bab ii

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Distribusi Butiran Hujan di Bukittinggi Indonesia Berdasarkan penelitian Renggono (2002), yang telah mengamati karakteristik hujan di wilayah Bukittinggi menggunakan disdrometer elektromekanis tipe RD-69 menjelaskan bahwa besarnya curah hujan dipengaruhi oleh ukuran butiran hujan, semakin besar ukuran butiran hujan, semakin besar pula curah hujan di permukaan sehingga distribusi butiran hujan pun semakin melebar. Curah hujan juga bergantung dari jenis awan hujan yang menghasilkannya. Hujan yang ditimbulkan oleh awan konvektif atau cumuliform mempunyai curah hujan yang tinggi, sedangkan hujan dari awan stratiform mempunyai curah hujan yang rendah. Kelebihan penelitian pengukuran distribusi ukuran butiran hujan di wilayah Bukittinggi yaitu menggunakan bantuan Boundary Layer Radar yang mampu mengamati pergerakan udara pada saat udara cerah dan juga dapat mengamati struktur vertikal dari awan hujan pada ketinggian 0,5 km-6,4 km yang digunakan untuk menentukan jenis awan hujan yang turun pada saat pengukuran distribusi butiran hujan dengan disdrometer elektromekanis tipe RD-69.

Upload: mhya-thu-ulun

Post on 11-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

wonderfull

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Distribusi Butiran Hujan di Bukittinggi Indonesia

Berdasarkan penelitian Renggono (2002), yang telah mengamati karakteristik hujan di wilayah Bukittinggi menggunakan disdrometer elektromekanis tipe RD-69 menjelaskan bahwa besarnya curah hujan dipengaruhi oleh ukuran butiran hujan, semakin besar ukuran butiran hujan, semakin besar pula curah hujan di permukaan sehingga distribusi butiran hujan pun semakin melebar. Curah hujan juga bergantung dari jenis awan hujan yang menghasilkannya. Hujan yang ditimbulkan oleh awan konvektif atau cumuliform mempunyai curah hujan yang tinggi, sedangkan hujan dari awan stratiform mempunyai curah hujan yang rendah.

Kelebihan penelitian pengukuran distribusi ukuran butiran hujan di wilayah Bukittinggi yaitu menggunakan bantuan Boundary Layer Radar yang mampu mengamati pergerakan udara pada saat udara cerah dan juga dapat mengamati struktur vertikal dari awan hujan pada ketinggian 0,5 km-6,4 km yang digunakan untuk menentukan jenis awan hujan yang turun pada saat pengukuran distribusi butiran hujan dengan disdrometer elektromekanis tipe RD-69.

Kekurangannya yaitu menggunakan suatu model fungsi distribusi tanpa melakukan perbandingan terhadap fungsi-fungsi distribusi yang sesuai dengan wilayah penelitiannya dan disdrometer yang digunakannya tidak bisa mendeteksi ukuran butiran hujan > 5 mm.

2.2. Distribusi Butiran Hujan di Durban Afrika SelatanBerdasarkan penelitian Owolawi (2011) di Durban (Afrika bagian selatan) menghasilkan spektrum distribusi ukuran butiran hujan yang sebagian besar butiran hujan yang jatuh berdiameter 0,3 mm dan 4,0 mm. Peneliti menggunakan model distribusi lognormal sederhana untuk menggambarkan distribusi hujan di Durban yang menggunakan dua tingkat curah hujan. Teknik digunakannya memberikan kurva distribusi ukuran butiran hujan yang tepat dan sangat baik bahkan pada tingkat hujan yang rendah. Penelitian ini, juga menegaskan bahwa model distribusi Marshall dan Palmer serta model distribusi ukuran butiran yang lainnya dianggap tidak memadai untuk menggambarkan pola distribusi ukuran butiran hujan di wilayah Durban (Afrika bagian selatan). Peneliti juga menyatakan bahwa pola distribusi Timothy, dkk (Singapura) dan Ajayi, dkk (Afrika Barat) memiliki kesamaan dengan pola distribusi di Durban. Sehingga menunjukkan bahwa pola distribusi ukuran butiran hujan di Afrika bagian selatan mirip dengan dua daerah tersebut

Kelebihan penelitian ini yaitu peneliti menggunakan perbandingan 6 model distribusi untuk menemukan model distribusi ukuran butiran hujan yang sesuai di wilayah penelitiannya. Kekurangannya tidak melakukan pengamatan jenis awan hujan ketika melakukan pengukuran distribusi ukuran butiran hujan di wilayah tersebut.

2.3. Distribusi Butiran Hujan di Brazil

Berdasarkan penelitian (Tenrio, dkk, 2009) yang telah melakukan penelitian di daerah dekat pesisir Brazil bagian utara diperoleh hasil distribusi ukuran butiran hujan dalam 8 tingkat curah hujan, dimana ukuran diameter butiran hujan yang jumlahnya paling banyak tercatat dan jatuh dipermukaan adalah ukuran butiran 2 mm. Namun untuk ukuran butiran hujan 5,3 mm tidak pernah tercatat karena keterbatasan disdrometer yang digunakannya. Kekurangan penelitian ini adalah tidak melakukan pengamatan terhadap pengaruh jenis awan hujan di wilayah penelitiannya.2.4. Pengukuran Distribusi Ukuran Butir Hujan Menggunakan Disdrometer Pada tahun 2009, Department of Water Management ( DWM ) di TU Delft telah membuat konsep desain disdrometer dengan biaya rendah yang cocok untuk digunakan dalam skala besar dan penyebaran terpencil. Gambar 2.1 menunjukkan versi saat ia mengusulkan disdrometer. Disdrometer DWM termasuk dalam kategori disdrometer akustik yang beratnya sekitar 50 gm dan menggunakan keramik piezoelektrik sebagai transduser.

Gambar 2.1 Disdrometer DWM.(Bagree, 2012)

Dasar DWM adalah elemen piezo-listrik. Piezo-electric elemen menciptakan pulsa listrik ketika mendapat tekanan. Besarnya tekanan tergantung pada ukuran butiran hujan. Dengan kata lain, semakin besar butiran hujan maka menghasilkan pulsa listrik yang lebih besar (Bagree, 2012).

Pengujian terhadap distribusi butiran hujan menggunakan disdrometer akustik jenis DWM ini sebelumnya pernah dilakukan oleh Jong (2010). Peneliti melakukan perbandingan terhadap hasil distribusi menggunakan disdrometer akustik dengan hasil simulasi yang dilakukannya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.2 Hubungan pengukuran distribusi butiran hujan hasil simulasi dan menggunakan disdrometer akustik.

(Jong, 2010)

Hasil distribusi butiran hujan yang diperoleh dari disdrometer akustik sesuai dengan hasil simulasi. Jong melakukan pengujian pada intensitas hujan rendah dan disdrometer hanya mampu membaca ukuran diameter pada rentang ukuran tertentu seperti yang ditunjukkan pada grafik histogram berwarna biru pada Gambar 2.2, dimana disdrometer akustik tidak dapat membaca ukuran butiran hujan < 0.3 mm (Jong, 2010).