bab ii
DESCRIPTION
Turbin Angin 3 dan 4 suduTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Energi Angin
Energi angin adalah energi terkandung dalam massa udara bergerak.
Angin adalah udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu
udara rendah ke suhu udara tinggi. Terjadinya angin akibat adanya beberapa
variasi secara topografis dan klimatografis, yaitu
1. Adanya perbedaan temperatur udara dan tekanan udara.
2. Adanya rotasi bumi.
3. Adanya ketidakrataan permukaan bumi. (adanya gunung dan
lembah, serta adanya daratan dan lautan)
4. Adanya partikel-partikel terkandung dalam udara. (uap air, es,
debu, dan asap)
A.1. Energi Kinetik Angin sebagai Fungsi dari Kecepatan Angin
Atmosfer menyelimuti bumi mengandung berbagai macam molekul gas
tersusun atas beberapa lapisan. Lapisan atmosfer paling rendah adalah troposfer
yang sangat tipis dibandingkan dengan diameter bumi. Bumi memiliki diameter
12.000 km sedangkan troposfer memiliki tebal sekitar 11 km. Semua peristiwa
cuaca terjadi pada lapisan troposfer, termasuk angin.
Hampir semua energi terbarukan (kecuali energi pasang surut dan panas
bumi) bahkan energi fosil berasal dari energi matahari. Matahari meradiasikan
1,74 x 1017 Joule energi ke permukaan bumi pada setiap detiknya. Sekitar 1%
hingga 2% dari energi matahari diubah menjadi bentuk energi angin. Energi
kinetik angin yang dapat masuk ke dalam area efektif turbin angin dapat dihitung
berdasarkan persamaan 2.1 berikut :
= = = ............................(2.1)
dimana pada persamaan tersebut dapat kita lihat bahwa energi angin (P ; Watt)
bergantung terhadap faktor-faktor seperti aliran massa angin (m/t ; kg/s),
kecepatan angin (v ; m/s), densitas udara (ρ ; kg/m3), luas permukaan area efektif
turbin (A ; m3 ). Di akhir persamaan, secara jelas dapat disimpulkan bahwa energi
1
2
angin akan meningkat 8 kali lipat apabila kecepatan angin meningkat 2 kali
lipatnya, atau dengan kata lain apabila kecepatan angin yang masuk ke dalam
daerah efektif turbin memiliki perbedaan sebesar 10% maka energi kinetik angin
akan meningkat sebesar 30%.
B. Potensi Energi Angin Di Indonesia
Potensi energi angin di Indonesia umumnya berkecepatan lebih dari 5
meter per detik (m/s). Hasil pemetaan Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN) pada 120 lokasi menunjukkan beberapa wilayah memiliki
kecepatan angin di atas 5 m/s, masing-masing Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Pantai Selatan Jawa berpotensi untuk
pembangunan pembangkit listrik tenaga angin. Adapun kecepatan angin 4 m/s
hingga 5 m/s tergolong berskala menengah dengan potensi kapasitas 10-100 kW.
Berikut ini adalah peta kecepatan angin dan potensi tenaga angin di Indonesia
sebagai referensi dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin di
Indonesia. Perbedaan kecepatan udara terlihat dari perbedaan warnanya. Biru
menyatakan kecepatan udara rendah sedangkan hijau, kuning, merah, dan
sekitarnya menyatakan semakin besarnya kecepatan angin.
