bab ii
TRANSCRIPT
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 1/30
BAB II
TINJAUAN UMUM APOTEK
2.1 Pengertian Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332 Tahun 2002
apotek adalah suatu tempet dilaksanakannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya kepada
masyarakat.
Menurut UU RI No. 36 Tahun 2009, Sumber daya di bidang kesehatan
adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan
alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang
dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat
Seiring dengan perkembangannya, dikeluarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dengan
menimbang ” Bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 63 Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian”.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 1,
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuat sedian termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusi atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
4
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 2/30
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan maupun
kemanfaatan. Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga
mutu sediaan farmasi yang beredar. Apotek berkewajiban menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahan terjamin.
Membahas tentang apotek, maka tidak lepas kaitannya dengan obat. Obat
merupakan salah satu unsur yang penting dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan. Tujuan pembangunan dibidang obat-obatan menurut Kepmenkes RI
No. 47/Menkes/SK/II/1983 tentang kebijakan obat nasional, yaitu :
a. Menjamin tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup,
sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
b. Meningkatkan penyebaran obat secara merata dan teratur sehingga
mudah diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat.
c. Menjamin khasiat, keamanan, mutu, dan keabsahan obat yang
beredar.
d. Melindungi masyarakat dari penyalahgunaan obat dan kesalahan
penggunaan obat
5
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 3/30
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Tugas dan fungsi apotek menurut PP No. 51 tahun 2009, yaitu :
a. Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi
antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2.3 Persyaratan Apotek
Persyaratan apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1332/Menkes/SK/X/2002, yaitu :
a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker atau apoteker
yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi
persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik
pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
6
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 4/30
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi.
2.3.1 Lokasi Apotek
Lokasi apotek adalah tempat apotek didirikan. Lokasi apotek ditentukan
sesuai dengan permohonan pada saat pengajuan izin apotek. Menurut
Permenkes No. 244 Tahun 1990 jarak antar apotek tidak dibatasi sehingga
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
obat yang lebih baik.
Lokasi apotek sangat mempengaruhi maju atau mundurnya suatu apotek.
Apotek sebaiknya didirikan di tempat yang strategis, misalnya di daerah yang
ramai, aman, dekat rumah sakit/klinik, mudah dijangkau oleh masyarakat.
2.3.2 Bangunan Apotek
Bangunan apotek adalah gedung atau bagian gedung yang dipergunakan
untuk mengelola apotek. Menurut Kepmenkes RI No. 278/Menkes/SK/V/1981
tentang persyaratan apotek, bangunan apotek harus mempunyai luas
secukupnya dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan kesehatan di bidang farmasi.
Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut :
a. Bangunan apotek sekurang kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang
racik dan penyerahan, ruang administrasi dan apoteker, serta toilet.
b. Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan sebelah dalam rata, tidak
mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
7
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 5/30
c. Bangunan apotek harus memiliki ventilasi dan sistem sanitasi yang baik
serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya.
d. Ruang apotek harus mempunyai penerangan yang cukup, sehingga dapat
menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek dengan baik.
e. Apotek harus memasang papan nama pada bagian depan apotek. Pada
papan nama tercantum nama apotek, nama APA, no. surat izin apotek, alamat,
no. telepon apotek.
2.3.3 Perlengkapan Apotek
Menurut Kepmenkes RI No. 1027 tahun 2004 tentang Standar pelayanan
kefarmasian di apotek, perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang
dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
yaitu :
1. alat pembuatan pengolahan dan peracikan
a. timbangan miligram dengan anak timbangan yang sudah ditera.
b. timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah ditera.
c. Perlengkapan lain disesuaikan kebutuhan
2. perlengkapan dan alat perbekalan farmasi:
a. leman dan rak untuk penyimpanan obat lumlah sesuai sesuai dengan jumlah
kebutuhan
b. lemari pendingin
c. lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika
3. wadah pengemas dan pebungkus
a. etiket
8
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 6/30
b. wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan kebutuhan obat
4. alat administrasi
a. blanko pesanan
b. blanko kartu stok
c. blanko salinan
d. blanko faktur dan
e. buku pencatatan
f. buku pesanan
g. form laporan
5. buku standar dan Farmakope
6. kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotik
2.3.4 Perbekalan Farmasi
Perbekalan farmasi menurut Kepmenkes RI No. 922 Tahun 1993, yaitu :
a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahan terjamin.
b. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang tidak dapat digunakan lagi atau
dilarang digunakan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau cara lain
yang ditetapkan.
2.3.5 Tenaga Kefarmasian
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tentang Tenaga Kefarmasian
mendefinisikan setiap Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
9
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 7/30
Kefarmasian. Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu
orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
menurut Permenkes RI No. 1332 Tahun 2002, tenaga kesehatan di apotek terdiri
dari apoteker pengelola apotek (APA), apoteker pendamping dan asisten apoteker
(AA). Sebuah apotek harus memiliki seorang APA yang dibantu oleh sekurang-
kurangnya seorang Asisten Apoteker. Jika APA berstatus sebagai pegawai negeri
atau ABRI, maka harus ada apoteker pendamping atau AA kepala.
Menurut Permenkes RI No. 1332 Tahun 2002 apabila APA berhalangan
tugas, maka APA dapat menunjuk apoteker pendamping dan bila APA dan
apoteker pendamping tidak berada di tempat selam lebih dari tiga bulan terus
menerus, maka dapat digantikan oleh apoteker pengganti. Penggantian tersebut
harus dilaporkan ke Dinkes Kota dengan tembusan ke Balai POM setempat.
1. Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek
(SIA), yaitu surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada apoteker
atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.
2. Apoteker Pendamping
10
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 8/30
Apoteker pendamping menurut Permenkes RI No. 1332 Tahun 2002 adalah
apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan menggantikannya pada
jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pendamping bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang
bersangkutan bertugas menggantikan APA. Apoteker pendamping juga harus
memenuhi persyaratan seperti persyaratan untuk APA.
3. Apoteker Pengganti
Apoteker pengganti menurut Permenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002
adalah apoteker yang bertugas menggantikan APA selama APA tidak berada di
tempat lebih dari tiga bulan terus menerus, telah mempunyai surat izin kerja
dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain.
4. Asisten Apoteker
Menurut Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang Tenaga Teknis
Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan TenagaMenengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Asisten apoteker menurut Permenkes RI No. 1332 Tahun 2002 adalah
mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.
2.4 Peran dan Fungsi Apoteker di apotek
Berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi yang telah
mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan
11
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 9/30
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.Apoteker
merupakan tenaga kesehatan professional yang banyak berhubungan langsung
dengan masyarakat sebagai sumber informasi obat. Oleh karena itu, informasi
obat yang diberikan pada pasien haruslah informasi yang lengkap dan mengarah
pada orientasi pasien bukan pada orientasi produk. Dalam hal sumber informasi
obat seorang apoteker harus mampu memberi informasi yang tepat dan benar
sehingga pasien memahami dan yakin bahwa obat yang digunakannya dapat
mengobati penyakit yang dideritanya dan merasa aman menggunakannya.
Dengan demikian peran seorang apoteker di apotek sungguh-sungguh dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Selain memiliki fungsi sosial sebagai tempat pengabdian dan
pengembangan jasa pelayanan pendistribusian dan informasi obat perbekalan
kesehatan, apotek juga memiliki fungsi ekonomi yang mengharuskan suatu
apotek memperoleh laba untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga
kelangsungan usahanya. Oleh karena itu apoteker sebagai salah satu tenaga
professional kesehatan dalam mengelola apotek tidak hanya dituntut dari segi
teknis kefarmasian saja tapi juga dari segi manajemen.
Dalam Keputusan ini tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
dinyatakan bahwa orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari
obat ke pasien yang mengacu pada pharmaceutical care. Pelayanan kefarmasian
(Pharmaceutical Care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan seperti dimaksud pada
12
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 10/30
Keputusan Menteri Kesehatan 1332/MenKes/SK/X/2002 (Pasal 19 ayat 1) yang
menyatakan bahwa apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan
tugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk
Apoteker pendamping.
Dari peraturan perundang-undangan tersebut Peran dan Fungsi Apoteker
di Apotik yang melayani langsung pasien adalah sebagai
1. Pelayan
2. Manager
Sebagai Pelayan adalah :
1. Membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat, membungkus dan
menempatkan obat dalam wadah / bungkus yang cocok dan memeriksa serta
memberi etiket dengan teliti.
2. Memberikan informasi / konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga
kesehatan masyarakat. Sebagai Manajer adalah :
- Menyusun prosedur tetap.
- Mengelola obat, sumber daya manusia, peralatan dan uang di Apotik.
Sebagai Pelayan sesuai dengan standar pelayanan yang sudah ditetapkan
adalah :
1. Melayani resep dan non resep.
2. Promosi dan edukasi.
3. pelayanan residesial (homecare)
• Sebagai Pelayan Resep melakukan :
1. Skrining / pembacaan resep, melakukan :
13
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 11/30
a. Pemeriksaan persyaratan administrative resep :
- Nama dokter, alamat, SIP.
- Tanggal penulisan
- Paraf / tanda tangan.
- Nama pasien, alamat, umur, jenis kelamin, berat badan.
- Signa ( cara pakai ) yang jelas.
- Informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik :
- Bentuk sediaan.
- Dosis.
- Potensi.
- Stabilitas.
- Inkomptabilitas.
- Cara dan lama pemberian.
c. Pertimbangan klinis :
- Alergi.
- Efek samping.
- Interaksi.
d. Penyiapan obat
- Peracikan ( hitung, sediakan, campur, kemas, label )
- Penyerahan obat.
- Pemberian informasi dan konseling.
- Monitoring penggunaan obat ( penyakit CVS, DM, TBC ).
14
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 12/30
2. Sebagai tenaga Promosi dan Edukasi, melakukan :
a. Swamedikasi ( dengan medication record ).
b. Penyebaran brosur, poster tentang kesehatan.
3. Sebagai tenaga Pelayanan Residensi ( home care )Untuk penyakit kronis
( dengan medication record ).Sebagai manajer:
- Mengelola sumber daya ( resources ) di Apotik secara efektif dan
efisien.
- Membuat prosedur tetap untuk masing – masing pelayanan.
2.5 Perizinan Apotek
2.5.1 Perlimpahan Wewenang Pemberian Izin Apotek
Izin mendirikan apotek semula diberikan oleh Menkes berdasarkan
Permenkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993. Namun dengan adanya UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom, setiap kabupaten dan kotamadya
mempunyai peraturan daerah masing-masing dalam pelaksanaan perizinan
apotek, dimana perizinan apotek tidak lagi diberikan oleh Menkes melainkan oleh
bupati atau walikota.
Menurut Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 4 tentang
pelimpahan wewenang pemberian izin apotek adalah sebagai berikut :
a. Izin apotek diberikan oleh Menteri.
15
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 13/30
b. Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada Kepala
Dinkes Kabupaten/Kota.
c. Kepala Dinkes Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pembeian
izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali
setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Dinkes
Propinsi.
2.5.2 Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Menurut Kepmenkes No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 tentang cara
pemberian izin apotek adalah :
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota.
2. Kepala Dinkes Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja
setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala
Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek
untuk melakukan kegiatan.
3. Tim Dinkes Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya
enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) bila
tidak dilaksanakan apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinkes Kabupaten/Kota setempat dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.
16
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 14/30
5. Dalam jangka waktu dua belas hari kerja setelah diteima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) atau (4) Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota setempat mengelurkan surat izin apotek.
6. Dalam hasil pemeriksaan Tim Dinkes Kabupaten/Kota atau Kepala Balai
POM dimaksud dalam ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota setempat dalam mengelurkan surat izin apotek. Dalam waktu
dua belas hari kerja mengeluarkan surat penundaan.
7. Surat penundaan sebagaimana dimaksud ayat (6), apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-
lambatnya dalam jangka waktusatu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
2.5.3 Pengalihan dan Perubahan Surat Ijin Apotek
Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen POM No. 02401/SK/X/1990,
perubahan Surat Izin Apotek (SIA) dilakukan apabila:
a. Terjadi penggantian nama apotek
b. Terjadi perubahan nama jalan dan nomor bangunan pada alamat
apotek tanpa pemindahan lokasi apotek
c. Surat Izin Apotek (SIA) hilang atau rusak
d. Adanya penggantian Apoteker Pengelola Apotek (APA)
e. Adanya perubahan Pemilik Sarana Apotek (PSA)
f. Surat Izin Kerja (SIK) APA dicabut dalam hal APA bukan sebagai
PSA
g. Terjadi pemindahan lokasi apotek
h. APA meninggal dunia
17
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 15/30
2.6 Pengelolaan Apotek
Pengelolaan Apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh
seorang APA dalam rangka tugas dan fungsi apotek yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian.
Pengelolaan apotek menurut Permenkes No. 922 Tahun 1993, meliputi :
a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan
farmasi.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Pengelolaan apotek berdasarkan Permenkes No. 26/Menkes/Per/I/1981, meliputi :
a. Bidang pelayanan kefarmasian
b. Bidang material
c. Bidang administrasi dan keuangan
d. Bidang ketenagaan
e. Bidang lainnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek.
2.6.1 Bidang Pelayanan Kefarmasian
Menurut Permenkes RI No. 922/Menkes/Per/X/1993, menyatakan bahwa
apotek wajib melayani resep dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan
sepenuhnya atas tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker
wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya
yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
18
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 16/30
Menurut PP 51 Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan
obat generic yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien dan menyerahkan obat keras, narkotika dan
psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan di bidang kefarmasian meliputi :
a. Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan pebekalan farmasi
lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.
Selain obat yang diberikan melalui resep, apotek juga dapat menjual obat
tanpa resep, meliputi obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras yang
dinyatakan sebagai obat wajib apotek yang di tetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
2.6.2 Bidang Material
Pengelolaan bidang material meliputi perbekalan farmasi, bangunan dan
perlengkapan. Dalam hal perbekalan farmasi, apotek harus menyediakan obat-
obatan yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya. Untuk itu, apotek
memperoleh obat dan perbekalan farmasi harus bersumber dari pabrik farmasi,
Pedagang Besar Farmasi atau apotek atau sarana distribusi resmi lainnya.
19
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 17/30
Untuk menjaga agar mutu perbekalan farmasi tetap baik selama disimpan
di apotek, perlu diperhatikan cara menyimpan yang baik seperti tertera pada
kemasan dari setiap item perbekalan farmasi, misalnya harus pada tempat yang
aman, tidak terkena sinar matahari langsung, bersih dan disusun secara
sistematis. Setiap item barang diberi kartu stok untuk mencatat pemasukan dan
pengeluaran barang.
2.6.3 Bidang Administrasi dan Keuangan
Pengelolaan administrasi di apotek mencakup administrasi pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, penyaluran, peracikan, penyerahan dan pemusahan
perbekalan farmasi. Apotek juga diwajibkan untuk melaporkan penggunaan
obat-obat golongan narkotika dan psikotropika.
Pengelolaan administrasi keuangan meliputi administrasi pembelian,
penjualan, pembukuan keuangan. Pengelolaan keuangan ini memerlukan
perencanaan dan penanganan yang baik dan cermat seingga penggunaan dana
dapat berjalan secara efektif dan efisien.
2.6.4 Bidang Pelayanan Informasi Obat
Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar pelayanan
kefarmasian di apotek menyebutkan Apoteker harus memberikan informasi
yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan
terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas
serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
20
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 18/30
Pengelolaan bidang pelayanan informasi menurut Permenkes RI No. 922
Tahun 1993, meliputi :
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang
diberikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada
masyarakat.
b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya
dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.
c. Dalam Kepmenkes No. 347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotik,
dinyatakan bahwa apoteker dapat menyerahkan obat keras tanpa resep dokter
kepada pasien di apotek. Hal ini menyebabkan perlunya peran apoteker di
apotek dalam pelayanan konsultasi, informasi dan edukasi. Pemberian
informasi obat kepada masyarakat juga dapat dilakukan melalui brosur, poster
dan artikel-artikel dalam surat kabar atau majalah.
2.7 Pengelolaan Narkotika dan Psikotropika
Menurut UU nomor 35 tahun 2009 taentang narkotika mendefenisikan
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,
Penyaluran narkotika harus berdasarkan resep dokter dan hanya boleh
dilakukan oleh apotek. Apotek dilarang mengulangi penyerahan narkotika atas
dasar resep dokter. Apoteker wajib melaporkan mengenai pemasukkan dan
pengeluaran narkotika kepada Depkes setiap bulan.
21
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 19/30
Penyimpanan narkotika menurut UU Nomor 35 tahun 2009, meliputi : 1. Narkotika yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi, pedagang
besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu
pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
2. Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,
menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran Narkotikayang berada dalam penguasaannya.
3. Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dikenai sanksi
administratif oleh Menteri atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. denda administratif;
d. penghentian sementara kegiatan; atau
e. pencabutan izin.
Berdasarkan Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
Narkotika dibedakan ke dalam 3 golongan yaitu :
1. Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk
22
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 20/30
kepentingan lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk
menimbulkan ketergantungan.
2. Narkotika golongan II, sebagai pengobatan dan banyak digunakan sebagai
pilihan terakhir dalam terapi, untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan
ketergantungan.
3. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan
ketergantungan.
Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi :
1. Pemesanan Narkotika.
Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan
surat pemesanan yang ditandatangani oleh APA dengan dilengkapi nomor
SIK dan stempel apotek. Untuk satu lembar surat pemesanan hanya untuk
satu macam narkotika saja.
2. Penyimpanan Narkotika.
Permenkes No. 28/Menkes/Per/1987 tentang Tata Cara Penyimpanan
Narkotika menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus
untuk menyimpan narkotika, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang
kuat.
b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.
23
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 21/30
c. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan.
- Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika.
- Bagian kedua digunakan untuk penyimpanan narkotika lainnya yang
digunakan sehari-hari.
d. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang
140 x 80 x 100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau
lantai.
e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain
narkotika dan di tempatkan ditempat yang aman.
3. Pelayanan Resep yang mengandung Narkotika.
Menurut UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika disebutkan bahwa :
a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan
pengobatan atau ilmu pengetahuan.
b. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk
pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas
dasar salinan resep dokter.
4. Pelaporan Narkotika
Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan
yang terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan
penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan khusus pengunaan morfin,
24
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 22/30
petidin, dan derivatnya, yang ditandatangani oleh APA dengan
mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek.
5. Pemusnahan Narkotika
Menurut Undang-undang RI. No. 35 tahun 2009 tentang narkotika,
disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal :
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan
persyaratan yang berlaku dan tidak dapat digunakan dalam proses
produksi.
b. Kadaluarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan
pada pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
d. Berkaitan dengan tindak pidana
Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh pemerintah dan disaksikan
oleh pejabat yang ditunjuk Menteri Kesehatan. pemusnahan narkotika
dilakukan dengan pembuatan berita acara yang memuat:
a. Nama, jenis, sifat dan jumlah
b. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun
dilakukan pemusnahan.
c. Keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai
narkotika
d. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat
yang menyaksikan pemusnahan.
25
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 23/30
Kemudian Berita Acara tersebut dikirimkan kepada kepala kantor
Departemen kesehatan dengan tembusan kepada: Kepala dinas kesehatan
RI, balai pemeriksaan obat dan makanan propinsi setempat dan Arsip.
6. Pelanggaran Terhadap Ketentuan
Pengelolaan Narkotika
Dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa
pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan
narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh menteri kesehatan, yang
berupa teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara
kegiatan, atau pencabutan izin.
2.8 Pengelolaan Psikotropika
Psikotropika menurut UU No. 5 tahun 1997 adalah merupakan zat
atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Adapun pengelolaan psikotropika meliputi:
1. Pemesanan Psikotropika
Obat-obat psikotropika dapat dipesan apotek dari Pedagang Besar
Farmasi (PBF), dengan menggunakan surat pesanan (SP) psikotropika
dan ditandatangani oleh APA .
2. Penyimpanan Psikotropika
26
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 24/30
Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obatan psikotropika belum
diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obatan
golongan psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka
disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau
lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika.
3. Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Suku Dinas
Pelayanan Kesehatan (Sudin Yankes) setempat secara berkala dan
dengan tembusan Balai POM Besar DKI Jakarta.
4. Pemusnahan Psikotropika
Menurut pasal 53 UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika,
pemusnahan psikotropika dilakukan apabila:
a. Diproduksi
tanpa memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku
dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.
b. Kadaluarsa
c. Tidak
memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan
atau pengembangan ilmu pengetahuan.
27
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 25/30
d. Berkaitan
dengan tindak pidana.
2.9 Pengelolaan Resep
2.9.1 Definisi Resep dan Penulis Resep
Menurut keputusan Menteri Kesehatan No 5
1027/MENKES/SK/IX/2004, Resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat
dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan
kepada dokter penulis resep.
1. Yang berhak menulis resep adalah :
2. Dokter.
3. Dokter gigi, terbatas pengobatan gigi dan mulut.
4. Dokter hewan, terbatas pengobatan hewan
2. Isi Resep
Dalam resep harus memuat :
a. Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter, dokter gigi dan dokter
hewan.
b. Tanggal penulisan resep (inscriptio)
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Namun setiap obat
atau komposisi obat (invocatio).
28
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 26/30
d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signature).
e. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan
perundang- undangan yang berlaku ( subscriptio).
f. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep
dokterhewan.
g. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung
obat yangjumlahnya melebihi dosis maksimal
3. Kaidah – kaidah penulisan resep
kaidah penulisan resep adalah sebagai berikut;
a. Sebaiknya untuk suatu obat dalam resep tidak menuliskan gr.
Bilamana yang dimaksud adalah gram. Suatu angka di belakang
nama obat otomatis berarti gram sedangkan gr adalah granum yang
beratnya hanya 65mg.
b. Penggunaan titik desimal untuk dosis obat sebaiknya ditempatkan
dengan tepat. Kesalahan penempatan titik desimal dapat
menyebabkan dosis/kekuatan menjadi 10 kali dari dosis/kekuatan
yang dimaksud.
c. Nama obat dituliskan dengan jelas. Penulisan nama obat tidak jelas
dapat menyebabkan obat keliru diberikan kepada penderita.
d. Menuliskan dengan jelas kekuatan serta jumlah obat dalam resep.
e. Sebaiknya berhati-hati bila memberikan beberapa obat secara
bersamaan berupa :
29
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 27/30
• beberapa bahan obat yang dicampurkan dalam satu resep
racikan.
• beberapa bentuk sediaan yang diberikan dalam beberapa resep
dalam satu kertas resep, dimana setiap sediaan itu oleh penderita
harus diminum pada waktu bersamaan.
f. Dosis tiap obat yang diberikan seharusnya diperhitungkan dengan
tepat serta diperhitungkan juga semua faktor individual pasien,
terutama umur dan berat badannya.
g. Mengetahui lebih dahulu kondisi pasien secara akurat (patofisiologi)
sebelum menentukan pengobatan.
h. Terapi dengan obat diberikan hanya bila ada indikasi yang
jelas dan tidak karena pasien mendesak meminta suatu obat tertentu.
i. Menuliskan aturan pemakaian obat dengan jelas di atas resep
sehingga nanti akan tertera pada etiket yang dipasang pada wadah
obat. Sebaiknya menghindari pemberian obat terlalu banyak karena
bias berbahaya.
j. Sebaiknya menghindari pemberian obat dalam jangka waktu yang
terlalu lama.
k. Pasien diberi informasi dengan jelas tentang tatacara
penggunaan obatnya.
l. Pasien diberi informasi akan kemungkinan bahaya bila meminum
obat lain di samping obat yang diberikan dokter.
30
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 28/30
m. Pasien diberi informasi bila obat yang diberikan akan menyebabkan
efek samping atau kelainan tertentu.
2.9.2 Copie Resep dan Penulisan Copie Resep
1. Definisi copie resep
Copie resep ialah salinan tertulis dari suatu resep. Istilah lain dari
copie resep tersebut ialah apograph, exemplum, afschrift.
2. Penulisan copie resep
Salinan memuat semua keterangan yang ada dalam resep asli,copie
resep harus memuat pula :
a. Nama dan alamat apotek
b. Nama dan nomor S.I.K Apoteker pengelola apotek.
c. Tanda tangan atau paraf Apoteker pengelola apotek.
d. Tanda det = detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau
tanda ne det . = ne detur untuk obat yang belum diserahkan.
e. Nomor resep dan tanggal pembuatan
2.9.3. Pelayanan Resep Obat
Pelayanan resep obat oleh apoteker meliputi :
1. Skrining resep
a. Persyaratan administratif :
• Nama, SIP dan alamat dokter.
• Tanggal penulisan resep.
31
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 29/30
• Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.
• Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
• Nama obat, potensi, dosis, jumlah obat yang diminta.
• Cara pemakaian yang jelas.
• Informasi lainnya.
b. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan,
dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian.
c. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek
samping, interaksi,
d. kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan
lain lain)
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan.
2.9.4 Pemusnahan Resep
Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 280/MenKes/V/1981 tentang
ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek disebutkan tentang resep
sebagai berikut :
32
5/13/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a7531961bf4 30/30
1. Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan
tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan
sekurang–kurangnya 3 tahun.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat
dimusnahkan.
3. Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara
lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang–
kurangnya petugas apotek. Berita acara pemusnahan dikirimkan
ke Dinas Kesehatan.
33