bab ii

13
BAB II KONSEP TEORITIS 2.1 Thalasemia 2.1.1 Diagnosa Medis Asuhan keperawatan pada anak dengan diagnose medis thalasemia. 2.1.2 Konsep Teoritis A. Definisi Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritro menjadi pendek ( kurang dari 1 hari !. "enyebab kerusakan karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia! dan kela hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabk oleh# 1. $angguan stru%tural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal!. Minsalnya pada &b' &b) &bD dan sebagainya. 2. $angguan jumlah (salah satu*beberapa! rantai globin seper talasemia. Kedua kalianan ini sering dijumpai bersama+sama pada seorang pasie seperti talasemia &b' atau talasemia &b). "enyakit ini dapat dijumpai bangsa+bangsa di sekitar laut tengah seperti turki yunani ,yprus dan lain. Di -ndonesia talasemia %ukup banyak dijumpai bahkan dikatakan merupakan yang paling banyak penderita dari pasien penyakit darah lain 'e%ara klinik talasemia dibagi menjadi 2 golongan seprti berikut# 1. Talasemia mayor. Memberikan gejala klinis jelas. 2. Talasemia minor. iasanya tidak memberikan gejala klinis . Klasifikasi

Upload: tmi

Post on 05-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK DENGAN THALASEMIA & LEUKIMIA

TRANSCRIPT

BAB IIKONSEP TEORITIS

2.1 Thalasemia

2.1.1 Diagnosa Medis

Asuhan keperawatan pada anak dengan diagnose medis thalasemia.

2.1.2 Konsep Teoritis

A. Definisi

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh:

1. Gangguan structural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Minsalnya pada HbS, HbF, HbD, dan sebagainya.

2. Gangguan jumlah (salah satu/beberapa) rantai globin sepertipada talasemia.

Kedua kalianan ini sering dijumpai bersama-sama pada seorang pasien seperti talasemia HbS atau talasemia HbF. Penyakit ini dapat dijumpai pada bangsa-bangsa di sekitar laut tengah seperti turki, yunani, Cyprus dan lain-lain. Di Indonesia talasemia cukup banyak dijumpai bahkan dikatakan merupakan yang paling banyak penderita dari pasien penyakit darah lainnya. Secara klinik talasemia dibagi menjadi 2 golongan seprti berikut:

1. Talasemia mayor. Memberikan gejala klinis jelas.

2. Talasemia minor. Biasanya tidak memberikan gejala klinisB. Klasifikasi

a) Thalasemia digolongkan berdasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :1. Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25%minimal membawa 1 gen).2. Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.b) Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah (memberikan gejala klinis yang jelas).

Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.2. Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis), si individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.(Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007)C. Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar zat besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang talasemia disertai tanda hipersplenisme dan trombositopenia. Kematian trauma disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.D. Gambaran Klinis

Pada talasemia mayor gejala klinis telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut buncit, karena adanya pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba. Adanya pembesaran limpa dan hati tersebut mempengaruhi gerak si pasien karena kemampuanya terbatas. Limpa yang membesar ini akan mudah ruptur hanya karena trauma ringan saja.

Gejala lain (khas) ialah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkalan hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan perkembangan tulang muka dan tengkorak. ( Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar). Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapatkan transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).E. Etiologi

Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal)

(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)F. Patofisiologi

Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2), Hb F (< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-g (g-thalassemia), rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (bd-thalassemia).

Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis).

(www.pediatrik.com)G. Tanda dan Gejala

Anemia berat dengan limpa besar dan hepar yang membesar. Pada anak yng besar bisanya disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya memperlihatakan fasies Mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositsis. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya ikat serum terhadap besi menjadi rendah dapat mencapai nol. Gambaran Radiologis tulang akan memperlihatakan medula yng lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan dploe dan pada anak besar kadag-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus paranasalis. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat kelainan tulang, fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat penimbunan besi (apabila melakukan tranfusi). Anak dengan kelainan ini biasana meninggal pada umur muda sebelum dewasa akibat gagal jantung dan infeksi.

(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)

Tanda dan gejala secara umum dapat dilihat :

Face Mongoloid Hepatosplenomegali Ikterus atau sub-ikterus Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik. Tengkorak : tampak struktur hairs on end Jantung membesar karena anemia kronik Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai adolensensi karena adanya anemia kronik Kelainan hormonal, seperti DM, hipotiroid, disfungsi gonid Gizi buruk(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.1994.LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya)H. Pemeriksaan DiagnotisHasil hapusan darah tepi didapat gambaran anisositosin, hipokromi, poikilositosis, sel target (fragmentosit dan banyak sel normoblas). Kadar zat besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikatan serum terhadap zat besi (IBC) menjadi rendah dan mencapai nol. Hemoglobin pasien mengandung HbF yang tinggi biasanya lebih dari 30%. Kadang-kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien talasemia juga mempunyai HbF. Pada umumnya pasien dengan talasemia HbE maupun HbS secara klinis lebih ringan dari pada talasemia mayor. Biasanya mereka baru dating berobat / ke dokter pada umur 4-6 tahun; sedangkan talasemia mayor telah Nampak sejak umur 3 bulan.

