bab ii

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi urang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubinnya meningkat >5 mg/dL (>86 µmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisi darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu, serta bilirubin direk > 1mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 5

Upload: nophe-adewani

Post on 02-Jul-2015

313 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada

sebagian neonatus, ikterus ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.

Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan

dan 80% bayi urang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8%

(tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003).

Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisologis dan pada sebagian

lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap

atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus

mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama

kehidupan bayi atau bila kadar bilirubinnya meningkat >5 mg/dL (>86 µmol/L)

dalam 24 jam. Proses hemolisi darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih

dari 1 minggu, serta bilirubin direk > 1mg/dL juga merupakan keadaan yang

menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut

penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus

dapat dihindarkan.

Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi

di Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (Data

Georgetown University Medical Centre Washington D.C, tahun 2002).

Ikterus (Jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,

sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan.

Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL

(>17µmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5

mg/dL (>86 µmol/L).1

II. DEFINISI

Ikterus (Jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,

sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan.

Hiperbilirubinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada minggu

5

Page 2: BAB II

pertama kelahiran. Kadar normal maksimum adalah 12-13 mg% (205-220

µmol/L).2

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada

hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis

tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit

neonatus, masa hidup eritrosit lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya

fungsi hepar. Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103

µmol/L), timbul 48-120 jam setelah bayi lahir atau bayi-bayi dengan usia

kehamilan 35-37 minggu.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai

puncaknya pada hari 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14.

Kadar bilirubinpun biasanya tidak >10 mg/dL (171 µmol/L) pada bayi cukup

bulan. Masalah timbul apabila produksi blilirubin ini terlau berlebihan atau

konjugasi hepar menurun sehingga terjadi akumulasi di dalam darah. Peningkatan

kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu,

misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian

hari, bahkan kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisologis

apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Tingginya kadar bilirubin

yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap

bayi.1

III. METABOLISE BILIRUBIN 1

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh

tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah

dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif.

Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan

biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan

menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air

tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit

diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah

otak.

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa

ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh

6

Page 3: BAB II

reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam

sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar

lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya

konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang

kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut

dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar

bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam

saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja

sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus

dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. (Dikutip dari Rennie J.M and Roberton NRC. Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnorld, 2002 : 414-432)

IV. ETIOLOGI1

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:

A. Penyebab yang sering:

1. Hiperbilirubinemia fisiologis

2. Inkompatibilitas golongan darah ABO

3. ‘Breast Milk Jaundice’

7

Page 4: BAB II

4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus

5. Infeksi

6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’

7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’)

8. Polisitemia / hiperviskositas

9. Prematuritas / BBLR

10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia

11. Lain-lain

B. Penyebab yang jarang:

1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase)

2. Defisiensi piruvat kinase

3. Sferositosis kongenital

4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)

5. Hipotiroidism

6. Hemoglobinopathy

V. DIAGNOSIS1

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat

beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.

A. Resiko Tinggi

1. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)

2. Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)

3 Usia kehamilan < 38 minggu

4. Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, ‘end tidal’ CO↑)

5. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

6. Hematoma sefal, ‘bruising’

7. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)

8. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun

9. Ikterus sebelum bayi dipulangkan

10. ‘Infant Diabetic Mother’, makrosomia

11. Polisitemia

8

Page 5: BAB II

B. Anamnesis

1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,

malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)

2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi

3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

4. Riwayat inkompatibilitas darah

5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa

C. Pemeriksaan Fisik

Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)

Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan

dilakukan pada pencahayaan yang memadai.

Berdasarkan kriteria Kramer dibagi :

Klasifikasi Ikterus

Tanya dan Lihat Tanda/ Gejala Klasifikasi

Mulai kapan?

Daerah mana?Bayi krg bln?Warna tinja?

Ikterus segera setelah lahirIkterus pada 2 hr pertamaIkterus pada usia >14 hrIkterus lutut/siku/lebihBayi kurang bulanTinja Pucat

Ikterus Patologis

Ikterus usia 3-13 hariTanda Patologis (-)

Ikterus Fisiologis

(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)

9

Derajat

Ikterus

Daerah Ikterus Perkiraan Kadar Bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg%

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%

III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)

11,4 mg/dl

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Page 6: BAB II

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau

beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang

cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat

dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.

Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan

terapi sinar.

Tekan kulit yang ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit

dan jaringan subkutan2 :

Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi

Pada hari ke 2, tekan pada lengan atau tungkai

Pada hari ke 3 dst., tekan pada tangan dan kaki

D. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada

neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau

bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun

pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin,

jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar

serumbilirubin.