Gambar 2.1. Peta persebaran kecepatan angin di Indonesia
Sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan memiliki potensi
kecepatan angin cukup rendah yaitu antara 1,3 m/s – 2,7 m/s. Pulau Jawa dan
3
Sulawesi memiliki potensi kecepatan angin antara 2,7 m/s – 5 m/s. Sebagian besar
wilayah Maluku dan Nusa Tenggara memiliki potensi kecepatan angin 4,5 m/s -
5,5 m/s. Data terbaru dari LAPAN & Kementrian ESDM dipaparkan pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1. Peta Potensi Tenaga Angin Indonesia beserta Daya Spesifik (W/m2) dan Kapasitas (kW). (Sumber:LAPAN, 2006)
Tabel 2. Cadangan Energi Nasional dan Produksi
(Sumber:Kementrian ESDM, 2004)
Tabel 3. Kapasitas Terpasang PLTB di Indonesia. (Sumber:Statistik EBTKE, Kementrian ESDM, 17 Maret 2011)
4
C. Konversi Energi Angin
Proses konversi energi listrik pada PLTB pertama kali bermula dari angin
berhembus melalui turbin, lalu ditangkap oleh sudu kemudian digunakan untuk
memutar rotor. Putaran rotor yang dihasilkan umumnya ditingkatkan putarannya
dengan menggunakan roda gigi sebelum digunakan untuk memutar generator.
Hingga tahap ini proses konversi hanya berupa proses mekanis, daya mekanis
ditangkap oleh sudu pada turbin dapat direpresentasikan secara matematis sebagai
berikut:
Pturbin = Cp x 0,5 x ρangin x Arot x (vangin)3 ............................(2.2)
dimana, (ρ) angin adalah kerapatan angin persatuan luas, A rot adalah luas bidang
terlingkupi sudu turbin, vangin adalah kecepatan angin, dan rumus kerapatan udara
(ρ) diperoleh dengan persamaan 2.3 di bawah ini:
ρ = 3,485 . ).....................(2.3)
Dalam rumus ini, p adalah tekanan dalam kPa dan T adalah temperatur dalam
Kelvin, daya yang dibangkitkan angin menjadi:
P = ............................(2.4)
Dimana A merupakan luas area dalam m2 dan v adalah kecepatan angin dalam
m/s. Untuk kondisi udara standar 101,3 kPa dan 273 K, sehingga diperoleh
persamaan:
5
P = 0.647A.v3 Watt................................(2.5)
Kemudian Cp adalah koefisien daya yang nilainya bergantung pada jari-jari rotor,
kecepatan putar rotor, dan kecepatan angin, seperti dituliskan pada persamaan 2.6.
Koefisien daya, Cp menggambarkan persentase jumlah daya angin yang dapat
dikonversi oleh rotor menjadi daya listrik. Secara teoritis nilai Cp maksimum
adalah 0,593, namun pada kenyataannya hanya berkisar antara 0,30 sampai
dengan 0,40. (De Renzo, D. J., 1979 8B Tony Burton, et al., 2001).
Cp = ............................(2.6)
Cp = ............................(2.7)
Generator mengubah energi gerak menjadi energi listrik dengan
menggunakan prinsip induksi magnetik. Pada tahap ini konversi daya memasuki
tahap konversi elektris. Kualitas daya dihasilkan pada umumnya diatur dengan
menggunakan komponen elektronika daya sehingga tegangan dan frekuensi
output generator dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan.
Apabila hasil energi listrik ingin ditransmisikan melalui grid karena jarak
pusat beban dan PLTB cukup jauh, maka tegangan nominal perlu dinaikkan untuk
mengurangi susut daya pada saluran transmisi/distribusi. Demikian sebaliknya
pada saat energi lsitrik tersebut didistribusikan pada konsumen (beban), tegangan
nominalnya perlu diturunkan kembali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut :
6
Gambar 2.2. Aliran Konversi Energi PLTB
D. Turbin Angin
Turbin angin merupakan mesin dengan sudu berputar kemudian
mengonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Jika energi
mekanik digunakan langsung secara permesinan seperti pompa atau grinding
stones, maka mesin (turbin) disebut windmill. Jika energi mekanik dikonversikan
menjadi energi listrik, maka mesin disebut turbin angin atau wind energy
converter (WEC).
Jika dilihat dari arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu:
1. Turbin angin sumbu horizontal/ Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT)
2. Turbin angin sumbu vertikal/ Vertical Axis Wind Turbine (VAWT)
Gambar 2.3 menunjukan jenis-jenis turbin angin berdasarkan bentuknya.
