bab ii

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Fermentasi Yoghurt Manusia telah mengenal dan mengakrabi yoghurt selama kurang lebih 4000 tahun. Di daerah Timur Tengah, yoghurt menjadi salah satu makanan pokok sehari- hari, dibuat secara tradisional di rumah-rumah, dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Yoghurt sebenarnya merupakan minuman tradisional di daerah Balkan dan Timur Tengah, tetapi saat ini sudah berkembang ke seluruh dunia. Kata "yoghurt" berasal dari bahasa Turki, yaitu "jugurt" yang berarti susu asam. Itulah sebabnya sampai saat ini yoghurt sering juga disebut sebagai "susu asam". Yoghurt sejak dulu digemari di Eropa dan Amerika. Masyarakat Belanda merupakan konsumen yoghurt tertinggi di dunia, kemudian disusul oleh swiss, Perancis, Jepang dan negara- negara lainnya. Walaupun tidak sepopuler di negara- negara Barat, di Indonesia pun saat ini yoghurt sudah mulai dikenal luas masyarakat. Sejarah ditemukannya fermentasi susu dimulai dengan cara yang tidak disengaja. Para pengembara di padang pasir di Timur Tengah yang membawa persediaan susu di wadah yang terbuat dari usus domba menjadi terkejut ketika mengetahui susu yang akan diminumnya telah menjadi setengah padat. Ternyata susu tersebut telah mengalami fermentasi akibat adanya bakteri dari usus domba.

Upload: isti-madinah-hasibuan

Post on 25-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fermentasi Yoghurt

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Fermentasi YoghurtManusia telah mengenal dan mengakrabi yoghurt selama kurang lebih 4000 tahun. Di daerah Timur Tengah, yoghurt menjadi salah satu makanan pokok sehari- hari, dibuat secara tradisional di rumah-rumah, dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Yoghurt sebenarnya merupakan minuman tradisional di daerah Balkan dan Timur Tengah, tetapi saat ini sudah berkembang ke seluruh dunia. Kata "yoghurt" berasal dari bahasa Turki, yaitu "jugurt" yang berarti susu asam. Itulah sebabnya sampai saat ini yoghurt sering juga disebut sebagai "susu asam". Yoghurt sejak dulu digemari di Eropa dan Amerika. Masyarakat Belanda merupakan konsumen yoghurt tertinggi di dunia, kemudian disusul oleh swiss, Perancis, Jepang dan negara-negara lainnya. Walaupun tidak sepopuler di negara- negara Barat, di Indonesia pun saat ini yoghurt sudah mulai dikenal luas masyarakat. Sejarah ditemukannya fermentasi susu dimulai dengan cara yang tidak disengaja. Para pengembara di padang pasir di Timur Tengah yang membawa persediaan susu di wadah yang terbuat dari usus domba menjadi terkejut ketika mengetahui susu yang akan diminumnya telah menjadi setengah padat. Ternyata susu tersebut telah mengalami fermentasi akibat adanya bakteri dari usus domba. Kemungkinan karena kehausan, maka minuman susu yang telah mengalami fermentasi tersebut dengan terpaksa diminum juga. Ternyata rasa susu yang telah mengalami fermentasi tersebut cocok dengan lidah pengembara. Akhirnya susu yang difermentasi menjadi minuman yang lebih digemari dibandingkan dengan susu segar. Rasa susu yang difermentasi tersebut lembut, asam menyegarkan, dan lebih awet. Penduduk di daerah tersebut kemudian mempelajari proses pembuatan susu yang difermentasi. Mereka kemudian mengetahui cara membuat susu fermentasi yang kemudian dinamakan yoghurt dengan menambahkan sedikit yoghurt sebelumnya pada susu. Kebiasan ini kemudian menjadi tradisi dan bagian dari kebudayaan minum yoghurt secara teratur. Yoghurt belum menjadi minuman yang fenomenal selama berabad-abad di dunia, sampai kemudian berkat ahli biologi Ilya Mechnikov, seorang ilmuwan Rusia tetapi bertempat tinggal di Perancis yang meneliti tentang penuaan dini. Beliau tertarik dengan kondisi rakyat Bulgaria yang dapat berumur panjang. Akhirnya beliau menduga bahwa kebiasaan minum yoghurt setiap hari baik pagi, siang maupun sore pada rakyat Bulgaria yang mengakibatkan mereka berumur panjang. Prof. Mechnikov menduga, masuknya yogurt dalam usus besar mampu membersihkan bakteri pembusuk. Melalui penelitian lebih lanjut, beliau berhasil mengisolasi dua jenis bakteri yang terdapat dalam yoghurt. Bakteri inilah yang mengubah susu menjadi yoghurt dan saat masuk ke usus memerangi bakteri pembusuk. Salah satu dari kedua bakteri yang ditemukan tersebut kemudian dinamakan Lactobacillus bulgaricus, untuk menghormati atau setidaknya mengingatkan orang pada Bulgaria. Buku dan hasil penelitian Prof. Mechnikov tersebar ke seluruh Eropa dan Amerika. Yoghurt akhirnya dikenal oleh dunia barat, dan membangkitkan rasa ingin tahu dan minat banyak orang di bunia barat. Dari sinilah yoghurt mulai semakin dikenal dan digemari di seluruh dunia. Meski teori Prof. Mechnikov tentang penuaan dini ternyata bukan karena yoghurt, tetapi yoghurt terlanjur terkenal di seluruh dunia dan dari hasil penelitian selanjutnya, memang diketahui bahwa yoghurt ternyata memiliki manfaat kesehatan (Widodo, 2002).