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar

serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya

valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak ‘reliable’

pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan

penyebab ikterus antara lain :

• Golongan darah dan ‘Coombs test’

• Darah lengkap dan hapusan darah

• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc

• Bilirubin direk

10

Page 7: BAB II

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung

usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur

untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

VI. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab

langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan

mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini

dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan

pemberian obat-obatan (luminal).

Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau

albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi

sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan

kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra

Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud

menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.

Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin

11

Usia Terapi Sinar Transfusi Tukar

Bayi sehat Faktor resiko Bayi sehat Faktor resiko

Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L

Hari 1 setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4

dst.

20 340 17 290 30 510 20 340

Page 8: BAB II

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

a. Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.

Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru

mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.

Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa

berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini

mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran

empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya

pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan

bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita

dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses

hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada

penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan

sesudah transfusi dikerjakan Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari

beberapa buah lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak

yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm)

lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang

pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat

untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan

walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang

12

Page 9: BAB II

tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali

sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-

luasnya, yaitu dengan membuka bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh.

Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar

bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila

kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak

melebihi 100 jam. pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam

agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun

gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin

bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL

(<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian

atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping

terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis,

hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek

samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat

diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.1

Terapi sinar selama 72 jam diberikan pada 3 :

Bayi cukup bulan : kadar bilirubin total 2-20 mg/dL; bilirubin bebas >0,7 g%

Bayi kurang bulan :

Berat lahir 1500 – 2500 gram : kadar bilirubin total 15 mg/dL; bilirubin bebas

0,5µg%

Berat lahir <1500 gram : kadar bilirubin total 10 mg/dL;bilirubin bebas 0,3 µg%

13

Page 10: BAB II

Perlu pengawasan ketat bayi dengan penyulit anoksia, asidosis, sepsis, bayi kurang

bulan dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) yang mempunyai resiko terjadinya

kernikterus atau hiperbilirubinemia encepalopathy.

Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatric)

BAGAN I

BAGAN II

14

Berat badan (gr)<1000

Konsentrasi biliriubin indirek (mg/dL)

5-7 7-9 9-12 12-15 15-20 >20

<1000 FT TT

1000-1500 Obs.ulang

Bil

FT TT

1500-2000 Obs.ulang

Bil

FT TT

2000-2500 Obs. Obs.ulang

bil

FT TT

>2500 Obs.bil TT TT

Page 11: BAB II

K

Keterangan : Obs : Observasi TT : Transfusi tukarFT : Fototerapi Bil : Bilirubin

Prosedur :

1. Diusahakan permukaan tubuh seluas0luasya terpapar dengan sinar

2. Posisi tubuh diubah setiap 2-3 jam

3. Monitor suhu bayi setiap 4 jam. Untuk bayi dalam inkubator, thermistor probe harus

dilindungi dari sinar.

4. Awasi masukan cairan : ASI tetap diteruskan, jika tidak ada atau tidak cukup,

ditambah susu formula. Pemberian dengan menetek, sendok/cangkir dan kip sonde.

5. Kebutuhan cairan ditambah 10-15% dari kebutuhan, mungkin sampai 25%. Jika

masukan cairan tidak mencukupi, diberi cairan per infus.

15

KadarBilirubinTotal

Umur (jam)

Dipertimbangkan Fototerapi Fototerapi jk gagal dilanjutkan transfusi

Transfusi tukar bersama fototerapi

<24 Neonatus cukup bulan dgn ikterus pasca umur ≤4jam, buka neonatus sehat dan

perlu evaluasi

≤ 24 ≥ 12 ≥15 ≥20 ≥25

25-45 ≥15 ≥18 ≥25 ≥30

≥73 ≥17 ≥20 ≥25 ≥30

Page 12: BAB II

6. Timbang bayi setiap hari dan awasi penurunan BB akibat kehilangan air secara

evaporasi atau diare, terutama bayi prematur.

7. Melindungi mata dan gonade dari sumber cahaya.

8. Memeriksa konsentrasi bilirubin serum secara teratur, jangan menggunakan warna

kulit bayi untuk menilai derajat ikterus.

9. Menghentikan fototerapi saat orang tua mengunjungi bayinya dan membuka

pelindung mata untuk memudahkan interaksi alami antara orangtua dengan anak.

10. Memonitor konsentrasi bilirubin sehari sesudah fototerapi dihentikan untuk

mendeteksi adanya kenaikan bilirubin kembali.