Sedangkan gambar 2.4 menunjukkan karakteristik setiap turbin angin sebagai
fungsi dari kemampuannya untuk mengubah energi kinetik angin menjadi energi
putar turbin pada setiap kondisi kecepatan angin. Dari gambar 2.3 dapat
disimpulkan bahwa turbin angin jenis multi-blade dan Savonius cocok digunakan
untuk aplikasi turbin angin kecepatan rendah. Sedangkan turbin angin tipe
7
Propeller, paling umum digunakan karena dapat bekerja dengan lingkup
kecepatan angin yang luas.
Gambar 2.3. Jenis-jenis turbin angin
Gambar 2.4. Karakterisrik turbin angin
E. Karakteristik Kerja Turbin Angin
Gambar 2.5 menunjukan pembagian daerah kerja dari turbin angin.
Berdasarkan gambar 2.5 ini, daerah kerja angin dapat dibagi menjadi 3, yaitu (a)
8
cut-in speed (b) kecepatan kerja angin rata-rata (kecepatan nominal) (c) cut-out
speed. Secara ideal, turbin angin dirancang dengan kecepatan cut-in seminimal
mungkin, kecepatan nominal sesuai dengan potensi angin lokal, dan kecepatan
cut-out semaksimal mungkin. Namun secara mekanik kondisi ini sulit diwujudkan
karena kompensasi dari perancangan turbin angin dengan nilai kecepatan
maksimal (Vcut-out) yang besar adalah Vcut dan Vrated yang relatif akan besar pula.
Gambar 2.5. Karakteristik kerja turbin angin
F. Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT)
Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi
rotornya paralel terhadap permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal
memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan
menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Rotor
turbin angin kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan pengaturan
sudu angin sederhana sedangkan turbin angin besar umumnya menggunakan
sensor angin dan motor untuk mengubah rotor turbin mengarah pada angin.
Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami
gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga
rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift, seperti terlihat pada
gambar 2.6 di bawah ini:
9
Gambar 2.6. Gaya aerodinamik rotor
ketika dilalui aliran udara
(Sumber: Hau, 2006)
G. Konsep Variasi Jumlah Sudu
Jumlah sudu pada rotor turbin angin bervariasi, jumlah sudu rotor
merupakan karakteristik dari turbin angin yang masih menjadi bahan
diskusi/perbincangan untuk dipecahkan. Secara teoritis, semakin banyak jumlah
sudu semestinya semakin banyak energi angin diserap dan dikonversi oleh turbin
angin, sehingga semakin besar pula daya yang dihasilkan. Namun begitu, semakin
banyak jumlah sudu pada turbin angin akan mengakibatkan pula semakin lambat
putaran dari rotor, karena beban dari rotor juga semakin besar. (Hau, 2005)
Berdasarkan teori momentum elemen sudu, setiap sudu akan memberikan
tambahan daya, tetapi penambahan ini tidak linier. Jika turbin angin didesain pada
TSR rendah penambahan sudu akan meningkat Cp. Torsi awalnya juga lebih baik
turbin akan mudah berputar pada kecepatan angin rendah. Tetapi penambahan
sudu juga meningkatkan berat rotor juga biayanya terutama untuk turbin angin
skala besar sehingga harus dicari jumlah sudu optimal. Rotor berkecepatan rendah
memiliki torsi tinggi dan RPM rendah. Sedangkan rotor berkecepatan tinggi
memiliki torsi rendah dan RPM tinggi.
10
Gambar 2.7. HAWT diameter 1,6 meter 3 sudu (kiri) & 4 sudu (kanan)
H. Penelitian Relevan
Dengan seiring kamajuan ilmu pengetahuan, teknologi, meningkatnya
kebutuhan energi, dan semakin menipisnya ketersediaan energi fosil sebagai
tulang punggung pemenuhan energi saat ini, penelitian mengenai turbin angin
khususnya guna mencari cara untuk dapat meningkatkan efisiensi suatu turbin
angin masih menjadi permasalahan menarik untuk diteliti. Karena jika
permasalahan ini dapat dipecahkan, efisiensi sebuah turbin angin dapat
ditingkatkan menjadi lebih dari 50%, maka segala krisis energi akan terselesaikan.
Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya banyak menjelaskan baik dengan
metode penelitian eksperimen maupun dengan pengembangan, dan simulasi
pemodelan dengan pemograman dapat diketahui bahawa jumlah sudu pada suatu
11
turbin angin sangat berperan signifikan pada nilai efisiensi suatu turbin angin,
berikut beberapa penelitian terkait:
• Perancangan HAWT tiga sudu diameter 3,5 m
(Andriyanto, 2008, Skripsi : ITB)
• Studi Karakteristik HAWT tiga sudu diameter 1,6 m
(Fatmawati, 2012, Skripsi : UNJ)
• Pengaruh panjang & jumlah sudu terhadap efisiensi HAWT 2, 3, 4, 5, 6, 7,
& 8 sudu diameter 15 cm, 20 cm, 25 cm, 30 cm, 35 cm, & 40 cm
(Guntoro, 2012, Tesis : ITB)
• Optimasi Desain Blade HAWT 2, 3, & 5 sudu diameter 2 m, 2,5 m, & 3 m
(Hestyandhoko, 2012, Skripsi : ITS)
• Perancangan HAWT 4 & 8 sudu diameter 1 m
(Nanda, 2008, Skripsi : Univ. Sanata Dharma)
Kemudian pada paper penelitian Hapis, Bisrul. T, “Perencanaan Turbin
Angin Mini untuk Produksi Energi yang Maksimal”, Jurnal Mesin dan Industri,
Volume 3, Nomor 1, Edisi Januari 2006, ISSN 1693–704X, Hal.17-24, Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan, Jumlah sudu
mempunyai pengaruh terhadap perbandingan kecepatan ujung dan torsi rotor.
Semakin kecil jumlah sudu, semakin besar perbandingan kecepatan ujung, tetapi
semakin kecil torsi rotor begitupun sebaliknya, jumlah sudu juga mempunyai
pengaruh besar terhadap pembebanan struktur. Rotor dengan tiga sudu misalnya,
lebih stabil dibandingkan dengan dua sudu, sehingga rotor dengan tiga sudu juga
mempunyai pengaruh getaran pada struktur lebih kecil dibandingkan dengan dua
sudu.
Kemudian perbandingan kecepatan ujung sudu sangat berpengaruh
terhadap efisiensi suatu turbin angin. Perbandingan kecepatan ujung yang tinggi
akan memberikan putaran rotor menjadi tinggi pula. Hal ini akan menurunkan
transmisi, bahkan dapat meniadakan penggunaan transmisi, dan pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi sekaligus menurunkan biaya. Akan tetapi,
perbandingan kecepatam ujung yang tinggi meningkatkan pengaruh daya tahanan,
maka koefisien daya rotor menjadi tergantung pada perbandingan gaya angkat ke
koefisien airfoil.
12
Dan hal ini juga dikuatkan dengan hasil penelitian Guntoro, Wagito. 2012.
“Studi Pengaruh Panjang dan Jumlah Sudu Terhadap Efisiensi Daya Listrik pada
Pembangkit Listrik Tenaga Angin”. Tesis, Program Pascasarjana Fisika, FMIPA,
Institut Teknologi Bandung yaitu dengan menambah jumlah sudu akan menambah
luas sudu yang berarti akan menambah gaya F pada turbin, sehingga akan
memperbesar putaran rotor seperti dijelaskan pada persamaan 2.1 dan Jumlah
sudu berpengaruh terhadap efisiensi daya listrik (η) output. Dengan mengambil
nilai hambatan tetap pada R = 98,3 ohm, efisiensi daya listrik terbesar dihasilkan
oleh sudu berjumlah 5 buah dengan diameter 15 cm yaitu sebesar η = 23,272 %.
Kemudian dalam paper penelitian Hestyandhoko, Desna. 2012. “Optimasi Desain
Blade pada Turbin Angin Poros Horisontal untuk Memenuhi Kebutuhan Daya
Penerangan pada Squid Fishing Vessels”, Skripsi, Departemen Teknik
Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Sepuluh November : Surabaya.
