bab ii

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi Angin Energi angin adalah energi terkandung dalam massa udara bergerak. Angin adalah udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu udara rendah ke suhu udara tinggi. Terjadinya angin akibat adanya beberapa variasi secara topografis dan klimatografis, yaitu 1. Adanya perbedaan temperatur udara dan tekanan udara. 2. Adanya rotasi bumi. 3. Adanya ketidakrataan permukaan bumi. (adanya gunung dan lembah, serta adanya daratan dan lautan) 4. Adanya partikel-partikel terkandung dalam udara. (uap air, es, debu, dan asap) A.1. Energi Kinetik Angin sebagai Fungsi dari Kecepatan Angin Atmosfer menyelimuti bumi mengandung berbagai macam molekul gas tersusun atas beberapa lapisan. Lapisan atmosfer paling rendah adalah troposfer yang sangat tipis dibandingkan dengan diameter bumi. Bumi memiliki diameter 12.000 km sedangkan troposfer memiliki tebal sekitar 11 km. Semua peristiwa cuaca terjadi pada lapisan troposfer, termasuk angin. 1

Upload: syafrima-wahyu

Post on 10-Aug-2015

43 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Turbin Angin 3 dan 4 sudu

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Energi Angin

Energi angin adalah energi terkandung dalam massa udara bergerak.

Angin adalah udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu

udara rendah ke suhu udara tinggi. Terjadinya angin akibat adanya beberapa

variasi secara topografis dan klimatografis, yaitu

1. Adanya perbedaan temperatur udara dan tekanan udara.

2. Adanya rotasi bumi.

3. Adanya ketidakrataan permukaan bumi. (adanya gunung dan

lembah, serta adanya daratan dan lautan)

4. Adanya partikel-partikel terkandung dalam udara. (uap air, es,

debu, dan asap)

A.1. Energi Kinetik Angin sebagai Fungsi dari Kecepatan Angin

Atmosfer menyelimuti bumi mengandung berbagai macam molekul gas

tersusun atas beberapa lapisan. Lapisan atmosfer paling rendah adalah troposfer

yang sangat tipis dibandingkan dengan diameter bumi. Bumi memiliki diameter

12.000 km sedangkan troposfer memiliki tebal sekitar 11 km. Semua peristiwa

cuaca terjadi pada lapisan troposfer, termasuk angin.

Hampir semua energi terbarukan (kecuali energi pasang surut dan panas

bumi) bahkan energi fosil berasal dari energi matahari. Matahari meradiasikan

1,74 x 1017 Joule energi ke permukaan bumi pada setiap detiknya. Sekitar 1%

hingga 2% dari energi matahari diubah menjadi bentuk energi angin. Energi

kinetik angin yang dapat masuk ke dalam area efektif turbin angin dapat dihitung

berdasarkan persamaan 2.1 berikut :

= = = ............................(2.1)

dimana pada persamaan tersebut dapat kita lihat bahwa energi angin (P ; Watt)

bergantung terhadap faktor-faktor seperti aliran massa angin (m/t ; kg/s),

kecepatan angin (v ; m/s), densitas udara (ρ ; kg/m3),  luas permukaan area efektif

turbin (A ; m3 ). Di akhir persamaan, secara jelas dapat disimpulkan bahwa energi

1

Page 2: BAB II

2

angin akan meningkat 8 kali lipat apabila kecepatan angin meningkat 2 kali

lipatnya, atau dengan kata lain apabila kecepatan angin yang masuk ke dalam

daerah efektif turbin memiliki perbedaan sebesar 10% maka energi kinetik angin

akan meningkat sebesar 30%.

B. Potensi Energi Angin Di Indonesia

Potensi energi angin di Indonesia umumnya berkecepatan lebih dari 5

meter per detik (m/s). Hasil pemetaan Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional (LAPAN) pada 120 lokasi menunjukkan beberapa wilayah memiliki

kecepatan angin di atas 5 m/s, masing-masing Nusa Tenggara Timur, Nusa

Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Pantai Selatan Jawa berpotensi untuk

pembangunan pembangkit listrik tenaga angin. Adapun kecepatan angin 4 m/s

hingga 5 m/s tergolong berskala menengah dengan potensi kapasitas 10-100 kW.

