Bagian kepala sikat menyempit agar mudah menjangkau bagian dalam rongga mulut anak. Anak usia 1-5 tahun bisa memakai sikat dengan 3 deret bulu. American Dental Association menganjurkan ukuran maksimal kepala sikat gigi balita adalah 18x7 mm. Gantilah sikat gigi kalau bulunya sudah tidak beraturan lagi atau mekar, karena dapat melukai gusi (Sondang, 2008).b. Pemakaian pasta gigi.Pemakaian pasta sudah dapat dimulai pada usia dua tahun (Riyanti, 2005). Pada anak terutama usia dibawah 2 tahun refleks menelan tinggi sehingga sering menelan pasta gigi juga karena pasta gigi anak memiliki rasa. Untuk menghindari fluorosis, banyaknya pasta yang diberikan pada anak-anak dianjurkan sebesar biji kacang polong (Sondang, 2008).Pasta akan memberi kesegaran pada mulut dan kebersihan gigi dan mulut yang lebih optimal. Pasta gigi sekarang ini memiliki variasi rasa dan warna yang beredar di pasaran, dan ini akan mengundang perhatian anak dan diharapkan anak lebih tertarik dan rajin untuk menyikat gigi (Riyanti, 2005).c. Diet sehat pada anak Makanan dan minuman manis dapat memperburuk kesehatan gigi, seperti biskuit, coklat, permen, kue, susu dan cemilan-cemilan yang mengandung gula. Makanan yang bersifat lengket dan mengandung gula yang sering dikonsumsi di luar jam makan berbahaya bagi kesehatan gigi anak. Frekuensi pemberian makanan manis yang sering atau di luar jam makan ini akan meningkatkan risiko terjadinya karies pada anak. Cara untuk mengatasi hal ini, orangtua atau ibu dapat melakukan:1. Tidak membiasakan memberikan makanan atau minuman yang mengandung gula sebagai hadiah kepada anak. 2. Cemilan manis dapat diganti dengan memberi cemilan dari buah atau sayuran.3. Sehabis makan makanan yang manis, anak dibiasakan berkumur dengan air putih. 4. Tidak memberikan makanan atau minuman manis di luar jam makan, sebaiknya dibiasakan untuk memberi air putih matang yang telah didinginkan terutama saat anak mau tidur. d. Melakukan pemeriksaan ke dokter gigi

American Academy of Pediatric Dentistry menyarankan agar kunjungan pertama ke dokter gigi dimulai pada erupsi gigi pertama atau dimulai saat anak usia 12 bulan. Walaupun demikian, anak-anak yang mempunyai kelainan sistemik dan menderita trauma pada gigi sebaiknya melakukan kunjungan ke dokter gigi lebih awal agar perawatan dapat segera dilakukan (Riyanti, 2005).Dokter gigi pada kunjungan pertama akan melakukan beberapa tindakan, seperti pemeriksaan gigi geligi dan jaringan periodontal anak, memberikan sediaan fluor misalnya tablet fluor, memberikan penyuluhan mengenai cara pemberian makanan dan minuman yang baik yang dapat menghindari terjadinya kerusakan gigi, memberikan beberapa penjelasan mengenai pemeliharaan kesehatan secara umum dan kesehatan gigi khususnya. Dengan mendapatkan pendidikan kesehatan gigi dari dokter gigi, pengetahuan orangtua atau biasanya seorang ibu terhadap pemeliharaan kesehatan gigi semakin baik. Kunjungan ke dokter gigi yang dimulai sejak usia dini juga akan mengurangi kecemasan dan ketakutan anak kelak karena sudah diperkenalkan sejak awal. Pada kunjungan pertama dokter gigi akan mengupayakan cara untuk memperkenalkan anak lingkungan dokter gigi dengan upaya yang tidak menimbulkan rasa takut dan cemas pada anak (Riyanti, 2005).

Daftar PustakaPDGI online. Inisiatif kesehatan gigi dan mulut sebagai upaya dukungan terahadap paradigma sehat. http://pdgi-online.com (24 Februari 2014).Riyanti, E. 2005. Pengenalan dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini. Jurnal Kedokteran Gigi Anak : BandungSondang P, Hamada T. 2008. Menuju gigi & mulut sehat. Medan: USU Press. 69-70. Eka C, Riyanti E, Tjahyaningrum SN. 2004. Prevalensi Nursing Mouth Caries pada anak usia 15-60 bulan berdasarkan frekuensi penyikatan gigi di posyandu desa Cileunyi Wetan kecamatan Cileunyi kabupaten Bandung.Yulia SB. 2000. Kesehatan gigi bayi dan balita. http:// bintangbangsaku.com/artikel/ kesehatan-gigi-bayi-dan balita (27-04-09).