Dijelaskan mengenai konsep jumlah sudu, seperti dipaparkan di bawah ini:
•Konsep satu sudu
Sulit setimbang, membutuhkan kecepatan angin tinggi untuk
menghasilkan gaya angkat memutar dan menghasilkan noise di ujungnya. Konsep
ini telah dikembangkan sukses di Jerman.
•Konsep dua sudu
Mudah untuk setimbang, tetapi kesetimbangannya masih mudah bergeser.
Desain sudu harus memiliki kelengkungan tajam untuk dapat menangkap energi
angin secara efektif, tetapi pada kecepatan angin rendah (sekitar 3 m/s)
putarannya sulit dimulai.
•Konsep tiga sudu
Lebih setimbang dan kelengkungan sudu lebih halus untuk dapat
menangkap energi angin secara efektif. Konsep ini paling sering dipakai pada
turbin komersial.
•Konsep multi sudu (Contoh: empat sudu dan lebih)
Justru memiliki efisiensi rendah, tetapi dapat menghasilkan momen gaya
awal yang cukup besar untuk mulai berputar, cocok untuk kecepatan angin rendah
walaupun dioperasikan dengan transmisi gear sampai 1:10. Memiliki profil sudu
tipis, kecil, kelengkungan halus, dan konstruksi yang solid. Konsep ini banyak
13
dijumpai pada turbin angin untuk keperluan memompa air, menggiling biji-bijian,
karena murah dan mampu bekerja pada kecepatan angin rendah sehingga tower
tidak perlu terlalu tinggi dan air dapat dipompa secara kontinu. Konsep dua dan
tiga sudu membutuhkan momen gaya awal yang cukup untuk mulai proses
putaran dan dapat menjadi kendala bila mesin memiliki rasio transmisi gear lebih
dari 1:5 pada kecepatan angin rendah. Pada turbin angin skala besar, diperlukan
mesin (diesel) untuk memulai berputar (sebagai motor) sampai rotor memiliki
daya cukup untuk mengimbangi beban mekanik dan beban induksi generator.
Kemudian menurut Andriyanto, Adi. 2008. “Perancangan dan Pembuatan
Turbin Angin Sumbu Horizontal Tiga Sudu Berdiameter 3,5 Meter”. Skripsi,
Program Studi Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung. Semakin besar
diameter rotor, maka kecepatan angin minimal diperlukan untuk memutar rotor
menjadi lebih kecil. Pemilihan jumlah sudu berkaitan dengan rasio kecepatan
ujung (tip speed ratio) yang diinginkan dan juga aspek keindahan. Jumlah sudu
banyak akan menghasilkan tip speed ratio kecil, sedangkan jumlah sudu lebih
sedikit akan mengasilkan tip speed ratio besar. Umumnya jumlah sudu pada
turbin angin adalah satu sudu, dua sudu, atau tiga sudu, namun ada juga
menggunakan hingga 20 sudu.
Penelitian ini pun terintegrasi dengan penelitian DC House Prof. Taufik
California Polytechnic State University (Calpoly), San Luis Obispo, Amerika
Serikat. HAWT diameter 1,6 meter ini menjadi salah satu sumber penyedia energi
listrik pada DC House bersama dengan photovoltaic, microhydro power, dll. Dan
sebagai studi pendahuluan penelitian ini pun telah seminarkan pada seminar
nasional fisika Universitas Negeri Jakarta (UNJ) 2012, 9 Juni 2012 dengan
proseding seminar ISSN 2302-1829 dan juga pada seminar nasional fisika
terapan III Universitas Airlangga (UNAIR) 2012, 15 September 2012 dengan
proseding seminar ISBN: 978-979-17494-2-8. Pada penelitian ini akan diteliti
mengenai pengaruh jumlah sudu terhadap daya output HAWT dengan diameter
rotor 1,6 meter, variasi jumlah sudu digunakan yaitu 3 sudu dan 4 sudu dengan
HAWT identik, dan tinggi tower sama di lokasi peletakan HAWT yang sama.