Berikut ini adalah peta kecepatan angin dan potensi tenaga angin di Indonesia

sebagai referensi dalam mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin di

Indonesia. Perbedaan kecepatan udara terlihat dari perbedaan warnanya. Biru

menyatakan kecepatan udara rendah sedangkan hijau, kuning, merah, dan

sekitarnya menyatakan semakin besarnya kecepatan angin.

Gambar 2.1. Peta persebaran kecepatan angin di Indonesia

Sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan memiliki potensi

kecepatan angin cukup rendah yaitu antara 1,3 m/s – 2,7 m/s. Pulau Jawa dan

Page 3: BAB II

3

Sulawesi memiliki potensi kecepatan angin antara 2,7 m/s – 5 m/s. Sebagian besar

wilayah Maluku dan Nusa Tenggara memiliki potensi kecepatan angin 4,5 m/s -

5,5 m/s. Data terbaru dari LAPAN & Kementrian ESDM dipaparkan pada tabel di

bawah ini:

Tabel 1. Peta Potensi Tenaga Angin Indonesia beserta Daya Spesifik (W/m2) dan Kapasitas (kW). (Sumber:LAPAN, 2006)

Tabel 2. Cadangan Energi Nasional dan Produksi

(Sumber:Kementrian ESDM, 2004)

Tabel 3. Kapasitas Terpasang PLTB di Indonesia. (Sumber:Statistik EBTKE, Kementrian ESDM, 17 Maret 2011)

Page 4: BAB II

4

C. Konversi Energi Angin

Proses konversi energi listrik pada PLTB pertama kali bermula dari angin

berhembus melalui turbin, lalu ditangkap oleh sudu kemudian digunakan untuk

memutar rotor. Putaran rotor yang dihasilkan umumnya ditingkatkan putarannya

dengan menggunakan roda gigi sebelum digunakan untuk memutar generator.

Hingga tahap ini proses konversi hanya berupa proses mekanis, daya mekanis

ditangkap oleh sudu pada turbin dapat direpresentasikan secara matematis sebagai

berikut:

Pturbin = Cp x 0,5 x ρangin x Arot x (vangin)3 ............................(2.2)

dimana,  (ρ) angin adalah kerapatan angin persatuan luas, A rot adalah luas bidang

terlingkupi sudu turbin, vangin adalah kecepatan angin, dan rumus kerapatan udara

(ρ) diperoleh dengan persamaan 2.3 di bawah ini:

ρ = 3,485 . ).....................(2.3)

Dalam rumus ini, p adalah tekanan dalam kPa dan T adalah temperatur dalam

Kelvin, daya yang dibangkitkan angin menjadi:

P = ............................(2.4)

Dimana A merupakan luas area dalam m2 dan v adalah kecepatan angin dalam

m/s. Untuk kondisi udara standar 101,3 kPa dan 273 K, sehingga diperoleh

persamaan:

Page 5: BAB II

5

P = 0.647A.v3 Watt................................(2.5)

Kemudian Cp adalah koefisien daya yang nilainya bergantung pada jari-jari rotor,

kecepatan putar rotor, dan kecepatan angin, seperti dituliskan pada persamaan 2.6.

Koefisien daya, Cp menggambarkan persentase jumlah daya angin yang dapat

dikonversi oleh rotor menjadi daya listrik. Secara teoritis nilai Cp maksimum

adalah 0,593, namun pada kenyataannya hanya berkisar antara 0,30 sampai

dengan 0,40. (De Renzo, D. J., 1979 8B Tony Burton, et al., 2001).

Cp = ............................(2.6)

Cp = ............................(2.7)

Generator mengubah energi gerak menjadi energi listrik dengan

menggunakan prinsip induksi magnetik. Pada tahap ini konversi daya memasuki

tahap konversi elektris. Kualitas daya dihasilkan pada umumnya diatur dengan

menggunakan komponen elektronika daya sehingga tegangan dan frekuensi

output generator dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan.

Apabila hasil energi listrik ingin ditransmisikan melalui grid karena jarak

pusat beban dan PLTB cukup jauh, maka tegangan nominal perlu dinaikkan untuk

mengurangi susut daya pada saluran transmisi/distribusi. Demikian sebaliknya

pada saat energi lsitrik tersebut didistribusikan pada konsumen (beban), tegangan

nominalnya perlu diturunkan kembali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar berikut :

Page 6: BAB II

6

Gambar 2.2. Aliran Konversi Energi PLTB

D. Turbin Angin

Turbin angin merupakan mesin dengan sudu berputar kemudian

mengonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Jika energi

mekanik digunakan langsung secara permesinan seperti pompa atau grinding

stones, maka mesin (turbin) disebut windmill. Jika energi mekanik dikonversikan

menjadi energi listrik, maka mesin disebut turbin angin atau wind energy

converter (WEC).