2.2 Bakteri Penting untuk Fermentasi YoghurtPada fermentasi susu menjadi yoghurt terdapat lima bakteri yang dapat digunakan, yaitu Lactobacillus acidophilus (asidofilus, atau disingkat A), Bifidobacterium bifidum (bakteri bifidus, disingkat B), Lactobacillus casei, Streptococcus thermophilus, dan Lactobacillus bulgaricus. Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan dua bakteri yang biasa digunakan untuk pembuatan yoghurt. Sementara dua bakteri yang pertama merupakan bakteri menguntungkan makhluk hidup, yang secara alamiah terdapat pada usus manusia, hidup berdampingan dan saling membantu dengan makhluk hidup. Bakteri probiotik ini kemudian dijadikan sebagai produk industri makanan dalam bentuk serbuk dan tablet suplemen kesehatan. Yoghurt atau kefir sendiri sering disebut makanan probiotik (Widodo, 2002).Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus tergolong dalam bakteri asam laktat (BAL) yang dapat digunakan untuk memfermentasi air susu. BAL akan menurunkan kadar laktosa sebanyak 25-30%, sehingga susu fermentasi aman dikonsumsi oleh orang laktose intolerant. Dalam proses pembuatan yoghurt kedua bakteri asam laktat tersebut bersimbiosis memecah laktosa (gula susu) menjadi asam laktat sehingga akan menurunkan pH air susu dan menciptakan rasa asam pada air susu yang difermentasi (Chotimah, 2009).

