bab ii

42
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Laparatomi 1. Pengertian Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi/ teknik sayatan pada daerah abdomen, merupakan yang dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. (http://medicastore.laparatomi.co.id , di akses 27 april 2010).Laparatomi adalah pembedahan perut sampai dengan membuka selaput perut (Sutisna Himawan, 2008). Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. 4

Upload: adhy-elbi-sanana

Post on 02-Jul-2015

689 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Laparatomi

1. Pengertian

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi/ teknik sayatan

pada daerah abdomen, merupakan yang dilakukan pada bedah digestif

dan kandungan. (http://medicastore.laparatomi.co.id, di akses 27 april

2010).Laparatomi adalah pembedahan perut sampai dengan membuka

selaput perut (Sutisna Himawan, 2008).

Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan

teknik sayatan arah laparatomi yaitu: Herniotorni, gasterektomi,

kolesistoduodenostomi, hepateroktomi, splenorafi/splenotomi,

apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau

fistulektomi.

Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan

teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus,

operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium yaitu: histerektomi baik

itu histerektomi total, histerektomi sub total, histerektomi radikal,

eksenterasi pelvic dan salingo-coforektomi bilateral(Prawirohardjo,

2001).

Selain tindakan bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga

sering dilakukan pada pembedahan organ lain, antara lain ginjal dan

kandung kemih. (Spencer, 1994)

4

Page 2: BAB II

Ada 4 (empat) cara laparatomi, yaitu :

a. Midline incision

b. Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi

dari garis tengah.

c. Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di

bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan

splenektomy.

d. Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di

atas anterior spinal iliaka, ± insisi melintang di bagian

bawah misalnya : pada operasi appendictomy.

2. Indikasi

a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

b. Peritonitis

c. Perdarahan saluran pencernaan.

d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

e. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll)

3. Komplikasi

a. Ventilasi paru tidak adekuat

b. Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

5

Page 3: BAB II

B. Konsep Anestesi Umum

1. Total intravena anestesi (TIVA)

a Batasan

Total intra vena anestesi adalah tindakan anestesi umum dengan

memasukan obat melalui intra vena (Gordon, 2003)

b Keuntungn

Kombinasi dari obat-obat IV menimbulkan titrasi dari tiap

dosis sesuai kebutuhan spesifik

Efek anestesi tidak tergantung pada jalan napas dan

pernapasan

Sangat mudah dan tidak memerlukan mesin anestesi

Tidak ada pencemaran lingkungan

(Hammer & Krane, 2000)

c Kerugian

Tidak ada agent tunggal yang dapat memberikan trias anestesi

sekaligus dan butuh kombinasi obat dengan mekanisme kerja yang

berbeda

d Rute pemberian TIVA

Bolus intra vena

Melalui infus kontinyu (syiringe pump & infus pump)

6

Page 4: BAB II

2. Inhalasi Pipa Endotrakea ( ETT ) Nafas Kendali.

a Batasan.

Pemakaian salah satu kombinasi obat-obatan inhalasi secara

inhalasi melalui ETT dan pemakaian obat pelumpuh otot non

depolarisasi,selanjutnya dilakukan nafas kendali.

Komponen trias anestesi yang dipenuhinya adalah : hipnotik,

analgesia, dan relaksasi otot.

b Indikasi

Teknik ini dilakukan pada operasi :

1) Kraniotomi.

2) Torakotomi.

3) Laparatomi.

4) Operasi dengan posisi khusus, misalnya posisi miring seperti

operasi ginjal.

5) Operasi berlangsung lama ( > 1 Jam ).

c Kontra Indikasi

Berhubungan dengan efek farmakologi obat yang digunakan.

d Tata Laksana

Pasien telah dipersiapkan sesuai dengan program.

Pasang alat pantau yang diperlukan.

Siap alat-alat dan obat-obat resusitasi.

Siapkan mesin anestesi dengan sistem sirkuitnya dan gas

anestesi yang diperlukan.

7

Page 5: BAB II

Induksi pentotal atau obat hipnotik lain.

Berikan obat pelumuh otot suksinil kholin intravena secara

cepat untuk fasilitas intubasi.

Berikan nafas buatan melalui sungkup muka dengan oksigen

100% mempergunakan fasilitas mesin anestesi, sampai

fasikulasi hilang dan otot rahang relaksasi.

Lakukan laringoskopi dan pasang ETT

Fiksasi ETT dan hubungkan dengan sirkuit mesin anestesi.

Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi dan obat pelumpuh

otot non depolarisasi secara intravena.

Kendalikan nafas klien secara manual atau mekanik dengan

volume dan frekuensi nafas disesuaikan dengan kebutuhan

pasien.

Pantau tanda vital secara kontinyu dan periksa analisis gas

darah apabila ada indikasi.

Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas / obat

anestesi inhalasi dan berikan oksigen 100% ( 4-8 ltr / menit )

selama 2 – 5 menit.

Berikan neostigmin dan atropine.

Ekstubasi ETT dilakukan apabila pasien bernafas spontan dan

adekuat serta jalan nafas ( mulut, hidung, dan pipa endotrakea )

sudah bersih.

8

Page 6: BAB II

3. Menentukan ASA(American Society of Anesthesiologists

ASA I : Pasien dalam keadaan sehat hanya membutuhkan operasi.

ASA 2: Kelainan sistemik ringan sampai sedang mis: batu ureter

dengan hipertensi sedang terkontrol

ASA 3: Gangguan atau penyakit sistemik berat mis: pasien app

perforasi dengan septisemia,ilius obstruksi dgn iskemia

miokardium

ASA 4 : Kelainan sistemik berat yang secara langsung mengacam

kehidupannya misalnya: pasien syok atau dekompensasi kordis

ASA 5 : Pasien tak mempunyai harapan hidup setelah 24 jam

walapun diopersi atau tidak misalnya pasien tua degan perdarahan

basis krani dan syok haemoragik karena ruptur hepar

Tanda E: EMERGENCY ( I E,II E ) operasi darurat

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan

pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah

gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu?

preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing-

masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu

pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan

masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang

9

Page 7: BAB II

luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan

dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif

ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten

dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai

suatu bentuk pelayanan prima. Berikut adalah gambaran umum masing-

masing tahap dalam keperawatan perioperatif.

1. Fase Preoperatif

a Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2

tahapan,yaitu:

1) Persiapan di unit perawatan

2) Persiapan di ruang operasi

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien

sebelum operasi antara lain

a) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan

pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas

klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat

kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain

status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,

fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,

dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup,

karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan

10

Page 8: BAB II

mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien

yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat

stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya

haid lebih awal.

b) Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan

dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar

protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan

nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi

sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup

untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat

mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca

operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat

di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah

infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga

luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang

lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis

yang bisa mengakibatkan kematian.

c) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan

input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum

harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang

biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar

11

Page 9: BAB II

natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum

(normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 -

1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat

dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur

mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan

anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan

dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti

oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka

operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.

Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.

d) Kebersihan lambung dan kolon

Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu.

Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah

pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan

lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.

Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa

dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan

lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi

(masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari

kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga

menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus

pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti

pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan

12

Page 10: BAB II

lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso

gastric tube).

e) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari

terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan

karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat

bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses

penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada

beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran

sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan.

Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-

hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang

dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk

mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.

f) Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan

operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber

kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang

dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan

untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan

lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi

kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan

memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

13

Page 11: BAB II

g) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan

pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder

tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi

balance cairan.

h) Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum

operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam

menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah

operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan

yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :

- Latihan nafas dalam

- Latihan batuk efektif

- latihan gerak sendi

i) Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :

Usia

Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan

usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini

diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat

menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan

oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.

14

Page 12: BAB II

Nutrisi

Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko

terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal

dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada

orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi

nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan

luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein,

kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A,

Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis

protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama

pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan

terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan

permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya

dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes

sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien

bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan

karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi

pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen,

flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit

biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.

Penyakit Kronis

Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler,

diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar

15

Page 13: BAB II

terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan

primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah

sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi

pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.

Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin

Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin,

seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama

yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan

adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi

selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat

masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi

atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang

mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang

mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami

insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan

kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan

dokter bedahnya.

Merokok

Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami

gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis

pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah

sistemiknya.