Jika dilihat dari arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dapat dibagi menjadi

dua bagian yaitu:

1. Turbin angin sumbu horizontal/ Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT)

2. Turbin angin sumbu vertikal/ Vertical Axis Wind Turbine (VAWT)

Gambar 2.3 menunjukan jenis-jenis turbin angin berdasarkan bentuknya.

Sedangkan gambar 2.4 menunjukkan karakteristik setiap turbin angin sebagai

fungsi dari kemampuannya untuk mengubah energi kinetik angin menjadi energi

putar turbin pada setiap kondisi kecepatan angin. Dari gambar 2.3 dapat

disimpulkan bahwa turbin angin jenis multi-blade dan Savonius cocok digunakan

untuk aplikasi turbin angin kecepatan rendah. Sedangkan turbin angin tipe

Page 7: BAB II

7

Propeller, paling umum digunakan karena dapat bekerja dengan lingkup

kecepatan angin yang luas.

Gambar 2.3. Jenis-jenis turbin angin

Gambar 2.4. Karakterisrik turbin angin

E. Karakteristik Kerja Turbin Angin

Gambar 2.5 menunjukan pembagian daerah kerja dari turbin angin.

Berdasarkan gambar 2.5 ini, daerah kerja angin dapat dibagi menjadi 3, yaitu (a)

Page 8: BAB II

8

cut-in speed (b) kecepatan kerja angin rata-rata (kecepatan nominal) (c) cut-out

speed. Secara ideal, turbin angin dirancang dengan kecepatan cut-in seminimal

mungkin, kecepatan nominal sesuai dengan potensi angin lokal, dan kecepatan

cut-out semaksimal mungkin. Namun secara mekanik kondisi ini sulit diwujudkan

karena kompensasi dari perancangan turbin angin dengan nilai kecepatan

maksimal (Vcut-out) yang besar adalah Vcut dan Vrated yang relatif akan besar pula.

Gambar 2.5. Karakteristik kerja turbin angin

F. Horizontal Axis Wind Turbine (HAWT)

Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi

rotornya paralel terhadap permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal

memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan

menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Rotor

turbin angin kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan pengaturan

sudu angin sederhana sedangkan turbin angin besar umumnya menggunakan

sensor angin dan motor untuk mengubah rotor turbin mengarah pada angin.

Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami

gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga

rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift, seperti terlihat pada

gambar 2.6 di bawah ini:

Page 9: BAB II

9

Gambar 2.6. Gaya aerodinamik rotor

ketika dilalui aliran udara

(Sumber: Hau, 2006)

G. Konsep Variasi Jumlah Sudu

Jumlah sudu pada rotor turbin angin bervariasi, jumlah sudu rotor

merupakan karakteristik dari turbin angin yang masih menjadi bahan

diskusi/perbincangan untuk dipecahkan. Secara teoritis, semakin banyak jumlah

sudu semestinya semakin banyak energi angin diserap dan dikonversi oleh turbin

angin, sehingga semakin besar pula daya yang dihasilkan. Namun begitu, semakin

banyak jumlah sudu pada turbin angin akan mengakibatkan pula semakin lambat

putaran dari rotor, karena beban dari rotor juga semakin besar. (Hau, 2005)

Berdasarkan teori momentum elemen sudu, setiap sudu akan memberikan

tambahan daya, tetapi penambahan ini tidak linier. Jika turbin angin didesain pada

TSR rendah penambahan sudu akan meningkat Cp. Torsi awalnya juga lebih baik

turbin akan mudah berputar pada kecepatan angin rendah. Tetapi penambahan

sudu juga meningkatkan berat rotor juga biayanya terutama untuk turbin angin

skala besar sehingga harus dicari jumlah sudu optimal. Rotor berkecepatan rendah

memiliki torsi tinggi dan RPM rendah. Sedangkan rotor berkecepatan tinggi

memiliki torsi rendah dan RPM tinggi.