Komplikasi Fototerapi

Kelainan Mekanisme

Tanning (perub.wrn kulit) Induksi sintesis melanin

Sindrom bayi bronze ↓ekskresi hepatik dr foto produk bilirubin

Diare Bilirubin menginduksi sekresi usus

Intoleransi laktosa Trauma mukosa epitel villi

Hemolisis Traua fotosensitif pada eritrosit sirkulasi

Kulit terbakar Paparan berlebihan karena emisi gelombang

pendek lampu fluoresesn

Dehidrasi ↑ kehilangan air yang tak disadari krn energi

foto yang diabsorpsi

Ruam kulit Trauma fotosensitif pada sel mast kulit

dengan pelepasan histamin

b. Transfusi Tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan

cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti

eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan

hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping

dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya

tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan

transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin

terhadap albumin

16

Page 13: BAB II

Kriteria Transfusi Tukar Bedasarkan Berat Bayi dan Komplikasi

Berat Bayi(gr)

Tidak Komplikasi (mg/dL)

Rasio Bili/Alb

Ada Komplikasi (mg/dL)

Rasio Bili/Alb

<1250 13 5,2 10 4

1250-1499 15 6 13 5,2

1500-1999 17 6,8 15 6

2000-2499 18 7,2 17 6,8

≥2500 20 8 18 7,2

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 29

Yang dimaksud ada komplikasi apabila :

1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5

2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam

3. pH < 7,15 selama 1 jam

4. Suhu rektal ≤ 35 O C

5. Serum Albumin < 2,5 g/dL

6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti

7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis

8. Anemia hemolitik

9. Berat bayi ≤1000 g

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan

diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang

terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai

adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan

proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi.

Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang

kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan

darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk

transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.12,13,14

Macam Transfusi Tukar:

1. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat

mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.

17

Page 14: BAB II

2. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti

65 % Hb bayi.

3. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus

polisitemia atau darah pada anemia.

Volume Darah pada Transfusi Tukar

Kebutuhan Rumus

‘Double Volume’ BB x volume darah x 2

‘Single Volume’ BB x volume darah

Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang-Hct yang diinginkan)

(Hb donor- Hbsekarang)

Anemia BB x volume darah x (PCV sekarang-PCV yang diinginkan)

(PCV donor)

* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB * Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB (Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004; 114 : 294)

Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus

dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang

dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat

mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi

transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.

Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga tidak

memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk ke pusat

rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan

syarat-syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.

18

Page 15: BAB II

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan dari penjelasan diatas, pada kasus ini bayi mengalamu kuning

atau ikterik pada derajat II, karena daerah ikterik pada mata, wajah, leher dan kedua

lengan bagian atas. Terjadinya ikterik pada bayi ini dimungkinkan karena faktor resiko

dari riwayat persalinannya yaitu kurang bulan (35 minggu) dan sebelumnya ibu

mengalami KPD.

19

Page 16: BAB II

Prematuritas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ikterik

neonatorum, dikarenakan salah satunya faktor kematangan organ. Khususnya organ

hepar sebagai tempat terjadinya metabolisme bilirubin. Selain belum matangnya organ

hepar, faktor destruksi sel darah merah pada bayi yang meningkat. Sehingga bisa terjadi

penumpukkan bilirubin yang belum terkonjugasi.

Dari hasil laboratorium hasil pemeriksaan serum bilirubinya menunjukkan

peningkatan yaitu Bilirubin Total 8,5, Bilirubin Direct: 0,4 dan Bilirubin Indirect: 8,1.

Terapi yang diberikanpun sudah sesuai yaitu memberikan obat yang membantu

pembentukkan enzim glukoronil transferase, sehingga diharapkan dapat mengurangi

bilirubin yang belum terkonjugasi. Terapi sinar belum dibutuhkan karena bilirubin

total masih dibawah < 12.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusepno hasan, alatas Husein. Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak, edisi 11 bab

infeksi. Bagian ilmu kesehatan anak, Fakultas kedokteran universitas Indonesia,

Jakarta, 2007

2. Hardiono D. pusponegoro, sri rezeki S.adinegoro, dkk. Buku standar pelayanan

medis kesehatan anak edisi 1, ikatan dokter Indonesia, Jakarta, 2003

20

Page 17: BAB II

3. Sumarno S.Poorwo soedarmo. Herry Garna. Sri rezeki S.Hadinegoro. hindra

Irawan Satari. Buku Ajar Infeksi & pediatric tropis, edisi kedua, infeksi dengue

(hal 155-181) bagian Ilmu kesehatan anak FKUI, Jakarta, 2010

4. Sutaryo, dr dkk. Buku Standar Pelayanan Media RS. Sardjito, Edisi III, Cetakan I.

2005, Jilid 2. Medika Fakultas Kedokteran UGM, Sekip, Yogyakarta, 2005

21