I. Penatalaksanaan Medis

Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien talasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendag sekali (kurang dari 6 g%)atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu makan. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua sdari umur 2 tahun sebelum menjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis. Di samping itu diberikan berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung zat besi tidak boleh. 2.2 Leukimia

2.2.1 Diagnosa Medis

Asuhan Keperawatan pada anak dengan diagnosa medis Leukimia

2.2.2 Konsep Teoritis

A. Definisi

Penyakit ini merupakan proliferensi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah merah, yaitu pada sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut dengan kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah yang normal. Berdasarkan morfologik sel terdapat golongan besar leukemia sesuai dengan 5 macam sistem hemopoietik dalam sumsum tulang.Lima golongan besar leukemia

1. Leukemia sistem eritropoietik: mielosis eritremika atau penyakit di guglielmo

2. Leukemia sistem granulopoietik: leukemia granulositik atau mielositik

3. Leukemia sistem trombopoietik: leukemia megakariositik

4. Leukemia sistem limfopoietik: leukemia limfositik

5. Leukemia RES: retikuloendotelisis yang dapat berupa leukemia monositik, leukemia plasmostik (penyakit kahler), histiositosis, dan sebagainya.

Disamping itu mungkin masih ditemukan proliferensi campuran dari 2 sistem hemopoietik seperti pada eritroleukemia yang merupakan leukemia sistem granulaopoietik dan eritropoietik, dan masih ada perggolonganpada jenis-jenis leukemia sesuai sel yang menderita seperti leukemia mieloblastik, eosinofilik, dan sebagainya. Pada anak sering ditemukan ialah leukemia limfositik akut (LLA). Jenis lain seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfositik kronik (LLK), leukemia mielositik (LMK). Dari kesemuanya itu LLA yang terbanyak. Pada umumnya gelaja klinis dari berbagai leukemia hampir sama hanya berbeda apakah akut atau kronik. Juga gejala hematologis lain yang bergantung pada morfologi selnya.B. Klasifikasi

1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)

LMA mengenai sel sistem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)

LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.C. Patologinesis Leukimia Secara Imunologik

Jika penyebab leukemia virus, virus tersebut akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia jika struktu antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka vitus tersebut ditolaknya seperti pada benda asing lainnya. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit dan selaput lender yang terletak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah di tetapkan istilah HL-A (Human Leucocyte Locus A).sistem HL-A individu diturunkan menurut hukan genetika sehingga adanya peran faktor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.D. Gambaran Klinis

Gejala yang khas adalah pucat (dapat terjadi mendadak), panas dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegali serta limfadenopati. Pasien yang menunjukan gejala lengkap seperti yang disebutkan ini, secara klinis dapat didiagnosa leukemia. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi dan sebagainya. Gejala yang tidak khas adalah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral.Leukemia limfositik akut (LLA)

Penyebab LLA sampai sekaran belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus (virus onkogenetik). Factor lain yang turut berperan ialah:

1. Faktor eksogen seperti sinar-X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia (benzol,arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri)

2. Faktor endogen seperti ras (orang yahudi mudah menderita LLK). Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (sindrom down, angka kejadian tinggi,), herediter ( kadang-kadang di jumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorium

Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa adanya pansitopenia, limfositosis, yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton yang terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk leukemia. Kolestrol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobinnemia. Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton, yaitu hanya terdiri dari limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasi sekunder). Pada LMA selain gambaran yang monoton, terlihat pula adanya hiatus leukemia ialah keadaan yang memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas), beberapa sek tua (segmen) dan sangat kurang bentuk pematagan sel yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit dan sel batang).

2. Biopsi Limpa

ini memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seoerti limfosit normal, RES, granulosit, san pulp cell.

3. Cairan Cerebrospinalis

Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein, berarti suatu leukemia meninggal. Kelainan ini dapt terjadi setiap saat pada perjalanan pebyakit baik dalam keadaan remisi maupun keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara intratekal secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang menunjukan gejala tekanan intracranial meninggi.4. Sitogenik

Pada khasus LMK 70-90% menunjukan kelianan kromosom, yaitu kelainan kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau ph 1). 50-70% dari pasien LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:

Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n),haploid (2n-a), hiperploid(2n+a)

Koriotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid

Bertambah atua hikangnya bagian kromosom (partial deplection)

Terdapatnya marker choromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil

Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapat dari hasil darah tepi berupa limfositosis dari 80% atau terdapat sel blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskopelektron akan terlihat adanya sel patologis.

F. Penatalaksanaan Medis

1. Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat di berikan heparin.

2. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

3. Sitostatika, selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mpmetotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakaipula yang baru dan lebih paten seperti vinkristin (oncovi), rubidomisin (daunorubycine)dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dakam kombinasi bersama-sama dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa olopesiab(botak), stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang 2000/mm pemberian harus hati-hati.

4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien di rawat dikamar yang suci hama)

5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterspi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru massih dalam pengembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prinsip sama, yaitu dengan pola dasar:

1. Induksi. Dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas Dalm sumsum tulang kurang dari 5%.2. Konsolidasi. Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.3. Rumat. Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa.4. Reinduksi. Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.5. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan saraf pusat. Diberikan MTX secara intracranial dan radialis cranial. 6. Pengobatan imunologikPola ini dimaksudkan menghilangkan sel leukemia yang ada didalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna (dengan berbagai cara, yang dilakukan di bagian IKA). Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus. Pungsi sumsum tulang diulang secara rutin setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu).