bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Nilai Tukar (Kurs)
2.1.1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
Valuta asing atau sering disebut kurs adalah tingkat harga yang disepakati
penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2007; 128).
Dalam Tandelilin, dengan menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing
merupakan sinyal positif bagi perekonomian yang mengalami inflasi. Secara rinci
dijelaskan bahwa penguatan kurs rupiah terhadap mata uang asing akan
menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi, dan akan menurunkan tingkat
suku bunga.
2.1.2. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu
(Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti
inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar
dan intervensi Bank Sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa
pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran
tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara
tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka
nilai tukar akan kembali normal.
2.1.3. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang
berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan
oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas
moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs
mengambang, yaitu :
a. Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya
oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini
sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan
devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk
menetapkan atau memanipulasi kurs.
b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana
otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat
tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena
otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi
pergerakan kurs.
2. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau
sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner
dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang
tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi
sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya
berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya.
3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu negara
melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan
tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu.
Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian
kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh
karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian
akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.
4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama
negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan
sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas
mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam
sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“
umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara
tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran
relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu
negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang
berbeda.
5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini
dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak
terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi
dalam batas yang sangat sempit.
2.4. Indeks Harga Saham
Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat 6 (enam) jenis indeks, sebagai
berikut (Tandelilin, 2010; 86):
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta
Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa
dan saham preferen yang tercatat di BEJ.
2. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap
sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9
(sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan
oleh BEJ yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial
Classification).
3. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa
kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai
likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari
saham-saham tersebut.
4. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah
Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment
Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk
dalam JII.
5. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi
perusahaan dengan track record yang baik.
6. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk
mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi
persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan
berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi
perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa.
Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya
menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai obyek penelitian
karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham
preferen yang tercatat di BEJ.
Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1
April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa
Efek Jakarta baik saham biasa maupun saham preferen.
Anoraga dan Piji (2001: 100-104) mengatakan, secara sederhana yang
disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk
membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan
indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham
dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau
kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga
saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang
berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu
berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu
dasar.
Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang
terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan
dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang
biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan
dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan
indeks harga saham yang mengalami penurunan.
Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan
rumus sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001: 102):
IHSG=∑ Ho
∑ Ht×100
Dimana :
Σ Ht : Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
Σ Ho : Total harga semua saham pada waktu dasar