bab ii

54
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transmisi Sistem transmisi dalam otomotif adalah sistem yang menjadi penghantar energi dari mesin ke diferensial dan as. Dengan memutar as, roda dapat berputar dan menggerakkan mobil. Transmisi diperlukan karena mesin pembakaran yang umumnya digunakan dalam mobil merupakan mesin pembakaran internal yang menghasilkan putaran (rotasi) antara 600 sampai 6000 rpm. Sedangkan, roda berputar pada kecepatan rotasi antara 0 sampai 2500 rpm. Sekarang ini, terdapat dua sistem transmisi yang umum, yaitu transmisi manual dan transmisi otomatis . Terdapat juga sistem-sistem transmisi yang merupakan gabungan antara kedua sistem tersebut, namun ini merupakan perkembangan terakhir yang baru dapat ditemukan pada mobil-mobil berteknologi tinggi dan merek-merek tertentu saja. (Lit. 2 hal 104) 2.1.1 Transmisi manual empat percepatan nonrotary Transmisi manual atau dikenal juga dikenal sebagai gearbox manual atau transmisi standar. Terdiri atas 4 speed, 5 speed dan 6 speed, merupakan jenis transmisi yang digunakan dalam kendaraan bermotor. It generally uses a driver-operated clutch , typically 3

Upload: muhammad-azmi

Post on 30-Jul-2015

274 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Transmisi

Sistem transmisi dalam otomotif adalah sistem yang menjadi penghantar energi dari

mesin ke diferensial dan as. Dengan memutar as, roda dapat berputar dan menggerakkan mobil.

Transmisi diperlukan karena mesin pembakaran yang umumnya digunakan dalam mobil

merupakan mesin pembakaran internal yang menghasilkan putaran (rotasi) antara 600 sampai

6000 rpm. Sedangkan, roda berputar pada kecepatan rotasi antara 0 sampai 2500 rpm.

Sekarang ini, terdapat dua sistem transmisi yang umum, yaitu transmisi

manual dan transmisi otomatis. Terdapat juga sistem-sistem transmisi yang merupakan gabungan

antara kedua sistem tersebut, namun ini merupakan perkembangan terakhir yang baru dapat

ditemukan pada mobil-mobil berteknologi tinggi dan merek-merek tertentu saja. (Lit. 2 hal 104)

2.1.1 Transmisi manual empat percepatan nonrotary

Transmisi manual atau dikenal juga dikenal sebagai gearbox manual atau transmisi

standar. Terdiri atas 4 speed, 5 speed dan 6 speed, merupakan jenis transmisi yang digunakan

dalam kendaraan bermotor. It generally uses a driver-operated clutch , typically operated by a

foot pedal (automobile) or hand lever (motorcycle), for regulating torque transfer from the

internal combustion engine to the transmission; and a gear stick , either operated by foot (as in a

motorcycle) or by hand (as on an automobile).Transmisi ini menggunakan sistem kopling,

biasanya dioperasikan lewat pedal kaki (mobil) atau tuas tangan (sepeda motor) untuk mengatur

transfer torsi dari mesin pembakaran internal ke sistem transmisi tersebut. Selain pedal dan tuas

tangan, dipakai juga sebuah tongkat persneling, baik yang dioperasikan oleh kaki (seperti

dalam sepeda motor) atau dengan tangan (seperti pada mobil). Transmisi ini adalah

jenis transmisi manual yang memiliki 4 gear maju dan sebuah gear mundur. Gear – gear ini dapat

diganti – ganti selama mengemudi dengan tuas pengganti seperti pada gambar 2.1.

3

Page 2: BAB II

Gambar 2.1 Transmisi Non-rotary 4-speed( Sumber: http://www.enotes.com/topic/Manual_transmission )

Transmisi 4-speed ini umum digunakan pada mobil – mobil pengangkut seperti

mobil pickup ataupun mobil tua.

2.1.2 Trasnmisi Otomatis

Transmisi otomatis adalah transmisi yang melakukan perpindahan gigi percepatan secara

otomatis. Untuk mengubah tingkat kecepatan pada sistem transmisi otomatis ini digunakan

mekanisme gesek dan tekanan minyak transmisi otomatis. Pada transmisi otomatis roda gigi

planetari berfungsi untuk mengubah tingkat kecepatan dan torsi seperti halnya pada roda gigi

pada transmisi manual.

Kecendenderungan masyarakat untuk menggunakan transmisi otomatis semakin

meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini, khususnya untuk mobil-mobil mewah, bahkan

tipe-tipe tertentu sudah seluruhnya menggunakan transmisi otomatis.

Transmisi otomatis dikendalikan dengan hanya menggerakkan tuas percepatan ke posisi

tertentu. Posisi tuas transmisi otomatik disusun mengikut format P-R-N-D-S pada gambar 2.2,

sama ada dari kiri ke kanan ataupun dari atas ke bawah. Mesin hanya bisa dihidupkan pada

posisi P ataupun N saja. (Lit. 7 hal 2)

4

Page 3: BAB II

Gambar 2.2 Transmisi otomatis

(Sumber: http://rajufebrian.wordpress.com/2008/08/28/hppm-produksi-sejuta-

transmisi-at/ )

2.2 Pedal transmisi

Diatas sudah disebutkan mengenai pengoperasian pedal kaki pada kopling,

yakni untuk menyesuaikan kecepatan putaran mesin dengan transmisi dengan

cara mengganti gear yang dipakai saat berkendara. Pedal karena fungsinya yang

mengatur kecepatan, juga memiliki peran krusial dalam memastikan keamanan

berkendara. Oleh karena itu pada kendaraan transmisi manual, pedal ini bekerja

sama dengan sistem rem seperti pada gambar 2.3 .

Gambar 2.3 Sistem pedal transmisi(Sumber: http://iskaksistemtransmisi.blogspot.com/ )

5

Page 4: BAB II

Gambar 2.3 menunjukkan bagaimana, kapan bergeser ke gigi pertama, kerah melibatkan

gigi biru di sebelah kanan. Dalam gambar tersebut , batang hijau dari mesin mengubah layshaft,

yang mengubah gigi biru di sebelah kanan. gigi ini memancarkan energi melalui kerah untuk

mengusir poros kardan kuning. Sementara itu, gigi biru di sebelah kiri sudah berubah, tetapi

freewheeling pada kaitannya sehingga tidak berpengaruh pada poros kuning.

Ketika kerah berada di antara dua roda gigi (seperti yang ditunjukkan pada gambar

pertama), transmisi berada dalam netral. Kedua roda gigi freewheel biru pada batang kuning

pada tingkat yang berbeda dikontrol oleh rasio mereka untuk layshaft tersebut. (Lit. 10 hal 1)

2.3 Tensioner rantai

Tensioner rantai berfungsi menjaga ketegangan rantai. Umumnya dipakai pada kendaraan

yang sering beroperasi off road dimana medan yang dilalui tidak selalu rata. Saat melewati

medan yang tidak rata, mesin kendaraan harus memberikan daya yang lebih besar sementara

ketika melewati daerah lurus tidak diperlukan daya yang besar. Perlu dicatat bahwa kondisi kerja

seperti diatas senantiasa berganti secara cepat pada medan off road.(Lit. 8 hal 1)

Dari gambaran dibawah, terlihat jelas bahwa sistem transmisi akan dibebani sangat berat.

Pada transmisi rantai, pembebanan ini dapat menyebabkan melonggarnya susunan antara plate

satu dengan lainnya sehingga dapat menyebabkan rantai terlepas dari porosnya. Untuk mencegah

pelonggaran tersebut, maka dipakailah tensioner rantai seperti pada gambar 2.4 sehingga rantai

selalu terpasang ketat meskipun telah mengalami pelonggaran. Tensioner rantai juga berfungsi

untuk menjaga tegangan rantai agar dapat bekerja pada tegangan maksimum.

Gambar 2.4 Tensioner rantai(Sumber: http://aaikhwan.wordpress.com/2012/03/05/ooo-namaya-tensioner-

rantai-baru-tau-ndeso-d/ )

6

Page 5: BAB II

2.4 Rantai Rol (Roller Chain)

Roller Chain adalah rantai yang dapat digunakan langsung dan dengan cara yang efisien

untuk mentransmisikan daya antara poros poros yang paralel.

2.4.1 Rantai rol dan Komposisinya

Dari sekian banyak jenis rantai, yang paling umum dipakai adalah “Roller Chain” dimana

rol-rol pada tiap pin menghasilkan gesekan yang kecil antara rantai dan sproket. Rantai jenis rol

ini diklasifikasikan menurut jarak pitchnya, yaitu jarak antara link terdekat. Biasanya, pitch

diilustrasikan sebagai jarak antara dua pusat pin terdekat. Untuk berbagai ukuran, standar dari

rantai jenis rol disajikan dalam tabel 2.1 dibawah ini (yang dipakai adalah nomor 40 hingga 240).

Tabel 2.1. Berbagai ukuran standar rantai rol nomor 40 hingga 240.

Nomor Rantai Pitch (in) Nomor Rantai Pitch (in)

25 ¼ 100 1,25

35 3/8 120 1,5

41 ½ 140 1,75

40 ½ 160 2

50 5/8 180 2,25

60 0,75 200 2,5

80 1 240 3

( Sumber: Spott,M.F.”Design of Mechine Element” )

Digit nomor rantai (selain angka nol terakhir) menyatakan pitch rantai bila dibagi 8

(dalam inchi). Sebagai contoh rantai nomor 100 memiliki pitch 10/8 = 1,25 in. Rantai dengan

nomor 25, 35, dan 41 merupakan jenis rantai lebih kecil dan lebih ringan. (Lit. 2 hal 327)

Adapun bagian-bagian dari rantai roller yang terdapat pada gambar 2.5 yakni:

Roller

Inner plate

Bus

Outer plate

Bearing pin

7

Page 6: BAB II

Gambar 2.5 Komponen rantai rol(Sumber: Sumber: http://motorplus.otomotifnet.com/read/2011/03/23/317332/213/27/Ganti-

Rantai-Perhatikan-Tipe-Bentuk-dan-Lubang-Gir )

Dimana nanti apabila kelima bagian itu digabungkkan maka akan menghasilkan rantai rol

seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Rantai rol(Sumber: http://motorplus.otomotifnet.com/read/2011/03/23/317332/213/27/Ganti-Rantai-

Perhatikan-Tipe-Bentuk-dan-Lubang-Gir )

2.4.2 Kelebihan dari Rantai Rol

Sebagai transmisi rantai memiliki keuntungan yang jauh lebih baik dari pada sabuk.

Adapun beberapa keuntungan dari pada rantai yaitu:

Tidak ada slip selama rantai digerakan sebab itu memperoleh rasio kecepatan yang baik

Rantai tidak selebar sabuk

Rantai dapat dipakai 2 buah sama panjang dengan jarak yang pendek

8

Page 7: BAB II

Memiliki kemampuan untuk mentransmisikan gerakan kebeberapa poros oleh hanya 1

rantai

Dapat mentransmisikan daya yang jauh lebih besar dari pada sabuk

Dapat memberikan kecepatan yang tinggi

Dapat dioperasikan pada temperatur dan atmosfer yang bebas

Dapat memberikan efesiensi transmisi yang tinggi

Dipakai bila diperlukan transmisi positif dan kecepatan sampai 600 m/min.

2.4.3 Kekurangan dari Penggunaan Rantai rol

Sekalipun rantai memilki keuntungan yang banyak sebagai suatu elemen transmisi tetapi

rantai rol juga memilki kekurangan. Adapun kekurangan dari pada rantai rol yaitu:

Harganya lebih mahal dari pada sabuk

Rantai memerlukan pemasangan yang akurat dan hati-hati

Memilki kecepatan yang tidak konstan saat rantai kendor

Variasi kecepatan yang tidak dapat dihindari karena lintasan busur pada sproket yang

mengait mata rantai

Suara dan getaran karena tumbukan antara rantai dan dasar kaki gigi sproket

Perpanjangan rantai karena keausan pena dan bushing yang diakibatkan oleh gesekan

dengan sprocket.

2.4.4 Cara Kerja Rantai Rol

Secara singkat kinerja rantai roller dapat dideskripsikan sebagai berikut:

• Rol akan memutar bushing yang terpasang ketat pada bagian dalam pelat penghubung

• Pin akan mencegah plat penghubung bagian luar berputar dengan pemasangan yang

sangat ketat

• Rantai akan mengait pada gigi sproket dan meneruskan daya tanpa slip dan menjamin

perbandingan putaran yang tetap. (Lit. 2 hal 329)

9

Page 8: BAB II

2.4.5 Ukuran Rantai Rol

Rantai rol dipakai bila diperlukan transmisi positip (tanpa slip) dengan kecepatan sampai

600 (m/min), tanpa pembatasan bunyi, dan murah harganya. Untuk bahan pena, bus, dan rol

dipergunakan baja karbon atau baja khrom dengan pengerasan kulit. Rantai dengan rangkaian

tunggal adalah yang paling banyak dipakai, sedangkan rangkaian banyak, seperti dua atau tiga

rangkaian dipergunakan untuk tranmisi beban berat seperti pada gambar 2.7. Ukuran dan

kekuatannya distandarkan seperti dalam tabel 2.2 sampai dengan tabel 2.7. (Lit. 5 hal 770)

Gambar 2.7 Dimensi rantai rol( Sumber: http://teknikmesinpnup.blogspot.com/ )

Tabel 2.2 Standar ukuran umum dan kekuatan rantai rol nomor 40

( Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “).

10

Page 9: BAB II

Tabel 2..3 Standar ukuran individuil dan kekuatan rantai rol nomor 40 sampai dengan 40-6

( Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “ ).

Tabel 2.4 Standar ukuran umum dan kekuatan rantai rol nomor 50

( Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “).

Tabel 2.5 Standar ukuran individuil dan kekuatan rantai rol nomor 50 sampai dengan 50-6

( Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “ ).

11

Page 10: BAB II

Tabel 2.6 Standar ukuran umum dan kekuatan rantai rol nomor 60

( Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “ ).

Tabel 2.7 Standar ukuran individuil dan kekuatan rantai rol nomor 60 sampai dengan 60-6

( Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “ ).

Gambar 2.8 Kapasitas rantai rol( Sumber: http://teknikmesinpnup.blogspot.com/ )

12

Page 11: BAB II

Dengan kemajuan teknologi yang terjadi akhir-akhir ini,kekuatan rantai semakin

meningkat. Dalam gambar 2.8 dapat dilihat bahwa kurva batas kelelahan dari plat mata rantai

macam yang baru lebih tinggi dari pada macam yang lama. Hasil penelitian terakhir menunjukan

bahwa suatu daerah yang dibatasi oleh kurva, yaitu kurva batas ketahanan terhadap tumbukan

antara rol dan bus, dan kurva batas las (galling) karena kurang pelumasan antara pena dan bus,

adalah sangat penting untuk menentukan kapasitas rantai. Kurva kapasitas baru yang diperoleh

berbentuk seperti tenda, sehingga disebut “kurva tenda”. Dalam gambar 2.8 diperlihatkan kurva

tersebut yang merupakan diagram pemilihan rantai rol. Untuk memudahkan pemilihan, kurva

tenda tersebut diberi nama menurut nomor rantai dan jumlah gigi sproket, dengan putaran (rpm)

sproket sebagai sumbu mendatar dan kapasitas transmisi sebagai sumbu tegak. Sproket rantai

dibuat dari baja karbon untuk ukuran kecil, dan besi cor atau baja cor untuk ukuran besar. Untuk

perhitungan kekuatannya belum ada cara yang tetap seperti pada roda gigi, dimana bentuk-S

adalah yang biasa dipakai. (Lit. 1 hal 193)

Momen lentur akan selalu terjadi pada poros. Karena itu periksalah kekuatan lentur poros

bila diameternya telah diberikan. Dengan menggunakan putaran (rpm) dari poros yang

berputaran tinggi dan daya yang telah dikoreksi (kW), carilah nomor rantai dan jumlah gigi

sproket kecil yang sesuai. Jumlah gigi ini sebaiknya merupakan bilangan ganjil dan lebih dari 15.

Jumlah gigi minimum yang diizinkan adalah 13. Jumlah gigi untuk sproket besar juga dibatasi,

maksimum 114 buah. Perbandingan putaran dapat diijinkan sampai 10/1. Sudut kontak antara

rantai dan sproket kecil harus lebih besar dari 120º.

Transmisi rantai akan lebih halus dan kurang bunyinya jika dipakai rantai dengan jarak

bagi kecil dan jumlah gigi sproket yang banyak. Rangkaian banyak dipakai bila rangkaian

tunggal tidak mempunyai kapasitas cukup. Perlu diperhatikan bahwa kapasitas rangkaian banyak

tidak sama dengan kelipatan kapasitas satu rangkaian. Dalam hal demikian harus diperhitungkan

dengan faktor perkalian seperti dalam tabel. Dipandang dari segi pembagian beban diantara

rangkaian, pembebanan pada masing-masing rangkaian akan semakin efektif bila jumlah

rangkaian semakin kecil, efektifitas terbesar diperoleh dengan satu rangkaian. Periksalah apakah

naf sproket cukup besar untuk lubang poros yang diperlukan dengan atau tanpa pasak.

Sering kali nomor rantai yang akan dipilih juga tergantung pada pemeriksaan ini. Nomor

rantai maupun jumlah rangkaian dapat berubah sesuai dengan spesifikasi yang tersedia seperti

pada gambar 2.9.

13

Page 12: BAB II

Gambar 2.9 Diagram pemilihan

rantai rol( Sumber:

Joseph E Shigley /

Charles R Mischke.Mechanical Enggineering Design.Sevent edition.Mc Graw Hill ).

Pengerasan gigi sproket dengan pencelupan dingin lebih diutamakan untuk sproket

dengan jumlah gigi kurang dari 24, sproket kecil dimana perbandingan putarannya melebihi 4/1,

sproket besar dan sproket kecil dari transmisi yang mempunyai putaran rendah tetapi bebannya

berat, dan sprocket-sproket yang harus bekerja dalam lingkungan yang abrasif. Sebagai bahan

sprocket biasanya dipakai besi cor kelabu (FC25), baja karbon rol konstruksi umum (SS41), baja

karbon konstruksi mesin (S35C), dan baja cor (SC46). (Lit. 1 hal 50)

Diameter lingkaran jarak bagi dp dan Dp (mm), diameter luar dk dan Dk (mm) untuk

kedua sprocket dapat dihitung dengan rumus berikut:

dp = p/sin (180º/z1)

Dp = p/sin (180º/z2)

dk = {0,6 +cot (180º/z1)}p

14

Page 13: BAB II

Dk = {0,6 +cot (180º/z2)}p…............................................................................(2-7)

Telah disinggung diatas bahwa pemeriksaan diameter bos atau naf dB, dan DB (mm),

adala penting untuk lubang poros. Diameter naf yang diberi alur pasak dapat dihitung dari

persamaan ini. Sebaliknya, jika jarak bagi rantai dan jumlah gigi sproket diketahui, diameter naf

maksimum dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.

dBmax = p{cot(180º/z1)-1}-0,76

DBmax = p{cot(180º/z2)-1}-0,76…..............................................................................(2-8)

Bila perhitungan percobaan untuk menentukan diameter poros menghasikan ukuran yang

terlalu besar untuk naf yang tersedia, periksalah apakah poros dapat dikecilkan dengan

menggunakan bahan yang lebih kuat.

Jarak sumbu poros pada dasarnya dapat dibuat sependek mungkin sampai gigi kedua

sprocket hampir bersentuhan. Tetapi, jarak yang ideal adalah antara 30 sampai 50 kali jarak bagi

rantai. Untuk beba yang berfluktuasi, jarak tersebut harus dikurangi sampai lebih kecil dari pada

20 kali jarak bagi rantai. Setelah jumlah gigi sprocket dan jarak sumbu poros ditentukan, panjang

rantai yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.

Lp = (Z1+Z2)/2 +2Cp+[(Z2-Z1)/6,28]²/Cp…….................................................(2-9)

dimana:

Lp: Panjang rantai, dinyatakan dalam jumlah mata rantai

Z1: Jumlah gigi sprocket kecil

Z2: Jumlah gigi sprocket besar

Cp: Jarak sumbu poros, dinyatakan dalam jumlah mata rantai (dapat berupa

bilangan pecahan).

Bila Lp ternyata merupakan bilangan pecahan, maka perlu dibulatkan keatas untuk

mendapatkan bilangan bulat, yang selanjutnya disebut L (dalam jumlah mata rantai). Periksalah

apakah C dapat distel untuk mengatur tegangan rantai. Jika jumlah mata rantai merupakan

bilangan ganjil, maka perlu dipakai satu mata rantai khusus yang disebut mata rantai offset.

15

Page 14: BAB II

Pemakaian mata rantai ini sebenarnya tidak dikehendaki untuk transmisi yang aman. (Lit. 1 hal

52)

Jika jumlah mata rantai dan jumlah gigi kedua sproket sudah lebih dahulu ditentukan,

maka jarak sumbu poros dapat dihitung dengan rumus-rumus dibawah ini.

……...........(2-10)

Kecepatan rantai ν (m/s) dapat dihitung dari :

ν = p.z1.n1.60/1000 .................................................................................(2-11)

dimana

p: jarak bagi rantai (mm)

z1: Jumlah gigi sprocket kecil,dalam hal reduksi putaran

n1: putaran sproket kecil, dalam hal reduksi putaran (rpm).

Jika dipakai motor listrik sebagai penggerak, maka waktu distart dan dihentikan, harga

gaya F akan lebih besar dari pada yang dihitung. Dalam hal ini, kekuatan rata-rata dibagi dengan

beban maksimum yang diizinkan, yaitu faktor keamanan, harus sebesar 6 atau lebih untuk satu

rangkaian, 8 sampai 11 untuk dua rangkaian atau lebih. Harga F yang dihitung dari persamaan

tidak boleh lebih dari beban maksimum yang diizinkan Fu (kg). Jika ternyata melebihi, yang

berarti kapasitas rantai tidak cukup, pakailah rangkaian ganda atau lebih, atau pakailah nomor

rantai yang lebih besar.

Pemasangan sproket atau rantai secara mendatar adalah yang paling baik. Pemasangan

tegak akan menyebabkan rantai mudah kepas dari sproket. Dalam hal ini rantai harus dibuat

cukup tegang dengan menggunakkan sproket pengikut atau sproket penegang. Dalam hal

transmisi mendatar, rentangan rantai bagian bawah harus merupakan sisi kendor, dan jarak

kekendoran ke bawah tidak boleh lebih dari 4(%) jarak rentangannya. Dalam hal-hal tertentu

seperti transmisi tegak, jarak sumbu poros yang besar (lebih dari 1 meter), sering start, dan

putaran berbalik dengan tiba-tiba, kekendoran yang diijinkan harus dikurangi menjadi 2(%). (Lit.

1 hal 56)

Sekarang akan ditinjau gerakan rantai, yang membelit sproket dan berayun keatas dan

kebawah seperti dalam gambar. Kecepatan horizontal pada titik A adalah ν cos θ, di B adalah ν,

16

Page 15: BAB II

dan di A’ kembali ke ν cos θ. Gerakan ini disebabkan oleh efek busur dari sproket. Jika jumlah

gigi adalh z, harga θ bervariasi dari O sampai π/z bila mata rantai bergerak dari A ke A’. Maka

perbandingan variasi kecepatan ε adalah :

…………….......….......(2-12)

Dalam gambar 2.10 diperlihatkan hubungan antara ε dengan jumlah gigi. Baik dari

gambar maupun dari persamaan dapat dilihat bahwa semakin besar gigi sproket, makin kecil

perbandingan variasi kecepatannya, yang berarti makin halus jalannya.

Gambar 2.10 Perbandingan variasi kecepatan dari rantai rol(Sumber: http://opangggpng.blogspot.com/2011_12_01_archive.html )

Gambar 2.11 Grafik hubungan roller dan link plate(Sumber: Khurmi,R.S. dkk. Text Book of Machine Design. 2003.Mc Graw Hill )

17

Page 16: BAB II

Rantai kadang-kadang bergetar dengan hebat karena fluktuasi kecepatan, variasi beban,

dll. Untuk menghindari hak ini dapat dipakai alat penegang, sproket pengikut, atau peredam dari

karet. Sekarang akan ditinjau perpanjangan rantai karena keausan. Sebelum aus, rol rantai akan

mengait pada permukaan dasar kaki gigi. Setelah terjadi keausan dan perpanjangan, rol akan naik

sampai kepuncak gigi. Hal ini akan membawa akibat buruk pada transmisi terutama jika jumlah

giginya besar, sehingga rantai dapat meloncat keluar dari sproket. Batas perpanjangan rantai

telah ditemukan secara empiris sebesar 1 sampai 2 (%) panjang mula-mula. Atas dasar angka

inilah jumlah gigi terbanyak pada sproket besar dibatasi sampai 114.

Sebagai pelumas, minyak bermutu baik, seperti minyak roda gigi yang mengandung

ramuan penahan tekanan, umum dipakai. Minyak berat dan gemuk tidak sesuai untuk rantai.

Karena minyak gemuk dapat membuat kotoran menempel pada rantai dan dapat membuat rantai

cepat aus. Dalam tabel dapat ditemui viskositas dan cara pelumasan yang cocok. Untuk

kecepatan tinggi, harus dipakai dengan viskositas rendah, sedangkan viskositas tinggi dipakai

untuk temperatur lingkungan yang tinggi. Sebagai patokan kasar, SAE 20-30 (65-130 cSt, 300-

600 SUS pada 37,8º C) dapat dipergunakan untuk temperatur normal, dan SAE 30-40 (130-

200cSt, 600-900 SUS pada 37,8ºC)untuk temperatur lebih dari 40º C; viskositas rendah untuk

jarak bagi kecil, dan viskositasbesar untuk jarak bagi besar. (Lit. 1 hal 53)

Tabel 2.8 Pelumas dan cara pelumasan rantai rol

( Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “ ).

18

Page 17: BAB II

Untuk transmisi dengan kondisi kerja seperti dalam lingkungan zat kimia, obat-obatan,

korosi, dan temperatur tinggi, terdapat rantai rol dan baja tahan karat.

2.4.6 Tipe Pelumasan Roller Chain

Ada beberapa tipe pelumasan rantai rol:

Manual Lubrication : dioleskan secara periodik dengan kuas atau penyemprot

sekurangnya sekali tiap 8 jam.

Drip Lubrication : tetesan oli diteteskan secara kontinu ke sela-sela pelat

Penghubung.

Bath Lubrication : tepi bawah dari lintasan rantai melewati suatu bak oli dalam

rumah penggerak. Tingkat oli harus mencapai pitch line dari

rantai pada titik terendah.

Oil Stream Lubrication : pelumasan diberikan dengan mensirkulasikan rantai dalam

aliran oli yang kontinu.

Selama pemakaian Rantai + Sproket akan terjadi gesekan antara bagian-bagian

penyusunnya. Untuk mengurangi gesekan itu dan meningkatkan untuk kerja rantai maka

diberikan pelumasan seperlunya. Beberapa produsen pembuat rantai merekomendasikan tiga

metode pemberian pelumas pada rantai yang bergantung pada kecepatan linier rantai.

Jenis I Pelumasan Manual atau Pelumasan Tetes (Manual or drip lubrication)

(Kecepatan 170-650 ft/menit = 0,85-3,25)

Pelumasan manual : pelumasan diberikan dengan menggunakan sikat atau

Cerat kaleng, paling tidak IX setiap 8 jam operasi.

Pelumasan tetes : oli diteteskan langsung pada rantai.

Jenis II Pelumasan bak/cakram (bath or disc lubrication)

(Kecepatan 650-1500 ft/menit = 3,25-7,5 m/s)

Sebagian mata rantai tercelup pada bak yang berisi oli. Ketika rantai ber

operasi, seluruh bagian rantai akan terkena oli yang ada di bak. Pada pelumasan

19

Page 18: BAB II

dengan cakram, oli dicipratkan oleh cakram yang berputar ke rantai. Dengan cara

ini, rantai tidak terendam ke dalam bak oli.

Jenis III Pelumasan aliran oli (Oil Stream Lubrication)

(Kecepatan diatas 1500ft/menit)

Sebuah pompa oli mengalirkan oli secara kontinu ke bagian bawah rantai.

Sebagai keterangan:

Tipe I, V = 170 – 650 ft/min, dengan pelumasan manual/tetes

Tipe II ,V = 650 – 1500 ft/min, dengan pelumasan celup

Tipe III, V < 1500 ft/min, dengan pelumasan mengalir.

Tata cara pemilihan rantai dapat diuraikan menurut penjelasan dibawah berikut. Daya

yang akan di transmisikan (kW), putaran poros penggerak dan yang digerakkan (rpm), dan jarak

sumbu poros kira-kira (mm),diberikan lebih dahulu. Daya yang ditransmisikan perlu dikoreksi

menurut mesin yang akan digerakkan dan penggerak mulanya, dengan faktor koreksi dalam

tabel. (Lit. 4 hal 527)

2.4.7 Kapasitas Daya Kuda Rantai

Adapun rumus dari daya kuda rantai yaitu:

..........................................................(2-13)

dimana:

Pd = daya kuda rantai (hp)

SF = faktor keamanan

P = daya yang ditransmisikan (hp)

Pedoman dalam Pemilihan Rantai

1. Jumlah gigi minimum sproket kecil, Z1 = 17 T

2. Rasio kecepatan maksimum dibatasi 7. Untuk mendapatkan rasio kecepatan yang lebih

tinggi dapat digunakan beberapa tingkat kecepatan.

3. Jarak antara sumbu sproket dibatasi, C = 30 – 50 pitch.

4. Sudut kontak sproket kecil seharusnya > 120o.

20

Pd = SF . P [hp]

Page 19: BAB II

5. Jumlah gigi sproket besar seharusnya tidak lebih dari 120 T.

6. Panjang rantai harus merupakan perkalian dengan pitch, disarankan berjumlahj genap.

Jarak antara sumbu sproket harus dapat diatur, karena untuk mengantisipasi adanya

perpanjangan rantai.

Panjang rantai dalam satuan pitch dihitung dengan rumus:

L = 2C +

Z2+Z1

2+(Z2−Z1 )

2

4 π2 C (dalam satuan pitch) ...................................(2-14)

Tabel 2.9 Harga faktor keamanan (SF)

Tipe beban

(yang digerakkan)

Penggerak

Hidrolik Motor

listrik

Motor

Bakar

Transmisi halus

(fan, konveyor beban tenang)

1 1,0 1,2

Tumbukan berat

(mesin pres, punch, pemecah batu, mesin

penggilas jalan)

1,4 1,5 1,7

Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “.

7. Jarak antara sumbu sprocket bila L diketahui, ditentukan dengan rumus :

C =

14 [L-

Z2−Z1

2+√[L−

Z2−Z1

2 ]2

−8 (Z2−Z 1 )2

4 π2 ] [dalam satuan pitch]

C’ = C x p [ dalam satuan inchi] ......................................................................(2-15)

8. Diameter pitch (D) untuk sprocket dengan jumlah gigi = Z dan pitch = p adalah:

D =

p

sin (180o/ Z )

21

Page 20: BAB II

Berasal dari : sin

γ2= p /2

D /2 , karena =

360o

Z , maka dapat ditulis:

Sin

360 o2 . Z

= p/2D /2 ) .........................................................................................................(2-16)

2.4.8 Aplikasi Rantai Rol

Gambar 2.12 di bawah ini menjelaskan atau menggambarkan rantai rol yang dipasangkan

pada sprocket utama pada mesin sepeda motor.

Gambar 2.12 Aplikasi penggunaan rantai rol pada sepeda motor(Sumber: http://motorplus.otomotifnet.com/read/2011/08/19/322678/51/12/Gear-dan-Rantai )

2.5 Spesifikasi motor Honda Revo sebelum di modifikasi menjadi mobil

“MESIN USU”

Pada tabel 2.10 dijabarkan mengenai spesifikasi motor Honda Revo

standar sebelum di modifikasi menjadi mobil “MESIN USU” sebagai

perbandingan studi literatur.

22

Page 21: BAB II

Tabel 2.10 Spesifikasi motor Honda Revo 100 cc standar

Dimensi dan Berat

Panjang x Lebar x tinggi 1.922 x 692 x 1.086 mm

Jarak sumbu roda 1.234 mm

Jarak terendah

ke tanah147 mm

Berat kosong 99.88 kg

Rangka

Tipe rangka Tulang punggung

Tipe suspensi depan teleskopik

Tipe suspensi belakangLengan ayun dengan peredam kejut

ganda

Ukuran ban

depan70/90 - 17 M/C 38P, spoke, cw

Ukuran ban belakang 80/90 - 17 M/C 44P, spoke, cw

Rem depan Cakram double piston

Rem belakang Tromol

Mesin

Tipe mesin4 langkah, SOHC, pendinginan udara

Diameter x langkah 50 x 49.5 mm

Volume langkah 97.1 cc

Perbandingan kompresi 9.0 : 1

Daya maksimum 7.3 PS / 8000 rpm

Torsi maksimum 0.74 kgf.m/6000 rpm

KoplingOtomatis sentrifugal, tipe basah dan

ganda

Starter Pedal dan elektrik

BusiND U20FS U22 FS-U, NGK C6HSA

C7HSA

Kapasitas

23

Page 22: BAB II

Kapasitas tanki bahan bakar3.7 liter

Kapasitas minyak pelumas

mesin0.7 liter pada pergantian periodik

Transmisi

Gigi transmisi4 kecepatan rotari/bertautan

tetap

Pola pengoperan gigi N-1-2-3-4-N [Rotari]

Kelistrikan

Aki/Baterai MF 12 V, 3.5 Ah

Sistem pengapian AC - CDI, magnetto

( Sumber: http://neohonda.blogspot.com/2009/07/revo.html “ ).

2.6 Sproket

Sproket adalah roda bergerigi yang berpasangan dengan rantai, track, atau benda panjang

yang bergerigi lainnya. Sproket berbeda dengan roda gigi, sproket tidak pernah bersinggungan

dengan sproket lainnya dan tidak pernah cocok. Sproket juga berbeda dengan puli di mana

sproket memiliki gigi sedangkan puli pada umumnya tidak memiliki gigi. Sproket yang

digunakan pada sepeda, sepeda motor, mobil, kendaraan roda rantai, dan mesin lainnya

digunakan untuk mentransmisikan gaya putar antara dua poros di mana roda gigi tidak mampu

menjangkaunya seperti gambar 2.13.

Gambar 2.13 Derailleur gear pada sepeda( Sumber: http://sepedaku.com/forum/showthread.php?20678-dirt-cheap-singlespeed-conversion ! )

24

Page 23: BAB II

Pada sepeda, pengubahan rasio kecepatan putar secara keseluruhan dilakukan dengan

memvariasikan diameter dari sproket. Perubahan diameter sproket akan mengubah jumlah gigi

dari sproket. Ini adalah dasar dari derailleur gear. Misal, sepeda dengan 10 speed bisa

didapatkan dengan menggunakan dua sproket pada poros penggerak dan 5 sproket pada poros

roda. Rasio kecepatan yang rendah menguntungkan pengguna sepeda di jalan yang menanjak,

sedangkan rasio kecepatan yang tinggi memudahkan untuk bergerak cepat di jalan yang datar.

Pada sepeda motor, tidak ada pengubahan diameter sproket ketika bergerak. Namun perubahan

diameter sproket secara manual mampu mengubah tingkat akselerasi dan kecepatan tertinggi dari

sepeda motor. (Lit. 8 hal 2)

Sproket juga digunakan pada kendaraan roda rantai. Pada kendaraan jenis ini, jumlah

sproket yang terlibat banyak, namun sproket yang menggerakan hanya satu, dua, atau tiga.

Sproket yang menggerakan, jika jumlahnya satu, biasanya berada di depan atau belakang

kendaraan. Dengan dua sproket penggerak, posisi sproket ada di depan dan belakang. Sproket

penggerak ketiga bisa terletak di mana saja dan biasanya posisinya lebih tinggi dari sproket

penggerak yang lain.

Untuk sepeda motor saat ini sebagian besar, daya dari mesin dan transmisi diteruskan ke

roda belakang melalui rantai. Memang masih ada beberapa model menggunakan driveshafts

(BMW dan beberapa tipe Honda), dan lainnya menggunakan sabuk bukan rantai (Harley).

Kembali ke rantai, untuk pengguna rantai dan sprocket, jumlah gigi di sprocket depan dan

belakang menghasilkan sebuah rasio final drive. Rasio ini dengan mudah dapat diubah dengan

mengubah sprocket dengan penggantian yang memiliki jumlah gigi yang berbeda.

Mengapa kita melakukan ini? Karena dengan penggantian rasio kita bisa mendapatkan tenaga

(horse power) akhir yang efektif, torsi bawah yang efektif (memberikan akselerasi lebih cepat –

walau ada pengorbanan pada kecepatan akhir). Hal ini yang dapat diperoleh adalah kita dapat

menghitung RPM tertentu yang diinginkan pada pada kecepatan jelajah sesuai pilihan kita.

Misalnya, jika sepeda motor saat ini berjalan 5200 RPM pada 100 km/jam, dengan

mengubah jumlah gigi, kita dapat bisa meningkatkan RPM lebih cepat (power-band lebih baik)

atau menurunkan RPM lebih rendah (untuk mengurangi getaran dan meningkatkan efisiensi

bahan bakar jarak tempuh).

25

Page 24: BAB II

Saat ini, berbagai jenis rantai dijual dalam berbagai ukuran dan spesifik. Jika kita

menggunakan rantai dengan tipe #520, maka gunakan sprocket yang juga dirancang untuk

bekerja dengan rantai #520 seperti pada gambar 2.14. (Lit. 8 hal 3)

Gambar 2.14 Rantai dan gir sproket(Sumber: http://jualmotor.info/tag/gir )

Perbedaan utama antara sprocket-sproket yang ada adalah lebar (seperti di atas), jumlah mata

gigi, dan material dari sproket itu sendiri. Hampir semua produsen sepeda motor

memproduksi sprocket dengan bahan baja sebagai sprockets standar (OEM). Kenapa ?

karena bahan baja relatif murah dan tahan lama. Kelemahan ini ditangkap oleh produsen

sproket aftermarket dengan memproduksi sproket yang terbuat dari aluminum bermutu

tinggi, berlapis pengerasan (hardening coating). Keuntungan dari bahan aluminium ini

adalah ringan. Namun disamping keuntungan juga ada kelemahannya yaitu lebih mahal dan

lebih cepat aus. Untuk mengurangi kelemahan ini produsen mengawinkan sproket ring

(berbahan baja) dengan hub aluminium (Lit. 8 hal 4). Untuk menghitung berat sproket adalah

:

.....................................................................................................................(2-1)

Dimana :

WP = berat poros

P = massa jenis bahan poros, untuk bahan baja S55C-D besarnya adalah 7,810-6 N/mm3

VP = volume poros, yaitu

26

W P=ρ P¿V P

V P= π4⋅d P2⋅L P

Page 25: BAB II

... ...........................................................................................................(2-2)

2.6.1 Perhitungan Rasio Sproket

Ada dua persamaan dasar untuk perhitungan rasio sprocket (drive ratio): yaitu rasio

sprocket dan menghitung persentase perubahan rasio sprocket tersebut yang terlihat pada gambar

2.3.

2.6.2 (Jumlah gigi belakang) / (jumlah gigi depan) = drive ratio

Pertama kita harus jujur menilai berat badan dan keahlian kita. Ambil contoh jika kita

memiliki berat badan yang cukup berat tentu akan menjadi sulit untuk menjaga momentum dan

menjaga akselerasi pada setiap powerband yang ada di kendaraan. Untuk kondisi seperti ini tentu

perbandingan rasio tinggi lebih baik.

Kedua, kita harus melihat lagi kondisi jalan dan kendala yang mungkin kita temukan

seperti ketinggian (elevasi) jalan, jenis tanah, tipe tikungan, atau lompatan. Dengan kondisi jalan

seperti di atas tentu pilihan perbandingan positif lebih diutamakan.. Jika kebalikan dan sangat

membutuhkan kecepatan maksimum tentu perbandingan negatif lebih baik. Langkah terbaik bagi

pemula adalah dengan menambah atau mengurangi satu sampai dua mata saja. Lakukan

pembiasaan dan disesuaikan dengan karakter mengendarai dan jalan yang akan dilalui. Hindari

perubahan ekstrim dari rasio sprocket yang akan digunakan. (Lit. 1 hal 4)

27

Page 26: BAB II

Gambar 2.15 Skema gir dan rantai(Sumber: http://forum.supermotoindonesia.com/tech-set-up/memahami-rasio-sprocket/)

Catatan :

Persentase perubahan adalah peningkatan atau penurunan torsi yang dilakukan

dibandingkan dengan kondisi standard. Hal ini juga menunjukkan persentase perubahan

RPM dari mesin kita (meningkat / menurun untuk setiap kecepatan tertentu). Contoh jika

pada kondisi standard pada 6000 RPM kita memperoleh kecepatan 100 Kpj. Dengan

perubahan sprocket sebesar 10% maka pada kecepatan 100 Kpj dapat diraih di 6600

RPM.

Dengan mengubah rasio sproket menjadi persentase yang positif, kita menghadapi pilihan

yaitu turunnya tingkat kecepatan akhir (top-end HP) dan efektifitas torsi bawah (low-end

torque). Torsi bawah sangat berpengaruh pada akselerasi awal (0 – 50 Kpj). Konsekuensi

lainnya adalah tingkat konsumsi bahan bakar yang semakin besar.

Dengan mengubah rasio sproket menjadi persentase negatif, kita menghadapi pilihan

turunnya torsi bawah (tenaga efektif) dengan mendapatkan kecepatan akhir tertinggi (top-

speed). Alasan utama untuk melakukan persentase perubahan negatif adalah untuk

mengurangi RPM yang diperlukan untuk jelajah pada kecepatan yang sering kita

gunakan. Manfaat ini sering dirasakan oleh penikmat touring jarak jauh (efisiensi bahan

bakar dan minim getaran mesin)

Persentase perubahan yang besar (lebih dari 8%) berdampak pada hasil yang tidak

diinginkan yaitu : mengurangi kecepatan atas secara signifikan, mengurangi traksi yang

efektif pada throttle tinggi, dan dapat menyebabkan roda depat mudah terangkat

(wheelie) sebagai reaksi terhadap torsi bawah yang tinggi.  Sedangkan jika persentase

perubahan negatif yang besar berdampak pada efektifitas konsumsi BBM (kecepatan

stabil) dan mengurangi akselerasi.

Presentase perubahan di bawah 3% dari rasio tidak berdampak langsung pada saat

dikendarai.

Jika ingin merubah rasio, upayakan tidak mengganti sprocket depan lebih kecil dari

standard. Hal ini disebabkan karena sprocket yang lebih kecil membutuhkan sambungan

rantai dengan radius putar yang lebih sempit. Akibatnya gesekan menjadi lebih banyak

dan usia rantai menjadi lebih pendek.

28

Page 27: BAB II

Mengganti sprocket dengan jumlah mata gigi yang lebih besar akan menambah link

(mata) pada rantai yang kita gunakan. Begitu juga kalau kita gunakan mata gigi yang

lebih kecil maka kita harus memotong rantai untuk menyesuaikan dengan ukuran yang

baru.

Langkah terbaik adalah dengan menggunakan rantai baru saat kita mengganti sprocket.

Permukaan rantai lama dengan sprocket baru dapat mempercepat rusaknya sprocket atau

merusak rantai tersebut.

Hindari penggantian sprocket dengan prosentase yang ekstrim (3.5 sampai 4.5) yang

umum digunakan untuk kendaraan off-road/ dirt bike. (Lit. 12 hal 2)

2.7 Chain Guard

Chain guard, seperti halnya pada tensioner rantai, adalah peralatan yang

dipakai untuk menjaga kelayakan kerja suatu rantai. Chain guard adalah

peralatan wajib bagi kendaraan yang mengaplikasikan rantai dalam mekanisme

yang situasinya terbuka terhadap lingkungan seperti pada gambar 2.16. Fungsi

chain guard ialah menjaga agar rantai yang sedang bergerak dalam kecepatan

tinggi tidak lepas / slip dari porosnya. (Lit. 13 hal 1)

Gambar 2.16 Chain guard(Sumber:http:/ /www.motovationusa.com/mvstore/scripts/prodView.asp?idproduct=50 )

29

Page 28: BAB II

Perbedaan yang mendasar antara chain guard dan tensioner rantai ialah :

1. Chain guard dipasang dibagian atas rantai

2. Tensioner rantai adalah komponen add-on , artinya komponen ini adalah

komponen tambahan dalam menjaga rantai, sementara chain guard adalah

komponen utamanya

2.8 Poros penggerak roda (Axle Shaft)

Axle shaft atau poros penggerak roda adalah merupakan poros pemutar roda-roda

penggerak yang berfungsi meneruskan tenaga gerak dari differential ke roda-roda dan

mengendalikan arah jalannya kendaraan melalui setir dan sistem kemudi kendaraan. Axle shaft

pada kendaraan dibedakan menjadi dua yakni front axle shaft (poros penggerak roda depan) dan

rear axle shaft (poros penggerak roda belakang). Pada kendaraan FF, front axle shaft sebagai

driving axle shaft, sedangkan pada kendaraan tipe FR, rear axle shaft sebagai driving axle shaft.

Pada kendaraan 4WD atau AWD, front axle shaft maupun rear axle shaft sebagai driving axle

shaft. (Lit. 11 hal 1)

2.8.1 Poros Penggerak Roda Belakang/ Rear Axle Shaft

Roda belakang umumnya menumpu beban lebih berat daripada roda depan, sehingga

konstruksi poros penggerak rodanya juga relatif lebih kuat. Fungsi dari poros penggerak roda

belakng adalah untuk menjalankan kendaraan, dimana as roda dihubungkan dengan mesin

penggerak kendaraan. Pemasangan poros akan dipengaruhi oleh tipe / jenis suspensi yang

digunakan. Secara umum tipe suspensi yang digunakan ada dua kelompok yaitu suspensi bebas

(independent) dan suspensi kaku (rigid) yang terlihat pada gambar 2.17. Pada tipe suspensi

independent, jenis axle shaft yang digunakan umumnya adalah tipe melayang (floating shaft

type), dimana poros bebas dari menumpu beban dan bebas bergerak mengikuti pergerakan roda

akibat suspensi kendaraan. (Lit. 11 hal 2)

30

Page 29: BAB II

Gambar 2.17 Konstruksi Poros Melayang(Sumber : http://luficreat.blogspot.com/2010/11/axle-shaft-atau-poros-penggerak-roda.html )

Pada suspensi rigid pada umumnya menggunakan tipe poros memikul dimana axle shaft

diletakkan di dalam axle housing, yang dipasangkan berkaitan melalui bantalan seperti pada

gambar 2.18

Gambar 2.18 Konstruksi Poros Memikul(Sumber : http://luficreat.blogspot.com/2010/11/axle-shaft-atau-poros-penggerak-roda.html)

Poros memikul terdiri dari 3 tipe, yaitu : full floating, three-quarter floating dan semi-

floating. Nama tipe poros tersebut mencerminkan kebebasan poros untuk tidak menyangga beban

kendaraan. Full floating berarti sepenuhnya poros tidak menyangga beban pada gambar 2.19,

three-quarter floating berati ¾ beban kendaraan tidak ditumpu oleh poros (poros menyangga ¼

beban) seperti pada gambar 2.20 , sedangkan semi floating berarti poros hanya menumpu ½

beban terlihat pada gambar 2.21.

31

Page 30: BAB II

Gambar 2.19 Konstruksi poros memikul model full floating(Sumber : http://luficreat.blogspot.com/2010/11/axle-shaft-atau-poros-penggerak-roda.html)

Pada tipe ini bantalan-bantalan dipasangkan diantara haousing dan wheel hub, sedangkan

roda dipasangkan pada hub. Beban kendaraan sepenuhnya ditumpu oleh axle housing, sedangkan

poros roda tidak memikul beban, hanya berfungsi menggerakkan roda. Model ini sangat bagus

untuk kendaraan berbeban berat.

Gambar 2.20 Konstruksi poros memikul model three-quarter floating(Sumber : http://luficreat.blogspot.com/2010/11/axle-shaft-atau-poros-penggerak-roda.html)

Pada tipe three-quarter floating, hanya dipasangkan sebuah bantalan di antara axle

housing dan wheel hub. Roda dipasangkan langsung pada poros roda. Hampir seluruh beban

ditumpu oleh housing. Gaya lateral (lateral force) baru akan bekerja pada poros/ axle bila

kendaraan membelok.

32

Page 31: BAB II

Gambar 2.21 Konstruksi poros memikul model semi floating(Sumber : http://luficreat.blogspot.com/2010/11/axle-shaft-atau-poros-penggerak-roda.html)

Tipe semi floating banyak dipakai pada kendaraan ringan. Hampir seluruh beban

kendaraan dipikul oleh axle shaft, demikian juga gaya lateral (lateral force) pada saat kendaraan

membelok. Bantalan dipasangkan diantara axle housing dan axle shaft, sedangkan roda

dipasangkan langsung pada axle shaft. (Lit. 11 hal 1)

2.9 Bantalan (Bearing)

Bantalan merupakan salah satu bagian dari elemen mesin yang memegang peranan cukup

penting karena fungsi dari bantalan yaitu untuk menumpu sebuah poros agar poros dapat

berputar tanpa mengalami gesekan yang berlebihan. Bantalan harus cukup kuat untuk

memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Pada umumya bantalan

dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros

• Bantalan luncur

Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros

ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan lapisan pelumas.

• Bantalan gelinding

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam

melalui elemen gelinding seperti bola, rol, dan rol bulat.

33

Page 32: BAB II

Kelebihan dan kekurangan bantalan luncur dan gelinding adalah:

1. Bantalan luncur

a. Kelebihan

Mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan beban besar

Dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara

Tidak memerlukan ketelitian tinggi sehingga harga lebih murah

Tinggi angka putaran tidak terbatas karena tidak ada gesekan langsung antara logam

dengan logam, tetapi yang ada berupa gesekan antara logam dengan pelumas.

Bantalan luncur konstruksi belahan memungkinkan pembongkaran dan pemasangan

kembali dari poros dapat dilakukan dengan mudah.

b. Kekurangan

Gesekan besar pada waktu mulai jalan

Memerlukan momen awal yang besar

Membutuhkan banyak pelumas

Panas yang timbul dari gesekan besar sehingga memerlukan pendinginan khusus

2. Bantalan gelinding

a. Kelebihan

Momen awalan dan momen kerja hampir sama besar

Kebutuhan pelumas sedikit

Pemeliharaan mudah

Ukuran yang standart, mudah diganti

b. Kekurangan

Harganya lebih mahal karena ketelitiannya tinggi

Pada putaran tinggi bantalan ini sedikit berisik

Sangat peka terhadap beban kejut, terutama pada posisi diam atau berputar lambat

Umur pakai dan tingginya angka putaran terbatas

 Sangat peka terhadap debu / kotoran

34

Page 33: BAB II

b. Berdasarkan arah beban terhadap poros

• Bantalan radial

Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu.

• Bantalan aksial

Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.

• Bantalan gelinding khusus

Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus sumbu poros.

Meskipun bantalan gelinding menguntungkan, Banyak konsumen memilih bantalan luncur dalam

hal tertentu, contohnya bila kebisingan bantalan menggangu, pada kejutan yang kuat dalam

putaran bebas. (Lit. 1 hal 129)

Gambar 2.22 Macam-macam bantalan(Sumber: Kiyokatsu Suga,1997, Dasar Perencanaan dan Pemilihan, Jakarta : Pradnya Paramita.)

35

Page 34: BAB II

Keterangan:

a. Rool lurus

b. Rool aksial berbentuk bola.

c. Rool aksial kerucut.

d. Jarum.

e. Rool kerucut.

f. Rool kerucut bersudut enam

2.9.1 Pembacaan nomor nominal pada bantalan gelinding

Dalam praktek, bantalan gelinding standart dipilih dari katalog bantalan. Ukuran utama

bantalan adalah:

- Diameter lubang

- Diameter luar

- lebar

- Lengkungan sudut

Nomor nominal bantalan gelinding terdiri dari nomor dasar dan nomor pelengkap. Nomor

dasar yang ada merupakan lambang jenis, lambang ukuran(lambang lebar, diameter luar). Nomor

diameter lubang dan lambang sudut kontak penulisannya bervariasi tergantung produsen bearing

yang ada.

Bagian nomor nominal

A B C D

A menyatakan jenis dari bantalan yang ada.

Jika A berharga

0 maka hal tersebut menunjukkan jenis Angular contact ball bearings, double row.

1 maka hal tersebut menunjukkan jenis Self-aligning ball bearing.

2 maka hal tersebut menunjukkan jenis spherical roller bearings and spherical roller thrust

bearings.

3 maka hal tersebut menunjukkan jenis taper roller bearings.

36

Page 35: BAB II

4 maka hal tersebut menunjukkan jenis Deep groove ball bearings, double row.

5 maka hal tersebut menunjukkan jenis thrust ball bearings.

6 maka hal tersebut menunjukkan jenis Deep groove ball bearings, single row.

7 maka hal tersebut menunjukkan jenis Angular contact ball bearings, single row.

8 maka hal tersebut menunjukkan jenis cylindrical roller thrust bearings.

B menyatakan lambang diameter luar.

Jika B berharga 0 dan 1 menyatakan penggunaan untuk beban yang sangat ringan.

Jika B berharga 2 menyatakan penggunaan untuk beban yang ringan.

Jika B berharga 3 menyatakan penggunaan untuk beban yang sedang.

Jika B berharga 4 menyatakan penggunaan untuk beban yang berat.

C dan D menyatakan lambang diameter dalam

Untuk bearing yang berdiameter 20 - 500 mm, kalikanlah 2 angka lambang tersebut untuk

mendapatkan diameter lubang sesungguhnya dalam mm. Nomor tersebut biasanya bertingkat

dengan kenaikan 5 mm tiap tingkatnya. (Lit. 14 hal 3)

Persamaan yang digunakan pada bantalan adalah :

1. Beban ekivalen statik diperoleh dari

P0 = X0.Fr + Y0.Fa ..............................................................................................(2-3)

di mana:

P0 = beban ekivalen statik (N)

X0 = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah

0,6

Fr = gaya radial (N)

Y0 = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal besarnya adalah

0,5

Fa = gaya aksial.

2. Untuk beban ekivalen dinamik diperoleh dari :

P = X V F r + Y Fa .............................................................................................(2-4)

37

Page 36: BAB II

dimana:

P = beban ekivalen dinamik ( N )

X = faktor radial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tunggal, besarnya

adalah 1,0

V = faktor putaran, untuk kondisi cincin dalam berputar besarnya 1,0

Fr = gaya radial (N)

Y = faktor aksial, untuk bantalan bola radial beralur dalam baris tungal besarnya

adalah nol

Fa = gaya aksial (N)

Besar basic static load rating adalah sebanding dengan beban ekivalen statik, yaitu:

................................................................................................................(2-5)

di mana: P0 = beban ekivalen statik (N)

C0 = basic static load rating

sedangkan untuk basic dynamic load rating dapat diperoleh dari:

C = P.L1/3 ...............................................................................................................(2-6)

di mana: C = basic dynamic load rating (N)

P = beban ekivalen dinamik (N)

L = umur bantalan yang dinyatakan dalam juta putarannya.

2.9.2 Penyebab-penyebab kerusakan pada bearing dan cara mengatasinya

Penyebab kerusakannya adalah:

1. Kesalahan bahan

o faktor produsen: yaitu retaknya bantalan setelah produksi baik retak halus maupun berat,

kesalahan toleransi, kesalahan celah bantalan.

o faktor konsumen: yaitu kurangnya pengetahuan tentang karakteristik pada bearing.

2. Penggunaan bearing melewati batas waktu penggunaannya (tidak sesuai dengan petunjuk buku

fabrikasi pembuatan bearing).

38

C 0= P 0

Page 37: BAB II

3. Pemilihan jenis bearing dan pelumasannya yang tidak sesuai dengan buku petunjuk dan

keadaan lapangan (real).

4. Pemasangan bearing pada poros yang tidak hati-hati dan tidak sesuai standart yang ditentukan.

Kesalahan pada saat pemasangan, diantaranya:

o Pemasangan yang terlalu longgar, akibatnya cincin dalam atau cincin luar yang

berputar yang menimbulkan gesekan dengan housing/poros.

o Pemasangan yang terlalu erat, akibatnya ventilasi atau celah yang kurang sehingga pada

saat berputar suhu bantalan akan cepat meningkat dan terjadi konsentrasi tegangan yang

lebih.

o Terjadi pembenjolan pada jalur jalan atau pada roll sehingga bantalan saat berputar

akan tersendat-sendat.

5. Terjadi miss alignment, dimana kedudukan poros pompa dan penggeraknya tidak lurus,

bearing akan mengalami vibrasi tinggi. Pemasangan yang tidak sejajar tersebut akan

menimbulkan guncangan pada saat berputar yang dapat merusak bearing. Kemiringan dalam

pemasangan bearing juga menjadi faktor kerusakan bearing, karena bearing tidak menumpu

poros dengan tidak baik, sehingga timbul getaran yang dapat merusak komponen tersebut.

6. Karena terjadi unbalance (tidak imbang), seperti pada impeller, dimana bagian-bagian pada

impeller tersebut tidak balance (salah satu titik bagian impeller memiliki berat yang tidak

seimbang). Sehingga ketika berputar, mengakibatkan putaran mengalami perubahan gaya disalah

satu titik putaran (lebih terasa ketika putaran tinggi), sehingga berpengaruh pula pada putaran

bearing pada poros. Unbalance bisa terjadi pula pada poros, dan pengaruhnya pun sama, yaitu

bisa membuat vibrasi yang tinggi dan merusak komponen.

7. Bearing kurang minyak pelumasan, karena bocor atau minyak pelumas terkontaminasi benda

asing dari bocoran seal gland yang mempengaruhi daya pelumasan pada minyak tersebut.

39

Page 38: BAB II

Cara mengatasi kerusakan pada bearing:

1. Melakukan penggantian bearing sesuai umur waktu kerja yang telah ditentukan.

2. Mengganti bearing yang sesuai dengan klasifikasi kerja pompa tersebut.

3. Melakukan pemasangan bearing dengan hati-hati sesuai standar yang telah ditentukan.

4. Melakukan alignment pada poros pompa dan penggeraknya.

5. Melakukan tes balancing pada poros dan impeller.

6. Memasang deflektor pada poros dan pemasangan rubber seal pada rumah bantalan dan

perbaikan pada seal gland, untuk mengantisipasi kebocoran. (Lit. 14 hal 3)

40