16

Page 14: BAB II

Alkohol dan obat-obatan

Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali

menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti

gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko

pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang

seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan

operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung

untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.

b Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan

penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan

tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan

penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,

laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.

1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, foto

pelvis, USG

2) Pemeriksaan Laboratorium; yang terpenting pada pasien

perioperatif adalah pemeriksan darah : hemoglobin, angka leukosit,

limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total

(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida),

CT ?BT, ureum kretinin, BUN, dll.

3) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD)

17

Page 15: BAB II

Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula

darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya

dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil

darahnya jam 8 pagi)? dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam

PP (ppst prandial).

4) Dan lain-lain’

c Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan penting untuk

keselamatan selama pembedahan. Pasien akan menjalani pemeriksaan

status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko

pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan

adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American

Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat

dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi

pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Selain dilakukannya

berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yaitu

Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari

bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh

karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib

menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis

(pembedahan dan anastesi).

Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi

tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien.

18

Page 16: BAB II

Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan

komplikasi yang berlebihan bagi klien.

d Persiapan Mental/Psikis

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam

proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau

labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual

pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres

fisiologis maupun Psikologis (Barbara C. Long)

e Persiapan Pasien Di Kamar Operasi

Persiapan operasi dilakukan terhadap pasien dimulai sejak pasien

masuk ke ruang perawatan sampai saat pasien berada di kamar operasi

sebelum tindakan bedah dilakukan. Persiapan di ruang serah terima

diantaranya adalah prosedur administrasi, persiapan anastesi dan

kemudian prosedur drapping. Kesalahan yang dilakukan pada saat

tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-

tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara

masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan

outcome yang optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna.

2. Perawatan Intra Operatif

19

Page 17: BAB II

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi

bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini

lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV catheter, pemberian

medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh

sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh :

memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai

perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi

dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh. Aktivitas

keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :

a. Safety Management

b. Monitoring Fisiologis

c. Monitoring Psikologis

d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care

3. Perawatan Postoperatif

Tujuan perawatan pasien post operatif adalah :

a Mempertahankan jalan nafas.

b Mempertahankan ventilasi / oksigenasi.

c Mempertahankan sirkulasi darah.

d Observasi keadaan umum, observasi vomitus, dan drainage.

e Balance cairan.

f Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injury.

g Dirawat di ruang pulih menunggu pemulihan anestesi.

20

Page 18: BAB II

h Awasi kemungkinan terjadi perdarahan luka operasi dan

sumbatan jalan nafas akibat perdarahan, kelumpuhan pita suara

dan Malase pada trakea.

i Pasien dikirim kembali keruangan setelah memenuhi kriteria

pemulihan.

j Menilai aldrette score, nilai > 8 boleh pindah keruang

perawatan dengan catatan respirasi harus nilai 2

4. Diagnosa preoperatif :

a Cemas b/d kurang pengetahuan masalah pembiusan dan operasi.

DS : pasien menyatakan belum tahu tentang proses / akibat

pembiusan.

DO : TD_____mmhg, N _____x/mnt, R_____x/mnt.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cemas berkurang/ hilang

dengan criteria :

Pasien menyatakan tahu tentang proses kerja obat anestesi/

pembiusan.

Pasien dinyatakan siap dilakukan pembiusan.

Pasien mengkomunikasikan perasaan negative secara tepat.

Pasien tampak tenang dan kooperatif.

Tanda-tanda vital normal.

Intervensi :

21

Page 19: BAB II

Kaji tingkat kecemasan.

Orientasikan dengan tim anestesi / kamar operasi.

Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.

Beri dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan.

Dampingi pasien untuk mengurangi rasa cemas.

Ajarkan tehnik relaksasi.

Kolaborasi untuk pemberian obat penenang.

b Sindrom sters akibat perpindahan b/d perubahan lingkungan tingkat

sedang/ tinggi, kehilangan di masa lalu, terjadi bersamaan dan baru-

baru ini.

DO : Perubahan lingkungan lokasi, depresi, sering berkemih,

ketidak amanan, gelisah, afek sedih.

DS : Ps mengatakan cemas dan ketakutan, pengungkapan ketidak

inginan unatuk dipindah, pengungkapan perhatian/ rasa prihatin

tentang perpindahan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien akan :

Menunjukkan kemampuan untuk menyesuaikan terhadap

lingkungan baru,

Mengungkapkan secara verbal rasa puas terhadap kehidupan yang

baru.

Mengungkapkan optimis.

Mengungkapkan rasa puas terhadap pencapaian dalam hidup

22

Page 20: BAB II

Berpartisipasi dalam aktifitas hiburan ( hobi ).

Anak akan beradaptasi dengan hospitalisasi ( tidak menampakkan

agitasi, perilaku regrasi, ansietas, takut, atau marah ).

Menunjukkan terselasaikannya ansietas akibat perpisahan.

Intervensi :

Kaji orientasi ps, mood missal depresi, marah dan ansietas, status

fisiologis pada saat masuk.

Gunakan sumber-sumber lain untuk membantu dalam transisi

terhadap lingkungan baru.

Koordinasikan rujukan diantara pemberi layanan kesehatan dan

lembaga untuk memberikan relikasi/ perpindahan yang tenang.

Orientasikan pasien ke lingkungan baru sesering mungkin.

Hindari perpindahan yang kasar/ tak terencana juga hindari

perpindahan pada malam hari atau pada saat pergantian jaga.

5. Diagnosa Intra dan postoperatif

a Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan vasodilatasi pembuluh darah dampak obat anestesi.

DS : Pasien mengatakan puasa sejak 10 jam yang lalu, dan

mengaatakan haus.

DO : Tensi rendah, nadi cepat dan kecil, respirasi cepat, akral dingin,

bibir tampak kering.

Tujuan :

23

Page 21: BAB II

Setelah dilakukan perawatan keseimbangan cairan dalam ruang intra

sel dan ekstra sel tubuh tercukupi dengan criteria :

Pasien menyatakan tidak haus/ tidak lemas.

Akral kulit hangat

Haemodinamik normal

Masukan dan keluaran cairan imbang

Urin output 1-2 cc / kg bb/ jam, lab elektrolit darah normal.

Intervensi :

Kaji tingkat kekurangan volume cairan

Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit

Monitor masukan dan keluaran cairan dan elektrolit

Monitor Haemodinamik, perdarahan.

b Pola napas tidak efektif b/d disfungsi neuromuskuler dampak sekunder

obat pelumpuh otot pernapasan/obat GA.

DO :

Penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi

Penurunan ventilasi, dispnea

Frekwensi napas kurang/ lebih dari normal

Penggunaan obat napas tambahan untuk bernapas.

Tujuan :

Setelah selesai tindakan anestesi pola napas pasien menjadi efektif atau

normal dengan criteria :

Frekwensi napas normal

24

Page 22: BAB II

Irama napas sesuai yang diharapkan

Ekspansi dada simetris

Bernapas mudah, tidak didapatkan napas pendek

Tidak menggunakan obat tambahan

Tidak sianosis

Auskultasi vocal sesuai yang diharapkan.

Intervensi :

Bersihkan secret pd jalan napas; hidung, oral, trakea, ETT

Jaga jalan napas

Pasang peralatan O2

Beri suplai O2 2-3 l/mnt

Monitor aliran O2, ritme, irama, kedalaman dan usaha respirasi.

Monitor pola napas tachipnoe dan apnoe.

Monitor tanda hipoventilasi.

c Hipotermi b/d Berada atau terpapar di lingkungan dingin.

DS : Pasien menyatakan dingin.

DO : Pucat, kulit dingin, menggigil, tachikardi, kuku sianosis.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien menunjukkan

termoregulasi dengan criteria :

Kulit hangat, suhu tubuh normal.

Perubahan warna kulit tidak ada.

Keletihan dan mudah tersinggung tidak Nampak.

25

Page 23: BAB II

Intervensi :

Mempertahankan suhu tubuh selama pembiusan sesuai yang

diharapkan.

Pantau tanda vital, beri penghangat.

d Resiko aspirasi b/d penurunan tingkat kesadaran

DO : Banyak secret dan salvias di oral, pasien belum sadar.

Tujuan :

Setelah dilakukan keperawatan tidak akan terjadi aspirasi yang

dibuktikan dengan kemampuan kognitif dan status neurologis yang

tidak berbahaya dengan kriteri a;

Mampu menelan

Bunyi paru bersih

Tonus oto adekwat

Intervensi :

Atur posisi pasien

Pantau tanda-tanda aspirasi

Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah dan

kemampuan menelan.

Pantau status paru

Bersihkan jalan napas

Kolaborasi dengan dokter

26

Page 24: BAB II

e Resiko kecelakaan cidera berhubungan dengan efek anestesi umum

DS : -

DO :

Pasien dalam pembiusan

Pasien bergerak tak terkontrol ( mulai sadar atau bangun)

Pasien belum sadar penuh

Tujuan :

Pasien aman selama dan setelah pembiusan dengan criteria :

Selama oprasi tidak bangun/tenang

Pasien sadar setalah anestesi selesai( AS= 8-10 )

Mampu untuk melakukan gerakan yang bertujuan

Mampu untuk bergerak atau berkomunikasi

Pasien aman tidak jatuh

Intervensi :

Tingkatkan keamanan dan ketajaman

Jaga posisi imobil

Ubah tempat atau tubuh pasien untuk meningkatkan fungsi

fisiologis dan psikologis

Cegah resiko injuri jatuh

Pasang pengaman tempat tidur

Pantau penggunaan obat anestesi dan efek yang timbul

27

Page 25: BAB II

f Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ( tindakan oprasi )

DS : Pasien melaporkan rasa nyeri

DO :Gelisah,menangis,mengeluh,merintih,perubahan haemodinamik

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan 1 x24 jam nyeri berkurang atau hilang

dengan criteria :

Pasien menyatakan nyeri berkurang atau hilang

Pasien mampu istirahat atau tidur

Ekspresi wajah nyaman atau tenang

Intervensi :

Kaji derajat,lokasi,durasi,frekwensi,dan karakteristik nyeri

Gunakan teknik komunikasi terapeutik

Ajarkan teknik relaksasi

Kolaborasi dengan dokter

g Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot

pernafasan sekunder dari GA

DO : penurunan SPO2,penurunan volume tidal,peningkatan denyut

jantung,peningkatan kecepatan metabolik,peningkatan

PaCO2,peningkatan penggunaan otot bantu pernapasan.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan ventilasi yang

adekwat dengan criteria :

Pola, irama dan kedalaman napas teratur

28

Page 26: BAB II

Menunjukan status neurologis yang adekwat untuk mendapatkan

pernapasan yang adekwat.

Mempunyai gas darah / saturasi O2 dalam batasan yang masih

dapat diterima.

Intervensi :

Pantau adanya kegagalan pernapasan yang akan terjadi.

Pantau adanya penurunan volume ekshalasi dan peningkatan

tekanan inspirasi pada pasiean yang menerima ventilasi mekanik.

Pantau keefektifan ventilasi mekanik pada kondisi fisiologis dan

psikologis pasien.

Monitor saturasi O2, Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan/

ketiadaan ventilasi dan addnya bunyi tambahan.

Lakukan penghisapan lendir pada jalan napas yang besar.

Lakukan penghisapan oropharing

Lakukan pemasangan dan pemakaian ventilator

Lakukan hygiene mulut secara rutin.

h Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d Hipoventilasi

DO : Sianosis pada kuku, mulut daerah perifer, perubahan warna kulit,

suhu kulit, adnya penurunan saturasi O2 dibawah normal, adanya

peningkatan PCO2 dalam darah, denyut nadi lemah.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perfusi jaringan perifer

pasien akan membaik dengan criteria :

29

Page 27: BAB II

Nadi perifer teraba, TD dalam rentang yang diharapkan.

Odem perifer tidak ada.

Saturasi O2 dalam batas normal.

Suhu jaringan, sensasi, hidrasi, dan warna dalam batas normal

Jaringan bebas dari lesi.

Suhu ekstremitas hangat, fungsi otot utuh.

Denyut proksimal dan perifer distal kuat dan simetris, CRT kurang

dari 2 menit.

Intervensi :

Monitor saturasi O2, serta denyut nadi perifer, warna kulit,

pengisian kapiler, dan suhu ekstremitas.

Bebaskan jalan napas serta berikan ventilasi yang adekwat.

Kolaborasi dokter tentang pemberian obat-obatan

30

Page 28: BAB II

31