Page 10: BAB II

10

Gambar 2.7. HAWT diameter 1,6 meter 3 sudu (kiri) & 4 sudu (kanan)

H. Penelitian Relevan

Dengan seiring kamajuan ilmu pengetahuan, teknologi, meningkatnya

kebutuhan energi, dan semakin menipisnya ketersediaan energi fosil sebagai

tulang punggung pemenuhan energi saat ini, penelitian mengenai turbin angin

khususnya guna mencari cara untuk dapat meningkatkan efisiensi suatu turbin

angin masih menjadi permasalahan menarik untuk diteliti. Karena jika

permasalahan ini dapat dipecahkan, efisiensi sebuah turbin angin dapat

ditingkatkan menjadi lebih dari 50%, maka segala krisis energi akan terselesaikan.

Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya banyak menjelaskan baik dengan

metode penelitian eksperimen maupun dengan pengembangan, dan simulasi

pemodelan dengan pemograman dapat diketahui bahawa jumlah sudu pada suatu

Page 11: BAB II

11

turbin angin sangat berperan signifikan pada nilai efisiensi suatu turbin angin,

berikut beberapa penelitian terkait:

• Perancangan HAWT tiga sudu diameter 3,5 m

(Andriyanto, 2008, Skripsi : ITB)

• Studi Karakteristik HAWT tiga sudu diameter 1,6 m

(Fatmawati, 2012, Skripsi : UNJ)

• Pengaruh panjang & jumlah sudu terhadap efisiensi HAWT 2, 3, 4, 5, 6, 7,

& 8 sudu diameter 15 cm, 20 cm, 25 cm, 30 cm, 35 cm, & 40 cm

(Guntoro, 2012, Tesis : ITB)

• Optimasi Desain Blade HAWT 2, 3, & 5 sudu diameter 2 m, 2,5 m, & 3 m

(Hestyandhoko, 2012, Skripsi : ITS)

• Perancangan HAWT 4 & 8 sudu diameter 1 m

(Nanda, 2008, Skripsi : Univ. Sanata Dharma)

Kemudian pada paper penelitian Hapis, Bisrul. T, “Perencanaan Turbin

Angin Mini untuk Produksi Energi yang Maksimal”, Jurnal Mesin dan Industri,

Volume 3, Nomor 1, Edisi Januari 2006, ISSN 1693–704X, Hal.17-24, Jurusan

Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan, Jumlah sudu

mempunyai pengaruh terhadap perbandingan kecepatan ujung dan torsi rotor.

Semakin kecil jumlah sudu, semakin besar perbandingan kecepatan ujung, tetapi

semakin kecil torsi rotor begitupun sebaliknya, jumlah sudu juga mempunyai

pengaruh besar terhadap pembebanan struktur. Rotor dengan tiga sudu misalnya,

lebih stabil dibandingkan dengan dua sudu, sehingga rotor dengan tiga sudu juga

mempunyai pengaruh getaran pada struktur lebih kecil dibandingkan dengan dua

sudu.

Kemudian perbandingan kecepatan ujung sudu sangat berpengaruh

terhadap efisiensi suatu turbin angin. Perbandingan kecepatan ujung yang tinggi

akan memberikan putaran rotor menjadi tinggi pula. Hal ini akan menurunkan

transmisi, bahkan dapat meniadakan penggunaan transmisi, dan pada akhirnya

dapat meningkatkan efisiensi sekaligus menurunkan biaya. Akan tetapi,

perbandingan kecepatam ujung yang tinggi meningkatkan pengaruh daya tahanan,

maka koefisien daya rotor menjadi tergantung pada perbandingan gaya angkat ke

koefisien airfoil.

Page 12: BAB II

12

Dan hal ini juga dikuatkan dengan hasil penelitian Guntoro, Wagito. 2012.

“Studi Pengaruh Panjang dan Jumlah Sudu Terhadap Efisiensi Daya Listrik pada

Pembangkit Listrik Tenaga Angin”. Tesis, Program Pascasarjana Fisika, FMIPA,

Institut Teknologi Bandung yaitu dengan menambah jumlah sudu akan menambah

luas sudu yang berarti akan menambah gaya F pada turbin, sehingga akan

memperbesar putaran rotor seperti dijelaskan pada persamaan 2.1 dan Jumlah

sudu berpengaruh terhadap efisiensi daya listrik (η) output. Dengan mengambil

nilai hambatan tetap pada R = 98,3 ohm, efisiensi daya listrik terbesar dihasilkan

oleh sudu berjumlah 5 buah dengan diameter 15 cm yaitu sebesar η = 23,272 %.