2.3 Manfaat Yoghurt Bagi KesehatanEllie Metchnikoff, ahli mikrobiologi asal Rusia yang memenangi Hadiah Nobel bidang fisiologi kedokteran pada tahun 1908, meneliti kebiasaan minum yoghurt penduduk kawasan Balkan. Hasilnya, Metchnikoff mendapati secara umum penduduk Bahkan panjang usia (capaian usia rata-rata 87 tahun) dan tampak lebih muda dari usianya. Menurut Metchnikoff, minum yoghurt meningkatkan jumlah bakteri baik di dalam sistem pencernaan, khususnya usus halus. Dengan jumlah serdadu bakteri baik yang makin meningkat, bakteri jahat lebih mudah ditumpas. Karenanya, peminum yoghurt umumnya jarang menderita penyakit akibat cemaran mikroba, seperti influenza, diare. Berikut adalah beberapa manfaat dari yoghurt :1. Membantu penderita lactose intolerancePenyebabnya adalah defisiensi/kekurangan enzim pencerna laktosa. Dalam yoghurt, laktosa susunya sudah dipecah oleh bakteri "baik" Lactobacillus bulgaricus melalui proses fermentasi, hingga mudah diserap tubuh. 2. Degradasi kolesterolMekanisme penurunan kolesterol ini bisa terjadi karena bakteri asam laktat yang ada dalam yoghurt dapat mendegradasi kolesterol menjadi coprostanol. Coprostanol ini merupakan zat yang tak dapat diserap oleh usus.3. Menghambat patogenDengan terhambatnya pertumbuhan sekaligus matinya mikrobia patogen dalam lambung dan usus halus bisa menghindari munculnya berbagai penyakit akibat infeksi atau intoksikasi mikrobia.4. Menetralisir antibiotik5. Anti kanker saluran cernaBakteri-bakteri yang berperan dalam yoghurt dapat mengubah zat-zat prekarsinogenik (zat-zat pemicu kanker) yang ada dalam saluran pencernaan, hingga mampu menghambat terjadinya kanker6. Mencegah jantung koronerBakteri "baik" yakni, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus yang terdapat dalam yoghurt, akan menghasilkan asam folat dan vitamin B kompleks, kedua vitamin ini berguna mencegah munculnya penyakit jantung koroner.(Maharrani, 2011).

2.4 Aplikasi Pembuatan Yoghurt dalam IndustriSubstitusi Susu Kedelai dengan Susu Sapi pada Pembuatan Soyghurt InstanYoghurt merupakan salah satu jenis minuman hasil fermentasi susu oleh bakteri asam laktat yang mempunyai khasiat bagi kesehatan dan pengobatan tubuh. Khasiat ini diperoleh karena adanya bakteri dalam yoghurt dan tingkat keasaman dari yoghurt sehingga pertumbuhan bakteri patogen yang merugikan dapat dihambat. Bakteri yang biasanya digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus. Selain susu sapi yang dapat digunakan dalam pembuatan yoghurt, ternyata susu kedelai juga dapat digunakan untuk substitusi susu sapi dalam pembuatan yoghurt. Keuntungan yang didapatkan dari substitusi susu kedelai, selain kandungan protein yoghurt yang menjadi tinggi, harganya juga lebih murah. Yoghurt kedelai atau yang lebih dikenal dengan soyghurt biasanya lebih encer sehingga diperlukan bahan tambahan lain sebagai pengental, seperti susu skim. Proses pembuatan dan kultur yang digunakan dalam pembuatan soyghurt pada dasarnya sama seperti pada pembuatan yoghurt. Akan tetapi, pada pembuatan soyghurt perlu adanya penambahan susu skim untuk memicu pertumbuhan dari S. thermophillus. Dalam pembuatan soyghurt, susu skim juga digunakan untuk meningkatkan total padatan bukan lemak, memperbaiki konsistensi dan viskositas serta berperan dalam pembuatan koagulan. Susu fermentasi yang dihasilkan akan melalui proses instaniasi dengan menggunakan freeze drier. Instanisasi susu fermentasi ini ditujukan untuk meningkatkan daya simpan dari soyghurt dan memberikan nilai praktis dalam penyimpanan serta pengaplikasian susu fermentasi dalam konsumsi dan pengolahan lebih lanjut (Gulo, 2006).

Ditambahkan larutan gula 5% dan susu skimSusu KedelaiSusu Sapi

Dipasteurisasi pada suhu 80-90C selama 30 menit

Didinginkan hingga suhunya 40C

Diinokulasi dengan starter 5%

Diinkubasi selama 14 jam pada suhu ruangan

SoyghurtDidinginkan pada suhu 4C

Gambar 2.1 Flowsheet Substitusi Susu Kedelai dengan Susu Sapi pada Pembuatan Soyghurt Instan(Gulo, 2006)