Kemudian dalam paper penelitian Hestyandhoko, Desna. 2012. “Optimasi Desain

Blade pada Turbin Angin Poros Horisontal untuk Memenuhi Kebutuhan Daya

Penerangan pada Squid Fishing Vessels”, Skripsi, Departemen Teknik

Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Sepuluh November : Surabaya.

Dijelaskan mengenai konsep jumlah sudu, seperti dipaparkan di bawah ini:

•Konsep satu sudu

Sulit setimbang, membutuhkan kecepatan angin tinggi untuk

menghasilkan gaya angkat memutar dan menghasilkan noise di ujungnya. Konsep

ini telah dikembangkan sukses di Jerman.

•Konsep dua sudu

Mudah untuk setimbang, tetapi kesetimbangannya masih mudah bergeser.

Desain sudu harus memiliki kelengkungan tajam untuk dapat menangkap energi

angin secara efektif, tetapi pada kecepatan angin rendah (sekitar 3 m/s)

putarannya sulit dimulai.

•Konsep tiga sudu

Lebih setimbang dan kelengkungan sudu lebih halus untuk dapat

menangkap energi angin secara efektif. Konsep ini paling sering dipakai pada

turbin komersial.

•Konsep multi sudu (Contoh: empat sudu dan lebih)

Justru memiliki efisiensi rendah, tetapi dapat menghasilkan momen gaya

awal yang cukup besar untuk mulai berputar, cocok untuk kecepatan angin rendah

walaupun dioperasikan dengan transmisi gear sampai 1:10. Memiliki profil sudu

tipis, kecil, kelengkungan halus, dan konstruksi yang solid. Konsep ini banyak

Page 13: BAB II

13

dijumpai pada turbin angin untuk keperluan memompa air, menggiling biji-bijian,

karena murah dan mampu bekerja pada kecepatan angin rendah sehingga tower

tidak perlu terlalu tinggi dan air dapat dipompa secara kontinu. Konsep dua dan

tiga sudu membutuhkan momen gaya awal yang cukup untuk mulai proses

putaran dan dapat menjadi kendala bila mesin memiliki rasio transmisi gear lebih

dari 1:5 pada kecepatan angin rendah. Pada turbin angin skala besar, diperlukan

mesin (diesel) untuk memulai berputar (sebagai motor) sampai rotor memiliki

daya cukup untuk mengimbangi beban mekanik dan beban induksi generator.

Kemudian menurut Andriyanto, Adi. 2008. “Perancangan dan Pembuatan

Turbin Angin Sumbu Horizontal Tiga Sudu Berdiameter 3,5 Meter”. Skripsi,

Program Studi Teknik Mesin, Institut Teknologi Bandung. Semakin besar

diameter rotor, maka kecepatan angin minimal diperlukan untuk memutar rotor

menjadi lebih kecil. Pemilihan jumlah sudu berkaitan dengan rasio kecepatan

ujung (tip speed ratio) yang diinginkan dan juga aspek keindahan. Jumlah sudu

banyak akan menghasilkan tip speed ratio kecil, sedangkan jumlah sudu lebih

sedikit akan mengasilkan tip speed ratio besar. Umumnya jumlah sudu pada

turbin angin adalah satu sudu, dua sudu, atau tiga sudu, namun ada juga

menggunakan hingga 20 sudu.

Penelitian ini pun terintegrasi dengan penelitian DC House Prof. Taufik

California Polytechnic State University (Calpoly), San Luis Obispo, Amerika

Serikat. HAWT diameter 1,6 meter ini menjadi salah satu sumber penyedia energi

listrik pada DC House bersama dengan photovoltaic, microhydro power, dll. Dan

sebagai studi pendahuluan penelitian ini pun telah seminarkan pada seminar

nasional fisika Universitas Negeri Jakarta (UNJ) 2012, 9 Juni 2012 dengan

proseding seminar ISSN 2302-1829 dan juga pada seminar nasional fisika

terapan III Universitas Airlangga (UNAIR) 2012, 15 September 2012 dengan

proseding seminar ISBN: 978-979-17494-2-8. Pada penelitian ini akan diteliti

mengenai pengaruh jumlah sudu terhadap daya output HAWT dengan diameter

rotor 1,6 meter, variasi jumlah sudu digunakan yaitu 3 sudu dan 4 sudu dengan

HAWT identik, dan tinggi tower sama di lokasi peletakan HAWT yang sama.